Mata Kuliah Tata Guna Biologi
KONSERVASI SUMBERDAYA PERIKANAN DAN
WILAYAH PESISIR BERBASIS EKOSISTEM
Paper
Disusun oleh
140410100015 Vina Rizkawati
140410100028 Nunung Nurhafifah
140410100045 Irpan Fauzi
140410100056 Novandha L Wilyama
140410100071 Julianti Nur C
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2013
PAPER: Marine Resources and Coastal Ecosystem-based Conservation
1
ABSTRAK
Konservasi merupakan salah satu upaya pengelolaan sumber daya hayati
dengan pemanfaatan yang bijaksana sehingga dapat menjamin kesinambungan
persediaan untuk generasi selanjutnya. Namun demikian, terdapat indikasi bahwa
salah satu sumber daya hayati potensial yakni sumber daya perikanan dan pesisir
telah terancam kelestariannya karena ulah tanga manusia. Penelitian ini
menggunakan metode studi literatur (library research) dengan analisis deskriptif
untuk mengkaji betapa pentingnya konservasi sumber daya perikanan dan pesisir
yang berbasis ekosistem. Cara mendapatkan data diperoleh dengan cara membaca
literatur buku, makalah, majalah, artikel dan hasil laporan penelitian. Berdasarkan
penelitian, hal-hal yang menjadi ancaman terhadap biodiversitas, diantaranya
kerusakan habitat, eksploitasi berlebihan, kompetisi oleh spesies eksotik,
pengelolaan sumberdaya yang tidak memenuhi kaidah pembangunan
berkelanjutan dan konservasi. Karena alasan tersebut maka menjadi sangat
penting dilakukannya upaya konservasi yang berbasis ekosistem agar sumber daya
perikanan dan pesisir di Indonesia tetap terjaga kelestariannya. Adapun tujuan dari
konservasi berbasis ekosistem ini adalah pengelolaan untuk mempertahankan
kesehatan, produktivitas dan ketahanan lingkungan yang memberikan jasa
ekosistem yang dibutuhkan oleh manusia, baik saat ini maupun di masa
mendatang.
Keyword: konservasi, sumberdaya perikanan, pesisir, berbasis ekosistem
PAPER: Marine Resources and Coastal Ecosystem-based Conservation
2
DAFTAR ISI
ABSTRAK ……………………………………………………………………… 1
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………. 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………… 3
1.2 Identifikasi Masalah ………………………………………………………… 4
1.3 Tujuan ……………………………………………………………………….. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sumberdaya Perikanan ……………………………………………………..... 6
2.1.1 Potensi Sumberdaya Perikanan dan Pesisir di Indonesia ……………… 6
2.1.2 Ancaman Kerusakan …………………………………………………... 8
2.1.3 Peran yang Terkandung di Wilayah Pesisir ……...………………….… 9
2.1.4 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Masa Kini …………………... 10
2.2 Konservasi Berbasis Ekosisten …………………………………………….. 11
2.2.1 Pengertian Konservasi Berbasis Ekosistem ………………………….. 11
2.2.2 Prinsip Konservasi Berbasis Ekosistem ……………………………… 12
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Ancaman yang Dihadapi Indonesia dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan
dan Wilayah Pesisir ………………………………………………………… 13
3.1.1 Pemanfaatan yang Tak Seimbang …………………………………..... 13
3.1.2 Pengaruh Kegiatan Manusia …………………………………………. 14
3.1.3 Pencemaran Limbah ………………………………………………….. 15
3.2 Langkah yang Tepat untuk Konservasi Sumberdaya Perikanan dan Wilayah
Pesisir Berbasis Ekosistem ………………………………………………. 17
3.3 Hal yang Mendukung Konservasi Sumberdaya Perikanan dan Pesisir ……. 17
BAB IV KESIMPULAN ……………………………………………………… 19
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………. 20
PAPER: Marine Resources and Coastal Ecosystem-based Conservation
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Laut Indonesia merupakan salah satu pusat keanekaragaman tertinggi di dunia,
baik keanekaragaman hayati maupun materil. Terumbu karang Indonesia
dianggap sebagai pusat dari segitiga terumbu karang (coral triangle) dunia.
Indonesia yang memiliki luas 5,8 juta Km2 dengan lebih dari 13.000 pulau di
dalamnya terkandung berbagai potensi perikanan tangkap lestari sebesar 6,4 juta
ton, lahan budidaya sekitar 1,1 juta Ha, dan potensi lain baik dari udang-udangan,
kerang-kerangan, maupun mamalia laut. Deparetemen Kelautan dan Perikanan
mengklaim bahwa Luas Kawasan Konservasi Laut Indonesia pada awal Tahun
2005 memiliki luas ± 7.227.757,26 Ha atau 7,2 Km2 pada 75 kawasan konservasi.
Sekitar 80% industri dan 75% kota besar Indonesia berada di wilayah pesisir. Dari
sekitar 60 cekungan minyak dan gas bumi yang dimiliki Indonesia, 70% nya
berada di laut. Diperkirakan cadangan minyak bumi di laut Indonesia dapat
mencapai 9,1 milyar barrel.
Sumberdaya perikanan dan pesisir dapat memberikan manfaat yang besar bagi
Indonesia. Sumberdaya perikanan dianggap sebagai aset negara yang memberikan
menyediakan protein hewani yang berkualitas tinggi dan relatif murah, sebagai
pemasok bahan baku berbagai industri, dan juga sebagai mata pencaharian warga
di daerah pesisir yang kebanyakan menjadi nelayan. Di samping potensinya
sebagai penyedia kebutuhan domestik, jika dimanfaatkan, sumberdaya perikanan
dan pesisir dapat dijadikan sebagai penghasil devisa Negara.
Di wilayah pesisir, kita dapat melihat terumbu karang yang bertugas menahan
terpaan ombak dan dijadikan tempat hidup berbagai ikan dan biota laut, serta
hutan mangrove yang bertugas menjaga sebagai penahan gelombang, penyaring
bahan pencemar, dan penyedia zat hara bagi biota laut.
Sungguh anugerah perikanan yang megah telah terbenam di Indonesia kita.
Namun pengembangan dan pengelolaan konservasi sumberdaya baik perikanan
PAPER: Marine Resources and Coastal Ecosystem-based Conservation
4
maupun pesisir di Indonesia nampaknya ini belum memenuhi kaidah konservasi
dan pembangunan yang berkelanjutan. Sehubungan dengan hal itu, upaya
pengelolaan lingkungan dan konservasi sumberdaya pesisir dan laut berbasis
ekosistem merupakan langkah yang penting dan strategis.
Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk serta faktor-faktor ekonomi
lain, menyebabkan tekanan terhadap sumberdaya alam laut dan ekosistemnya
semakin meningkat pula yang berpengaruh pada menurunnya produktivitas dan
keanekaragaman sumberdaya hayati tersebut. Banyak hal yang mengawali hal ini,
misalnya pemburuan sumberdaya laut yang bersifat eksploitasi, pengunaan bahan
peledak, limbah industri dan domestik yang bermuara di laut, over fisihing, dan
banyak hal lainnya.
Konservasi berbasis ekosistem dewasa ini telah menjadi tuntutan dan
kebutuhan yang harus dipenuhi sebagai harmonisasi serta penyelaras atas
kebutuhan ekonomi masyarakat dan keinginan untuk terus melestarikan
sumberdaya yang ada bagi masa depan. Upaya-upaya yang komprehensif dari
berbagai pihak, pemerintah, non-pemerintah, dan masyarakat harus dilakukan
guna pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat dengan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan yang berbasiskan pada ekosistem. Konservasi
berbasis ekosistem tidak hanya menekankan pada pemanfaatan, tapi juga
memperhatikan fungsi ekosistem bagi masa kini maupun masa mendatang.
Mengingat hal tersebut, kami mencoba mengangkat topic terkait menjadi
bahasan paper yang telah kami susun. Kami berharap tulisan ini dapat
memberikan informasi yang berguna dalam penanganan sumberdaya perikanan
dan pesisir secara berkelanjutan.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, identifikasi permasalahan yang dapat
diambil adalah sebagai berikut:
1. Ancaman dan hambatan apa saja yang di hadapi Indonesia dalam
pengelolaan sumberdaya perikanan dan wilayah pesisir.
PAPER: Marine Resources and Coastal Ecosystem-based Conservation
5
2. Bagaimana langkah yang tepat untuk mewujudkan konservasi berbasis
ekosistem di bidang perikanan dan wilayah pesisir.
3. Hal apa saja yang dapat mendukung konservasi sumberdaya perikanan dan
pesisir berbasis ekosistem.
1.3 Tujuan
Tujuan penyusunan paper ini adalah untuk memberi informasi betapa
pentingnya sumberdaya perikanan dan wilayah pesisir untuk dijaga agar dapat
diwariskan kepada generasi selanjutnya serta langkah - langkah konservasi dan
pengelolaan berbasiskan ekosistem. Selain itu, paper ini disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Tata Guna Biologi pada semester 6 Tahun akademik 2013.
PAPER: Marine Resources and Coastal Ecosystem-based Conservation
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sumberdaya Perikanan
2.1.1 Potensi Sumberdaya Perikanan dan Pesisir di Indonesia
Luas Wilayah Indonesia tidak kurang dari 5,8 juta km2 dan merupakan
negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 13.000 pulau yang
terdiri dari pulau besar dan pulau kecil. Wilayah Indonesia terbentang sepanjang
3.977 mil di antara samudera hindia dan samudera pasifik dengan panjang garis
lebih kurang 95.186 km. Didalam wilayah tersebut terkandung berbagai potensi
perikanan tangkap lestari sebesar 6,4 juta ton, lahan budidaya sekitar 1,1 juta Ha,
dan potensi lain baik dari udang-udangan, kerang-kerangan, maupun mamalia laut.
Deparetemen Kelautan dan Perikanan mengklaim bahwa Luas Kawasan
Konservasi Laut Indonesia pada awal Tahun 2005 memiliki luas ± 7.227.757,26
Ha atau 7,2 Km2 pada 75 kawasan konservasi.
Dilihat dari luasnya laut dan perairan Indonesia, potensi sumberdaya
perikanan juga dapat dinilai cukup besar, baik sumberdaya tangkap maupun
budidaya. Sumberdaya perikanan dianggap sebagai salah satu aset nasional yang
harus dikelola dengan baik dan memenuhi kaidah konservasi serta pembangunan
yang berkelanjutan.
Sumber daya perikanan dapat dipandang sebagai suatu komponen dari
ekosistem perikanan berperan sebagai faktor produksi yang diperlukan untuk
menghasilkan suatu output yang bernilai ekonomi masa kini maupun masa
mendatang. Disisi lain, sumber daya perikanan bersifat dinamis, baik dengan
ataupun tanpa intervensi manusia (SDA, 2009). Karena sifatnya yang kompleks
dan dinamis itulah pengelolaan sumberdaya perikanan harus ditinjau dari
beberapa aspek, yaitu ekonomi, ekologi, teknik, sosiologi, hukum, dan ilmu
lainnya.
Wilayah pesisir pada dasarnya tersusun dari berbagai macam ekosistem
(mangrove, terumbu karang, estuaria, pantai berpasir, dan lainnya) yang satu sama
PAPER: Marine Resources and Coastal Ecosystem-based Conservation
7
lain saling terkait, tidak berdiri sendiri. Wilayah pesisir merupakan ekosistem
sangat produktif yang berfungsi sebagai penopang utama bagi pertumbuhan
ekonomi. Lebih dari 55% dari hasil perikanan nasional berasal dari perikanan
tangkap di wilayah pesisir. Wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil merupakan
wilayah ekosistem yang kaya akan keanekaragaman hayati, termasuk terumbu
karang, mangrove, padang lamun, laguna, dan estuari. Wilayah pesisir dan pulaupulau
kecil di Indonesia merupakan rumah bagi 2.500 spesies moluska, 2.000
spesies krustasea, 6 jenis penyu, 30 spesies mamalia laut, dan lebih dari 2.000
spesies ikan. Dengan 70 genera dan 500 spesies karang keras yang meliputi
32.935 km2 (atau 16,5% dari luas terumbu karang dunia). Indonesia merupakan
bagian dari segi tiga terumbu karang (coral traingle), wilayah pesisir dan lautan
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia (Anonim, 2012).
Keanekaragaman hayati di wilayah pesisir dan laut meliputi
kenakearagaman genetik, spesies dan ekosistem. Pengertian kenakeragaman
hayati dan nilai manfaatnya baik secara ekonomis, sosial, budaya, dan estetika
perlu memperoleh perhatian serius agar strategi pengelolaan keanekaragaman
hayati pesisir dan laut sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
Salah satu sumberdaya hayati yang beranekearagam, diantaranya adalah
ekosistem terumbu karang, padang lamun, mangrove dan berbagai jenis ikan, serta
potensi jasa lingkungan kelautan yang sangat prospektif mendukung
perekonomian masyarakat pesisir yaitu pengembangan pariwisata bahari dan jasa
perhubungan laut (Anonim, 2012).
Menurut Anonim (2012), Ekosistem terumbu karang tersebut memberikan
multi manfaat, termasuk diantaranya untuk perlindungan pantai dari gelombang
badai, sumber makanan dan habitat biota, bahan genetik untuk obat, hamparan
pantai karang dan pasir, serta surga bawah aiir untuk menyelam bagi jutaan
wisatawan.
Berdasarkan MEOW (Marine Ecoregion of The World), Indonesia memiliki
12 ekoregion laut yang berpotensi menjadi kawasan konservasi laut, yaitu: Papua,
Laut Banda, Nusa Tenggara, Laut Sulawesi/Selat Makassar, Halmahera,
Palawan/Borneo Utara, Sumatera Bagian Barat, Laut Sulawesi Timur/Teluk
PAPER: Marine Resources and Coastal Ecosystem-based Conservation
8
Tomini, Paparan Sunda/Laut Jawa, Laut Arafura, Jawa Bagian Selatan dan Selat
Malaka.
2.1.2 Ancaman Kerusakan
Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk dan pesatnya
kegiatan pembangunan di wilayah pesisir, bagi berbagai peruntukan (pemukiman,
perikanan, pelabuhan, obyek wisata dan lain-lain), maka tekanan ekologis
terhadap ekosistem dan sumberdaya pesisir dan laut itu semakin meningkat.
Meningkatnya tekanan ini tentunya akan dapat mengancam keberadaan dan
kelangsungan ekosistem dan sumberdaya pesisir, laut dan pulau-pulau kecil yang
ada di sekitarnya. Tekanan yang terjadi di wilayah pesisir adalah (Satriya, 2011):
1. Sebagai lahan tempat pembuangan limbah yang berasal dari aktifitas
manusia dan juga pembuangan limbah laut seperti tumpahan minyak.
2. Tekanan penduduk, lebih dari 50% populasi penduduk dunia tinggal di
wilayah pesisir dan dua pertiga kota-kota yang populasinya sangat tinggi
berada 60 kilometer dari garis pantai.
3. Konflik kepentingan yang terjadi di daratan pesisir dan sumberdaya lautan
yang dimanfaatkan antara beberapa sektor pembangunan.
4. Pengembangan wisata bahari yang tidak memperhatikan aspek-aspek
konservasi terhadap lingkungan, ini terutama terjadi di daerah kepulauan.
Ancaman kerusakan sumberdaya perikanan pesisir dan keanekaragaman
hayati yang terkandung didalamnya dapat terjadi dari berbagai faktor, Hal-hal
yang menjadi ancaman terhadap biodiversitas, diantaranya kerusakan habitat,
eksploitasi berlebihan, kompetisi oleh spesies eksotik, pengelolaan sumberdaya
yang tidak memenuhi kaidah pembangunan berkelanjutan dan konservasi, dan
sebagainya.
Dilihat dari penyebabnya maka kerusakan sumberdaya perikanan dan pesisir
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (1) kerusakan karena alam; dan (2) kerusakan
karena aktivitas manusia (antropogenik). Kerusakan secara fisik disebabkan
karena faktor alami misalnya peristiwa geologis, dll. Sedangkan kerusakan karang
diakibatkan oleh manusia atau antropogenik. Contoh-contoh penyebab kerusakan
PAPER: Marine Resources and Coastal Ecosystem-based Conservation
9
karang akibat ulah manusia adalah penggunaan alat-alat penangkapan ikan yang
membahayakan kehidupan karang serta biota laut lain, seperti penggunaan
muroami, bahan peledak, bahan beracun, penambangan karang, dan limbah sisa
buangan, baik dari aktivitas industri maupun domestik yang ada di daerah daratan.
Aktivitas-aktivitas tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung, akan
menjadi ancaman bagi potensi kekayaan sumberdaya perikanan dan pesisir kita.
Kerusakan terumbu karang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor
fisik, kimia dan biologis, kerusakan terumbu karang secara fisik, antara lain
disebabkan oleh bencana alam (seperti badai, typhoon, tsunami) dan peristiwa
geologis (seperti gempa bumi), dll. Bahan-bahan kimia, yang mungkin
merusakkan karang antara lain pestisida, detergen, pupuk, minyak, logam berat,
dan radio aktif. Kerusakan karena faktor alam biologis, kejadian yang umum
adalah akibat adanya pemangsa polip-polip karang, seperti Acanthaster planci,
ikan dsbnya.
Menurut Salm (1984) 16 % dari total hasil ekspor ikan dari Indonesia
berasal dari daerah karang. Akan tetapi di balik potensi tersebut, aktivitas manusia
baik disengaja maupun tidak disengaja seperti industrialisasi, pertanian,
pertambangan, pariwisata, dan perhubungan telah menyebabkan terjadinya
pencemaran atau kerusakan lingkungan di daerah pesisir. Akibat rendahnya
kualitas air laut, potensi sumberdaya hayati perikanan di wilayah tersebut,
menjadi berkurang atau bahkan punah.
2.1.3 Peran yang Terkandung di Wilayah Pesisir
Ekosistem wilayah pesisir adalah peralihan antara ekosistem darat dan laut
yang saling berinteraksi membentuk suatu konektivitas dengan menjalankan
fungsinya masing-masing. Wilayah pesisir dan laut secara ekologi merupakan
tempat hidup beberapa ekosistem yang unik dan saling berhubungan, dinamis dan
produktif. Ekosistem utama yang umumnya terdapat di wilayah pesisir meliputi
(Masrur, 2008) :
1. Ekosistem mangrove
2. Ekosistem lamun
3. Ekosistem terumbu karang
PAPER: Marine Resources and Coastal Ecosystem-based Conservation
10
Dalam pentingnya keberadaan sumberdaya perikanan, terdapat dua jenis
ekosistem penting bagi perikanan, yakni hutan mangrove dan estuaria. Menurut
SDA (2009), lingkungan mangrove adalah salah satu jenis lahan rawa yang
terdapat di wilayah pesisir laut dengan karakteristik yang unik. Sumbangan utama
lingkungan mangrove bagi perikanan adalah karena lingkungan tersebut
memberikan kontribusi dalam bentuk penyediaan bahan makanan berupa zat hara
bagi biota-biota laut sehingga perairan di sekitarnya sangat cocok sebagai daerah
asuhan bagi berbagai jenis udang dan ikan. Selain itu, mangrove berfungsi juga
sebagai penyaring bahan pencemar di perairan serta berfungsi sebagai penahan
gelombang.
Estuaria (daerah pantai perteman antara air laut dan air tawar) juga memiliki
karakteristik yang unik, terutama karena adanya dinamika perubahan salinitas
serta faktor-faktor terkait yang mempengaruhinya, termasuk dalam ekosistem
estuaria adalah muara sungai, teluk pesisir, rawa pasang surut dan perairan yang
terdapat di belakang tanggul pantai (SDA, 2009). EKosistem estuaria berpotensi
sebagai daerah pengangkapan ikan (fishing grounds) yang baik.
Terumbu karang (Coral Reefs) yang kebanyakan ‘berumah’ di wilayah
pesisisr pantai merupakan kumpulan masyarakat (binatang) karang (reef corals),
yang hidup di dasar perairan, yang berupa batuan kapur (CaCO3), dan mempunyai
kemampuan yang cukup kuat untuk menahan gaya gelombang laut. Binatangbinatang
karang tersebut umumnya mempunyai kerangka kapur, demikan pula
algae yang berasosiasi di ekosistem ini banyak diantaranya juga mengandung
kapur. Di samping biota tersebut, banyak organisme-organisme lain, seperti ikan,
kerang, lobster, penyu, yang juga hidup di berasosiasi di ekosistem terumbu
karang (Dawes, 1981 dalam Satriya, 2011).
Padang lamun (tumbuhan berbunga yang beradaptasi pada kehidupan di
lingkungan bahari) dijadikan sebagai habitat utama ikan duyung, bulu babi, penyu
hijau, ikan baronang, kakatua dan teripang (Chyntia, 2009).
2.1.4 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Masa Kini
Menurut Adrianto (2011), Pengelolaan perikanan di Indonesia dimulai
dengan inisiatif yang muncul dari masyarakat lokal yang menggunakan
PAPER: Marine Resources and Coastal Ecosystem-based Conservation
11
pengetahuan dan pemahaman tradisional yang mereka miliki secara turun temurun,
dan kemudian dilembagakan dengan menggunakan sistem hukum adat (customary
laws). Dengan kata lain, kebanyakan pengelolaan dan konservasi sumberdaya
perikanan dan pesisir masih berbasis masyarakat atau adat.
Pemanfaatan sumberdaya ikan di beberapa Wilayah Pengelolaan Perairan
(WPP) di Indonesia saat ini dihadapkan pada persoalan kelangkaan sumberdaya
ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing). Fenomena
penurunan produksi tangkapan telah menimbulkan kekhawatiran masyarakat akan
terjadinya kelangkaan sumberdaya ikan di Indonesia, yang berakibat pada
menurunnya kesejahteraan nelayan.
Menurut Anonim (2012), Potensi sumberdaya pesisir dan laut yang
melimpah di Indonesia, sampai saat ini masih belum mampu mengangkat
kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat di wilayah pesisir dan pulaupulau
kecil. Masyarakat masih bergelut dengan kemiskinan, tingkat pendidikan
yang rendah dan kualitas kesehatan yang kurang baik serta cenderung dalam
ketidakberdayaan menghadapi berbagai masalah.
Sumberdaya perikanan dan kelautan yang dimiliki Indonesia sangat besar
potensinya. Namun, potensi ini belum dikelola dan dimanfaatkan secara benar,
bertanggung jawab dan berkelanjutan demi kesejahteraan masyarakat. Hal ini
disebabkan masih kurangnya pengetahuan dan informasi para pelaku kegiatan
akan pentingnya memanfaatkan dan mengolah secara lestari dan
berkesinambungan. Misalnya kawasan pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil di
wilayah Bentang Laut Papua sendiri memiliki sumberdaya perikanan, migas,
wisata, perhubungan laut dan potensi konservasi yang tinggi. Dengan potensi
sumber daya alam yang sangat besar, kawasan ini mungkin sekali dimanfaatkan
dan dikembangkan sebagai penghasil devisa negara dan kebutuhan konsumsi
domestik (Listriana, 2013).
Menurut Listriana (2013), pemanfaatan dan pengolahan sumberdaya alam
perikanan dan laut masih belum optimal dan kurang tepat sasaran. Penggunaan
bom molotov dan racun sianida dalam penangkapan ikan oleh para nelayan,
penambangan di tengah laut yang kurang memperhatikan nilai lingkungan tanpa
PAPER: Marine Resources and Coastal Ecosystem-based Conservation
12
antisipasi penanganan yang memadai bila terjadi kebocoran, dan pencemaran
yang berasal dari daratan (sampah organik maupun anorganik) akan menimbulkan
dampak yang sangat fatal yaitu terhentinya proses regenerasi yang mengakibatkan
kelangkaan, atau lebih jauh lagi, kepunahan biota-biota yang hidup di perairan.
Pengembangan sumberdaya kelautan dan perikanan, kawasan pesisir dan laut
perlu direncanakan dengan cermat, sesuai karakteristik wilayahnya.
Pengelolaan sumberdaya perikanan dan pesisir seharusnya dilihat sebagai
satu kesatuan dimana pengelolaannya tidak hanya focus terhadap satu spesies atau
satu ekosistem saja, tapi melihat keseluruhan ekosistem yang ada di lingkungan
wilayah pengembangan, hubungan antara satu ekosistem dengan ekosistem yang
lainnya, peran ekosistem tersebut terhadap lingkungan laut, serta pengaruhnya
terhadap aktivitas masyarakat sekitar.
2.2 Konservasi Berbasis Ekosistem
2.2.1 Pengertian Konservasi Berbasis Ekosistem
Biologi konservasi merupakan salah satu cabang ilmu biologi yang
mempelajari alam dan keanekaragaman hayati di bumi dengan tujuan untuk
melindungi spesies, habitat, ekosistem dari kepunahan biologi konservasi juga
merupakan gabungan ilmu sains, ekonomi, dan managemen sumber daya alam.
Biologi konservasi berkaitan erat dengan konsep keanekaragaman hayati,
penyebaran dan migrasi, demografi, populasi dan pembudidayaan.
Adapun tujuan dari konservasi biologi adalah untuk mewujudkan kelestarian
sumberdaya alam hayati serta kesinambungan ekosistemnya sehingga dapat lebih
mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan
manusia. Di Indonesia, kegiatan konservasi seharusnya dilaksanakan secara
bersama oleh pemerintah dan masyarakat, mencakup masayarakat umum, swasta,
lembaga swadaya masayarakat, perguruan tinggi, serta pihak – pihak lainnya
(Arsyad, 1986).
Pengelolaan berbasis ekosistem bertujuan untuk mempertahankan kesehatan,
produktivitas dan ketahanan lingkungan yang memberikan jasa ekosistem yang
PAPER: Marine Resources and Coastal Ecosystem-based Conservation
13
dibutuhkan oleh manusia, baik saat ini maupun di masa mendatang (Huffard, et al,
2010).
2.2.2 Prinsip Konservasi Berbasis Ekosistem
Berdasarkan kajian penelitian yang dilakukan oleh Lackey (1998), ada tujuh
prinsip pengelolaan sumberdaya alam berbasis ekosistem, yaitu:
1. Harus dilakukan secara berkesinambungan dengan memperhatikan
perubahan dan skala prioritas;
2. Harus memiliki batasan-batasan yang jelas;
3. Memelihara keberadaan ekosistem untuk mencapai manfaat sosial yang
diinginkan;
4. Menjaga ekosistem dari aktivitas yang dapat merusak ekosistem dan
melebihi daya dukung ekosistem;
5. Harus menjaga keanekagaraman hayati;
6. Memperhatikan daya dukung ekosistem;
7. Harus didukung dengan informasi ilmiah yang dapat
dipertanggungjawabkan dalam pengambilan keputusan.
PAPER: Marine Resources and Coastal Ecosystem-based Conservation
14
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Ancaman yang Dihadapi Indonesia dalam Pengelolaan Sumberdaya
Perikanan dan Pesisir
Lingkungan pesisir terdiri dari bermacam ekosistem yang berbeda kondisi dan
sifatnya. Pada umumnya ekosistem kompleks dan peka terhadap gangguan. Dapat
dikatakan bahwa setiap kegiatan pemanfaatan dan pengembangannya di manapun
juga di wilayah pesisir secara potensial dapat merupakan sumber kerusakan bagi
ekosistem di wilayah tersebut. Rusaknya ekosistem berarti rusak pula sumber
daya di dalamnya. Agar akibat negatif dari pemanfaatan beranekaragam dapat
dipertahankan sekecikecilnya dan untuk menghindari pertikaian antarkepentingan,
serta mencegah kerusakan ekosistem di wilayah pesisir, pengelolaan, pemanfaatan
dan pengembangan wilayah perlu berlandaskan perencanaan menyeluruh dan
terpadu yang didasarkan atas prinsip-prinsip ekonomi dan ekologi.
Secara garis besar gejala kerusakan lingkungan yang mengancam kelestarian
sumber daya pesisir dan lautan di Indonesia yaitu : pencemaran, degradasi fisik
habitat, over eksploitasi sumber daya alam, abrasi pantai, konservasi kawasan
lindung menjadi peruntukan pembangunan lainnya dan bencana alam.
Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut,
khususnya di Indonesia yaitu pemanfaatan tak seimbang, pengaruh kegiatan
manusia, dan pencemaran wilayah pesisir.
3.1.1 Pemanfaatan yang Tak Seimbang
Masalah penting dalam pemanfaatan dan pengembangan wilayah
pesisir di Indonesia adalah ketidakseimbangan pemanfaatan sumber daya
tersebut, ditinjau dari sudut penyebarannya dalam tata ruang nasional. Hal ini
merupakan akibat dari ketimpangan pola penyebaran penduduk semula
disebabkan oleh perbedaan keunggulan komparatif (comparative advantages)
keaadaan sumber daya wilayah pesisir Indonesia. Pengembangan wilayah
dalam rangka pembangunan nasional harus juga memperhatikan kondisi
PAPER: Marine Resources and Coastal Ecosystem-based Conservation
15
ekologis setempat dan faktor-faktor pembatas. Melalui perencanaan yang baik
dan cermat, serta dengan kebijaksanaan yang serasi, perubahan tata ruang
tentunya akan menjurus ke arah yang lebih baik
3.1.2 Pengaruh Kegiatan Manusia
Pemukiman di sekitar pesisir menghasilkan pola-pola penggunaan
lahan dan air yang khas, yang berkembang sejalan dengan tekanan dan tingkat
pemanfaatan, sesuai dengan keadaan lingkungan wilayah pesisir tertentu.
Usaha-usaha budidaya ikan, penangkapan ikan, pembuatan garam, eksploitasi
hutan rawa, pembuatan perahu, perdagangan dan industri, merupakan dasar
bagi tata ekonomi masyarakat pedesaan wilayah pesisir. Tekanan penduduk
yang besar sering mengakibatkan rusaknya lingkungan, pencemaran perairan
oleh sisa-sisa rumah tangga, meluasnya proses erosi, kesehatan masyarakat
yang memburuk dan terganggunya ketertiban dan keamanan umum.
Karena itu, perlu diperoleh pengertian dasar tentang proses perubahan
yang terjadi di wilayah pesisir. Dengan demikian, pemanfaatan sumber daya
yang terkandung di dalamnya dapat dikelola dengan baik. Perlu dihayati pula
bahwa sekali habitat atau suatu ekosistem rusak maka sukar untuk diperbaiki
kembali.
Selain beberapa hal tersebut yang dapat memicu terjadinya kerusakan
lingkungan pesisir dan laut, juga terdapat faktor lain. Kegagalan pengelolaan
SDA dan lingkungan hidup diakibatkan adanya tiga kegagalan dasar dari
komponen perangkat dan pelaku pengelolaan. Pertama akibat adanya
kegagalan kebijakan (lag of policy) yang menjadikan aspek lingkungan hanya
menjadi variabel minor. Padahal, dunia internasional saat ini selalu
mengaitkan segenap aktivitas ekonomi dengan isu lingkungan hidup, seperti
green product, sanitary safety, dan sebagainya. Salah satu contoh dari
kegagalan kebijakan tersebut adalah berkenaan dengan kebijakan
penambangan pasir laut. Di satu sisi, kebijakan tersebut dibuat untuk
membantu menciptakan peluang investasi terlebih pasarnya sudah jelas.
Namun di sisi lain telah menimbulkan dampak yang cukup signifikan dan
sangat dirasakan langsung oleh nelayan dan pembudidaya ikan di sekitar
PAPER: Marine Resources and Coastal Ecosystem-based Conservation
16
kegiatan. Bahkan secara tidak langsung dapat dirasakan oleh masyarakat di
daerah lain. Misalnya terjadi gerusan/abrasi pantai, karena karakteristik
wilayah pesisir bersifat dinamis.
Kedua, adanya kegagalan masyarakat (lag of community) sebagai
bagian dari kegagalan pelaku pengelolaan lokal akibat adanya beberapa
persoalan mendasar yang menjadi keterbatasan masyarakat. Kegagalan
masyarakat terjadi akibat kurangnya kemampuan masyarakat untuk dapat
menyelesaikan persoalan lingkungan secara sepihak, disamping kurangnya
kapasitas dan kapabilitas masyarakat untuk memberikan masukan kepada
pihak-pihak yang berkepentingan dan berkewajiban mengelola dan
melindungi lingkungan. Ketidakberdayaan masyarakat tersebut semakin
memperburuk posisi tawar (bargaining position) masyarakat sebagai pengelola
lokal dan pemanfaat SDA dan lingkungan. Misalnya saja, kegagalan
masyarakat melakukan penanggulangan masalah pencemaran yang
diakibatkan oleh kurang perdulinya publik swasta untuk melakukan
internalisasi eksternalitas dari kegiatan usahanya. Contoh kongkrit adalah
banyaknya pabrik-pabrik yang membuang limbah yang tidak diinternalisasi ke
DAS yang pasti akan terbuang ke laut atau kebocoran pipa pembuangan residu
dari proses ekstrasi minyak yang tersembunyi, dan sebagainya.
Ketiga, penanggulangan permasalahan lingkungan yang ada masih
bersifat parsial dan kurang terkoordinasi. Dampaknya, proses penciptaan coexistence
antar variable lingkungan yang menuju keharmonisan dan
keberlanjutan antar variabel menjadi terabaikan. Misalnya, solusi pembuatan
tanggul-tanggul penahan abrasi yang dilakukan di beberapa daerah Pantai
Utara (Pantura) Jawa, secara jangka pendek mungkin dapat menanggulangi
permasalahan yang ada, namun secara jangka panjang persoalan lain yang
mungkin sama atau juga mungkin lebih besar akan terjadi di daerah lain
karena karakteristik wilayah pesisir dan laut yang bersifat dinamis.
3.1.3 Pencemaran limbah
Dilihat dari sumber (asal) kejadiaanya, jenis kerusakan lingkungan ada
yang dari luar sistem wilayah pesisir dan juga dari dalam wilayah pesisir itu
PAPER: Marine Resources and Coastal Ecosystem-based Conservation
17
sendiri. Pencemaran berasal dari limbah yang dibuang oleh berbagai kegiatan
pembangunan (seperti tambak, perhotelan, pemukiman dan industri) yang
terdapat di dalam wilayah pesisir, dan juga berupa kiriman dari berbagai
kegiatan pembangunan di daerah lahan atas. Sumber pencemaran perairan
pesisir dan laut biasa terdiri dari limbah industri, limbah cair pemukinan
(sewage), limbah cair perkotaan (urban stormwater), pelayaran (shipping),
pertanian, dan perikanan budidaya. Bahan pencemar utama yang terkandung
dalam buangan limbah tersebut berupa: sedimen, unsur hara (nutriens), logam
beracun (toxic metals), pestisida, organisme eksotik, organisme pathogen,
sampah dan oxygen depleting substances (bahan-bahan yang menyebabkan
oksigen yang terlarut dalam air laut berkurang).
Bahan pencemar yang berasal dari berbagai kegiatan industri,
pertanian, rumah tangga di daratan akhirnya dapat menimbulkan dampak
negatif bukan saja pada perairan sungai tetapi juga perairan pesisir dan lautan.
Dampak yang terjadi kerusakan ekosistem bakau, terumbu karang, kehidupan
dari jenis-jenis biota (ikan, kerang, keong), terjadi abrasi, hilangnya benih
banding dan udang. Beberapa hal yang perlu diperhatikan terhadap bahanbahan
yang akan dibuang ke perairan, termasuk perairan wilayah pesisir
yaitu :
1. Macam, sifat, banyaknya dan kontinuitas bahan buangan;
2. Kemampuan daya angkut dan pengencer perairan yang berkaitan
dengan kondisi
3. oseanografi setempat;
4. Kemungkinan interaksi antara sifat-sifat kimia dan biologi bahan
buangan dengan
5. lingkungan perairan.
6. Pengaruh bahan buangan terhadap kehidupan dan rantai makanan;
7. Proses degradasi dan perubahan biogeokimia;
8. Prognose terhadap jumlah dan macam tambahan bahan pencemar
di hari depan;
9. Faktor-faktor lain yang khas.
PAPER: Marine Resources and Coastal Ecosystem-based Conservation
18
Jawa Barat memiliki kawasan pesisir dan laut yang potensial untuk
dikembangkan dengan cara memanfaatkan wilayah pesisir dan laut tersebut
melalui berbagai kegiatan pembangunan guna meningkatkan pendapatan asli
daerah. Panjang garis pantai propinsi Jawa Barat membentang di utara dari
Kabupaten Cirebon sampai Kabupaten Bekasi sepajang kurang lebih 365 km dan
di selatan membentang dari Kabupaten Ciamis sampai Kabupaten Sukabumi
sepanjang kurang lebih 355 km. Kawasan pesisir Jawa Barat dapat
dikelompokkan menjadi dua kawasan, yaitu kawasan pesisir utara (Pantai Utara
Jawa), dan kawasan pesisir selatan (Pantai Selatan Jawa). Kedua kawasan
memiliki beberapa perbedaan, baik yang menyangkut karakteristik fisik, potensi
sumberdaya dan ekosistem maupun tingkat pembangunan dan tekanan lingkungan.
Akan tetapi dibalik potensi yang dimiliki, terdapat berbagai permasalahan
yang menjadikan semakin tidak optimalnya pengelolaan wilayah pesisir dan laut
tersebut. Permasalahan yang terjadi di wilayah pesisir pantai Jawa Barat pada
umumnya meliputi terjadinya perubahan fungsi lahan, intrusi air laut, abrasi dan
akresi pantai, kerusakan dan berkurangnya luasan mangrove dan terumbu karang
3.2 Langkah yang Tepat untuk Konservasi Sumberdaya Perikanan dan
Pesisir Berbasis Ekosistem
Dalam rencana managemen kawasan pesisir (CZM) menurut Kenchington dan
Hudson (1995), dari lima dasar pendekatan yang digunakan, penetapan wilayah
merupakan prioritas utama. Dalam kawasan pesisir terdapat (a) zone pemeliharaan,
(b) daerah penelitian ilmiah, (c) daerah hutan belantara, (d) daerah taman nasional,
(e) daerah untuk rekreasi, dan (f) daerah pemanfaatan
Pembagian wilayah ke dalam beberapa zonasi ini penting untuk menjaga
keseimbangan ekosistem. Dalam hal ini jika semua dilakukan dengan benar maka
akan terbangun ekosistem yang terjaga. Tent saja hal ini tidak udah butuh
dukungan segala lapisan masyarakat.
3.3 Hal yang Mendukung Konservasi Sumberdaya Perikanan dan Pesisir
Banyak hal yang mendukung konservasi sumberdaya alam wilayah pesisir.
Khusus di indonesia yang menjadi masalah adalah kesejahtraan masyarakat pesisir.
PAPER: Marine Resources and Coastal Ecosystem-based Conservation
19
Tidak sedikit wilayah pesisisr yang sulit di jangkau. Terbatasnya sarana
transportasi menjadi salah satu penyebab ekonomi wilayah pesisir tidak
termaksimalkan. Hal ini tentu saja butuh dukungan dari oemerintah setempat.
Masyarakat mengambil peranan besar dalam hal ini. Tidak sedikit wilayah
pesisir rusak karena ekonomi masyarakat yang kekurangan. Misalnya saja hutan
mangrove ditebang demi pembangunan pemukiman warga. Padahal hutan
mangrove ini ekosistem penyangga yang penting. Banyak keanekaragaman hayati
yang bergantung pada ekosistem tersebut. Jadi kepadatan masyarakat di wilayah
pesisirpun mempengaruhi terhadam kelangsungan konservasi wilayah tersebut.
Karena alaminya masyarakat bergantung peda potensi alam setempat.
Penerapan zonasi di wilayah pesisir tentunya membutuhkan tindak lanjut.
Perlu adanya monitoring untuk memastikan bahwa sistem berjalan dengan
seharusnya. Apabila kesejahtraan warga pesisir dijamin pemerintah, maka upaya
penyalah gunaan lahan oleh masyarakat semakin kecil kemungkinan terjadi. Oleh
karena itu pentingnya tata guna lahan dalam hal konservasi menjadi mutlak.
Kesalahan dalam hal penempatan zonasi dapat berpengaruh pada rusaknya
sumberdaya alam tersebut.
PAPER: Marine Resources and Coastal Ecosystem-based Conservation
20
BAB IV
KESIMPULAN
1. Ancaman dan hambatan yang dihadapi Indonesia dalam pengelolaan
sumberdaya perikanan dan wilayah pesisir antara lain adanya kerusakan
habitat, eksploitasi berlebihan, kompetisi oleh spesies eksotik, pengelolaan
sumberdaya yang tidak memenuhi kaidah pembangunan berkelanjutan dan
konservasi, dan kurangnya pengetahuan dan informasi para pelaku kegiatan
akan pentingnya memanfaatkan dan mengolah sumber daya perikanan dan
wilayah pesisir secara lestari dan berkesinambungan.
2. Langkah yang tepat untuk mewujudkan konservasi berbasis ekosistem di
bidang perikanan dan wilayah pesisir yaitu mengembangkan dan menetapkan
strategi konservasi sumberdaya perikanan dan lingkungannya melalui upaya
perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan yang berkelanjutan pada tingkat
ekosistem, serta mengembangkan kerjasama nasional dan internasional di
bidang konservasi sumberdaya ikan dan lingkungannya
3. Hal yang dapat mendukung konservasi sumberdaya perikanan dan pesisir
berbasis ekosistem adalah melakukan penerapan zonasi di wilayah pesisir dan
adanya monitoring terhadap masyarakat untuk memastikan bahwa sistem
berjalan dengan seharusnya. Peerintah harus menjamin tata guna lahan dan
kesejahteraan warga pesisir, sebagai upaya memperkecil penyalahgunaan oleh
masyarakat.
PAPER: Marine Resources and Coastal Ecosystem-based Conservation
21
DAFTAR PUSTAKA
Adrianto, Lucky., et al. 2011. Konstruksi Lokal Pengelolaan Sumberdaya
Perikanan di Indonesia. IPB Press. Bogor.
Anonim. 2007. Strategi Konservasi. [ONLINE]. Tersedia:
http://www.artikellingkunganhidup.com/strategi-konservasi.html.
Diakses tanggal 9 Maret 2013.
Anonim. 2012. Mengenal Potensi Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan
Pulau uPulau Kecil di Indonesia. [ONLINE]. Tersedia:
http://xa.yimg.com. Diakses pada 9 Maret 2013.
Arsyad, S. 1986. Konservasi Untuk Meningkatkan Keanekaragaman Hayati.
Institut Pertanian Bogor.
Chyntia, Arum. 2009. PANTAI DAN PESISIR (GEOGRAFI). [ONLINE].
Tersedia: http://www.scribd.com/doc/14823726/PANTAI-DANPESISIR-
GEOGRAFI. Diakses pada 13 Maret 2013.
Dawes (1981) dalam Satriya, I. B. S. 2011. Konsep Perencanaan Konservasi
Berbasis Ekosistem dalam Menata Ruang Laut Terpadu. [ONLINE].
Tersedia: http://pesisirlautan.blogspot.com/. Diakses pada 9 Maret
2013.
Huffard, Christine., et al. 2010. Pengelolaan Berbasis Ekosistem di Bentang Laut
Kepala Burung Indonesia. Bird's Head Seascape. Papua.
Masrur, M. 2008. Wilayah Pesisir dan Laut. [ONLINE]. Tersedia:
http://muhamaze.wordpress.com/2008/09/05/wilayah-pesisir-dan-laut/.
Diakses pada 13 Maret 2013.
Listriana, Kartika. 2013. Mengembangkan Papua yang Kaya. [ONLINE].
Tersedia: http://bulletin.penataanruang.net/. Diakses pada 9 Maret
2013.
SDA. 2009. Kajian Inventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten
Pelalawan. [ONLINE]. Tersedia: http://www.pelalawankab.go.id/.
Diakses pada 9 Maret 2013.

0 komentar " ", Baca atau Masukkan Komentar

Post a Comment

Bantu dengan klik

Please Click Here!!