Beranekaragamnya
tumbuhan yang ada di bumi terjadi melalui proses evolusi. Bukti bahwa evolusi
merupakan sumber dari keanekaragaman dapat diperoleh dari fosil, distribusi
sifat-sifat umum kelompok organisme, variasi geografi, dan studi lingkungan
(Judd et al. 2002).
Berdasarkan catatan fosil, diketahui bahwa
beberapa tumbuhan muncul lebih awal, sedangkan yang lainnya muncul di akhir. Fosil angiospermae
yang pertama diketahui berupa bunga dan serbuk sari yang berasal dari periode
awal Cretaceous (Friis et al. 2010). Fosil yang memberikan gambaran
keseluruhan tumbuhan dijumpai pada Ar-chaefructus (Raven et al.
2005). Fosil lainnya berasal dari bangsa Nymphaeales, bangsa pada dikotil
yang agak primitif. Pada pertengahan Cretaceous ditemukan fosil yang merujuk
pada marga modern antara lain Artocarpus J.R. Forst & G. Forst, Magnolia
L., dan Typha L. Pada akhir Cretaceous dijumpai suku Faga-ceae,
Magnoliaceae, dan Salicaceae (Shukla & Misra 1979).
Dalam populasi dan
jenis tum-buhan dapat dijumpai variasi. Sumber variasi dapat berupa mutasi dan
rekom-binasi genetik (Alters & Alters 2006). Mutasi menyebabkan perubahan
susunan basa pada DNA. Hal ini bisa terjadi me-lalui mutasi gen (mutasi titik),
atau mutasi BIOEDUKASI Vol. 5, No.2, hal. 13-24 14
pada kromosom karena adanya delesi, duplikasi, dan
translokasi (Russel 1994).
Rekombinasi genetik
terjadi pada jenis-jenis yang melakukan pembiakan dengan cara perkawinan. Pada
saat meio-sis, kromosom homolog seharusnya mempunyai gen-gen dari induk jantan
saja atau induk betina saja, namun pada peri-stiwa rekombinasi genetik,
kromosom mengalami pindah silang, dan menghasilkan gen-gen campuran in-duknya.
Variasi pada tumbuhan
dapat juga dihasilkan melalui spesiasi. Spesiasi merupakan proses pembentukan
suatu spesies baru. Gandum (Triticum aestivum L.) yang kita kenal
sekarang merupakan hasil dari proses evolusi dan spesiasi (Raven et al.
2005). Contoh lainnya ada-lah kedelai. Berdasarkan jumlah dan uku-ran kromosom,
morfologi, distribusi geo-grafi, dan pola pita elektroforesis dari pro-tein
biji, diduga bahwa Glycine soja Siebold & Zucc. (kedelai liar)
kemung-kinan merupakan nenek moyang dari G. max Merr. (kedelai)
(Hymowitz 1976).
Evolusi pada Anggota
Sapindaceae
Salah satu anggota
angiospermae adalah Sapindaceae, yang dikenal sebagai suku
lerak-lerakan. Sapindaceae dalam arti sempit hanya meliputi suku ini
saja, namun dalam perkembangannya, suku Aceraceae dan Hypocastanaceae
digabung ke dalam Sapindaceae (Jud et al. 2002).
Ada beberapa pendapat
yang ber-beda mengenai jumlah anggota suku ini, menurut Jud et al.
(2002) terdapat 147 marga dan 2.215 jenis, menurut Simpson (2006) 133 marga dan
1.560 jenis, se-dangkan menurut Buerki et al. (2009) 140 marga dan 1.990
jenis. Turunnya jumlah marga dan jenis dari tahun 2002 ke 2006 kemungkinan
karena adanya revisi nama-nama ilmiah yang berakibat bebera-pa nama menjadi
sinonim, sehingga men-gurangi jumlah jenis yang ada. Naiknya jumlah jenis dari
tahun 2006 ke 2009 diduga karena adanya penambahan jenis-jenis yang baru
diketahui.
Sapindaceae diusulkan untuk dibagi menjadi empat anak suku
yaitu Sapindoideae, Dodonaeoideae, Hippocas-tanoideae, dan Xanthoceroideae
(Harring-ton et al. 2005). Berdasarkan skenario bi-ogeografi, diduga
bahwa Sapindaceae be-rasal dari Eurasia sekitar awal Cretaceous, setelah
itu menyebar ke Asia Tenggara pada akhir Cretaceous atau awal Palaeo-cene. Dari
sini, nenek moyang Sapin-daceae menyebar ke Australia – Antarti-ka,
diikuti oleh rangkaian penyebaran yang lebih luas, baik di belahan bumi utara
maupun selatan (Buerki et al. 2011). Skenario biogeografi tersebut
menduga bahwa wilayah Asia Tenggara merupakan 15 Nina R.D.– Evolusi,
spesiasi, dan hibridisasi pada beberapa anggota sapindaceae
pusat diversifikasi dan penyebaran Sapindaceae di
daerah tropik.
Anggota
Sapindaceae ada yang berupa perdu, pohon, dan liana. Beberapa anggotanya
yang penting secara ekonomis
BIOEDUKASI
Volume 5, Nomor 2
Halaman13-24
ISSN:1693-2654
Agustus 2012
0 komentar " ", Baca atau Masukkan Komentar
Post a Comment