MAKALAH TATA GUNA BIOLOGI
Pemanfaatan Mikroorganisme Sebagai Agensi Pengendali Hayati (Biokontrol) Tanaman Terhadap Hama dan Penyakit


Disusunkan  Oleh :
Ema Purnamasari             140410100007
Acep M. Hamdan             140410100043
Tanda M. Pinem               140410100048
Hunainah                           140410100067
Arvan solatan Rescho    140410100086





JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2013
ABSTRAK
Rendahnya produktivitas lahan pertanian di negara kita erat hubungannya dengan berbagai faktor yang terlibat dalam proses budidaya itu sendiri. Salah satu penyebab rendahnya produktivitas tersebut adalah adanya serangan penyakit tanaman. Umumnya pengendalian penyebab penyakit tanaman ini dilakukan dengan menggunakan bahan kimia. Penggunaan bahan kimia yang terus menerus ternyata memberikan dampak yang tidak baik terhadap lingkungan. Dewasa ini masyarakat semakin menyadari bahwa penggunaan pestisida kimia yang berlebihan tidak saja berakibat buruk terhadap lingkungan pertanian tetapi juga matinya organisme berguna, resistensi hama atau patogen dan residu pestisida yang terbawa tanaman membawa dampak buruk bagi kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, pelaksanaan program pengendalian hama dan penyakit terpadu merupakan angka strategis untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Hal tersebut dilakukan dengan meminimalkan penggunaaan bahan kimia dan menggantikannya dengan penggunaan bahan-bahan ramah linkungan sehingga diharapkan produksi yang dihasilkan akan aman untuk dikonsumsi disamping terjaganya kelestarian lingkungan serta pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan. Pengembangan pertanian secara hayati untuk mengendalikan hama dan penyakit tidak saja memberikan hasil yang efektif, tetapi lebih ramah terhadap lingkungan. Saat ini, sudah banyak dikembangkan pemanfaatan agensia dari jenis jamur dan bakteri untuk menggendalikan serangan pathogen pada tanaman. Pemanfaatan jamur dan bakteri sebagai organisme pengendali hayati memiliki prospek yang cukup menjanjikan karena selain mudah diperoleh, agensia ini dapat mencegah timbulnya ledakan organisme pengganggu tanaman (OPT) sekunder, dan produk tanaman yang dihasilkan bebas dari residu pestisida.









DAFTAR ISI
ABSTRAK
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………...1
1.2 Identifikasi Masalah…………………………………………………………. .2
1.3 Maksud dan Tujuan…………………………………………………………… 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Mikroorganisme…………………………………………… .4
2.2 Biokontrol……………………………………………………………………….7
2.3 Hama dan Penyakit Pada Tanaman…………………………………………. 8
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Mekanisme Biokontrol Dalam Menghambat Hama dan Penyakit………… .20
3.2 Kelebihan dan Kekurangan dari Biokontrol…………………………………. .20
3.3 Penggunaan Bacillus thuringiensis sebagai Bioinsektisida…………………….. 21
3.4 Jamur Entomopatogen sebagai Bioinsektisida untuk Pengendali Wereng Coklat…………………………………………………………………………….. 22
3.5 Tricoderma spp. sebagai Biofungisida………………………………………… 23
BAB IV KESIMPULAN………………………………………………………….. 25
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………… 26
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1……………………………………………………………………………………. 10


BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
Pertumbuhan dan produktivitas suatu tanaman sangat bergantung pada ketersediaan hara dan air dalam tanah, faktor pemeliharaan, faktor lingkungan seperti cahaya, temperatur, serta pemeliharaan dan pencegahan hama dan penyakit. Tanaman dikatakan sehat apabila tanaman tersebut dapat melakukan fungsi - fungsi fisiologisnya dengan baik. Fungsi-fungsi tersebut meliputi: pembelahan sel secara normal, differensiasi, penyerapan bahan hara dan air dari dalam tanah dan translokasinya ke seluruh bagian tanaman, fotosintesa dan translokasi hasil fotosintesa, perkembangan dan lain sebagainya.
Tanaman yang rentan apabila terinfeksi oleh patogen yang virulen serta didukung oleh keadaan lingkungan yang lebih menguntungkan patogen maka akan terjadi penyakit. Apabila lingkungan terus menerus menguntungkan bagi perkembangan patogen maka dapat dipastikan akan terjadi serangan penyakit yang cukup parah di areal tersebut.
Apabila tanaman terganggu oleh patogen ataupun oleh keadaan lingkungan yang tidak mendukung pertumbuhannya maka tanaman akan mengalami proses penyimpangan dalam proses fisiologinya sehingga dikatakan sakit. Penyakit dapat terjadi bila terjadi interaksi antara tanaman , lingkungan serta patogen.
Tumbuhan tidak selamanya bisa hidup tanpa gangguan. Kadang tumbuhan mengalami gangguan oleh binatang atau organisme kecil (virus, bakteri, atau jamur). Hewan dapat disebut hama karena hewan mengganggu tumbuhan dengan memakannya. Belalang, kumbang, ulat, wereng, tikus, walang sangit merupakan beberapa contoh hewan yang sering menjadi hama tanaman.
Gangguan terhadap tumbuhan yang disebabkan oleh virus, bakteri, dan jamur disebut penyakit. Mikroorganisme tersebut dapat merusak tumbuhan dengan mengganggu proses-proses fisiologis tumbuhan. Oleh karena itu, tumbuhan yang terserang penyakit, umumnya, bagian tubuhnya utuh akan tetapi, aktivitas hidupnya terganggu dan dapat menyebabkan kematian. Untuk membasmi hama dan penyakit, sering kali manusia menggunakan obat-obatan anti hama.
Pengendalian adalah suatu kegiatan untuk mengurangi atau mengendalikan populasi hama yang menyerang tanaman. Pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan secara biologis, mekanis, kultur teknis, hayati (penggunaan musuh alami), dan penggunaan pestisida. Umumnya para petani menggunakan bahan pestisda kimia untuk mengatasi serangan penyakit. Hal ini dikarenakan pestisda kimia dapat memberikan hasil yang cepat dan nyata.
Namun akhir-akhir ini masyarakat dunia mulai sadar akan bahaya yang dapat ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia yang terus menerus. Masyarakat semakin arif dalam memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan lingkungan. Gaya hidup sehat telah menjadi trend dan kebutuhan sehari-hari. Masyarakat sudah mulai meninggalkan pestisida kimia walaupun belum sepenuhnya. Penerapan teknologi pertanian yang berwawasan lingkungan haruslah mendapat perhatian pemerintah dan masyarakat sebagai landasan pembangunan pertanian sehat, berkelanjutan dan  ramah lingkungan.
Dalam konsep pengendalian penyakit tanaman dikembangkan dua strategi utama yaitu mengurangi jumlah inokulum awal dan mengurangi laju infeksi. Usaha pengendalian secara hayati (biokontrol) terhadap penyakit tanaman sangatlah penting sebab dapat membatasi pertumbuhan patogen untuk jangka waktu yang cukup lama. Disamping itu juga tidak berbahaya bagi tanaman serta ekosistem. Mikroorganisme seperti Bacillus thuringiensis, Metarhizium spp. Bauveria bassiana, Trichoderma spp. Dapat digunakan sebagai agen pengendali hayati (biokontrol) terhadap hama dan penyakit tanaman.

1.2              Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, adapun rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah :
1.         Mikroorganisme apa saja yang dapat dijadikan biopestisida sebagai biokontrol pertanian.
2.         Bagaimana mekanisme biokontrol dalam menghambat hama dan penyakit tanaman
3.         Apa saja keuntungan menggunakan agensi pengendali hayati atau biokontrol sebagai biopestisida.

1.3              Maksud dan Tujuan
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, tujuan dari makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah tata guna biologi dan memeberikan informasi mengenai pemanfaatan biopestisida sebagai biokontrol hama dan penyakit tanaman.

















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1       Tinjauan Umum Mikroorganisme
Mikroorganisme merupakan jasad mikro yang tidak dapat terlihat oleh mata, karena ukurannya yang sangat kecil bahkan beberapa jenis diantaranya hanya terdiri dari satu sel. Seperti bakteri yang hanya dapat diamati bentuknya ketika menggunakan alat tertentu seperti mikroskop. Dunia mikroorganisme melibatkan ribuan spesies dari beberapa golongan, diantaranya bakteri, protozoa, virus dan jamur. Di alam, mikroba dapat hadir di atas permukaan daun, kelopak bunga atau pada permukaan tubuh hewan seperti burung. Mikroorganisme seperti jamur, bakteri dan protozoa sejatinya dimana pun berada akan kembali ke dalam tanah dan menguraikan bahan organik yang dikenal sebagai mikroba saprofit. Sedangkan,virus merupakan pengecualian karena hanya mampu hidup dan berkembang di dalam  sel hidup (Novizan, 2002).
2.1.2    Kelompok Utama Mikroorganisme
Sebagaimana diketahui bahwa kelompok utama mikroorganisme terdiri dari, bakteri, fungi, protozoa, algae mikroskopik dan virus (Pelczar, 2008).
1.    Bakteri
Bakteri adalah sel prokariotyang khas, uniseluler dan tidak mengandung yang terbatasi membran di dalam sitoplasmanya.sel-selnya secara khas berbentuk bola, batang atau spiral. Reproduksi terutama dilakukan dengan pembelahan biner sederhana, yaitu suatu proses aseksual.beberapa dapat tumbuh pada suhu 0oC dan juga terdapat bakteri yang mampu tumbuh baik pada suhu 90oC. Organisme ini sangat penting untuk memelihara lingkungan yang kita tempati karena dapat menghancurkan bahan yang tertumpuk dalam daratan atau lautan. Memiliki penyebaran yang sangat luas di muka bumi.


2.    Fungi
Organisme ini tidak berklorofil dan mempunyai dinding sel yang kaku. Beberapa bersel satu sedangkan yang lainnya multiseluler dan menunjukkan sedikit perbedaan pada bagian-bagian strukturalnya. Ukuran dan bentuknya berkisar dari khamir yang mikroskopik dan multiseluler (kapang) sampai dengan jamur makroskopik multiseluler yang besar. Fungi memperbanyak diri melalui berbagai macam proses baik seksual maupun aseksual.
3.    Protozoa
Protozoa merupakan protista eukariotik bersel satu tanpa klorofil dan dinding sel. Ukuran kelompok ini berkisar sangat luas dimulai dari protozoa berukuran 1µm hingga protozoa yang berukuran ratusan mikrometer dan memiliki bentuk yang beragam.
4.    Algae Mikroskopik
Ganggang atau algae adalah protista eukariotik yasng berklorofil. Ukuran algae bersel satu berkisar antara 5 sampai 10 µm . perkembangbiakannya terutama dilakukan dengan pembelahan aseksualsederhana. Habitat dari mikroorganisme ini secara luas tumbuh baik di dalam air yang segar dan air laut serta dalam tanah.
5.    Virus
Virus merupakan mikroorganisme yang aselular dengan struktur dan komposisinya lebih sederhana dibandingkan dengan struktur yang dijumpai pada sel prokariotik. Virus memiliki sifar parasit obligat dimana memerlukan sel hidup lain untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya. Virus terdiri dari seutas asam nukleat baik DNA ataupun RNA yang terbungkus dalam suatu lapisan protein.
2.1.3    Peranan Mikroorganisme dalam Bioteknologi
Bioteknologi tradisional maupun modern telah menggunakan mikroorganisme sebagai bagian suatu proses untuk menghasilkan produk dan jasa. Bioteknologi umumnya menggunakan mikroorganisme seperti, bakteri, khamir (yeast) dan kapang, dengan alasan (Aryulina, 2006):
·      Pertumbuhannya cepat.
·      Sel-selnya memiliki kandungan protein yang tinggi.
·      Dapat menggunakan produk-produk sisa sebagai substratnya, ,isalnya limbah pertanian.
·      Menghasilkan produk yang tidak toksik.
·      Sebagai organisme hidup, reaksi biokimianya dikontrol oleh enzim organisme itu sendiri sehingga tidak memerlukan tambahan reaktan dari luar.
1.    Mikroorganisme Pembasmi Hama Tanaman
Mikroorganisme di alam dapat dijadikan sebagai agen pengendali hayati, yaitu pengendalian terhadap hama dengan menggunakan musuh alami. Seperi pengendalian hama serangga pada tanaman pertanian dengan menggunakan bakteri patogen serangga, yaitu Bacillus thuringiensis (Bt). Bakteri Bt dapat ditemukan di tanah dan tanaman, Bacillus thuringiensis merupakan spesies bakteri yang dikembangkan menjadi insektisida mikrobisl. Bakteri Bt menghasilkan protein kristal yang dapat membunuh serangga maupun larva atau ulat serangga. Aktivitas Bt pada tanaman misalnya membunuh ngengat yang menjadihama pada buah apel dan pir, ulat pada kol, brokoli dan kentang. Bt yang telah dikembangkan dalam jumlah besar dicampur dengan cairan tertentu yang berfungsi sebagai perekat dan langsung dapat disemprot pada tanaman pertanian. Bacillus thuringiensis yang berbeda akan menghasilkan protein kristal yang toksik untuk kelompok organisme yang berbeda. Bt telah dijual di Amerika Utara sebagai insektisida mikrobial komersial sejak tahun 1960.
2.    Mikroorganisme Pengolah Limbah
 Mikroorganisme membantu pengolahan berbagai jenis limbah, terutama dalam penguraian limbah organik. Limbah organik dari rumah tangga, pasar atau industri sering dibuang langsung ke sungai yang mengakibatkan pencemaran di sungai atau timbulnya limbah cair. Tujuan utama pengolahan limbah cair dengan mikroorganisme adalah untuk mengurangi kandungan BOD dan bahan padat tersuspensi. Pengolahan limbah cair yang dibutuhkan untuk menghilangkan pupuk yang masuk ke saluran air, bahan kimia beracun dan padatan terlarut. Mikroorganisme mengolah limbah cair melalui proses penguraian secara aerob dan anaerob. Pada pemrosesan aerob terdapat berbagai mikroorganisme seperti bakteri, protista dan jamur yang menguraikan materi organik dari limbah menjadi mineral-mineral, gas dan air. Aktivitas ini membutuhkan banyak oksigen.
3.    Mikroorganisme Pemisah Logam dari Bijih Logam
 Mikroorganisme berperan dalam usaha mendapatkan logam dari bijih logam. Peranan mikroorganisme di dalam proses ekstraksi logam dari bijihnya akan menjadi semakin penting karena deposit-deposit mineral yang lebih kaya sudah banyak berkurang. Kini, bijih bermutu rendah banyak diolah dan membutuhkan pengembangan teknik-teknik yang dapat mengekstraksi logam dengan lebih sempurna dan metoda pengolahan bijih secara tradisional yaitu dengan peleburan, merupakan penyebab utama polusi udara serta kini banyak ditentang oleh kelompok pecinta lingkungan.
2.2       Biokontrol
Biokontrol adalah penghambatan pertumbuhan, infeksi atau reproduksi satu organisme menggunakan organisme lain. Biokontrol merupakan salah satu alternatif metode pengendalian penyakit tanaman yang ramah lingkungan. Organisme yang digunakan dalam biokontrol disebut agen hayati. Salah satu organisme yang digunakan dalam biokontrol adalah antagonis dari patogen tanaman yang merupakan musuh alami dari patogen yang telah ada di lingkungan. masing-masing agen biokontrol memiliki mekanisme tertentu dalam mengendalikan patogen tanaman. Mekanisme yang terjadi antara lain hiperparasitisme atau predasi, antibiosis, produksi enzim litik dan senyawa-senyawa lain, kompetisi serta menstimulasi ketahanan tanaman dari serangan patogen.
Pestisida tidak hanya berdampak merugikan pada kesehatan manusia dan lingkungan, tetapi juga pada lahan pertanian dan menyebabkan produk pertanian tidak aman dikonsumsi. Mengingat dampak serius dari pemakaian pestisida kimia terhadap kesehatan manusia, lingkungan dan lahan pertanian dan kepedulian terhadap pelestarian lingkungan telah menjadikan pentingnya agen biokontrol untuk dipelajari dan dikembangkan sebagai produser berbagai senyawa antibiotik yang aman digunakan untuk mengatasi masalah penyakit tanaman. Kesempatan untuk menemukan agen biokontrol untuk jamur patogen sangat besar, mengingat Indonesia merupakan negara dengan biodiversitas yang tinggi (Yuliar, 2008).
Bakteri sebagai agen biokontrol mempunyai beberapa kelebihan diantaranya; bakteri merupakan mikroorganisme yang banyak terdapat di tanah, produksi massa bakteri juga lebih mudah dan lebih cepat daripada mikroorganisme lain seperti jamur. Bakteri sebagai agen biokontrol yang pernah dilaporkan adalah Agrobacterium, Pseudomonas, Bacillus, Alcaligenes, Streptomyces (Shoda, 2000 dalam Yuliar,2008). Rhizoctonia solani adalah salah satu jamur patogen soilborne terpenting yang dapat berkembang pada kedua kultivasi,di tanah maupun tanpa tanah,penyebab penyakit pada padi, kacang, tomat, dan tanaman lainnya (Sneh et al.,1991 dalam Yuliar, 2008). Diantara golongan jamur, genus Trichoderma adalah agen biokontrol untuk Rhizoctonia solani (Lin et al.,1994 dalam Yuliar, 2008) dan dari golongan bakteri biasanya digunakan Pseudomonas dan Bacillus.
R. solani bersifat patogen pada kacang panjang (Glycine max (L.) Merr.) dan menyerang tunas tomat (Solanum lycopersicon) (Asaka and Shoda, 1996; Yu et al., 2002 dalam Yuliar, 2008). Mekanisme penghambatan pertumbuhan oleh agen biokontrol terhadap jamur patogen tanaman dapat melalui antibiotik yang dihasilkannya atau kompetisi makanan. Contoh antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan jamur misalnya iturin dan surfaktin (Huang et al., 1993 dalam Yuliar, 2008).
2.3       Hama dan Penyakit Pada Tanaman
Tumbuhan tidak selamanya bisa hidup tanpa gangguan. Kadang tumbuhan mengalami gangguan oleh binatang atau organisme kecil (virus, bakteri, atau jamur). Hewan dapat disebut hama karena mereka mengganggu tumbuhan dengan memakannya. Belalang, kumbang, ulat, wereng, tikus, walang sangit merupakan beberapa contoh binatang yang sering menjadi hama tanaman (Triharso, 2004).
Gangguan terhadap tumbuhan yang disebabkan oleh virus, bakteri, dan jamur disebut penyakit. Tidak seperti hama, penyakit tidak memakan tumbuhan, tetapi mereka merusak tumbuhan dengan mengganggu proses – proses dalam tubuh tumbuhan sehingga mematikan tumbuhan. Oleh karena itu, tumbuhan yang terserang penyakit, umumnya, bagian tubuhnya utuh. Akan tetapi, aktivitas hidupnya terganggu dan dapat menyebabkan kematian. Untuk membasmi hama dan penyakit, sering kali manusia menggunakan oat – obatan anti hama. Pestisida yang digunakan untuk membasmi serangga disebut insektisida. Adapun pestisida yang digunakan untuk membasmi jamur disebut fungsida (Triharso, 2004).
Pembasmi hama dan penyakit menggunakan pestisida dan obat harus secara hati – hati dan tepat guna. Pengunaan pertisida yang berlebihan dan tidak tepat justru dapat menimbulkan bahaya yang lebih besar. Hal itu disebabkan karena pestisida dapat menimbulkan kekebalan pada hama dan penyakit. Oleh karena itu pengguna obat – obatan anti hama dan penyakit hendaknya diusahakan seminimal dan sebijak mungkin (Triharso, 2004).
Secara alamiah, sesungguhnya hama mempunyai musuh yang dapat mengendalikannya. Namun, karena ulah manusia, sering kali musuh alamiah hama hilang. Akibat hama tersebut merajalela. Salah satu contoh kasus yang sering terjadi adalah hama tikus. Sesungguhnya, secara ilmiah, tikus mempunyai musuh yang memamngsanya. Musuh alami tikus ini dapat mengendalikan jumlah populasi tikus. Musuhnya tikus itu ialah Ular, Burung hantu, dan elang. Sayangnya binatang – binatang tersebut ditangkapi oleh manusia sehingga tikus tidak lagi memiliki pemangsa alami. Akibatnya, jumlah tikus menjadi sangat banyak dan menjadi hama pertanian (Triharso, 2004).
Hama dan penyakit akan terjadi apabila dalam satu waktu di suatu tempat terdapat 3 (tiga) syarat (konsep segitiga hama dan penyakit), yaitu (Sudarmo, 1995) :
a. Tumbuhan yang mudah terserang hama dan penyakit (rentan)
b. Penyebab hama dan penyakit yang mampu menginfeksi (virulen)
c. lingkungan yang mendukung atau sesuai.
Selanjutnya, manusia yang berperan sebagai petani atau penanam akan berusaha mempengaruhi ketiganya agar terjadi hubungan yang menguntungkan baginya. Manusia mempengaruhi faktor tumbuhan dengan memilih bibit yang unggul atau memilih jenis yang tahan. Dengan melakukan penyemprotan pestisida, manusia mempengaruhi penyebab hama dan penyakit. Manusia juga mempengaruhi lingkungan kondisi lingkungan secara terbatas dengan melakukan pengaturan jarak tanam, penyiangan, pemangkasan dan lain sebagainya. Dari semua itu, ternyata manusia juga berperan di sini. Ketiga syarat tersebut ternyata dipengaruhi oleh kegiatan budidaya pertanian petani, sebagai upaya untuk meningkatkan produksi tanamannya. Dari sini kemudian muncullah konsep limas hama dan penyakit (Sudarmo, 1995).
Description: Description: clip_image002
Gambar 1. Segitiga Penyakit
Akibat dari campur tangan manusia ini (budidaya tanaman), maka konsep segi tiga hama dan penyakit tersebut menjadi tidak lagi berjalan secara selaras dan seimbang. Di sini, ternyata manusia memegang peranan yang lebih dominan atau utama untuk menentukan keterjadian suatu hama dan penyakit pada suatu daerah. Proses budidaya tanaman (pemupukan, pengaturan jarak tanam, pemangkasan, pemilihan jenis tahan, dan pengendalian hama dan hama dan penyakit tanaman) oleh petani menyebabkan ketimpangan yang terlalu jauh diantara ketiga aspek tersebut (Sudarmo, 1995).
Munculnya jenis penyebab hama dan penyakit yang lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang kurang mendukung, lebih ampuh (virulen) dan lebih tahan terhadap penggunaan pestisida tertentu merupakan salah satu akibat dari campur tangan manusia tersebut. Keadaan ini menyebabkan pengendalian hama dan penyakit menjadi lebih sulit untuk dilakukan. Dan kondisi ini biasanya terjadi apabila cara budidaya yang dilakukan oleh petani kurang bijaksana. Penggunaan pupuk kimia dan penggunaan pestisida yang berlebih (tidak sesuai dengan dosis anjuran) merupakan salah satu contoh dari cara budidaya yang kurang bijaksana (Sudarmo, 1995).
Untuk menekan dampak negatif tersebut, maka cara budidaya yang bijaksana harus dilakukan. Dengan begitu, tidak akan terjadi ketimpangan yang terlalu jauh antara ketiga hal yang mempengaruhi keterjadian hama dan penyakit (lingkungan, penyebab hama dan penyakit dan tanaman), sehingga pengendalian hama dan penyakit tanaman akan dapat lebih mudah untuk dilakukan (Sudarmo, 1995).
2.3.1    Hama Penyerang Tumbuhan
Hama tumbuhan adalah organisme yang menyerang tumbuhan sehingga pertumbuhan dan perkembanganya terganggu.Hama yang menyerang tumbuhan antara lain tikus, walang sangit, wereng, tungau, dan ulat (Arief, 1994).
1.     Tikus
Tikus merupakan hama yang sering kali membuat pusing para petani. Hal ini diesbabkan tikus sulit dikendalikan karena memiliki daya adaptasi, mobilitas, dan kemampuan untuk berkembang biak yang sangat tinggi. Masa reproduksi yang relative singkat menyebabkan tikus cepat bertambah banyak. Potensi perkembangbiakan tikus sangat tergantung dari makanan yang tersedia.
Tikus menyerang berbagai tumbuhan. Bagian tumbuhan yang disarang tidak hanya biji-bijian tetapi juga batang tumbuhan muda. Yang membuat para tikus kuat memakan biji-bijian sehingga merugikan para petani adalah gigi serinya yang kuat dan tajam, sehingga tikus mudah untuk memakan biji-bijian. Tikus membuat lubang-lubang pada pematang sawah dan seringberlindung di semak-semak. Apabila keadaan sawah itu rusak maka berarti sawah tersebut diserang tikus (Wagiman, 2003).
Untuk mengatasi serangan hama tikus, dapat dilakukan cara-cara sebagai berikut (Arief, 1994) :
a. Membongkar dan menutup lubang tempat bersembunyi para tikus dan menangkap   tikusnya.
b. Menggunakan musuh alami tikus, yaitu ular.
c. Tumbuhan harus ditanam secara bersamaan agar dapat dipanen dalam waktu yang bersamaan pula sehingga tidak ada kesempatan bagi tikus untuk mendapatkan makanan setelah tanaman dipanen.
d. Menggunakan rodentisida atau pembasmi tikus atau dan memasang umpan yang beracun, yaitu irisan ubi jalar atau singkong yang telah direndam sebelumnya dengan fosforus. Peracunan ini sebaiknya dilakukna sebelum tanaman padi berbunga dan berbiji. Selain itu penggunaan racun harus hati-hati karena juga berbahaya bagi hewan ternak dan manusia.
2.     Wereng
Wereng adalah sejenis kepik yang menyebabkan daun dan batang tumbuhan berlubang-lubang, kemudian kering, dan pada akhirnya mati. Hama wereng ini dapat dikendalikan dengan cara-cara sebagai betikut (Arief, 1994) :
a. Pengaturan pola tanam yang baik, yaitu dengan melakukan penanaman secara serentak maupun dengan pergiliran tanaman. Pergiliran tanaman dilakukan untuk memutus siklus hidup wereng dengan cara menanam tanaman palawija atau tanah dibiarkan selama 1-2 bulan.
b. Pengendalian hayati, yaitu dengan menggunakan musuh alami wereng, seperti Laba-laba predator Lycosa pseudoannulata, Kepik Microvelia douglasi dan Cytorhinuss lividipenis
c. Pengendalian kimia, dengan menggunakan insektisida, penggunaannya diusahakan efisien dan ramah bagi lingkungan.
3.    Walang Sangit
Walang sangit (Leptocorisaacuta) merupakan salah satu hama yang juga meresahkan petani. Hewan ini jika diganggu, akan meloncat dan terbang sambil mengeluarkan bau. Serangga ini berwarna hijau kemerah-merahan (Wagiman, 2003).
Walang sangit menghisap butir-butir padi yang masih dalam keadaan cair. Biji yang sudah dihisap akan menjadi hampa, agak hampa, atau liat. Kulit biji akan berwarna kehitam-hitaman. Faktor-faktor yang mendukung populasi walang sangit antara lain sebagai berikut (Arief, 1994) :
a. Sawah sangat dekat dengat perhutanan.
b. Populasi gulma di sekitar sawah cukup tinggi.
c. Penanaman tidak serentak
Pengendalian terhadap hama walang sangit dapat dilakukansebagaiberikut :
a. Menanam tanaman secara serentak.
b. Membersihkan areal persawahan dari segala macam rumput yang tumbuh di sekitar sawah agar tidak menjadi tempat berkembang biak bagi walang sangit.
c. Menangkap walang sangit pada pagi hari dengan menggunakan jala penangkap.
d. Penangkapan menggunakan unmpan bangkai kodok, ketam sawah, atau dengan alga.
e. Melakukan pengendalian hayati dengan cara melepaskan predator alami beruba laba – laba dan menanam jamur yang dapat menginfeksi walang sangit.
f. Melakukan pengendalian kimia, yaitu dengan menggunakan insektisida.
Walang sangit muda (nimfa) lebih aktif dibandingkan dewasanya (imago), tetapi hewan dewasa dapat merusak lebih hebat karenya hidupnya lebih lama. Walang sangit dewasa juga dapat memakan biji – biji yang sudah mengeras, yaitu dengan mengeluarkan enzim yang dapat mencerna karbohidrat (Wagiman, 2003).
4.    Ulat
Kupu-kupu merupakan serangga yang memiliki sayap yang indah dan benareka ragam. Kupu-kupu meletakkan telurnya dibawah daun dan jika menetas menjadi larva. Kita bias sebut larva kupu-kupu sebagai ulat. Pada fase ini, ulat aktif memakan dedaunan bahkan pangkal batang, terutama pada malam hari. Daun yang dimakan oleh ulat hanya tersisa rangka atau tulang daunya saja. Upaya pemberantasan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut (Arief, 1994) :
a. Membuang telur-telur kupu-kupu yang melekat pada bagian bawah daun.
b. Menggenangi tempat persemaian dengan menggunakan air dalam jumlah banyak sehingga ulat akan bergerak ke atas dan mudah untuk dikumpulkan serta dibasmi.
c. Apabila kedua cara diatas tidak efektif, maka dapat dilakukan penyemprotan dengan menggunakan pertisida.
5.     Tungau
Tungau (kutu kecil) bisaanya terdapat di sebuah bawah daun untuk mengisap daun tersebut. Hama ini banyak terdapat pada musim kemarau. Pada daun yang terserang kutu akan timbul bercak-bercak kecil kemudian daun akan menjadi kuning lalu gugur. Hama ini dapat diatasi dengan cara mengumpulkan daun-daun yang terserang hama pada suatu tempat dan dibakar (Arief, 1994).
2.3.2    Penyakit Tumbuhan
Penyakit yang menyerang tumbuhan banyak disebabkan oleh kelompok utama mikroorganisme, misalnya jamur, bakteri, dan alga. Selain itu, penyakit tumbuhan juga dapat disebabkan oleh virus (Sudarmo, 1995).
1.    Jamur
 Jamur adalah salah satu organisme penyebab penyakit yang menyerang hampir semua bagian tumbuhan, mulai dari akar, batang, ranting, daun, bunga, hingga buahnya. Penyebaran jenis penyakit ini dapat disebabkan oleh angin, air, serangga, atau sentuhan tangan. Penyakit ini menyebabkan bagian tumbuhan yang terserang, misalnya buah, akan menjadi busuk. Jika menyerang bagian ranting dan permukaan daun, akan menyebabkan bercak-bercak kecokelatan. Dari bercak-bercak tersebut akan keluar jamur berwarna putih atau oranye yang dapat meluas ke seluruh permukaan ranting atau daun sehingga pada akhirnya kering dan rontok (Arief, 1994).
Jika jamur ini mengganggu proses fotosintesis karena menutupi permukaan daun. Batang yang terserang umumnya akan membusuk, mula-mula dari arah kulit kemudian menjalar ke dalam, kemudian akan membusukkan jaringan kayu. Jaringan yang terserang juga akan mengeluarkan getah atau cairan. Jika kondisi ini dibiarkan, jaringan kayu akan membusuk, selanjutnya seluruh dahan yang ada di atasnya akan layu dan mati. Contoh penyakit yang disebabkan oleh jamur adalah sebagai berikut (Wagiman, 2003).
a.   Penyakit pada padi.
Penyakit pada ruas batang dan butir padi disebabkan oleh jamur Pyricularia oryzea. Ruas-ruas batang menjadi mudah patah dan tanaman padi akhirnya mati. Selain itu, terdapat pula penyakit yang menyebabkan daun padi menguning. Penyakit ini disebabkan oleh jamur Magnaporthe grisea.
b.   Penyakit embun tepung.
Penyakit ini disebabkan oleh jamur Peronospora parasitica. Jamur ini kadang-kadang menyerang biji yang sedang berkecambah sehingga biji menjadi keropos dan akhirnya mati. Jamur ini kadang-kadang menyerang daun pertama pada kecambah sehingga tumbuhan menjadi kerdil. Tumbuhan kerdil dapat tumbuh terus tapi pada daun- daunnya terdapat kercak – bercak hitam.

2.    Bakteri
Bakteri dapat membusukkan daun, batang, dan akar tumbuhan. Bagian tumbuh tumbuhan yang diserang bakteri akan mengeluarkan lendir keruh, baunya sangat menusuk dan lengket jika disentuh. Setelah membusuk, lama-kelamaan tumbuhan tersebut akan mati. Tumbuhan yang diserang bakteri dapat diatasi dengan menggunakan bakterisida (Sudarmo, 1995).
Contoh penyakit yang disebabkan oleh bakteri adalah penyakit yang menyerang pembuluh tapis batang jeruk (Citrus Vein Phloem Degeneration atau CVPD). CVPD disebabken oleh bakteri Serratia marcescens. Gejalanya adalah kuncup daun menjadi kecil dan berwarna kuning, buah menjadi kuning, sehingga lama – kelamaan akan mati. Penyakit CVPD yang belum parang dapat disembuhkan dengan terramycin, yang merupakan sejenis antibiotik (Arief, 1994).

3.    Virus
Selain bakteri dan jamur, dalam kondisi yang sehat, tumbuhan dapat terserang oleh virus. Penyakit yang disebabkan oleh virus cukup berbahaya karena dapat menular dan menyebar ke seluruh tumbuhan dengan cepat. Tumbuhan yang sudah terlanjur diserang sulit untuk disembuhkan. Contoh penyakit yang disebabkan oleh virus antara lain penyakit daun tembakau yang berbercak-bercak putis. Penyakit ini disebabkan oleh virus TMV (Tabacco Mosaic Virus) yang menyerang permukaan atas daun tembakau. Virus juga dapat menyerang jeruk. Penularan melalui perantara serangga (Arief, 1994).
4.    Alga (Ganggang)
Keberadaan alga juga perlu diaspadai karena dapat menyebabkan bercak karat merah pada daun tumbuhan. Tumbuhan yang biasanya diserang antara lain jeruk, jambu biji, dan rambutan. Bagian tumbuhan yang diserang oleh alga biasanya bagian daun, ditandai adanya bercak berwarna kelabu kehijauan pada daun, kemudian pada permukaannya tumbuh rambut berwarnya cokelat kemerahan. Meskipun ukurannya kecil, bercak yang timbul sangat banyak sehingga cukup merugikan Langkah – langkah yang harus dilakukan agar tumbuhan tidak tersenang penyakit antara lain sebagai berikut (Arief, 1994) :
a. Usahakan tumbuhan selalu dalam kondisi prima atau sehat dengan cara tercukupi segala kebutuhan zat haranya.
b. Jangan membiarkan tumbuhan terlalu rimbun, pangkaslah sehingga selaruh bagian tumbuhan mendapatkan sinar matahari yang cukup.
c. Jangan biarkan tumbuhan terserang kutu, tungau, atau hewan yang lain yang serung membawa bakteri atau jamur.
d. Usahakan lingkungan selalu bersih.
e. Perhatikan tumbuhan sesering mungkun sehingga penyakit dapat terdeteksi sedini mungkin.
f. Jika terdapat gejala – gejala yang tampak, pangkaslah bagian tumbuhan (daun, buah, ranting) yang terserang, kemudian dibakar agar tidak menular ke bagian atau tumbuhan yang lainnya.
g. Penggunaan pertisida sebagai alternative terakhir untuk pengobatan hama dan penyakit pada tumbuhan.
5.    Gulma
Selain hama dan penyakit yang menyerang tumbuhan dan merugikan petani, gulma juga perlu mendapat perhatian khusus. Pada petani kadang kurang memperhatikan gulma sehingga dalam kurun waktu tertentu populasi gulma sudah melebihi batas. Gulma-gulma ini akan berkompetisi dengan tanaman utama dalam mendapatkan unsur hara yang diperlukan pertumbuhannya. Gulma dapat menjadi tempat persembunyian hama. Pembersihan gulma sangat penting untuk menekan perkembangan hama yang dapat menyerang tumbuhan (Arief, 1994).
Berdasarkan karaktristik yang dimiliki, gulma dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu teki, rumput, dan gulma daun lebar.
a. Teki
 Kelompok teki – tekian memiliki daya tahan luar biasa terhadap pengendalian  
 mekanis, karena memiliki umbu batang di dalam tanah yang mampu bertahan  
 berbulan – bulan. Contohnya adalah teki ladang (Cyperus rotundus).
b. Rumput
 Gulma dalam kelompok ini berdaun sempit seperti teki tetapi menghasilkan stolon.  
 Stolon ini di dalam tanah berbentuk jaringan rumit yang sulit diatasi secara  
 mekanik. Contohnya adalah alang – alang (Imperata cylindrica).
c. Gulma daun lebar
 Berbagai macam gulma dari ordo Dicotyledoneae termasuk dalam kelompok ini.
Gulma ini biasanya tumbuh pada akhir masa budi daya. Kompetisi terhadap tanaman utama berupa kompetisi cahaya. Contoh dari gulma berdaun lebar ini adalah daun sendok.
Pengendalian gulma memerlukan strategi yang khas untuk setiap kasus. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebelum melakukan pengendalian gulma antara lain sebagai berikut (Arief, 1994) :
a. Jenis gulma dominan
b. Tanaman budi daya utama
c. Alternatif pengendalian yang tersedia
d. Dampak ekonomi dan ekologi
Saat ini cukup banyak hebisida (pembasmi gulma) yang tersedia di toko pertanian. Meskipun demikian, kita perlu hati – hati dalam memilih dan menggunakan herbisida. Memperhatikan cara pemakaian herbisida dengan benar sangatlah dianjurkan. Tujuan pembersihan gulma antara lain untuk mengurangi tumbuhan pengganggu yang akan menjadi pesaing tanaman utama. Selain itu juga karena gulma merupakan inang alternatif dan tempat persembunyian hama penyakit (Arief, 1994).










BAB III
PEMBAHASAN
Pertumbuhan dan produktivitas suatu tanaman sangat bergantung pada ketersediaan hara dan air dalam tanah, faktor pemeliharaan, faktor lingkungan seperti cahaya, temperatur, kemasaman areal pertanamannya serta pemeliharaan dan pencegahan hama dan penyakit. Penyakit dapat terjadi bila terjadi interaksi antara tanaman , lingkungan serta patogen. Tanaman yang rentan apabila terinfeksi oleh patogen yang virulen serta didukung oleh keadaan lingkungan yang lebih menguntungkan patogen maka akan terjadi penyakit. Apabila lingkungan terus menerus menguntungkan bagi perkembangan patogen maka dapat dipastikan akan terjadi serangan penyakit yang cukup parah di areal tersebut. Umumnya para petani menggunakan bahan pestisda kimia untuk mengatasi serangan penyakit. Hal ini dikarenakan pestisida kimia dapat memberikan hasil yang cepat dan nyata (Nurhayati, 2011).
Petani cenderung menggunakan pestisida sintetis secara berlebihan sehingga menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan dan lingkungan. penggunaan pestisida yang berlebihan dan terus menerus telah menunjukkan suatu dampak negatif seperti timbulnya resurjensi hama atau patogen ke dua, resisten jasad patogen, matinya musuh-musuh alami sehingga mengganggu keseimbangan eksosistem (Nurhayati, 2011).
Dewasa ini, pengendalian hama dan penyakit tanaman dapat dilakukan dengan ramah lingkungan yaitu menggunakan mikroorganisme sebagai pengendali hayati (biokontrol). Dalam arti sempit pengendalian penyakit secara hayati adalah penambahan suatu mikroflora antagonis secara buatan ke dalam lingkungan untuk mengendalikan patogen. Pengendalian hayati dapat juga didefinisi sebagai upaya pengurangan kepadatan inokulum atau pengurangan kegiatan patogen atau parasit baik pada waktu aktif maupun dorman dengan menggunakan satu atau lebih organisma yang dilakukan secara alami atau melalui manipulasi lingkungan, inang atau antagonis atau melalui penambahan satu atau lebih antagonis (Nurhayati, 2011).



3.1       Mekanisme Biokontrol Dalam Menghambat Hama Dan Penyakit
Pengendalian penyakit hayati oleh mikroorganisme baik jamur ataupun bakteri dapat
terjadi melalui satu atau beberapa mekanisme seperti: antibiosis, kompetisi, hiperparasit, induksiresistensi dan memacu pertumbuhan tanaman (Nurhayati, 2011) :
1.                  Mekanisme antibiosis merupakan penghambatan patogen oleh senyawa metabolik yang dihasilkan oleh agensia hayati seperti: enzim, senyawa-senyawa volatile, zat pelisis dan senyawa antibiotik lainnya. contohnya agensia hayatinya adalah jamur.
2.                  Kompetisi adalah suatu mekanisme penekanan aktivitas patogen oleh agensia hayati terhadap sumber-sumber terbatas seperti zat organik, zat anorganik, ruang dan faktor -faktor pertumbuhan lainnya. contoh agensia hayatinya adalah ektomikoriza.
3.                  Mekanisme hiperparasit merupakan perusakan patogen oleh senyawa atau zat yang dihasilkan oleh agensia hayati seperti kitinase, selulase, glukanase, enzim pelisis dan lainnya (Baker dan Cook, 1974)
Agensia pengendali hayati juga dapat menginduksi resistensi tanaman terhadap patogen dengan cara mengaktifkan suatu lintasan sinyal dan melibatkan hormon asam jasmonik dan etilen tanaman. Beberapa agensia hayati juga mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman.
3.2.      Kelebihan dan Kekurangan Dari Biokontrol        
Pengendali hayati (Biokontrol) memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan pengendali hayati tanaman dari serangan hama dan penyakit antara lain (Wijiyono,2008) :
1.                  Selektifitasnya tinggi dan tidak dapat menimbulkan ledakan hama baru dan  resurgensi hama.
2.                   Faktor pengendali (agens) yang digunakan tersedia di lapang.
3.                  Agens hayati (parasitoid dan predator) dapat mencari sendiri inang atau mangsanya.
4.                  Agens hayati (parasitoid dan predator, patogen) dapat berkembang biak dan menyebar.
5.                  Tidak menimbulkan resistensi terhadap serangga inang/mangsa ataupun kalau terjadi, sangat lambat.
6.                  Pengendalian ini dapat berjalan dengan sendirinya karena sifat agens hayati tersebut.
7.                  Tidak ada pengaruh samping yang buruk seperti pada penggunaan pestisida.
8.                  Pengendalian hayati relatif murah dan menghemat biaya produksi karena aplikasi cukup 1 atau 2 kali dalam satu musim panen.
9.                   Produk tanaman yang dihasilkan bebas dari residu pestisida
Sedangkan, kekurangan dalam penggunaan pengendali hayati antara lain adalah (Wijiyono, 2008) :
1.                  Pengendalian terhadap OPT berjalan lambat.
2.                  Hasilnya tidak dapat diramalkan
3.                  Sukar untuk pengembangan dan penggunaannya.
4.                  Dalam pelaksanaannya pengendalian hayati memerlukan pengawasan pakar dalam bidangnya.
5.                  Dalam mengembangkan pengendalian hayati harus selalu dikawal/dimonitor.

3.3.      Penggunaan Bacillus thuringiensis sebagai Bioinsektisida (Bahagiawati, 2002)
Bacillus thuringiensis (Bt), merupakan famili bakteri yang memproduksi kristal protein di inclusion body-nya pada saat ia bersporulasi. Bioinsektisida Bt merupa-kan 90-95% dari bioinsektisida yang dikomersialkan untuk dipakai oleh petani di berbagai negara. Dengan kemajuan teknologi, gen insektisidal Bt ini telah dapat diisolasi dan diklon sehingga membuka kemungkinan untuk diintroduksikan ke dalam tanaman.
B. thuringiensis adalah bakteri yang menghasilkan kristal protein yang bersifat membunuh serangga (insektisidal) sewaktu mengalami proses sporulasinya. Kristal protein yang bersifat insektisidal ini sering disebut dengan δ-endotoksin. Kristal ini sebenarnya hanya merupakan protoksin yang jika larut dalam usus serangga akan berubah menjadi polipeptida yang lebih pendek (27-149 kd) serta mempunyai sifat insektisidal. Pada umumnya kristal Bt di alam bersifat protoksin, karena adanya aktivitas proteolisis dalam system pencernaan serangga dapat mengubah Bt-protoksin menjadi polipeptida yang lebih pendek dan bersifat toksin. Toksin yang telah aktif berinteraksi dengan sel-sel epithelium di midgut serangga. Bukti-bukti telah menunjukkan bahwa toksin Bt ini menyebabkan terbentuknya pori-pori (lubang yang sangat kecil) di sel membran di saluran pencernaan dan mengganggu keseimbangan osmotik dari sel-sel tersebut. Karena keseimbangan osmotik terganggu, sel menjadi bengkak dan pecah dan menyebabkan matinya serangga.
Keberhasilan Bt sebagai mikrobial pestisida tidak hanya tergantung dari faktor-faktor yang telah dikemukakan, tetapi juga keberhasilan dalam menciptakan pasar. Jika pasar tidak tercipta maka usaha untuk membuat biopestisida Bt yang memerlukan biaya mahal akan sia-sia.
3.4.      Jamur Entomopatogen sebagai Bioinsektisida untuk Pengendali Wereng Coklat (Herlinda et.al.,2008)
Pengendalian hayati dengan memanfaatkan jamur yang patogenik bagi serangga hama berpotensi untuk dikembangkan. Salah satu jenis jamur entomopatogenik yang terbukti cukup efektif membunuh serangga hama dari ordo Lepidoptera, Coleoptera (Wraight & Ramos, 2002), Hemiptera, dan Homoptera adalah Beauveria bassiana (Bals.) Vuill., sedangkan       Metarhizium spp. efektif membunuh, antara lain ordo Orthoptera, Lepidoptera, Homoptera, dan Coleoptera.
Kedua genus jamur ini juga telah dikembangkan dalam bentuk bioinsektisida formulasi padat. Jamur tersebut mampu mengendalikan hama dengan membuat hama serangga sakit lalu mengalami kematian. Jamur Beauveria sp. ini berbentuk hifa (benang-benang halus) dan akan membentuk miselia. Cendawan satu ini mampu mengendalikan hama walang sangit, wereng batang coklat, dan kutu (Aphids sp.) (Anonim, 2011).
Proses yang dilakukan cendawan Beauveria sp. dan Metarrhizium sp. untuk mengendalikan hama yaitu spora cendawan tersebut masuk ke tubuh serangga. Inokulum atau spora cendawan akan menempel pada hama serangga dan berkecambah, selanjutnya berkembang membentuk tabung kecambah. Lalu, kulit serangga (integumen) ditembus spora sehingga spora masuk ke tubuh serangga, saluran pencernaan,pernapasan, dan integument hama serangga. Perlu diketahui, keberhasilan bioinsektisida ini dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, dan sinar matahari (Anonim, 2011).
Serangga yang dimasuki cendawan Beauveria sp. akan mengalami kematian. Cendawan ini mengeluarkan racun beauvericin yang berkembang dan menyerang seluruh jaringan tubuh serangga sehingga mengalami kematian. Kematian yang disebabkan racun ini menjadikan hama serangga mati seperti mumi. Sementara serangga yang terserang Metarrhizium akan mati dengan tubuh rapuh (Anonim, 2011).
3.5.      Tricoderma spp. sebagai Biofungisida (Nurhayati, 2011)
Banyak jamur yang dapat bersaing secara antagonis. Hal ini mempengaruhi keseimbangan alami mikroflora dalam tanah, filosfer ataupun rizosfer sehingga dapat dimanfaatkan sebagai agensia hayati. Jamur parasit fakultatif dengan bantuan enzim dan senyawa toksik yang dapat dihasilkan dapat merusak inangnya serta menyerap makanan dari sel-sel inang yang telah mati. Sebaran jamur golongan ini sangat luas dan dapat diperbanyak pada media buatan. Jamur mampu masuk melalui dinding hifa inang sehingga sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai agensia pengendali hayati. Beberapa diantaranya adalah Tricoderma spp, yang digunakan untuk menekan jamur patogen seperti damping off. Jamur antagonis dengan modus aksi mikoparasitisme berpotensi untuk terus dikembangkan sebagai biofungisida karena mampu mengendalikan struktur istirahat patogen (Adams, 1990).
Kemampuan jamur untuk berada di habitat tertentu seperti tanah ataupun dipermukaan bagian tanaman sebagian ditentukan oleh hubungan interaksi dengan mikroorganisme lainnya. Hubungan yang bersifat antagonis satu dengan lainnya sehingga berpotensial digunakan sebagai agensia hayati. Diantara contoh jamur yang bersifat antagonis ini adalah Tricoderma spp, Penicillum spp, dan Gliocladium. Jamur- jamur tersebut dapat bersifat antagonis terhadap patogen tanaman baik yang terdapat pada tanah, permukaan inang seperti biji, benih dan didekat bagian terinfeksi. Kelompok jamur Tricoderma saat ini telah diformulasikan sebagai biofungisida terdaftar untuk pengendalian hayati beberapa patogen pertanian dan kehutanan (Direktorat pupuk dan pestisida, 2001).


















BAB IV
KESIMPULAN
Dari pembahasan mengenai penggunaan biopestisida sebagai biokontrol dapat disimpulkan, bahwa :
1.   Mikroorganisme seperti bakteri dari jenis Bacillus thuringiensis dan jamur jenis Metarhizium spp., Bauveria bassiana dan Trichoderma spp. dapat digunakan sebagai agen pengendali hayati (biokontrol) terhadap hama dan penyakit.
2.   Mekanisme biokontrol oleh mikroorganisme dapat dilakukan melalui proses Antibiosis, Kompetisi dan Hiperparasit.
3.   Beberapa keuntungan penggunaan mikroorganisme sebagai biokontrol adalah aman bagi manusia, dapat mencegah timbulnya ledakan organisme pengganggu tanaman sekunder, produk tanaman yang dihasilkan bebas dari residu pestisida dan menghemat biaya produksi serta ramah lingkungan.












DAFTAR PUSTAKA
Adams, P.B. 1990. The Potential of Mycoparasites for biological control of plant: Diseases Annun.rev.Phtopathol, 28:59-72.
Anonim. 2011. Bioinsektisida Beauveria sp. http://matoa.org/bioinsektisida-beauveria-sp/. Diakses pada Sabtu, 9 Maret 2013 pukul 10.00.
Arief, arifin. 1994. Perlindungan Tanaman Hama Penyakit dan Gulma. Usaha Nasional. Surabaya.
Aryulina, Diah., dkk. 2006. Biologi 3 SMA dan MA kelas XII. Penerbit Erlangga. Jakarta
Bahagiawati. 2002. Penggunaan Bacillus thuringiensis sebagai Bioinsektisida. Buletin AgroBio 5(1):21-28.
Direktorat Pupuk dan Pestisida. 2001. Pestisida untuk Pertanian dan Kehutanan. Direktorat Jenderal Bina Sarana Pertanian. Departemen Pertanian Jakarta.
Herlinda et.al.,. 2008. Jamur Entomopatogen Berformulasi Cair sebagai Bioinsektisida untuk Pengendali Wereng Coklat. Agritrop 27(3):119-126. (2008)
Ir. Novizan.  2002. Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan. PT. Agromedia Pustaka. Depok
Nurhayati. 2011. Penggunaan Jamur Dan Bakteri Dalam Pengendalian Penyakittanaman Secara Hayati Yang Ramah Lingkungan. ISBN: 978-979-8389-18-4.
Sudarmo, subiyakto. 1995. Pengendalian Hama dan Gulma Pada Tanaman Perkebunan. Kanius.Yogyakarta.
Triharso. 2004. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Wagiman, F.X. 2003. Hama Tanaman : Cemiri Morfologi, Biologi dan Gejala Serangan. Jurusan Hama Dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada.Yogayakarta.

Wijiyono. 2008. Mikroba Biokontrol. http://wijiyovan.wordpress.com/2008/12/10/mikroba-biokontrol/. Diakses pada Sabtu, 9 Maret 2013 pukul 09.50.
Yuliar. 2008. Skrining Bioantagonistik Bakteri untuk Agen Biokontrol  Rhizoctonia solani dan Kemampuannya dalam Menghasilkan  Surfaktin. http://biodiversitas.mipa.uns.ac.id/D/D0902/D090201.pdf / Diakses pada tanggal 09 Maret 2013 21.39






0 komentar " ", Baca atau Masukkan Komentar

Post a Comment

Bantu dengan klik

Please Click Here!!