PENGELOLAAN HABITAT
Drs. Tatang S. Erawan
Habitat adalah suatu lingkungan dengan kondisi
tertentu dimana suatu spesies atau komunitas
hidup .
Habitat yang baik akan mendukung perkembang-biakan organisme yang hidup di dalamnya secara
normal .
Habitat memiliki kapasitas tertentu untuk mendu-kung pertumbuhan populasi suatu organisme .
Kapasitas optimum habitat untuk mendukung
populasi suatu organisme disebut daya dukung
habitat .
HABITAT
Drs. Tatang S. Erawan
Pengelolaan satwa liar adalah ilmu dan seni dalam mengendalikan
(memanipulasi) karakteristik habitat dan populasi satwa liar serta
aktivitas manusia untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Secara umum tujuan pengelolaan satwa liar adalah :
Mempertahankan keanekaragaman spesies, misalnya pengelolaan
satwa liar di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon;
Memanfaatkan jenis satwa liar terntentu secara berkelanjutan,
misalnya memproduksi daging rusa melalui penangkaran.
Untuk dapat melakukan pengelolaan satwa liar diperlukan
pengetahuan mengenai biologi, ekologi dan perilaku satwa liar .
Secara garis besar, pengelolaan satwa liar meliputi
pengelolaan populasi dan pengelolaan habitat .
Drs. Tatang S. Erawan
Pengelolaan habitat merupakan kegiatan praktis mengatur
kombinasi faktor fisik dan biotik lingkungan, sehingga
dicapai suatu kondisi yang optimal bagi perkembangan
populasi satwa liar (Yoakum dan Dasmann, 1971).
Kegiatan pengelolaan habitat untuk satwa darat antara lain
dilakukan dengan cara mengatur: produktivitas makanan,
debit sumber air, sumber-sumber garam mineral, tempat-tempat berlindung; mencegah terjadinya pencemaran,
erosi dan kerusakan yang disebabkan oleh faktor-faktor
perusak lainnya serta mengendalikan kebakaran hutan.
Bagi organisme parairan penting sekali melindungi kualitas
perairan, termasuk mencegah terputusnya siklus rantai
makanan maupun jaring makanan.
Teknik-teknik pengelolaan habitat ditentukan oleh beberapa
hal yaitu: tujuan pengelolaan, jenis satwa liar, tipe habitat
dan status kawasan
Drs. Tatang S. Erawan
Faktor habitat dan dampaknya
terhadap satwa liar
Untuk kepentingan pengelolaan suatu habitat
diperlukan analisis terhadap berbagai faktor yang
dapat menyebabkan terjadinya perubahan habitat
seperti bencana alam, kegiatan manusia (eksploitasi
hutan, pembukaan hutan untuk berbagai keperluan,
pembuatan dam, pengeringan rawa), kebakaran
hutan, pengembalaan ternak dan pencemaran oleh
bahan-bahan kimia.
Drs. Tatang S. Erawan
Bancana alam
Bencana alam seperti tsunami, gunung meletus, tanah longsor dan
gempa buni dapat mengubah kondisi habitat satwa liar .
Seringkali akibatnya sangat fatal dan bila dilakukan rehabilitasi
akan memerlukan biaya yang sangat besar . Yang dapat dilakukan
adalah monitoring kondisi dan gejala alam sehingga dapat
dilakukan pendugaan kemungkinan terjadinya bencana dan
antisipasi/mitigasi. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan pada
tempat-tempat yang memungkinkan terjadinya tanah longsor
dapat dilakukan pengamanan baik secara fisik maupun vegetatif.
Pada umumnya satwa liar dapat menangkap isyarat alam akan
terjadinya gempa bumi sehingga mereka terlebih dahulu lari
menyelamatkan diri mencari daerah yang lebih aman.
Drs. Tatang S. Erawan
Pembuatan dam
 Tujuan pembangunan dam: (Silvius dkk., 1987)
1. Memenuhi kebutuhan air untuk irigasi, keperluan rumah tangga dan
industri
2. Mengurangi banjir
3. Mencegah terjadinya sedimentasi
4. Mencegah terjadinya pencemaran
 Pembuatan dam akan mengubah habitat daratan seperti hutan,
perkebunan, tegalan atau pekarangan menjadi habitat perairan. Di
satu pihak mendesak habitat satwa terrestrial di lain pihak
menciptakan habitat satwa perairan yang lebih luas. Besar kecilnya
dampak negatif terhadap satwa liar bergantung pada potensi satwa
liar sebelum digenangi dan luas daerah genangan air . Studi AMDAL
yang rinci diharapkan akan membantu mengurangi dampak negatif
proyek pembangunan dan lainnya terhadap satwa liar .
Drs. Tatang S. Erawan
Pengeringan rawa
 Proyek-proyek pembangunan yang mengubah daerah
rawa: pertanian, perikanan, pengairan, pusat-pusat
industri, bendungan, kehutanan, permukiman dan
pelabuhan.
 Lebih dari 100 species burung hidup di daerah rawa
(Silvius dkk., 1987)
 Rawa juga merupakan habitat berbagai satwa liar
langka seperti : harimau, tapir, gajah, badak, berang-berang dan buaya.
Drs. Tatang S. Erawan
Eksploitasi hutan
 Sistem tebang habis dan sistem tebang pilih
 Penggunaan alat-alat berat seperti traktor
mempercepat terjadinya kerusakan seedling, tegakan
sisa dan permukaan tanah terutama yang berlereng
 Kegiatan HPH (di Lampung) menyebabkan
perubahan komposisi dan struktur tumbuhan
kemudian menyebabkan perubahan pada penyebaran
dan kelimpahan makanan, iklim mikro dan
berkurangnya tempat berkembangbiak/berlindung
(Makmur, 1976)
Drs. Tatang S. Erawan
 Kegiatan tebang pilih rata-rata mengeluarkan 18 pohon/ha
(+ 3 % dari total pohon)
 Pengeluaran 51 % menyebabkan:
- Beberapa species tidak dapat bertahan hidup
- Beberapa species terancam kelangsungan hidupnya
- Beberapa species bertahan hidup dengan mengubah
jenis makanannya misalnya Primata dari frugivora
menjadi folyfory, yang lainnya melakukan perubahan
perilku sosial untuk beradaptasi dengan lingkungan
yang buruk; bajing dari pemakan buah menjadi pemakan
kulit kayu
Drs. Tatang S. Erawan
 Penebangan pohon secara terbatas menstimuli
pertumbuhan rumput dan semak yang disukai rusa
sehingga rusa berkembang dengan baik tetapi
menyebabkan gangguan terhadap kegiatan peneluran
jenis-jenis burung yang menghendaki bentuk pohon
tertentu untuk bersarang (jalak putih Bali, burung
enggang dll).
 Badak, gajah, kambing hutan, banteng, dan mawas sensitif
terhadap gangguan habitat. Gajah menghendaki hutan
sekunder yang tidak terganggua manusia sedangkan
badak, kambing hutan, banteng, dan mawas
menghendaki hutan primer
Drs. Tatang S. Erawan
 HPH (di Sungai Segama, Kaltim) menyebabkan
perbedaan perilaku mawas: menjerit-jerit 3 kali lebih
banyak, lebih agresif tetapi jarang bergaul dengan
betinanya sehingga jumlah bayinya sedikit
(MacKinnon, 1975)
 Eksploitasi hutan (di Kaltim) berpengaruh terhadap
kepadatan buah makanan Vertebrata dan akan
berpengaruh terhadap kepadatan satwa liar pemakan
buah (Leighton dan Leighton, 1983)
Drs. Tatang S. Erawan
 Dampak eks ploitasi hutan terhadap Primata (Marsh dkk.,
1987):
- suara yang ditimbulkan oleh alat-alat berat (tarctor,
truk, gergaji mesin) dan rusaknya habitat
menimbulkan stress dan perubahan perilaku
- rusaknya pohon penghasil buah dan pohon/cabang
yang dipergunakan untuk berpindah dari satu
pohon ke pohon lainnya
- setelah kegiatan penebangan regenerasi pohon sangat
lambat sehingga tidak dapat kembali ke keadaan semula
Drs. Tatang S. Erawan
Respon Primata terhadap tebang pilih berlainan:
 Macaca fascicularis, Presbytis cristata dan Tarsius
bankanus (di Kaltim) menyukai hutan sekunder dan
relatif tida terpengaruh oleh kegiatan tebang pilih (Marsh
dkk., 1987)
 Presbytis melalophos langsung menghindari daerah
eksploitasi dan mengubah teritorinya dengan cara pindah
beberapa ratus meter menuju daerah yang bebas eklpoitasi
 H.lar bertahan pada teritorinya di tajuk atas, hanya
berkurang suaranya lalu ramai lagi beberapa bulan setelah
eksploitasi selesai.
Drs. Tatang S. Erawan
 H. muelleri sangat menyukai hutan primer tetapi bisa
beradaptasi pada kegiatan tebang pilih yang
intensitasnya rendah
 M. nemestrina dan P . Frontata tidak dapat
menyesuaikan diri dengan daerah bekas tebang pilih
(Wilson dan Wilson, 1975)
 Nasalis larvatus menyukai hutan mangrove di tepi
sungai da tidak terganggu manusia (Bismark, 1976)
Drs. Tatang S. Erawan
Pembukaan hutan
 Perladangan berpindah menimbulkan : erosi, padang
alang-alang dan tanah tandus
 Eksploitasi bahan tambang
 Pengembangan lahan pertanian dan proyek saluran
irigasi mengurangi luas habitat
 Pembuatan jalan, saluran irigasi, pemasangan pipa di
atas permukaan tanah dalam suatu kegiatan
pengeboran minyak dapat memotong gerak satwa liar
(Alikodra, 1985)
Drs. Tatang S. Erawan
Kebakaran hutan
 Kebakaran dapat dibedakan menjadi: kebakaran
bawah/dalam tanah (ground fire), kebakaran permukaan
(surface fire) dan kebakaran tajuk (crown fire)
 Pengaruh kebakaran terhadap habitat dan satwa liar
tergantung: tipe intensitas dan lamanya kebakaran, tipe
habitat dan species satwa liar
 Tahun 1982/83 di Kaltim terjadi kebakaran hutan meliputi
areal seluas 3,5 juta ha.
 Tumbuhan yang paling banyak mengalami kematian
adalah tumbuhan bawah, semak, belukar, sapling dan
pohon
Drs. Tatang S. Erawan
 Api mematikan 100 % tumbuhan hijau, 75% tumbuhan
bawah dan 80 % organisme penutup tanah (Lennertz dan
Panzer (1983)
 Kematian pada tingkat pohon 33 – 38 %, tingkat tiang rata-rata 61 % (Alikodra dkk., 1984)
 Pada saat kebakaran terjadi kepanikan satwa liar berusaha
menghindar dari api untuk menyelamatkan diri. Setelah
kebakaran, burung enggang melakuka perpindahan
mencari tempat tinggal, bersarang dan mencari makan.
Mawas mengubah komposisi makannnya dari 53 % Buah,
29 % daun, 14,02 % kulit, 2,2 % bunga dan 0,8 % serangga
menjadi
Drs. Tatang S. Erawan
1o % buah, 50 % kulit, 30 % daun dan 10 % herba
(Alikodra dkk, 1984). Lima bulan setelah kebakaran di
lantai hutan muali tumbuh hijauan makanan
herbivora . Dalam waktu 1-2 tahun setelah kebakaran
herbivora seperti sambar, kijang dan kancil, juga babi
hutan tumbuh subur dan laju pertumbuhannya sangat
baik
Drs. Tatang S. Erawan
Pengembalaan ternak
 Di daerah tropis masyarakat pedesaan yang tinggal di
sekitar hutan mempunyai kebiasaan mengembalakan
ternaknya di hutan-hutan bahkan di dalam kawasan
konservasi
 Contoh di savana bagian barat TN Baluran dan di TN Bali
Barat
 Jenis ternak yang digembalakan: sapi kerbau dan kambing
 Dampak pengembalaan: kerusakan tanah akibat injakan
kaki ternak, kerusakan tumbuhan, persaingan dan
kemungkinan terjadi penularan dari atau ke satwa liar
 Masalahnysa sulit dicegah dan ditanggulangi karena sngat
kompleks menyangkut aspek sosial, ekonomi dan budaya
masyarakat.
Drs. Tatang S. Erawan
Perubahan biologis
 Perubahan struktur biologis dapat terjadi antara lain karena
adanya persaingan atau penanaman jenis eksotis
 Jika produksi hijauan pada suatu padang pengembalaan
menurun akan terjadi persaingan di antara herbivora dan
menyebabkan rusaknya struktur habitat bagi beberapa species
 Pengembalaan ternak di kawasan suaka alam akan menimbulkan
kerusakan struktur vegetasi
 Manusia juga dapat menjadi pesaing seperti dalam
pengembangan taman buru dan taman wisata dengan berbagai
konstruksi jalan ataupun bangunan lainnya yang kurang
memperhatikan tinkah laku, kebutuhan dan ruang gerak satwa.
Kehidupan satwa terganggu sehingga sistem reproduksi nya
tidak normal dan reproduksinya rendah
Drs. Tatang S. Erawan
 Persaingan juga dapat terjadi karena introduksi
organisme baru. Contohnya penanaman Acasia
nilotica di savana Bekol TN Nasional Baluran sebagai
penyekat kebakaran tetapi kemudian meluas sehingga
produktivitas savana menurun.
Drs. Tatang S. Erawan
Pencemaran bahan kimiawi
(pestisida, hujan asam, minyak)
 Sumber pencemar: bahan kimia untuk keperluan
rumah tangga, pertanian, industri dan tumpahan pada
waktu pengangkutan
 Pestisida terdeposit kemudian terangkut ke tempat
lain oleh air, angin atau jasad hidup dan mengalami
biomagnifikasi
 Pestisida terdiri dari: fungisida, nematisida,
rodentisida dan terutama insektisida. Banyak
insektisida yang selektivitasnya rendah tetapi
persitensinya tinggi sehinga dapat meracuni ligkungan
dalam jangka waktu yang panjang (racun kronis)
Drs. Tatang S. Erawan
 Racun kronis: DDT, ksiklhor, kelthane, BHC,
khlordane, heptakhlor, aldrin dieldrin, endrin,
toksaphere, strobane, kepone, mireks dsb
 Racun akut: malathion, phosdrin, diptereks,
dichlorvos, bidrin, diazinon, metosystoks, sevin
pyrolan dan dimetilan (Tarumingkeng, 1976)
 Contoh pengaruh pestisida terhadap perkembang-biakan Pandion sp .
Drs. Tatang S. Erawan
 Hujan asam terjadi karena pembakaran bahan-bahan
yang mengandung: C, HC, S dan N pada industri.
Oksigen beraksi dengan unsur-unsur tersebut
menghasilkan SO2 dan NOx yang merupakan bahan
utama yang menimbulkan hujan asam
 Hujan asam pertaman dilaporkan di Skandinavia. Di
Norwegia menyebabkan penurunan drastik populasi
salmon dan trout
 Air hujan asam yang mengandung sulfur jika jatuh
pada lantai hutan mengakibatkan kalsum tercuci
sehingga mengurangi pertumbuhan hutan
Drs. Tatang S. Erawan
 Pertumbuhan sejenis lumut makanan utama rusa pada
musim dingin berkurang
 Di Amerika dan Kanada beberapa species ikan hilang
karena hujan asam (Berlekom, 185a dan 1985b)
 Diduga secara langsung atau tidak langsung
berpengaruh terhadap tumbuhan antara lain
mengurangi pertumbuhan,, merusak sel-sel kutikula
daun,, mencuci garam-garam mineral dari lapisan
tanah dan dalam jangka panjang berpengaruh
terhadap satwa liar . Juga meningkatkan masukan
kadmium kedalam jaring makanan (Anderson, 1985)
Drs. Tatang S. Erawan
 Tumpahan minyak berasal dari kecelakaan kapal
tangki yang sedang mengangkut minyak atau
kecelakaan pada pengeboran lepas pantai.
 Tumpahan minyak menyebabkan burung yang terkena
tidak dapat terbang, mengurangi daya isolasi tubuh
burung sehingga banyak yang menderita kedinginan
karena pneumonia dan lainnya menderita keracunan
karena menelan minyak sewaktu mencoba
membersihkan bulu-bulunya (Peterson, 1980)
 Tumpahan minyak juga dapat menyebabkan kematian
pada bakau
Drs. Tatang S. Erawan

0 komentar " ", Baca atau Masukkan Komentar

Post a Comment

Bantu dengan klik

Please Click Here!!