MAKALAH TATA GUNA BIOLOGI
Pemanfaatan Mikroorganisme Sebagai
Agensi Pengendali Hayati (Biokontrol) Tanaman Terhadap Hama dan Penyakit
Disusunkan Oleh :
Ema
Purnamasari 140410100007
Acep
M. Hamdan 140410100043
Tanda
M. Pinem 140410100048
Hunainah
140410100067
Arvan
solatan Rescho 140410100086
JURUSAN
BIOLOGI
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
PADJADJARAN
SUMEDANG
2013
ABSTRAK
Rendahnya
produktivitas lahan pertanian di negara kita erat hubungannya dengan berbagai faktor
yang terlibat dalam proses budidaya itu sendiri. Salah satu penyebab rendahnya produktivitas
tersebut adalah adanya serangan penyakit tanaman. Umumnya pengendalian penyebab
penyakit tanaman ini dilakukan dengan menggunakan bahan kimia. Penggunaan bahan
kimia yang terus menerus ternyata memberikan dampak yang tidak baik terhadap
lingkungan. Dewasa ini masyarakat semakin menyadari bahwa penggunaan pestisida
kimia yang berlebihan tidak saja berakibat buruk terhadap lingkungan pertanian
tetapi juga matinya organisme berguna, resistensi hama atau patogen dan residu
pestisida yang terbawa tanaman membawa dampak buruk bagi kesehatan masyarakat.
Oleh karena itu, pelaksanaan program pengendalian hama dan penyakit terpadu
merupakan angka strategis untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Hal tersebut
dilakukan dengan meminimalkan penggunaaan bahan kimia dan menggantikannya
dengan penggunaan bahan-bahan ramah linkungan sehingga diharapkan produksi yang
dihasilkan akan aman untuk dikonsumsi disamping terjaganya kelestarian
lingkungan serta pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan. Pengembangan
pertanian secara hayati untuk mengendalikan hama dan penyakit tidak saja memberikan
hasil yang efektif, tetapi lebih ramah terhadap lingkungan. Saat ini, sudah
banyak dikembangkan pemanfaatan agensia dari jenis jamur dan bakteri untuk
menggendalikan serangan pathogen pada tanaman. Pemanfaatan jamur dan bakteri
sebagai organisme pengendali hayati memiliki prospek yang cukup menjanjikan
karena selain mudah diperoleh, agensia ini dapat mencegah timbulnya ledakan
organisme pengganggu tanaman (OPT) sekunder, dan produk tanaman yang dihasilkan
bebas dari residu pestisida.
DAFTAR
ISI
ABSTRAK
DAFTAR
ISI
DAFTAR
GAMBAR
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………...1
1.2 Identifikasi
Masalah…………………………………………………………. .2
1.3 Maksud dan Tujuan……………………………………………………………
3
BAB
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum
Mikroorganisme…………………………………………… .4
2.2 Biokontrol……………………………………………………………………….7
2.3 Hama dan Penyakit
Pada Tanaman…………………………………………. 8
BAB
III PEMBAHASAN
3.1 Mekanisme
Biokontrol Dalam Menghambat Hama dan Penyakit………… .20
3.2 Kelebihan dan
Kekurangan dari Biokontrol…………………………………. .20
3.3 Penggunaan Bacillus thuringiensis sebagai
Bioinsektisida…………………….. 21
3.4 Jamur Entomopatogen
sebagai Bioinsektisida untuk Pengendali Wereng
Coklat…………………………………………………………………………….. 22
3.5 Tricoderma spp. sebagai Biofungisida………………………………………… 23
BAB
IV KESIMPULAN………………………………………………………….. 25
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………… 26
DAFTAR
GAMBAR
Gambar 1……………………………………………………………………………………. 10
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Pertumbuhan dan produktivitas suatu tanaman sangat
bergantung pada ketersediaan hara dan air dalam tanah, faktor pemeliharaan,
faktor lingkungan seperti cahaya, temperatur, serta pemeliharaan dan pencegahan
hama dan penyakit. Tanaman dikatakan sehat apabila tanaman tersebut dapat
melakukan fungsi - fungsi fisiologisnya dengan baik. Fungsi-fungsi tersebut
meliputi: pembelahan sel secara normal, differensiasi, penyerapan bahan hara
dan air dari dalam tanah dan translokasinya ke seluruh bagian tanaman,
fotosintesa dan translokasi hasil fotosintesa, perkembangan dan lain
sebagainya.
Tanaman yang rentan apabila terinfeksi oleh patogen
yang virulen serta didukung oleh keadaan lingkungan yang lebih menguntungkan
patogen maka akan terjadi penyakit. Apabila lingkungan terus menerus
menguntungkan bagi perkembangan patogen maka dapat dipastikan akan terjadi
serangan penyakit yang cukup parah di areal tersebut.
Apabila tanaman terganggu oleh patogen ataupun oleh
keadaan lingkungan yang tidak mendukung pertumbuhannya maka tanaman akan
mengalami proses penyimpangan dalam proses fisiologinya sehingga dikatakan
sakit. Penyakit dapat terjadi bila terjadi interaksi antara tanaman ,
lingkungan serta patogen.
Tumbuhan tidak selamanya bisa hidup tanpa gangguan.
Kadang tumbuhan mengalami gangguan oleh binatang atau organisme kecil (virus,
bakteri, atau jamur). Hewan dapat disebut hama karena hewan mengganggu tumbuhan
dengan memakannya. Belalang, kumbang, ulat, wereng, tikus, walang sangit
merupakan beberapa contoh hewan yang sering menjadi hama tanaman.
Gangguan terhadap tumbuhan yang disebabkan oleh
virus, bakteri, dan jamur disebut penyakit. Mikroorganisme tersebut dapat
merusak tumbuhan dengan mengganggu proses-proses fisiologis tumbuhan. Oleh
karena itu, tumbuhan yang terserang penyakit, umumnya, bagian tubuhnya utuh akan
tetapi, aktivitas hidupnya terganggu dan dapat menyebabkan kematian. Untuk
membasmi hama dan penyakit, sering kali manusia menggunakan obat-obatan anti hama.
Pengendalian adalah suatu
kegiatan untuk mengurangi atau mengendalikan populasi hama yang menyerang
tanaman. Pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan secara biologis,
mekanis, kultur teknis, hayati (penggunaan musuh alami), dan penggunaan
pestisida. Umumnya para petani menggunakan bahan pestisda kimia
untuk mengatasi serangan penyakit. Hal ini dikarenakan pestisda kimia dapat
memberikan hasil yang cepat dan nyata.
Namun akhir-akhir ini masyarakat dunia mulai sadar
akan bahaya yang dapat ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia yang terus
menerus. Masyarakat semakin arif dalam memilih bahan pangan yang aman bagi
kesehatan dan lingkungan. Gaya hidup sehat telah menjadi trend dan kebutuhan
sehari-hari. Masyarakat sudah mulai meninggalkan pestisida kimia walaupun belum
sepenuhnya. Penerapan teknologi pertanian yang berwawasan lingkungan haruslah
mendapat perhatian pemerintah dan masyarakat sebagai landasan pembangunan
pertanian sehat, berkelanjutan dan ramah
lingkungan.
Dalam konsep pengendalian penyakit tanaman
dikembangkan dua strategi utama yaitu mengurangi jumlah inokulum awal dan
mengurangi laju infeksi. Usaha pengendalian secara hayati (biokontrol) terhadap
penyakit tanaman sangatlah penting sebab dapat membatasi pertumbuhan patogen
untuk jangka waktu yang cukup lama. Disamping itu juga tidak berbahaya bagi
tanaman serta ekosistem. Mikroorganisme seperti Bacillus thuringiensis, Metarhizium spp. Bauveria bassiana, Trichoderma spp. Dapat digunakan sebagai agen pengendali hayati (biokontrol)
terhadap hama dan penyakit tanaman.
1.2
Identifikasi
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, adapun rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini
adalah :
1.
Mikroorganisme apa saja yang dapat
dijadikan biopestisida sebagai biokontrol pertanian.
2.
Bagaimana mekanisme biokontrol dalam
menghambat hama dan penyakit tanaman
3.
Apa saja keuntungan menggunakan agensi
pengendali hayati atau biokontrol sebagai biopestisida.
1.3
Maksud
dan Tujuan
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, tujuan dari makalah ini adalah
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah tata guna biologi dan memeberikan
informasi mengenai pemanfaatan biopestisida sebagai biokontrol hama dan
penyakit tanaman.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan
Umum Mikroorganisme
Mikroorganisme
merupakan jasad mikro yang tidak dapat terlihat oleh mata, karena ukurannya
yang sangat kecil bahkan beberapa jenis diantaranya hanya terdiri dari satu
sel. Seperti bakteri yang hanya dapat diamati bentuknya ketika menggunakan alat
tertentu seperti mikroskop. Dunia mikroorganisme melibatkan ribuan spesies dari
beberapa golongan, diantaranya bakteri, protozoa, virus dan jamur. Di alam,
mikroba dapat hadir di atas permukaan daun, kelopak bunga atau pada permukaan
tubuh hewan seperti burung. Mikroorganisme seperti jamur, bakteri dan protozoa
sejatinya dimana pun berada akan kembali ke dalam tanah dan menguraikan bahan
organik yang dikenal sebagai mikroba saprofit. Sedangkan,virus merupakan
pengecualian karena hanya mampu hidup dan berkembang di dalam sel hidup (Novizan, 2002).
2.1.2 Kelompok Utama Mikroorganisme
Sebagaimana
diketahui bahwa kelompok utama mikroorganisme terdiri dari, bakteri, fungi,
protozoa, algae mikroskopik dan virus (Pelczar, 2008).
1. Bakteri
Bakteri
adalah sel prokariotyang khas, uniseluler dan tidak mengandung yang terbatasi
membran di dalam sitoplasmanya.sel-selnya secara khas berbentuk bola, batang
atau spiral. Reproduksi terutama dilakukan dengan pembelahan biner sederhana,
yaitu suatu proses aseksual.beberapa dapat tumbuh pada suhu 0oC dan
juga terdapat bakteri yang mampu tumbuh baik pada suhu 90oC.
Organisme ini sangat penting untuk memelihara lingkungan yang kita tempati
karena dapat menghancurkan bahan yang tertumpuk dalam daratan atau lautan.
Memiliki penyebaran yang sangat luas di muka bumi.
2. Fungi
Organisme
ini tidak berklorofil dan mempunyai dinding sel yang kaku. Beberapa bersel satu
sedangkan yang lainnya multiseluler dan menunjukkan sedikit perbedaan pada
bagian-bagian strukturalnya. Ukuran dan bentuknya berkisar dari khamir yang
mikroskopik dan multiseluler (kapang) sampai dengan jamur makroskopik
multiseluler yang besar. Fungi memperbanyak diri melalui berbagai macam proses
baik seksual maupun aseksual.
3. Protozoa
Protozoa
merupakan protista eukariotik bersel satu tanpa klorofil dan dinding sel.
Ukuran kelompok ini berkisar sangat luas dimulai dari protozoa berukuran 1µm
hingga protozoa yang berukuran ratusan mikrometer dan memiliki bentuk yang
beragam.
4. Algae Mikroskopik
Ganggang
atau algae adalah protista eukariotik yasng berklorofil. Ukuran algae bersel
satu berkisar antara 5 sampai 10 µm . perkembangbiakannya terutama dilakukan
dengan pembelahan aseksualsederhana. Habitat dari mikroorganisme ini secara
luas tumbuh baik di dalam air yang segar dan air laut serta dalam tanah.
5. Virus
Virus
merupakan mikroorganisme yang aselular dengan struktur dan komposisinya lebih
sederhana dibandingkan dengan struktur yang dijumpai pada sel prokariotik.
Virus memiliki sifar parasit obligat dimana memerlukan sel hidup lain untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakannya. Virus terdiri dari seutas asam nukleat
baik DNA ataupun RNA yang terbungkus dalam suatu lapisan protein.
2.1.3 Peranan Mikroorganisme dalam Bioteknologi
Bioteknologi
tradisional maupun modern telah menggunakan mikroorganisme sebagai bagian suatu
proses untuk menghasilkan produk dan jasa. Bioteknologi umumnya menggunakan
mikroorganisme seperti, bakteri, khamir (yeast) dan kapang, dengan alasan (Aryulina,
2006):
· Pertumbuhannya
cepat.
· Sel-selnya
memiliki kandungan protein yang tinggi.
· Dapat
menggunakan produk-produk sisa sebagai substratnya, ,isalnya limbah pertanian.
· Menghasilkan
produk yang tidak toksik.
· Sebagai
organisme hidup, reaksi biokimianya dikontrol oleh enzim organisme itu sendiri
sehingga tidak memerlukan tambahan reaktan dari luar.
1. Mikroorganisme Pembasmi Hama Tanaman
Mikroorganisme
di alam dapat dijadikan sebagai agen pengendali hayati, yaitu pengendalian
terhadap hama dengan menggunakan musuh alami. Seperi pengendalian hama serangga
pada tanaman pertanian dengan menggunakan bakteri patogen serangga, yaitu Bacillus thuringiensis (Bt). Bakteri Bt
dapat ditemukan di tanah dan tanaman, Bacillus
thuringiensis merupakan spesies bakteri yang dikembangkan menjadi
insektisida mikrobisl. Bakteri Bt menghasilkan protein kristal yang dapat
membunuh serangga maupun larva atau ulat serangga. Aktivitas Bt pada tanaman
misalnya membunuh ngengat yang menjadihama pada buah apel dan pir, ulat pada
kol, brokoli dan kentang. Bt yang telah dikembangkan dalam jumlah besar
dicampur dengan cairan tertentu yang berfungsi sebagai perekat dan langsung
dapat disemprot pada tanaman pertanian. Bacillus
thuringiensis yang berbeda akan menghasilkan protein kristal yang toksik
untuk kelompok organisme yang berbeda. Bt telah dijual di Amerika Utara sebagai
insektisida mikrobial komersial sejak tahun 1960.
2. Mikroorganisme Pengolah Limbah
Mikroorganisme membantu pengolahan berbagai
jenis limbah, terutama dalam penguraian limbah organik. Limbah organik dari
rumah tangga, pasar atau industri sering dibuang langsung ke sungai yang
mengakibatkan pencemaran di sungai atau timbulnya limbah cair. Tujuan utama
pengolahan limbah cair dengan mikroorganisme adalah untuk mengurangi kandungan
BOD dan bahan padat tersuspensi. Pengolahan limbah cair yang dibutuhkan untuk
menghilangkan pupuk yang masuk ke saluran air, bahan kimia beracun dan padatan
terlarut. Mikroorganisme mengolah limbah cair melalui proses penguraian secara
aerob dan anaerob. Pada pemrosesan aerob terdapat berbagai mikroorganisme
seperti bakteri, protista dan jamur yang menguraikan materi organik dari limbah
menjadi mineral-mineral, gas dan air. Aktivitas ini membutuhkan banyak oksigen.
3. Mikroorganisme Pemisah Logam dari Bijih
Logam
Mikroorganisme berperan dalam usaha
mendapatkan logam dari bijih logam. Peranan mikroorganisme di dalam proses
ekstraksi logam dari bijihnya akan menjadi semakin penting karena
deposit-deposit mineral yang lebih kaya sudah banyak berkurang. Kini, bijih
bermutu rendah banyak diolah dan membutuhkan pengembangan teknik-teknik yang
dapat mengekstraksi logam dengan lebih sempurna dan metoda pengolahan bijih
secara tradisional yaitu dengan peleburan, merupakan penyebab utama polusi
udara serta kini banyak ditentang oleh kelompok pecinta lingkungan.
2.2 Biokontrol
Biokontrol
adalah penghambatan pertumbuhan, infeksi atau reproduksi satu organisme
menggunakan organisme lain. Biokontrol merupakan salah satu alternatif metode
pengendalian penyakit tanaman yang ramah lingkungan. Organisme yang digunakan
dalam biokontrol disebut agen hayati. Salah satu organisme yang digunakan dalam
biokontrol adalah antagonis dari patogen tanaman yang merupakan musuh alami
dari patogen yang telah ada di lingkungan. masing-masing agen biokontrol
memiliki mekanisme tertentu dalam mengendalikan patogen tanaman. Mekanisme yang
terjadi antara lain hiperparasitisme atau predasi, antibiosis, produksi enzim
litik dan senyawa-senyawa lain, kompetisi serta menstimulasi ketahanan tanaman
dari serangan patogen.
Pestisida
tidak hanya berdampak merugikan pada kesehatan manusia dan lingkungan, tetapi
juga pada lahan pertanian dan menyebabkan produk pertanian tidak aman
dikonsumsi. Mengingat dampak serius dari pemakaian pestisida kimia terhadap
kesehatan manusia, lingkungan dan lahan pertanian dan kepedulian terhadap
pelestarian lingkungan telah menjadikan pentingnya agen biokontrol untuk
dipelajari dan dikembangkan sebagai produser berbagai senyawa antibiotik yang
aman digunakan untuk mengatasi masalah penyakit tanaman. Kesempatan untuk
menemukan agen biokontrol untuk jamur patogen sangat besar, mengingat Indonesia
merupakan negara dengan biodiversitas yang tinggi (Yuliar, 2008).
Bakteri
sebagai agen biokontrol mempunyai beberapa kelebihan diantaranya; bakteri
merupakan mikroorganisme yang banyak terdapat di tanah, produksi massa bakteri
juga lebih mudah dan lebih cepat daripada mikroorganisme lain seperti jamur.
Bakteri sebagai agen biokontrol yang pernah dilaporkan adalah Agrobacterium, Pseudomonas, Bacillus,
Alcaligenes, Streptomyces (Shoda, 2000 dalam Yuliar,2008). Rhizoctonia solani adalah salah satu
jamur patogen soilborne terpenting yang dapat berkembang pada kedua
kultivasi,di tanah maupun tanpa tanah,penyebab penyakit pada padi, kacang,
tomat, dan tanaman lainnya (Sneh et al.,1991 dalam Yuliar, 2008). Diantara
golongan jamur, genus Trichoderma
adalah agen biokontrol untuk Rhizoctonia
solani (Lin et al.,1994 dalam Yuliar, 2008) dan dari golongan bakteri
biasanya digunakan Pseudomonas dan Bacillus.
R. solani
bersifat patogen pada kacang panjang (Glycine
max (L.) Merr.) dan menyerang tunas tomat (Solanum lycopersicon) (Asaka and Shoda, 1996; Yu et al., 2002 dalam
Yuliar, 2008). Mekanisme penghambatan pertumbuhan oleh agen biokontrol terhadap
jamur patogen tanaman dapat melalui antibiotik yang dihasilkannya atau
kompetisi makanan. Contoh antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan jamur
misalnya iturin dan surfaktin (Huang et al., 1993 dalam Yuliar, 2008).
2.3 Hama dan Penyakit Pada Tanaman
Tumbuhan
tidak selamanya bisa hidup tanpa gangguan. Kadang tumbuhan mengalami gangguan
oleh binatang atau organisme kecil (virus, bakteri, atau jamur). Hewan dapat
disebut hama karena mereka mengganggu tumbuhan dengan memakannya. Belalang,
kumbang, ulat, wereng, tikus, walang sangit merupakan beberapa contoh binatang
yang sering menjadi hama tanaman (Triharso,
2004).
Gangguan
terhadap tumbuhan yang disebabkan oleh virus, bakteri, dan jamur disebut
penyakit. Tidak seperti hama, penyakit tidak memakan tumbuhan, tetapi mereka
merusak tumbuhan dengan mengganggu proses – proses dalam tubuh tumbuhan
sehingga mematikan tumbuhan. Oleh karena itu, tumbuhan yang terserang penyakit,
umumnya, bagian tubuhnya utuh. Akan tetapi, aktivitas hidupnya terganggu dan
dapat menyebabkan kematian. Untuk membasmi hama dan penyakit, sering kali
manusia menggunakan oat – obatan anti hama. Pestisida yang digunakan untuk
membasmi serangga disebut insektisida. Adapun pestisida yang digunakan untuk
membasmi jamur disebut fungsida (Triharso,
2004).
Pembasmi
hama dan penyakit menggunakan pestisida dan obat harus secara hati – hati dan
tepat guna. Pengunaan pertisida yang berlebihan dan tidak tepat justru dapat
menimbulkan bahaya yang lebih besar. Hal itu disebabkan karena pestisida dapat
menimbulkan kekebalan pada hama dan penyakit. Oleh karena itu pengguna obat –
obatan anti hama dan penyakit hendaknya diusahakan seminimal dan sebijak
mungkin (Triharso, 2004).
Secara
alamiah, sesungguhnya hama mempunyai musuh yang dapat mengendalikannya. Namun,
karena ulah manusia, sering kali musuh alamiah hama hilang. Akibat hama
tersebut merajalela. Salah satu contoh kasus yang sering terjadi adalah hama
tikus. Sesungguhnya, secara ilmiah, tikus mempunyai musuh yang memamngsanya.
Musuh alami tikus ini dapat mengendalikan jumlah populasi tikus. Musuhnya tikus
itu ialah Ular, Burung hantu, dan elang. Sayangnya binatang – binatang tersebut
ditangkapi oleh manusia sehingga tikus tidak lagi memiliki pemangsa alami.
Akibatnya, jumlah tikus menjadi sangat banyak dan menjadi hama pertanian (Triharso, 2004).
Hama
dan penyakit akan terjadi apabila dalam satu waktu di suatu tempat terdapat 3
(tiga) syarat (konsep segitiga hama dan penyakit), yaitu (Sudarmo, 1995) :
a.
Tumbuhan yang mudah terserang hama dan penyakit (rentan)
b.
Penyebab hama dan penyakit yang mampu menginfeksi (virulen)
c.
lingkungan yang mendukung atau sesuai.
Selanjutnya,
manusia yang berperan sebagai petani atau penanam akan berusaha mempengaruhi
ketiganya agar terjadi hubungan yang menguntungkan baginya. Manusia
mempengaruhi faktor tumbuhan dengan memilih bibit yang unggul atau memilih
jenis yang tahan. Dengan melakukan penyemprotan pestisida, manusia mempengaruhi
penyebab hama dan penyakit. Manusia juga mempengaruhi lingkungan kondisi
lingkungan secara terbatas dengan melakukan pengaturan jarak tanam, penyiangan,
pemangkasan dan lain sebagainya. Dari semua itu, ternyata manusia juga berperan
di sini. Ketiga syarat tersebut ternyata dipengaruhi oleh kegiatan budidaya
pertanian petani, sebagai upaya untuk meningkatkan produksi tanamannya. Dari
sini kemudian muncullah konsep limas hama dan penyakit (Sudarmo, 1995).
Gambar
1. Segitiga Penyakit
Akibat
dari campur tangan manusia ini (budidaya tanaman), maka konsep segi tiga hama
dan penyakit tersebut menjadi tidak lagi berjalan secara selaras dan seimbang.
Di sini, ternyata manusia memegang peranan yang lebih dominan atau utama untuk
menentukan keterjadian suatu hama dan penyakit pada suatu daerah. Proses
budidaya tanaman (pemupukan, pengaturan jarak tanam, pemangkasan, pemilihan
jenis tahan, dan pengendalian hama dan hama dan penyakit tanaman) oleh petani
menyebabkan ketimpangan yang terlalu jauh diantara ketiga aspek tersebut (Sudarmo, 1995).
Munculnya
jenis penyebab hama dan penyakit yang lebih tahan terhadap kondisi lingkungan
yang kurang mendukung, lebih ampuh (virulen) dan lebih tahan terhadap
penggunaan pestisida tertentu merupakan salah satu akibat dari campur tangan manusia
tersebut. Keadaan ini menyebabkan pengendalian hama dan penyakit menjadi lebih
sulit untuk dilakukan. Dan kondisi ini biasanya terjadi apabila cara budidaya
yang dilakukan oleh petani kurang bijaksana. Penggunaan pupuk kimia dan
penggunaan pestisida yang berlebih (tidak sesuai dengan dosis anjuran)
merupakan salah satu contoh dari cara budidaya yang kurang bijaksana (Sudarmo, 1995).
Untuk
menekan dampak negatif tersebut, maka cara budidaya yang bijaksana harus
dilakukan. Dengan begitu, tidak akan terjadi ketimpangan yang terlalu jauh
antara ketiga hal yang mempengaruhi keterjadian hama dan penyakit (lingkungan,
penyebab hama dan penyakit dan tanaman), sehingga pengendalian hama dan
penyakit tanaman akan dapat lebih mudah untuk dilakukan (Sudarmo, 1995).
2.3.1 Hama Penyerang Tumbuhan
Hama tumbuhan adalah organisme
yang menyerang tumbuhan sehingga pertumbuhan dan perkembanganya terganggu.Hama
yang menyerang tumbuhan antara lain tikus, walang sangit, wereng, tungau, dan
ulat (Arief, 1994).
1. Tikus
Tikus
merupakan hama yang sering kali membuat pusing para petani. Hal ini diesbabkan
tikus sulit dikendalikan karena memiliki daya adaptasi, mobilitas, dan
kemampuan untuk berkembang biak yang sangat tinggi. Masa reproduksi yang
relative singkat menyebabkan tikus cepat bertambah banyak. Potensi
perkembangbiakan tikus sangat tergantung dari makanan yang tersedia.
Tikus
menyerang berbagai tumbuhan. Bagian tumbuhan yang disarang tidak hanya
biji-bijian tetapi juga batang tumbuhan muda. Yang membuat para tikus kuat
memakan biji-bijian sehingga merugikan para petani adalah gigi serinya yang
kuat dan tajam, sehingga tikus mudah untuk memakan biji-bijian. Tikus membuat
lubang-lubang pada pematang sawah dan seringberlindung di semak-semak. Apabila
keadaan sawah itu rusak maka berarti sawah tersebut diserang tikus (Wagiman, 2003).
Untuk
mengatasi serangan hama tikus, dapat dilakukan cara-cara sebagai berikut (Arief, 1994) :
a. Membongkar dan menutup lubang tempat bersembunyi para tikus dan
menangkap tikusnya.
b. Menggunakan musuh alami tikus, yaitu ular.
c. Tumbuhan
harus ditanam secara bersamaan
agar dapat dipanen
dalam waktu yang bersamaan pula sehingga tidak ada kesempatan bagi tikus untuk mendapatkan makanan
setelah tanaman dipanen.
d. Menggunakan rodentisida atau pembasmi tikus atau dan memasang umpan yang beracun, yaitu irisan ubi jalar
atau singkong yang telah direndam sebelumnya dengan fosforus. Peracunan ini
sebaiknya dilakukna sebelum tanaman padi berbunga dan berbiji. Selain itu penggunaan racun harus hati-hati karena juga berbahaya bagi hewan
ternak dan manusia.
2. Wereng
Wereng
adalah sejenis kepik yang menyebabkan daun dan batang tumbuhan berlubang-lubang,
kemudian kering, dan pada akhirnya mati. Hama wereng ini dapat dikendalikan dengan
cara-cara sebagai betikut (Arief,
1994) :
a. Pengaturan pola tanam yang baik, yaitu dengan
melakukan penanaman secara serentak maupun dengan pergiliran tanaman.
Pergiliran tanaman dilakukan untuk memutus siklus hidup wereng dengan cara
menanam tanaman palawija atau tanah dibiarkan selama 1-2 bulan.
b.
Pengendalian hayati, yaitu dengan menggunakan musuh alami wereng, seperti
Laba-laba predator Lycosa pseudoannulata,
Kepik Microvelia douglasi dan Cytorhinuss lividipenis
c.
Pengendalian kimia, dengan menggunakan insektisida, penggunaannya diusahakan
efisien dan ramah bagi lingkungan.
3. Walang Sangit
Walang
sangit (Leptocorisaacuta) merupakan salah satu hama
yang juga meresahkan petani. Hewan ini jika diganggu, akan meloncat dan terbang
sambil mengeluarkan bau. Serangga ini berwarna hijau kemerah-merahan (Wagiman, 2003).
Walang sangit menghisap butir-butir padi yang masih dalam keadaan cair. Biji yang sudah
dihisap akan
menjadi hampa, agak hampa, atau liat. Kulit biji akan berwarna kehitam-hitaman.
Faktor-faktor yang
mendukung populasi walang sangit antara lain sebagai berikut (Arief,
1994) :
a. Sawah sangat dekat dengat perhutanan.
b. Populasi gulma di sekitar sawah cukup
tinggi.
c. Penanaman tidak serentak
Pengendalian terhadap hama walang sangit dapat dilakukansebagaiberikut :
a. Menanam tanaman secara serentak.
b. Membersihkan areal persawahan dari segala macam rumput yang tumbuh di
sekitar sawah agar tidak menjadi tempat
berkembang biak bagi walang sangit.
c. Menangkap walang sangit pada pagi hari
dengan menggunakan jala penangkap.
d. Penangkapan menggunakan
unmpan bangkai kodok, ketam sawah, atau dengan alga.
e. Melakukan pengendalian
hayati dengan cara melepaskan predator alami beruba laba – laba dan menanam
jamur yang dapat menginfeksi walang sangit.
f. Melakukan
pengendalian kimia, yaitu dengan menggunakan insektisida.
Walang sangit muda (nimfa) lebih aktif dibandingkan
dewasanya (imago), tetapi hewan dewasa dapat merusak lebih hebat karenya
hidupnya lebih lama. Walang sangit dewasa juga dapat memakan biji – biji yang
sudah mengeras, yaitu dengan mengeluarkan enzim yang dapat mencerna karbohidrat (Wagiman, 2003).
4. Ulat
Kupu-kupu merupakan serangga
yang memiliki sayap yang indah dan benareka ragam. Kupu-kupu meletakkan telurnya dibawah
daun dan jika menetas menjadi larva. Kita
bias sebut larva kupu-kupu sebagai ulat. Pada fase ini, ulat aktif memakan
dedaunan bahkan pangkal batang, terutama pada malam hari. Daun yang dimakan oleh ulat hanya
tersisa rangka atau tulang daunya saja. Upaya pemberantasan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut (Arief, 1994) :
a. Membuang telur-telur kupu-kupu yang melekat pada bagian bawah daun.
b. Menggenangi tempat persemaian
dengan menggunakan
air dalam jumlah banyak sehingga ulat akan bergerak ke atas dan mudah untuk dikumpulkan serta dibasmi.
c. Apabila kedua cara diatas tidak efektif, maka dapat dilakukan penyemprotan
dengan menggunakan pertisida.
5. Tungau
Tungau (kutu kecil) bisaanya terdapat di sebuah
bawah daun untuk mengisap daun tersebut. Hama ini banyak terdapat pada musim
kemarau. Pada daun yang terserang kutu akan timbul bercak-bercak kecil kemudian daun akan menjadi
kuning lalu gugur. Hama ini dapat diatasi dengan cara mengumpulkan daun-daun yang terserang hama pada suatu
tempat dan dibakar (Arief,
1994).
2.3.2 Penyakit
Tumbuhan
Penyakit yang menyerang tumbuhan banyak disebabkan
oleh kelompok utama
mikroorganisme, misalnya jamur, bakteri, dan alga. Selain itu, penyakit tumbuhan juga dapat disebabkan
oleh virus (Sudarmo, 1995).
1. Jamur
Jamur adalah
salah satu organisme penyebab penyakit yang menyerang hampir semua bagian
tumbuhan, mulai dari akar, batang, ranting, daun, bunga, hingga buahnya. Penyebaran jenis penyakit ini dapat
disebabkan oleh angin, air, serangga, atau sentuhan tangan. Penyakit ini menyebabkan bagian tumbuhan yang terserang, misalnya
buah, akan menjadi busuk. Jika menyerang bagian ranting dan permukaan daun,
akan menyebabkan bercak-bercak
kecokelatan. Dari bercak-bercak tersebut akan keluar jamur berwarna putih atau
oranye yang dapat meluas ke seluruh permukaan ranting atau daun sehingga pada
akhirnya kering dan rontok (Arief,
1994).
Jika jamur ini mengganggu proses fotosintesis karena
menutupi permukaan daun. Batang yang terserang umumnya akan membusuk, mula-mula dari arah kulit kemudian menjalar
ke dalam, kemudian akan membusukkan jaringan kayu.
Jaringan yang terserang juga
akan
mengeluarkan getah atau cairan. Jika kondisi ini dibiarkan, jaringan kayu akan
membusuk, selanjutnya
seluruh dahan yang ada di atasnya akan layu dan mati. Contoh penyakit yang disebabkan oleh
jamur adalah sebagai berikut (Wagiman,
2003).
a. Penyakit
pada padi.
Penyakit
pada ruas batang dan butir padi disebabkan oleh jamur Pyricularia
oryzea. Ruas-ruas
batang menjadi mudah patah dan tanaman padi akhirnya mati. Selain itu, terdapat
pula penyakit yang menyebabkan daun padi
menguning. Penyakit ini disebabkan oleh jamur Magnaporthe grisea.
b. Penyakit
embun tepung.
Penyakit
ini disebabkan oleh jamur Peronospora parasitica. Jamur ini kadang-kadang menyerang biji yang sedang
berkecambah sehingga biji menjadi keropos dan akhirnya mati. Jamur ini kadang-kadang menyerang daun pertama pada
kecambah sehingga tumbuhan menjadi kerdil. Tumbuhan kerdil dapat tumbuh terus
tapi pada daun-
daunnya terdapat kercak – bercak hitam.
2. Bakteri
Bakteri
dapat membusukkan daun, batang, dan akar tumbuhan. Bagian tumbuh tumbuhan yang
diserang bakteri akan mengeluarkan lendir keruh, baunya sangat menusuk dan
lengket jika disentuh. Setelah membusuk, lama-kelamaan tumbuhan tersebut akan mati. Tumbuhan yang diserang
bakteri dapat diatasi dengan menggunakan bakterisida (Sudarmo, 1995).
Contoh
penyakit yang disebabkan oleh bakteri adalah penyakit yang menyerang pembuluh
tapis batang jeruk (Citrus
Vein
Phloem
Degeneration atau
CVPD). CVPD disebabken oleh bakteri Serratia marcescens. Gejalanya
adalah kuncup daun menjadi kecil dan berwarna kuning, buah menjadi kuning,
sehingga lama – kelamaan akan mati. Penyakit CVPD yang belum parang dapat
disembuhkan dengan terramycin, yang merupakan sejenis antibiotik (Arief, 1994).
3. Virus
Selain bakteri dan jamur, dalam kondisi yang sehat,
tumbuhan dapat terserang oleh virus. Penyakit yang disebabkan oleh virus cukup
berbahaya karena dapat menular dan menyebar ke seluruh tumbuhan dengan cepat.
Tumbuhan yang sudah terlanjur diserang sulit untuk disembuhkan. Contoh penyakit
yang disebabkan oleh virus antara lain penyakit daun tembakau yang berbercak-bercak putis. Penyakit ini disebabkan
oleh virus TMV (Tabacco
Mosaic
Virus)
yang menyerang permukaan atas daun tembakau. Virus juga dapat menyerang jeruk.
Penularan melalui perantara serangga (Arief,
1994).
4. Alga (Ganggang)
Keberadaan
alga juga perlu diaspadai karena dapat menyebabkan bercak karat merah pada daun
tumbuhan. Tumbuhan yang biasanya diserang antara lain jeruk, jambu biji, dan
rambutan. Bagian tumbuhan yang diserang oleh alga biasanya bagian daun,
ditandai adanya bercak berwarna kelabu kehijauan pada daun, kemudian pada
permukaannya tumbuh rambut berwarnya cokelat kemerahan. Meskipun ukurannya
kecil, bercak yang timbul sangat banyak sehingga cukup merugikan Langkah – langkah yang harus dilakukan
agar tumbuhan tidak tersenang penyakit antara lain sebagai berikut (Arief, 1994) :
a. Usahakan tumbuhan selalu dalam kondisi
prima atau sehat dengan cara tercukupi segala kebutuhan zat haranya.
b. Jangan membiarkan tumbuhan terlalu
rimbun, pangkaslah sehingga selaruh bagian tumbuhan mendapatkan sinar matahari
yang cukup.
c. Jangan biarkan tumbuhan terserang
kutu, tungau, atau hewan yang lain yang serung membawa bakteri atau jamur.
d. Usahakan lingkungan selalu bersih.
e. Perhatikan tumbuhan sesering
mungkun sehingga penyakit dapat terdeteksi sedini mungkin.
f. Jika
terdapat gejala – gejala yang tampak, pangkaslah bagian tumbuhan (daun, buah,
ranting) yang terserang, kemudian dibakar agar tidak menular ke bagian atau
tumbuhan yang lainnya.
g. Penggunaan pertisida sebagai alternative
terakhir untuk pengobatan hama dan penyakit pada tumbuhan.
5. Gulma
Selain
hama dan penyakit yang menyerang tumbuhan dan merugikan petani, gulma juga
perlu mendapat perhatian khusus. Pada petani kadang kurang memperhatikan gulma
sehingga dalam kurun waktu tertentu populasi gulma sudah melebihi batas. Gulma-gulma ini akan berkompetisi dengan
tanaman utama dalam mendapatkan unsur hara yang diperlukan pertumbuhannya.
Gulma dapat menjadi tempat persembunyian hama. Pembersihan gulma sangat penting
untuk menekan perkembangan hama yang dapat menyerang tumbuhan (Arief, 1994).
Berdasarkan
karaktristik yang dimiliki, gulma dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu teki,
rumput, dan gulma daun lebar.
a. Teki
Kelompok
teki – tekian memiliki daya tahan luar biasa terhadap pengendalian
mekanis,
karena memiliki umbu batang di dalam tanah yang mampu bertahan
berbulan
– bulan. Contohnya adalah teki ladang (Cyperus rotundus).
b. Rumput
Gulma
dalam kelompok ini berdaun sempit seperti teki tetapi menghasilkan stolon.
Stolon
ini di dalam tanah berbentuk jaringan rumit yang sulit diatasi secara
mekanik.
Contohnya adalah alang – alang (Imperata cylindrica).
c. Gulma daun lebar
Berbagai
macam gulma dari ordo Dicotyledoneae termasuk dalam kelompok ini.
Gulma
ini biasanya tumbuh pada akhir masa budi daya. Kompetisi terhadap tanaman utama
berupa kompetisi cahaya. Contoh dari gulma berdaun lebar ini adalah daun
sendok.
Pengendalian
gulma memerlukan strategi yang khas untuk setiap kasus. Beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan sebelum melakukan pengendalian gulma antara lain sebagai
berikut (Arief, 1994) :
a. Jenis gulma dominan
b. Tanaman budi daya utama
c. Alternatif pengendalian yang
tersedia
d. Dampak ekonomi dan ekologi
Saat
ini cukup banyak hebisida (pembasmi gulma) yang tersedia di
toko pertanian. Meskipun demikian, kita perlu hati – hati dalam memilih dan
menggunakan herbisida. Memperhatikan cara pemakaian herbisida dengan benar
sangatlah dianjurkan. Tujuan
pembersihan gulma antara lain untuk mengurangi tumbuhan pengganggu yang akan
menjadi pesaing tanaman utama. Selain itu juga karena gulma merupakan inang
alternatif dan tempat
persembunyian hama penyakit (Arief,
1994).
BAB
III
PEMBAHASAN
Pertumbuhan
dan produktivitas suatu tanaman sangat bergantung pada ketersediaan hara dan
air dalam tanah, faktor pemeliharaan, faktor lingkungan seperti cahaya,
temperatur, kemasaman areal pertanamannya serta pemeliharaan dan pencegahan
hama dan penyakit. Penyakit dapat terjadi bila terjadi interaksi antara tanaman
, lingkungan serta patogen. Tanaman yang rentan apabila terinfeksi oleh patogen
yang virulen serta didukung oleh keadaan lingkungan yang lebih menguntungkan
patogen maka akan terjadi penyakit. Apabila lingkungan terus menerus
menguntungkan bagi perkembangan patogen maka dapat dipastikan akan terjadi
serangan penyakit yang cukup parah di areal tersebut. Umumnya para petani
menggunakan bahan pestisda kimia untuk mengatasi serangan penyakit. Hal ini
dikarenakan pestisida kimia dapat memberikan hasil yang cepat dan nyata
(Nurhayati, 2011).
Petani cenderung menggunakan pestisida sintetis
secara berlebihan sehingga menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan dan
lingkungan. penggunaan pestisida yang berlebihan dan terus menerus telah
menunjukkan suatu dampak negatif seperti timbulnya resurjensi hama atau patogen
ke dua, resisten jasad patogen, matinya musuh-musuh alami sehingga mengganggu
keseimbangan eksosistem (Nurhayati, 2011).
Dewasa
ini, pengendalian hama dan penyakit tanaman dapat dilakukan dengan ramah
lingkungan yaitu menggunakan mikroorganisme sebagai pengendali hayati
(biokontrol). Dalam arti sempit pengendalian penyakit secara hayati adalah
penambahan suatu mikroflora antagonis secara buatan ke dalam lingkungan untuk
mengendalikan patogen. Pengendalian hayati dapat juga didefinisi sebagai upaya
pengurangan kepadatan inokulum atau pengurangan kegiatan patogen atau parasit
baik pada waktu aktif maupun dorman dengan menggunakan satu atau lebih
organisma yang dilakukan secara alami atau melalui manipulasi lingkungan, inang
atau antagonis atau melalui penambahan satu atau lebih antagonis (Nurhayati,
2011).
3.1 Mekanisme Biokontrol Dalam Menghambat
Hama Dan Penyakit
Pengendalian
penyakit hayati oleh mikroorganisme baik jamur ataupun bakteri dapat
terjadi
melalui satu atau beberapa mekanisme seperti: antibiosis, kompetisi,
hiperparasit, induksiresistensi dan memacu pertumbuhan tanaman (Nurhayati,
2011) :
1.
Mekanisme antibiosis merupakan penghambatan
patogen oleh senyawa metabolik yang dihasilkan oleh agensia hayati seperti:
enzim, senyawa-senyawa volatile, zat pelisis dan senyawa antibiotik lainnya. contohnya agensia hayatinya adalah jamur.
2.
Kompetisi adalah suatu mekanisme
penekanan aktivitas patogen oleh agensia hayati terhadap sumber-sumber terbatas
seperti zat organik, zat anorganik, ruang dan faktor -faktor pertumbuhan
lainnya.
contoh agensia hayatinya adalah ektomikoriza.
3.
Mekanisme hiperparasit merupakan
perusakan patogen oleh senyawa atau zat yang dihasilkan oleh agensia hayati
seperti kitinase, selulase, glukanase, enzim pelisis dan lainnya (Baker dan
Cook, 1974)
Agensia
pengendali hayati juga dapat menginduksi resistensi tanaman terhadap patogen
dengan cara mengaktifkan suatu lintasan sinyal dan melibatkan hormon asam
jasmonik dan etilen tanaman. Beberapa agensia hayati juga mampu meningkatkan
pertumbuhan tanaman.
3.2. Kelebihan dan Kekurangan Dari Biokontrol
Pengendali
hayati (Biokontrol) memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan pengendali
hayati tanaman dari serangan hama dan penyakit antara lain (Wijiyono,2008) :
1.
Selektifitasnya
tinggi dan tidak dapat menimbulkan ledakan hama baru dan resurgensi hama.
2.
Faktor
pengendali (agens) yang digunakan tersedia di lapang.
3.
Agens
hayati (parasitoid dan predator) dapat mencari sendiri inang atau mangsanya.
4.
Agens
hayati (parasitoid dan predator, patogen) dapat berkembang biak dan menyebar.
5.
Tidak
menimbulkan resistensi terhadap serangga inang/mangsa ataupun kalau terjadi,
sangat lambat.
6.
Pengendalian
ini dapat berjalan dengan sendirinya karena sifat agens hayati tersebut.
7.
Tidak ada
pengaruh samping yang buruk seperti pada penggunaan pestisida.
8.
Pengendalian
hayati relatif murah dan
menghemat biaya produksi karena aplikasi cukup 1 atau 2 kali dalam satu musim
panen.
9.
Produk
tanaman yang dihasilkan bebas dari residu pestisida
Sedangkan, kekurangan dalam penggunaan pengendali hayati antara lain
adalah (Wijiyono, 2008) :
1.
Pengendalian terhadap OPT
berjalan lambat.
2.
Hasilnya tidak dapat
diramalkan
3.
Sukar untuk pengembangan
dan penggunaannya.
4.
Dalam pelaksanaannya
pengendalian hayati memerlukan pengawasan pakar dalam bidangnya.
5.
Dalam mengembangkan
pengendalian hayati harus selalu dikawal/dimonitor.
3.3. Penggunaan Bacillus
thuringiensis sebagai Bioinsektisida (Bahagiawati,
2002)
Bacillus thuringiensis
(Bt), merupakan famili bakteri yang memproduksi kristal protein di inclusion body-nya pada saat ia
bersporulasi. Bioinsektisida Bt merupa-kan 90-95% dari bioinsektisida yang
dikomersialkan untuk dipakai oleh petani di berbagai negara. Dengan kemajuan
teknologi, gen insektisidal Bt ini telah dapat diisolasi dan diklon sehingga
membuka kemungkinan untuk diintroduksikan ke dalam tanaman.
B. thuringiensis
adalah bakteri yang menghasilkan kristal protein yang bersifat membunuh
serangga (insektisidal) sewaktu mengalami proses sporulasinya. Kristal protein
yang bersifat insektisidal ini sering disebut dengan δ-endotoksin. Kristal ini
sebenarnya hanya merupakan protoksin yang jika larut dalam usus serangga akan
berubah menjadi polipeptida yang lebih pendek (27-149 kd) serta mempunyai sifat
insektisidal. Pada umumnya kristal Bt di alam bersifat protoksin, karena adanya
aktivitas proteolisis dalam system pencernaan serangga dapat mengubah
Bt-protoksin menjadi polipeptida yang lebih pendek dan bersifat toksin. Toksin
yang telah aktif berinteraksi dengan sel-sel epithelium di midgut serangga.
Bukti-bukti telah menunjukkan bahwa toksin Bt ini menyebabkan terbentuknya
pori-pori (lubang yang sangat kecil) di sel membran di saluran pencernaan dan
mengganggu keseimbangan osmotik dari sel-sel tersebut. Karena keseimbangan
osmotik terganggu, sel menjadi bengkak dan pecah dan menyebabkan matinya
serangga.
Keberhasilan
Bt sebagai mikrobial pestisida tidak hanya tergantung dari faktor-faktor yang
telah dikemukakan, tetapi juga keberhasilan dalam menciptakan pasar. Jika pasar
tidak tercipta maka usaha untuk membuat biopestisida Bt yang memerlukan biaya
mahal akan sia-sia.
3.4. Jamur
Entomopatogen sebagai Bioinsektisida untuk Pengendali Wereng Coklat (Herlinda
et.al.,2008)
Pengendalian
hayati dengan memanfaatkan jamur yang patogenik bagi serangga hama berpotensi
untuk dikembangkan. Salah satu jenis jamur entomopatogenik yang terbukti cukup
efektif membunuh serangga hama dari ordo Lepidoptera, Coleoptera (Wraight &
Ramos, 2002), Hemiptera, dan Homoptera adalah Beauveria bassiana (Bals.) Vuill., sedangkan Metarhizium
spp. efektif membunuh, antara lain ordo Orthoptera, Lepidoptera, Homoptera, dan
Coleoptera.
Kedua
genus jamur ini juga telah dikembangkan dalam bentuk bioinsektisida formulasi
padat. Jamur tersebut mampu mengendalikan hama dengan membuat hama serangga
sakit lalu mengalami kematian. Jamur Beauveria
sp. ini berbentuk hifa (benang-benang halus) dan akan membentuk miselia.
Cendawan satu ini mampu mengendalikan hama walang sangit, wereng batang coklat,
dan kutu (Aphids sp.) (Anonim, 2011).
Proses
yang dilakukan cendawan Beauveria sp.
dan Metarrhizium sp. untuk
mengendalikan hama yaitu spora cendawan tersebut masuk ke tubuh serangga. Inokulum
atau spora cendawan akan menempel pada hama serangga dan berkecambah,
selanjutnya berkembang membentuk tabung kecambah. Lalu, kulit serangga
(integumen) ditembus spora sehingga spora masuk ke tubuh serangga, saluran
pencernaan,pernapasan, dan integument hama serangga. Perlu diketahui,
keberhasilan bioinsektisida ini dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, dan sinar
matahari (Anonim, 2011).
Serangga
yang dimasuki cendawan Beauveria sp.
akan mengalami kematian. Cendawan ini mengeluarkan racun beauvericin yang
berkembang dan menyerang seluruh jaringan tubuh serangga sehingga mengalami
kematian. Kematian yang disebabkan racun ini menjadikan hama serangga mati
seperti mumi. Sementara serangga yang terserang Metarrhizium akan mati dengan
tubuh rapuh (Anonim, 2011).
3.5. Tricoderma spp. sebagai Biofungisida (Nurhayati, 2011)
Banyak jamur yang dapat bersaing secara antagonis. Hal
ini mempengaruhi keseimbangan alami mikroflora dalam tanah, filosfer ataupun
rizosfer sehingga dapat dimanfaatkan sebagai agensia hayati. Jamur parasit
fakultatif dengan bantuan enzim dan senyawa toksik yang dapat dihasilkan dapat
merusak inangnya serta menyerap makanan dari sel-sel inang yang telah mati.
Sebaran jamur golongan ini sangat luas dan dapat diperbanyak pada media buatan.
Jamur mampu masuk melalui dinding hifa inang sehingga sangat potensial untuk
dimanfaatkan sebagai agensia pengendali hayati. Beberapa diantaranya adalah Tricoderma spp, yang digunakan untuk
menekan jamur patogen seperti damping off. Jamur antagonis dengan modus aksi
mikoparasitisme berpotensi untuk terus dikembangkan sebagai biofungisida karena
mampu mengendalikan struktur istirahat patogen (Adams, 1990).
Kemampuan jamur untuk berada di habitat tertentu seperti
tanah ataupun dipermukaan bagian tanaman sebagian ditentukan oleh hubungan
interaksi dengan mikroorganisme lainnya. Hubungan yang bersifat antagonis satu
dengan lainnya sehingga berpotensial digunakan sebagai agensia hayati. Diantara
contoh jamur yang bersifat antagonis ini adalah Tricoderma spp, Penicillum spp, dan Gliocladium. Jamur- jamur tersebut dapat bersifat antagonis
terhadap patogen tanaman baik yang terdapat pada tanah, permukaan inang seperti
biji, benih dan didekat bagian terinfeksi. Kelompok jamur Tricoderma saat ini telah diformulasikan sebagai biofungisida
terdaftar untuk pengendalian hayati beberapa patogen pertanian dan kehutanan
(Direktorat pupuk dan pestisida, 2001).
BAB IV
KESIMPULAN
Dari pembahasan mengenai penggunaan
biopestisida sebagai biokontrol dapat disimpulkan, bahwa :
1.
Mikroorganisme seperti bakteri dari
jenis Bacillus thuringiensis dan
jamur jenis Metarhizium spp., Bauveria bassiana dan Trichoderma spp. dapat digunakan sebagai
agen pengendali hayati (biokontrol) terhadap hama dan penyakit.
2.
Mekanisme biokontrol oleh mikroorganisme
dapat dilakukan melalui proses Antibiosis, Kompetisi dan Hiperparasit.
3.
Beberapa keuntungan penggunaan
mikroorganisme sebagai biokontrol adalah aman bagi manusia, dapat mencegah timbulnya ledakan organisme pengganggu
tanaman sekunder, produk tanaman yang dihasilkan bebas dari residu pestisida
dan menghemat biaya produksi serta
ramah lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, P.B. 1990. The Potential of Mycoparasites for biological
control of plant: Diseases Annun.rev.Phtopathol, 28:59-72.
Anonim. 2011. Bioinsektisida
Beauveria sp. http://matoa.org/bioinsektisida-beauveria-sp/. Diakses pada Sabtu, 9 Maret 2013 pukul 10.00.
Arief, arifin. 1994. Perlindungan Tanaman Hama Penyakit dan Gulma.
Usaha Nasional. Surabaya.
Aryulina, Diah., dkk.
2006. Biologi 3 SMA dan MA kelas XII.
Penerbit Erlangga. Jakarta
Bahagiawati. 2002. Penggunaan Bacillus thuringiensis sebagai
Bioinsektisida. Buletin AgroBio 5(1):21-28.
Direktorat Pupuk dan Pestisida.
2001. Pestisida untuk Pertanian dan
Kehutanan. Direktorat Jenderal Bina Sarana Pertanian. Departemen Pertanian
Jakarta.
Herlinda et.al.,. 2008. Jamur Entomopatogen Berformulasi Cair
sebagai Bioinsektisida untuk Pengendali Wereng Coklat. Agritrop 27(3):119-126.
(2008)
Ir.
Novizan. 2002. Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan. PT. Agromedia
Pustaka. Depok
Nurhayati. 2011. Penggunaan Jamur Dan Bakteri Dalam
Pengendalian Penyakittanaman Secara Hayati Yang Ramah Lingkungan. ISBN:
978-979-8389-18-4.
Sudarmo, subiyakto. 1995. Pengendalian Hama dan Gulma Pada Tanaman
Perkebunan. Kanius.Yogyakarta.
Triharso. 2004. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Wagiman, F.X. 2003. Hama Tanaman : Cemiri Morfologi, Biologi dan Gejala Serangan.
Jurusan Hama Dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada.Yogayakarta.
Wijiyono. 2008. Mikroba Biokontrol. http://wijiyovan.wordpress.com/2008/12/10/mikroba-biokontrol/. Diakses pada Sabtu, 9 Maret 2013 pukul 09.50.
Yuliar.
2008. Skrining Bioantagonistik Bakteri
untuk Agen Biokontrol Rhizoctonia solani
dan Kemampuannya dalam Menghasilkan
Surfaktin. http://biodiversitas.mipa.uns.ac.id/D/D0902/D090201.pdf
/
Diakses pada tanggal 09 Maret 2013 21.39
0 komentar " ", Baca atau Masukkan Komentar
Post a Comment