(Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata
Kuliah Tataguna Biologi)
ORGANISME BIOTIK SEBAGAI BIOINDIKATOR PENCEMARAN UDARA
Disusun Oleh:
Iis Wahidah 140410100021
Muhammad Resa 140410100055
Erwin Faisal 140410100060
Marietta Zahra 140410100064
Leny Putri W. 140410100093
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2012
ABSTRAK
Pencemaran
udara merupakan kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, maupun
biologi di atmosfer yang dapat menggangu kesehatan makhluk hidup, menurunkan
produktivitas, mengganggu kenyamanan serta merusak property yang dapat
merugikan manusia. Penyebab dari pencemaran udara tersebut dapat berasal dari
faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal lebih banyak mempengaruhi
terjadinya pencemaran udara seperti peningkatan industri global, efek asap
kendaran bermotor dan penggunaan hairspray, cat atau jenis pelarut
lainnya. Beberapa organisme biotik
dikenal sebagai bioindikator tercemarnya udara dalam suatu wilayah. Diantaranya
adalah likhen, burung, dan tanaman kenikir (Cosmos bipinnatus).
Keyword:
Pencemaran Udara, Bioindikator.
DAFTAR ISI
ABSTRAK…………………………………………………………………………
i
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………… ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang…………………………………………………………………. 1
1.2
Identifikasi
Masalah…………………………………………………………… 2
1.3
Maksud dan
Tujuan……………………………………………………………. 2
BAB
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Bioindikator……………………………………………………………………. 3
2.2
Hubungan
Bioindikator dan Biomonitoring…………………………………… 5
2.3
Bioindikator
Lebih Baik daripada Metode Tradisional……………………….. 5
2.4
Faktor-faktor
Penyebab Pencemaran Udara…………………………………… 6
2.5
Senyawa-senyawa
Pencemar Udara…………………………………………… 8
2.6
Dampak
Pencemaran Udara…………………………………………………… 10
2.7
Bioindikator
Pencemaran Udara………………………………………………. 11
a.
Likhen…………………………………………………………………. 11
b.
Burung…………………………………………………………………. 12
c.
Tanaman Kenikir
(Cosmos bipinnatus)……………………………….. 12
BAB
III PEMBAHASAN………………………………………………………… 13
BAB
IV KESIMPULAN………………………………………………………….. 16
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………... 17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Pencemaran lingkungan merupakan masalah lingkungan yang sedang hangat
diperbincangkan.Khususnya pencemaran udara. Sumber pencemar berasal pembakaran
baik aktifitas domestik maupun aktifitas industri seperti hasil pembakaran batu
bara. Selain hasil pembakaran yang dapat mencemari udara adalah zat toksik yang
berasal dari materi yang mengandungnya seperti Hairspray yang mengandung CFC.Keadaan ini tentunya berdapak besar
terhadap makluk hidup, khususnya manusia.Untuk itu kita memerlukan parameter
penanda untuk menghindari pengaruh negatif yang dapat ditimbulkan oleh polutan.organisme
hayati dilibatkan untuk menunjukan adanya indikasi kerusakan lingkungan. Aspek
hayatai ini disebut bioindikator. Bioindikator adalah organism hidup yang biasa
digunakan untuk menilai kualitas lingkungan dan perubahannya dari waktu ke waktu
(Holt, et all 2011). Organisme bioindikator haruslah organism yang
memiliki toleransi yang moderat terhadap perubahan lingkungan, bukan organism
langka ataupun yang memiliki toleransi yang sangta tinggi terhadap perubahan
lingkungan (Holt, et all.,2011). Kesadaran akan kesehatan manusia terus
mendorong penerapan dan pengembangan bioindikator. Pebangunan dan kemajuan
teknologi memberikan dampak negative seperti hilangnya jasa ekosistem seperti
udara bersih, dan air minum.Keadaan ini membuat perhatian kita semakin terfokus
pada keseimbangan ekosistem alam sehingga perlu dilalakukan evaluasi khususnya
menggunakan indikator hayati.
Lebih dari 200 tahun burung kenari telah digunakan dalam kegiatan
pertambangan batubara.Sistem pernafasan searahnya membuat mereka lebih rentan
terhadap konsentrasi kerbon monoksida dan ges metana dalam konsetraasi kecil.
Sampai akhir 1986, burung kenari dimanfaatkan sebagai indikator biologis
kondisi tidak aman pagi penambang batu bara di bawah tanah di Inggris. Masalah kesehatan
manusia terus mendorong pengembangan dan penerapan bioindikator.Hilangnya jasa
ekosistem seperti udara bersih, air minum, tanaman penyerbuk telah semakin
berfokus perhatian kita pada keseimbangan ekosistem alam.Semua spesies memiliki
toleransi berbagai keterbatasan kondisi kimia, fisika, dan biologi, yang dapat
kita gunakan untuk mengevaluasi kualitas lingkungan.
Keanekaragaman lichen menunjukkan keberadaan dan tingkat keparahan
polusi udara di suatu daerah. Lichen dinilai efektif untuk mengukur kualitas
udara karena mereka tidak memiliki akar dan kutikula serta mendapatkan semua
nutrisi dari paparan langsung ke atmosfer.
Selain untuk
memenuhi tugas matakuliah Tataguna Lahan, makalah ini juga disusun sebagai
bagian daripada pengkajian mahasiswa dalam bentuk studi literatur mengenai
peran boindikator dalam perkembangan berkelanjutan khususnya biomonitoring
polusi udara dengan menggunakan lichen sebagai bioindikator.
1.2. Identifikasi masalah
1.
Sejauh mana
pencemaran udara menjadi masalah dalam kegiatan pembangunan.
2.
Organisme apa
yang dapat dijadikan sebagai bioindikator pencemaran udara.
3.
Mengapa
bioindikator dianggap penting dalam usaha pembangunan.
4.
Mengapa Lichen
dianggap tepat digunakan sebagai bioindikator dari pencemaran lingkungan
1.3 Maksud dan Tujuan
1.
Mengetahui macam-macam penyebab pencemaran udara.
2.
Mengetahui dampak dari pencemaran udara bagi kesehatan manusia dan
lingkungan
3.
Mengetahui agen biologi sebagai
indicator pencemaran udara.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bioindikator
Bioindikator termasuk proses biologi, species atau komunitas biasa
digunakan untuk menilai kualitas lingkungan dan perubahannya dari waktu ke
waktu. Perubahan ligkungan biasanya tak lepas dari gangguan dari masyarakat
seperti polusi dan penggunaan lahan, atau tekanan alamiah seperti kekeringan.
Pengembangan dan penerapan bioindikator telah ada sejak tahun 1960an. Selama
bertahun tahun pengembangan pengetahuan yang melibatkan bioindikator telah
dilakukan untuk mempelajari tipe-tipe lingkungan (Holt, et all., 2011).
Bagaimanapun juga, tidak semua proses biologi, spesies, komunitas,
dapat dijadikan bioindikator yang baik. Factor fisik, kimia, dan biologi
(misalnya, substrat, cahaya, suhu, persaingan) bervariasi antara lingkungan
satu dengan lingkuengan yang lainnya.Seiring waktu, populasi berevolusi
strategi untuk memaksimalkan pertumbuhan dan reproduksi dalam rentang factor
lingkungan tertentu.Individu dapat terpengaruh secara negatif dan mengurangi
kestabilan secara keseluruhan (Gambar 1).kurangnya kestabilan selanjutnya dapat
mengganggu dinamika populasi dan mengubah masyarakat secara keseluruhan (Gambar
2). Spesies bioindikator efektif menunjukkan kondisi lingkungan karena
toleransi mereka yang moderat terhadap variabilitas lingkungan (Gambar
1).Sebaliknya spesies langka (atau kumpulan spesies) dengan toleransi yang
sempit seringkali terlalu sensitif terhadap perubahan lingkungan atau spesies
tersebut terlalu jarang untuk ditemui sehingga tidak dapat mencerminkan respon
biotic umum.Demikian juga spesies dengan torelansi yang sangat luas kurang
sensitive terhadap perubahan lingkungan.Penggunaan bioindikator bagaimanapun
tidak hanya terbatas pada suatu spesies dengan toleransi lingkungan yang
terbatas. Seluruh komponen komunitas dengan berbagai toleransi lingkungannya
dapat befungsi sebagai bioindikator dan mewakili berbagai sumber data untuk
menilai kualitas lingkungan dalam bentuk indeks biotic atau pendekatan
multimetrik (Holt, et all., 2011).
Gambar 2.1.Perbandingan
toleransi lingkungan dari (a) bioindikator (b) spesies langka dan (c) spesies
kosmopolit.Sumber : Holt, et all.,
2011
Gambar 2.2
Diagram Tingkat hierarki dari Suatu Ekosistem yang Merespon Gangguan Akibat
Perilaku Masyarakat atau Tekanan Alam
2.2. Hubungan Bioindikator danBiomonitoring
Dalam penggunaan umum, istilah "biomonitoring" dan
"bioindication" seringkali tertukar, tetapi dalam komunitas ilmiah
istilah ini memiliki makna yang lebih spesifik.Bioindikators kualitatif menilai
respon terhadap stres biotik lingkungan (misalnya, kehadiran lichen, Lecanora conizaeoides, menunjukkan
kualitas udara yang buruk), sementara biomonitor kuantitatif menentukan respon
(misalnya, penurunan kandungan klorofil atau keanekaragaman lichen menunjukkan
keberadaan dan tingkat keparahan polusi udara). "Bioindikator"
digunakan sebagai istilah untuk mengacu
pada semua persyaratan yang berkaitan dengan deteksi respon terhadap stres biotik
lingkungan. Dalam hal ini, ada tiga fungsi utama bioindicators: 1. untuk
memantau lingkungan (yaitu, perubahan fisik dan / atau bahan kimia), 2. untuk
memantau proses ekologi, atau 3. untuk memantau keanekaragaman hayati.
Contoh indikator lingkungan, ekologi, dan keanekaragaman hayati
dapat ditemukan dalam organisme yang berbeda menghuni lingkungan yang
berbeda.Lumut (simbiosis antara jamur, ganggang, dan / atau cyanobacteria) dan
bryophytes (lumut dan liverworts) sering digunakan untuk menilai polusi
udara.Lumut dan bryophytes berfungsi sebagai bioindikator efektif untuk
mengukur kualitas udara karena mereka tidak memiliki akar dan kutikula serta
mendapatkan semua nutrisi dari paparan langsung ke atmosfer. Tinggi permukaan habitatnya
mendorong intersepsi dan akumulasi kontaminan dari udara (Holt, et all., 2011).
2.3 Bioindikator Lebih Baik daripada Metode Tradisional
Para ilmuan telah melakukan tes tradisional
kimia dan melakukan pengukuran parameter fisik lingkungan (yaitu: suhu
lingkungan, salinitas, nutrisi, polusi, cahaya dan gas yang terkandung),
sedangkan dalam penggunaan bioindikator, digunakanlah biota untuk menilai
dampak kumulatif dari polutan kimia dan habitat dalam perubahan dari waktu ke
waktu. Akibatnya penggunaan bioindikator pada dasarnya berbeda dari
langkah-langkah klasik dalam pengukuran kualitas lingkungan. Selain itu, penggunaan bioindikator memiliki banyak keunggulan.
Pertama, bioindikator disertai dengan informasi komponen temporal yang sesuai
dengan umur atau waktu hidup organism dalam system tertentu, yang memungkinkan
adanya integrasi informasi antara masa dan masa depan/ pengukuran kimia dan pengukuran
fisika hanya mencirikan kondisi pada saat pengambilan sampel. Selain itu,
kontaminan dapat terjadi pada konsentrasi yang sangat rendah.Analisis dengan
teknologi yang sangat sensitif biayanya sangat mahal.Setelah diidentifikasi
para ilmuwan harus menghubungkan setiap potensi bahaya biologis dengan jumlah
kontaminan. Batas toleransi dari
bioindikator memeberikan gambaran yang sangat berarti walaupun polutan ini
sangat kecil (Holt, et all., 2011).
Manfaat lain dari penggunaan bioindikator adalah kemampuan untuk
menunjukkan efek biotik tidak langsung dari polutan saat pengukuran fisik dan
kimia seringkali tidak terdeteksi (Holt, et all., 2011).Terakhir, para
ilmuwan sekarang memahami bahwa biota itu sendiri adalah prediktor terbaik dari
bagaimana ekosistem menanggapi gangguan atau adanya tekanan.Selain itu, masalah
umum dengan kimia dan pengukuran fisik adalah bahwa mereka menyederhanakan
respon rumit yang melekat dalam spesies kaya habitat. Bioindicators
mengandalkan seluk-beluk ekosistem dan menggunakan respon yang mencerminkan
gambaran dinamin dari keadaan lingkungan(Holt, et all., 2011)
2.4 Faktor-faktor Penyebab
Pencemaran Udara
Menurut pencemaran udara disebabkan oleh 2 faktor,
yaitu (Anonim1, 2011) :
1.
Faktor alam (internal) yang bersumber dari
aktivitas alam, seperti :
·
Abu yang dikelluarkan oleh letusan gunung
berapi
·
Gas-gas vulkanik
·
debu yang beterbangan di udara akibat tiupan
angin
·
bau yang tidak enak akibat proses pembusukan
sampah organik
2.
Faktor Manusia (eksternal) yang bersumber dari
hasil aktivitas manusia, seperti:
·
hasil pembakaran bahan-bahan fosil dari
kendaraan bermotor
·
bahan-bahan buangan dari kegiatan pabrik
industri yang memakai zat kimia organik dan anorganik
·
pemakaian zat-zat kimia yang disemprotkan ke
udara
·
pembakaran sampah rumah tangga
·
pembakaran hutan
Faktor eksternal lebih sering mencemari udara
dibanding faktor internal.Ini terjadi karena semakin meningkatnya ilmu
pengetahuan dan teknologi yang berdampak besar terhadap perkembangan indudtri
dunia yang sedikit banyak kegiatan tersebut menghasilkan limbah yang dapat
mencemari udara. Beberapa kegiatana tersebut diantaranya sebagai berikut:
a.
Industri Global
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi,
perkembangan industri di berbagai belahan dunia juga mengalami peningkatan yang
pesat. Menurut Hambali (2003) dalam Aminuddin (2008) , perkembangan
industri dengan adanya teknologi telah memberikan sumbangan besar terhadap
perekonomian. Di lain pihak hal tersebut juga memberi dampak pada lingkungan
akibat limbah industri maupun eksploitasi sumber daya yang semakin intensif
dalam pengembangan industri. Lebih lanjut dinyatakan harus ada transformasi
kerangka konstektual dalam pengelolaan industri, yakni keyakinan bahwa operasi
industri secara keseluruhan harus menjamin sistem lingkungan alam berfungsi
sebagaimana mestinya dalam batasan ekosisitem local dan biosfer.Efisiensi bahan
dan energi dalam pemanfaatan, pemrosesan dan daur ulang akan menghasilkan
keunggulan kompetitif dan manfaat ekonimi. Dampak dari meningkatnya industri
global ini kini mulai terasa buruknya.Baik tanah, air dan udara menjadi
tercemar dan mulai menampakan kemerosotan kualitasnya. Kegiatan industri ini
dapat berupa asap dari industri manufaktur, hasil
pembakaran insinerator, furnace, dan berbagai tipe peralatan pembakaran dengan
bahan bakar.
b.
Asap Kendaraan Bermotor
Kontaminasi gas
buangan kendaraan tidak hanya menyebabkan udara menjadi kotor namun lebih parah
berdampak besar terhadap kesehatan manusia. Di beberapa kota maju di dunia,
jumlah kendaraan semakin hari semakin meningkat. Hal ini berdampak terhadap
meningkatnya asap kendaraan yang dikeluarkan. Sumber polusi terbesar sekitar
70% disebabkan oleh efek kendaraan
bermotor ini. Zat berbahaya yang terkandung dalam asap kendaraan tersebut
misalnya adalah karbondioksida, karbonmonoksida, oksida belerang dan oksida nitrogen.
c.
Asap dari penggunaan hairspray, cat dan jenis pelarut
lainnya.
Senyawa kimia
yang terkandung dalam hairspraydapat
menyebabkan lapisan ozon tidak lagi mampu melindungi bumi terhadap radiasi
ultra violet (UV) dari matahari. Setiap 10 persen penipisan lapisan ozon akan
menyebabkan kenaikan radiasi UV sebesar 20 persen. Selain itu, senyawa tersebut
juga dapat mengakibatkan kanker paru-paru jika terlalu sering terhirup.
2.5Senyawa-senyawa Pencemar Udara
Ada beberapa polutan yang dapat menyebabkan
pencemaran udara, antara lain:
a.. Karbonmonoksida
(CO)
Gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan
bersifat racun.Dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna bahan bakar fosil,
misalnya gas buangan kendaraan bermotor.
b.. Nitrogen
dioksida (NO2)
Gas yang paling beracun. Dihasilkan dari
pembakaran batu bara di pabrik, pembangkit energi listrik dan knalpot kendaraan
bermotor.
c. Sulfur
dioksida (SO2)
Gas yang berbau tajam, tidak berwarna dan tidak
bersifat korosi. Dihasilkan dari pembakaran bahan bakar yang mengandung sulfur
terutama batubara. Batubara ini biasanya digunakan sebagai bahan bakar pabrik
dan pembangkit tenaga listrik.
d. Partikulat
(asap atau jelaga)
Polutan udara yang paling jelas terlihat dan
paling berbahaya. Dihasilkan dari cerobong pabrik berupa asap hitam tebal.
e. Hidrokarbon
(HC)
Uap
bensin yang tidak terbakar.Dihasilkan dari pembakaran bahan bakar yang tidak
sempurna.
f. Chlorofluorocarbon (CFC)
Gas yang dapat menyebabkan menipisnya lapisan
ozon yang ada di atmosfer bumi. Dihasilkan dari berbagai alat rumah tangga
seperti kulkas, AC, alat pemadam kebakaran, pelarut, pestisida, alat penyemprot
(aerosol) pada parfum dan hair spray.
g. Timbal (Pb)
Logam berat yang digunakan manusia untuk
meningkatkan pembakaran pada kendaraan bermotor.Hasil pembakaran tersebut
menghasilkan timbal oksida yang berbentuk debu atau partikulat yang dapat
terhirup oleh manusia.
h. karbon
dioksida (CO2)
Gas yang dihasilkan dari pembakaran sempurna
bahan bakar kendaraan bermotor dan pabrik serta gas hasil kebakaran hutan.
2.6 Dampak
Pencemaran Udara
Dampak pencemaran udara tidak hanya dirasakan
oleh manusia, melainkan juga hewan dan ekosisitem di bumi lainnya. Dampak
tersebut misalnya berupa:
a.
Penipisan Lapisan Ozon.
Seperti yang
telah diketahui bahwa lapisan ozon melindungi manusia dan makhluk lain di bumi
dari benda-benda luar angkasa yang membahayakan. Jika lapisan ozon ini rusak,
makabenda-benda luar angkasa akan mampu dapat menembus dan menyebabkan
kerusakan di bumi.
b.
Global Warming (Pemanasan Global)
Dampak dari
pemanasan global sudah semakin dapat dirasakan.Dengan meningkatnya suhu di
udara mengakibatkan siklus alamn yang terjadi menjadi tidak seimbang.
c.
Penyakit Pernafasan
Berbagai
penyakit timbul karena banyaknya zat berbahaya yang terkandung dalam polutan
udara.Zat-zat tersebut bahkan ada yang bersifat karsinogen. Mneurut Ida (2011),
secara umum partikel yang mencemari udara dapat merusak lingkungan,
tanaman, hewan dan manusia. Partikel-partikel tersebut sangat merugikan
kesehatan manusia. Pada umumnya udara yang telah tercemar oleh partikel dapat
menimbulkan berbagai macam penyakit saluran pernapasan atau
pneumoconiosis. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh pencemaran udara antara
lain seperti silikosis, asbestosis, bisinosis, antrakosis, dan berilliosis.
d.
Terganggunya Fungsi Reproduksi
Zat-zat yang
terkandung dalam udara yang tidak sehat akan senantiasa terhirup oleh manusia
disekitarnya. Sebagian zat tersebut dapat menyebabkan terganggunya fungsi
reproduksi karena telah menjalar diseluruh tubuh manusia sehingga sampailah
pada organ genital. Selain zat berbahaya yang terkandung dalam udara yang tidak sehat, berbagai
mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit genital juga mungkin terkandung
di dalamnya.
e.
Stress dan penurunan tingkat produktivitas
serta IQ dan mental anak
Hal ini tentu saja
sangat mempengaruhi pikiran manusia. Kemacetan yang ditambah dengan bau asap
yang tidak sedap dapat menekan keseimbangan berpikir dan menyebabkan rasa lelah
yang berlebihan. Bila kondisi ini terus menerus berulang dalam jangka waktu
yang lama, stress tidak dapat dihindarkan sehingga mampu menurunkan tingkat
produktivitas manusia.Selain itu, anak-anak juga menjadi korban yang harus
mendapat perhatian serius karena berdasarkan data kesehatan dunia (WHO) terjadi
penurunan IQ dan mental anak disebabkan oleh polusi udara tersebut.
2.7Bioindikator
Pencemaran Udara
Dewasa
ini kehidupan suatu organisme dapat dijadikan sebagai indikator bagi suatu
keadaan, misalnya kehadiran capung pada persawahan yang menandakan bahwa
hama-hama sawah telah berkeliaran di sekitar persawahan dan merupakan sinyal
bagi para petani untuk melakukan sweeping
terhadap hama. Bioindikator ini akan menunjukan manusia pada suatu keadaan,
baik itu keadaan baik maupun keadaan yang memburuk.
Udara yang kita hirup pun perlu untuk kita ketahui keadaannya.Udara
yang tercemar atau tidak pun dapat digambarkan dengan kehadiran
bioindikator.Organisme yang cukup popular sebagai bioindikator adalah Likhen,
Burung dan Tanaman Kenikir.
a)
Likhen
Likhen merupakan tumbuhan tingkat
rendah yang tergabung atas cawan mikobion dan ganggang fikobion yang
bersimbiosis mutualisme. Likhen jenis Usnea
sp. akan hidup pada udara
yang segar dan tidak tercemar. Oleh karena itu, jika ditemukan Usnea tumbuh pada banyak pepohonan, maka
udara disekitarnya dipastikan tidak tercemar.Sebaliknya jika spesies tersebut
tidak ditemukan maka kualitas udara disektiar cukup tercemar.Likhen pun ada
yang mampu untuk bertahan hidup pada cekaman polutan yang tinggi.Contohnya
adalah Pyxine cocoes dan Drinaria picta.Kedua jenis likhen ini
sangat toleran terhadap polutan yang tinggi (Panjaitan, 2012).
b)
Burung
Sebagai contoh burung Kenari. Burung
kenari dijadikan sebagai indikator terhadap kadar CO2 yang sangat
tinggi. Pengaplikasian ini dilakukan oleh para penambang.Menurut Anonim2
(2012), para penambang biasanya akan membawa sesangkar burung kenari ketika
mereka sedang bekerja untuk memperingati mereka ketika kadar karbon dioksida
mendapat tingkat yang berbahaya. Burung kenari akan terlebih dahulu mati
sebelum kadar CO2 mencapai tingkat yang berbahaya untuk manusia.
c)
Tanaman Kenikir (Cosmos bipinnatus)
Pada kebanyakan pencemaran udara,
secara sendiri-sendiri atau kombinasi akan menyebabkan kerusakan dan perubahan
fisiologis tanaman yang kemudian diekspresikan dalam gangguan pertumbuhan.
Pencemaran menyebabkan perubahan pada tingkat biokimia sel kemudian diikuti
oleh perubaham fisiologis pada tingkat individu (Kozlowski, 1991).
Salah satu criteria umumuntuk
menjadikan suatu organism sebagai bioindikator pencemaran adalah sensitive
terhadap perubahan habitat (Pearson, 1994). Menurut Thomas dan Hendrick (1956) tanaman Cosmoc bipinnatus
termasuk ke dalah criteria tersebut karena sangat sensitive terhadap gas SO2.
BAB III
PEMBAHASAN
Perwujudan
kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok demi menjamin keberlangsungan
hidup semua organisme yang ada di muka bumi ini.Namun akhir-akhir ini
bermunculan wacana mengenai tercemarnnya lingkungan yang tidak luput dari
kelengahan dan kurangnya kesadaran untuk menjaga lingkungan tetap baik.Udara
sebagai salah satu komponen utama yang mendukung hal tersebut sudah seharusnya
dijaga dan dilestarikan sebaik mungkin untuk generasi kini dan masa yang akan
datang. Berbagai unsure diketahui sebagai pemicu polusi udara yang kini melanda
berbagai Negara maju dan berkembang.
Umumnya,
polutan yang mencemari udara berupa gas dan asap. Gas dan asap tersebut berasal
dari hasil proses pembakaran bahan bakar yang tidak sempurna yang dihasilkan
oleh mesin-mesin pabrik, pembangkit listrik dan kendaraan bermotor. Selain itu,
gas dan asap tersebut merupakan hasil oksidasi dari berbagai unsur penyusun
bahan bakar, yaitu: CO2 (karbondioksida), CO (karbonmonoksida), SOx
(belerang oksida) dan NOx (nitrogen oksida).
Tingginya peningkatan industri di dunia menjadi salah satu penyebab utama
pencemaran udara yang terjadi sekarang ini. Limbah industrimenyumbang pencemaran yang besar karena terbentuk dalam skala yang besar
dibandingkan dengan limbah domestik.Jika suatu industri menghasilkan limbah secara
terus menerus dalam setiap detik produksinya, berapa banyak limbah yang
terbentuk selamasatu jam. Bahkan kebanyakan industri melakukan produksinya
setiap hari tanpa henti. Kuantitas zat berbahaya akan terus bertambah seiring
dengan terbentuknya limbah tersebut. Apabila tidak dikelola dengan baik,
lingkungan akan menanggung semua zat berbahaya tersebut dan dampaknya baru akan
terasa setelah daya dukung lingkungan tersebut tidak sanggup lagi menahannya.
Oleh karena itu, diperlukan penanganan yang serius untuk pengelolaan limbah
industri.
Asap pembakaran knalpot dari kendaraan bermotor juga menjadi pemicu yang
paling besar dalam meningkatkan pencemaran udara. Kemacetan di kota-kota besar
menjadikan penumpukan polutan yang terkandung dalam asap hasil pembakaran yang
tidak sempurna tersebut. Karbonmonoksida selain berbahaya bagi kesehatan juga
dapat menyebabkan penipisan lapisan ozonbersama-sama dengan gas karbondioksida
sehingga mengakibatkan pergeseran fungsi dari lapisan ozon sebagai pelindung
bumi dari sengatan matahari dan benda luar angkasa lainnya. Akibatnya, suhu
di bumi semakin panas dan menurunkan produktivitas tumbuhan serta memicu
terjadinya kanker kulit pada manusia.
Organisme hidup
yang sudah diketahui sebagai bioindikator udara yang tercemar diantaranya
adalah likhen, burung kenari dan tanaman kenikir (Cosmos bipinnatus).Lumut kerak atau likhen adalah salah satu organisme yang digunakan
sebagai bioindikator pencemaran udara. Hal ini disebabkan likhen sangat
sensitif terhadap pencemaran udara, memiliki sebaran geografis yang luas
(kecuali di daerah perairan), keberadaannya melimpah, sesil, perennial,
memiliki bentuk morfologi yang relatif tetap dalam jangka waktu yang lama dan
tidak memiliki lapisan kutikula sehingga lichen dapat menyerap gas dan partikel
polutan secara langsung melalui permukaan talusnya. Penggunaan lichen sebagai
bioindikator dinilai lebih efisien dibandingkan menggunakan alat atau mesin
indikator ambient yang dalam pengoperasiannya memerlukan biaya yang besar dan
penanganan khusus (Loopi et.al 2002).
Likhen termasuk ke dalam tumbuhan perintis yang hidupnya endolitik.Pada
lingkungan dengan kualitas udara yang baik, lumut kerak tumbuh subur dan
berwarna hijau muda hingga hijau tua.Namun, pada lingkungan yang kualitas
udaranya telah terjadi pencemaran, pertumbuhan Lichenes hanya sedikit dan
warnanyapun abu-abu hingga kehitaman.Dengan ditemukannya likhen dalam jumlah
dan kualitas yang baik, menandakan bahwa udara di wilayah tersebut masih baik
dan belum tercemar.Karena hidupnya menempel pada bebatuan sehingga memperoleh
nutrisi langsung dari paparan atmosfer.Dengan demikian keberadaan likhen ini
dapat dijadikan sebagai salah satu bioindikator yang efektif untuk mengindikasi
terjadinya pencemaran udara.
Tidak dapat dipungkiri, bahwa hewan memerlukan oksigen untuk
bernafas. Ketika kadar oksigen rendah pada suatu lingkungan maka hewan-hewan
akan terancam kehidupannya. Burung merupakan hewan mobilitatif yang dapat
dijadikan sebagai bioindikator. Burung akan bermigrasi ketika oksigen pada
tempat yang ia diami mulai berkurang. Burung-burung akan bermigrasi ke tempat
yang udaranya cenderung lebih baik kualitasnya, jika tidak maka kehidupannya
akan terancam.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa pencemaran udara
mengakibatkan menurunnya pertumbuhan dan produksi tanaman serta diikuti dengan
gejala yang tampak. Kenikir (Cosmos bipinnatus) merupakan salah satu tanaman dari family
asterasea yang dijadikan sebagai bioindikator pencemaran udara. Kenikir
merupakan tanaman yang sangat sensitif terhadap zat-zat kimia pencemar udara.
Pada permukaan daun kenikir akan terlihat bintik-bintik hitam kecoklatan yang
menandakan bahwa daun tersebut telah banyak terpapar oleh Belerang Oksida (SO).
Warna daun kenikir yang pucat mengindikasikan bahwa udara telah terakumulasi
oleh Peroxyl Acetyl Nitrat (PAN) yang
merupakan hasil gabungan dari SO dan Hidrokarbon (HC). Jika diamati secara
mendetail, maka klorofil yang rusak pada tanaman ini mengindikasikan bahwa
sulfur telah terakumulasi bersama air dan membentuk asam sulfit dimana asam
sulfit ini akan menghancurkan klorofil.
Udara yang telah tercemar akan mampu menurunkan kualitas kehidupan
suatu organisme. Toksisitas yang tinggi, yang terkandung dalam udara tercemar
akan mampu menghancurkan ekosistem. Oleh karena itu, berbagai tindakan
pemulihan sangat penting untuk menjaga kualitas udara.Penghijauan disetiap spot
yang banyak dilalui oleh kendaraan bermotor merupakan solusi konkrit untuk
menjaga kualitas udara menjadi lebih baik. Pengurangan terhadap penggunaan
kendaraan bermotor sangat dianjurkan, setidaknya mengintegritaskan seluruh
mesin kendaraan bermotor agar tersertifikasi “Euro 3” harus dilakukan sehingga
emisi bahan bakar hasil pembakaran tidak akan berpengaruh secara signifikan
terhadap kualitas udara.
BAB IV
KESIMPULAN
1.
Pembangunan
yang besar-besaran mengakibatkan pencemaran udara yang cukup serius.
2.
Beberapa
organism dapat dijadikan sebagai bioindikator misalnya likhen, burungkenari dan
tanaman kenikir (Cosmoc bipinnatus).
3.
Bioindikator
penting untuk mengindikasi adanya pencemaran secara langsung dapat diketahui
dan diteliti lebih lanjut.
4.
Likeh
merupankan organism endolitik yang mendapatkan makanan langsung dari paparan
sinar matahari sehingga keberadaannya lebih efektif sebagai biondikator
pencemaran udara.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin,
Bachtiar. 2008. Valuasi Dampak Kemajuan Teknologi Industri Terhadap
Degradasi Lingkungan Hidup Di Indonesia. Malang: Universitas Negeri Malang
Anonim1. 2011.Polusi Udara dan Zat Polutan .http://id.shvoong.com/exact-sciences/physics/2194000-polusi-udara-dan-zat-polutan/#ixzz2NCXyM3Pcdiakses tanggal
12 maret 2013
Anonim2. 2012. Karbondioksida. http://id.wikipedia.org/wiki/Karbon_dioksida.
Diakses pada tanggal 11 Maret 2013
Holt, E. A., Scott W. Miller. 2011. Bioindicators: Using Organisms to Measure
Environmental Impacts. http://www.nature.com/scitable/knowledge/library/bioindicators-using-organisms-to-measure-environmental-impacts-16821310. Diakses
tanggal 10 Maret 2013.
Ida, M. 2011. Macam-Macam
Penyakit Akibat Polusi Udara.http://www.mediabangsa.com/kesehatan/macam-macam-penyakit/1311-penyakit-akibat-partikel-debu.html. diakses
tanggal 12 maret 2013
Kozlowski, T.T. 1972. Shrinking
and Swelling of Plant Tissues. In Water
Deficits and Plant Growth. Vol. III. Academic Press, NewYork, pp 1--64.
Loopi S, Ivanov
D, Boccardi R. 2002. Biodiversity of
Epiphytic Lichens and Air Pollution in the Town of Siena (Central Italy).
Environmental Pollution 116 : 123-128
Panjaitan, Maria D. Fitmawati dan Atria M. 2012.Keanekaragaman Lichen Sebagai Bioindikator
Pencemaran Udara Di Kota Pekanbaru Provinsi Riau. Jurusan Biologi FMIPA
Universitas Riau
Pearson. 1994.Selecting Indicator
Taxa for the Quantitiveassessment of Biodiversity. Philosophical
Transaction of the Toyal Society of
London. Series B: Biological Sciences,
345: 75-79.
0 komentar " ", Baca atau Masukkan Komentar
Post a Comment