images.jpgTUGAS TATA GUNA BIOLOGI
PERAN DAN PELUANG ETNOBOTANI MASA KINI DI INDONESIA DALAM MENUNJANG UPAYA KONSERVASI DAN PENGEMBANGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

Disusun oleh
M. Firdaus Sugiarsa 140410100030
Dini Primadiani 140410100032
Rizka Purnamawati 140410100063
Silmi Nursyahidah 140410100102
Ilyas Nursyamsi 140410100104

Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Padjadjaran
2013

ABSTRAK
Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman flora yang tinggi. Semakin hari keaneragamannya kian menurun dan perlu dilakukan upaya konservasi. Etnobotani merupakan disiplin ilmu yang mempelajari hubungan anatar manusia dan sumber daya alam dan lingkungannya. Etnobotani berfungsi untuk mengetahui tumbuhan bernilai komersial dan meiliki menfaat bagi kehidupan Sebagai penghubung dan pembuka informasi yang dimiliki oleh masyarakat lokal tentang tumbuhan. Perkembangan etnobotani sangat pesat dan mampu memajukan teknologi melalui bioteknologi di berbagai negara. Manfaat etnobotani secara garis besar yaitu untuk ekonomi dan ekologi. Secara ekonomi etnobotani harus mampu mendukung upaya peningkatan daya saing produksi lokal dan menjadi bermakna di tingkat nasional, sedangkan secara ekologi etnobotani harus mampu meningkatkan sistem pengelolaan dan teknologi untuk melestarikan kemampuan dan fungsi lingkungan hidup. Selain itu etnobotani juga berperan dalam penerapan teknik tradisiona dalam mengkonservasi jenis-jenis khusus dan habitat yang mudah rusak serta konservasi tradisional plasma nutfah tanaman budidaya guna program pernuliaan masa datang.







DAFTAR ISI

ABSTRAKii
DAFTAR ISIiii
BAB I PENDAHULUAN1
1.1 Latar Belakang1
1.2 Identifikasi Masalah2
1.3 Tujuan 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA4
2.1 Keanekaragaman Flora di Indonesia4
2.2 Etnobotani11
2.3 Etnobotani dalam Konservasi Keanekaragaman Hayati12
BAB III PEMBAHASAN15
BAB IV KESIMPULAN20
DAFTAR PUSTAKA21





BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
Indonesia dikenal mempunyai keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora maupun fauna. Selain keanekaragaman hayati tersebut, Indonesia juga memiliki keanekaragaman yang lain yaitu keanekaragaman suku/etnis yang tersebar diseluruh Indonesia. Setiap suku di Indonesia mempunyai pengetahuan tradisional yang biasanya diwariskan secara turun-temurun kepada generasi berikutnya, yang pada umumnya dilakukan secara oral. Salah satu pengetahuan tradisional yang dimiliki suku di Indonesia yaitu pemanfaatan tumbuhan untuk kebutuhan sehari-hari.
Etnobiologi merupakan suatu bidang ilmu yang mempelajari hubungan tirnbal balik secara menyeluruh antara masyarakat lokal dengan alam lingkungannya meliputi sistem pengetahuan tentang sumber daya alam tumbuhan ( Cotton (1996) dan Purwa.nto (1999)). Etnobotani dimulai dari pengetahuan suku aborigin dan berkembang pesat ke berbagai negara hingga saat ini. Pada masa sekarang ini etnobotani mengalami kemajuan yang sangat pesat, terutama di Amerika, India dan beberapa negara Asia seperti Cina, Vietnam dan Malaysia. Di Australia penelitian etnobotani dicurahkan untuk mempelajari cara-cara tradisional dalam pengelolaan sumber daya alam tumbuhan, dengan memperhatikan aspek ekologis. Di benua Asia, terutama bertujuan untuk mendapatkan senyawa kimia baru guna bahan obat-obatan modern sedangkan di Afrika pengetahuan lebih terpusatkan kepada sistem pertaniannya.
Tujuan utama etnobotani pada awalnya adalah  untuk mengeksplorasi  tumbuhan yang mempunyai prospek ekonomi kemudian berkembang  meneksplor tumbuhan yang dapat digunakan segabai tumbuhan obat. Bersamaan dengan itu  berkembang pula cakupan etnobotani yang meliputi tumbuhan sebagai bahan seni, ritual dan peran lain dalam kehidupan masyarakat local. Etnobotani berkembang dari hanya mengungkapkan pemanfaatan keanekaragaman jenis tumbuhan oleh masyarakat lokal, berkembang dengan pesat yang cakupannya interdisipjiner meliputi berbagai bidang.
Kemajuan dan berkembang nya pengetahuan tentang etnobotani sangat bermanfaat bagi keadaan sumber daya alam saat ini. Ketika eksploitasi telah melebihi batas yang telah ditentukan dan merusak ekosistem sehingga mengganggu stabilitas kehidupan makhluk hidup, pengetahuan etnobotani membantu menyelsaikan permasalahan.
Dengan diketahuinya informasi tentang tumbuhan dari masyarakat local para peneliti dan akademisi mulai mencari dan menganalisis manfaat atau prospek ekonomi dari tumbuhan tersebut. Sehingga diharapkan dapat terus mengembangkan dan melestraikan keberadaan tumbuhan tersebut guna menunjang kebutuhan dan kemajuan masa kini melalui konservasi eksitu atapun insitu.

1.2  Identifikasi Masalah
1. Bagaiman peran etnobotani dalam upaya konservasi alam
2. Apa saja peluang dan manfaat etnobotani bagi kenajuan teknologi saat ini

1.3 Tujuan
            Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mengetahui peran dan peluang apa saja yang dimiliki oleh studi etnobotani untuk peningkatan keanekaragaman hayati dan upaya konservasi lingkungan















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keanekaragaman Flora di Indonesia
            Indonesia terletak di daerah tropik sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dibandingkan dengan daerah subtropik (iklim sedang) dan kutub (iklim kutub). Tingginya keanekaragaman hayati di Indonesia ini terlihat dari berbagai macam ekosistem yang ada di Indonesia, seperti: ekosistem pantai, ekosistem hutan bakau, ekosistem padang rumput, ekosistem hutan hujan tropis, ekosistem air tawar, ekosistem air laut, ekosistem savanna, dan lain-lain. Masing-masing ekosistem ini memiliki keaneragaman hayati tersendiri.
Tumbuhan (flora) di Indonesia merupakan bagian dari geografi tumbuhan Indo-Malaya. Flora Indo-Malaya meliputi tumbuhan yang hidup di India, Vietnam, Thailand, Malaysia, Indonesia, dan Filipina. Flora yang tumbuh di Malaysia, Indonesia, dan Filipina sering disebut sebagai kelompok flora Malesiana.
Hutan di daerah flora Malesiana memiliki kurang lebih 248.000 species tumbuhan tinggi, didominasi oleh pohon dari familia Dipterocarpaceae, yaitu pohon-pohon yang menghasilkan biji bersayap. Dipterocarpaceae merupakan tumbuhan tertinggi dan membentuk kanopi hutan. Tumbuhan yang termasuk famili Dipterocarpaceae misalnya Keruing (Dipterocarpus sp.), Meranti (Shorea sp.), Kayu garu (Gonystylus bancanus), dan Kayu kapur (Drybalanops aromatica).
Hutan di Indonesia merupakan bioma hutan hujan tropis atau hutan basah, dicirikan dengan kanopi yang rapat dan banyak tumbuhan liana (tumbuhan yang memanjat), seperti rotan. Tumbuhan khas Indonesia seperti durian (Durio zibetinus), Mangga (Mangifera indica), dan Sukun (Artocarpus sp.) di Indonesia tersebar di Sumatra, Kalimantan, Jawa dan Sulawesi (Azikin, 2011).
             Luas wilayah Indonesia ini hanya sekitar 1,3% dari luas bumi, namun mempunyai tingkat keberagaman kehidupan yang sangat tinggi. Untuk tumbuhan, Indonesia diperkirakan memiliki 25% dari spesies tumbuhan berbunga yang ada di dunia atau merupakan urutan negara terbesar ketujuh dengan jumlah spesies mencapai 20.000 spesies, 40% merupakan tumbuhan endemik atau asli Indonesia. Famili tumbuhan yang memiliki anggota spesies paling banyak adalah Orchidaceae (anggrek-anggrekan) yakni mencapai 4.000 spesies. Untuk jenis tumbuhan berkayu, famili Dipterocarpaceae memiliki 386 spesies, anggota famili Myrtaceae (Eugenia) dan Moraceae (Ficus) sebanyak 500 spesies dan anggota famili Ericaceae sebanyak 737 spesies, termasuk 287 spesies Rhododendrom dan 239 spesies Naccinium (Whitemore,1985 dalam Kusmana, 2010).
Untuk jenis paku-pakuan, Indonesia juga tercatat memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi mencapai lebih 4000 spesies tersebar hampir di seluruh wilayah Nusantara.  Untuk jenis rotan, tercatat ada sekitar 332 spesies terdiri dari 204 spesies dari genera Calamus, 86 spesies dari genera Daemonorps, 25 spesies dari genera Korthalsia, 7 spesies dari generaCeratolobus, 4 spesies dari genera Plectocomia, 4 spesies dari genera Plectocomiopsis dan 2 spesies dari generaMyrialepsis. Selain itu banyak juga jenis-jenis keanekaragaman tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai obat di Indonesia. Menurut catatan WHO sekitar 20.000 spesies tumbuhan dipergunakan oleh penduduk dunia sebagai obat. Zuhud & Haryanto (1994) mencatat ada sekitar 1.260 spesies tumbuhan yang secara pasti diketahui berkhasiat obat. Indonesia juga tercatat sebagai salah satu pusat Vavilov yaitu pusat sebaran keanekaragaman genetik tumbuhan budidaya/pertanian untuk tanaman pisang (Musa spp.) pala (Myristica fragrans), cengkeh (Syzygium aromaticum), durian (Durio spp.) dan rambutan (Nephelium spp.) (Kusmana, 2010).
Hutan Indonesia juga diketahui memiliki keanekaragaman jenis pohon palem (Arecaceae) tertinggi di dunia, lebih dari 400 spesies (70%) pohon meranti (Dipterocarpaceae) terbesar di dunia sebagai jenis kayu tropika primadona, dan memiliki 122 spesies bambu dari 1.200 spesies bambu yang tumbuh di bumi. Tingginya kekayaan keanekaragaman tumbuhan tersebut juga ditunjukkan oleh kekayaan di hutan Kalimantan. Misalnya, dalam satu hektar dapat tumbuh lebih dari 150 spesies pohon yang berlainan, tercatat 3.000 spesies pohon, serta memiliki 19 dari 27 spesies durian yang terdapat di kawasan Melanesia. Indonesia juga memiliki lebih dari 350 jenis rotan dan merupakan penghasil ¾ rotan dunia (Kusmana, 2010).
Kekayaan keanekaragaman hayati tersebut merupakan salah satu modal dasar dalam pelaksanaan pembangunan nasional, sehingga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, pemanfaatan tersebut harus sesuai dengan kemampuan (carrying capacity), karakteristik, dan fungsinya (Ismanto 2007).
Mengingat pentingnya keanekaragaman hayati sebagai penyedia berbagai barang dan jasa, mulai dari pangan, energi, dan bahan produksi hingga sumber daya genetik bahan dasar pemuliaan tanaman komoditas serta obat dan selain berfungsi juga untuk mendukung sistem kehidupan, maka pemanfaatan keanekaragaman hayati harus dilakukan dengan benar (Noor 2007).
Ancaman terhadap keanekaragaman hayati tersebut dapat terjadi melalui berbagai cara berikut
1.      Perluasan areal pertanian dengan membuka hutan atau eksploitasi hutannya sendiri akan mengancam kelestarian varietas liar/lokal yang hidup di sana (seperti telah diketahui bahwa varietas padi liar banyak dijumpai di hutan belukar, hutan jati dan hutan jenis lain). Oleh karena itu, sebelum pembukaan hutan perlu dilakukan ekspedisi untuk pengumpulan data tentang varietas liar/lokal.
2.      Rusaknya habitat varietas liar disebabkan oleh terjadinya perubahan lingkungan akibat perubahan penggunaan lahan.
3.      Alih fungsi lahan pertanian untuk penggunaan di luar sektor pertanian menyebabkan flora yang hidup di sana, termasuk varietas padi lokal maupun liar, kehilangan tempat tumbuh.
4.      Pencemaran lingkungan karena penggunaan herbisida dapat mematikan gulma serta varietas tanaman budidaya termasuk padi.
5.      Semakin meluasnya tanaman varietas unggul yang lebih disukai petani dan masyarakat, konsumen, akan mendesak/tidak dibudidayakannya varietas lokal.
6.      Perkembangan biotipe hama dan penyakit baru yang virulen akan mengancam kehidupan varietas lokal yang tidak mempunyai ketahanan.
        (Suhartini, 2009).



2.2 Etnobotani
Soekarman dan Riswan (1992) menyebutkan bahwa etnobotani berasal dari dua kata, yaitu etnos (berasal dai bahasa Yunani) yang berarti bangsa dan botany yang berarti tumbuh-tumbuhan. Menurut Soekarman dan Riswan (1992) istilah etnobotani sebenarnya sudah lama dikenal, etnobotani sebagai ilmu mempelajari pemanfaatan tumbuhan secara tradisional oleh suku-suku terkecil, saat ini menjadi perhatian banyak pakar karena keberadaanya dan statusnya. Rifai dan Waluyo (1992) mengemukakan bahwa etnobotani adalah mendalami hubungan budaya manusia dengan alam nabati sekitarnya. Dalam hal ini diutamakan pada persepsi dan konsepsi budaya kelompok masyarakat dalam mengatur sistem pengetahuan tentang tumbuhan yang dimanfaatkan di dalam masyarakat tersebut. Status etnobotani sebagai ilmu tidak mengalami masalah, akan tetapi status obyek penelitiannya sangat rawan karena cepatnya laju erosi sumber daya alam, terutama flora dan pengetahuan tradisional pemanfaatan tumbuhan dari suku bangsa tertentu. Untuk menunjang hal tersebut diperlukan pendokumentasian berupa dokumen tertulis, foto, majalah, film, atau dilakukan dengan pengumpulan spesimen (Anggana, 2011).
Etnobotani secara terminologi dapat dipahami sebagai hubungan antara botani (tumbuhan) yang terkait dengan etnik (kelompok masyarakat) di berbagai belahan bumi, dan masyarakat umumnya (Suryadarma 2008). Penelitian etnobotani diawali oleh para ahli botani yang memfokuskan tentang persepsi ekonomi dari suatu tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat lokal. Studi etnobotani akhirnya bermanfaat ganda, karena selain bermanfaat bagi manusia dan lingkungan, dan perlindungan pengetahuan tersebut, melalui perlindungan jenis jenis tumbuhan yang digunakan (Suryadarma 2008).
Etnobotani dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk mendokumentasikan pengetahuan masyarakat tradisioal, masyarakat awam yang telah menggunakan berbagai macam jasa tumbuhan untuk menunjang kehidupannya (Suryadarma 2008). Ahli etnobotani bertugas mendokumentasikan dan menjelaskankan hubungan kompleks antara budaya dan penggunaan tumbuhandengan fokus utama pada bagaimana tumbuhan digunakan, dikelola, dan dipersepsikan pada berbagai lingkungan masyarakat, misalnya sebagai makanan,obat,praktik keagamaan, kosmetik, pewarna, tekstil, pakaian, konstruksi, alat,mata uang, sastra, ritual, serta kehidupan sosial (Acharya & Anshu 2008).
Ilmu etnobotani akan sangat efektif apabila diterapkan pada masyarakat lokal. Para ahli etnobotani terlebih dahulu harus mengetahui nama-nama tumbuhan yang akan dipelajari, selain nama latin, mengetahui nama sebutan suatu tumbuhandi suatu daerah juga penting. Kini ilmu etnobotani mengarah kepada sasaran untuk mengembangkan sistem pengetahuan masyarakat lokal terhadap tanaman obat sehingga dapat menemukan senyawa kimia baru yang berguna dalam pembuatan obat-obatan modern untuk menyembuhkan penyakit-penyakit berbahaya seperti kanker, AIDS dan jenis penyakit lainnya (Wijaya, 2011).
2.3 Peran Etnobotani dalam Konservasi Keanekaragaman Hayati
            Konservasi Sumberdaya Alam Hayati adalah pengelolaan sumberdaya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. (UU No. 5 Tahun 1990) tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya merupakan bagian terpenting dari sumberdaya alam yang terdiri dari alam hewani, alam nabati, ataupun berupa batu-batuan dan keindahan alam dan lain sebagainya, yang masing-masing mempunyai fungsi dan manfaat sebagai unsur pembentuk lingkungan hidup. Karena sifatnya yang tidak dapat diganti-ganti dan peranannya begitu besar bagi kehidupan manusia, maka upaya konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya sudah menjadi kewajiban mutlak dari setiap generasi di manapun berada dan pada zaman kapanpun (Suhartini, 2009).
            Di negara kira konservasi lingkungan barn dilaksanakan bila lingkungan tersebut atau suatu jenis yang memiliki nilai ekonomi tinggi yang ada di lingkungan tersebut mulai berkurang keberadaannya. Beberapa contoh pengelolaan lingkungan secara tradisional yang bernuansa konservasi telah dilakukan masyarakat kita sebagai contoh penetapan tempat-tempat keramat, dan bentuk-bentuk satuan Iingkungan lain yang bertujuan untuk melindungi suatu jenis yang bermanfaat bagi kehidupan suatu kelompok masyarakat. Sebagai contoh masyarakat Dani-Baliem membiarkan bekas kebun ubijalarnya yang didominasi oleh Casuarina oligodon (wilehoma) dan Paraserianthes falcataria (wikioma). Kedua jenis tumbuhan ini bermanfaat sebagai cadangan kebutuhan kayu bakar, kayu bahan pembuat pagar dan kayu bangunan. Pembentukan kedua satuan lingkungan tersebut diakibatkan oleh kondisi lembah yang semakin hari dirasakan kekurangan kayu untuk memenuhi kebutuhannya. Sedangkan keberadaan hutan semakin jauh dari lembah dan sulit dijangkau. Tempat-tempat keramat pada umumnya ditumbuhi berbagai jenis tumbuhan dan dilindungi keberadaannya. Masyarakat Bunaq di Timor menjaga berbagai jenis tumbuhan yang tumbuh di tempat-tempat keramat dan keanekaragamannya tidak jauh berbeda dengan keanekaragaman jenis yang ada di hutan primer (Purwanto, 1999).
            Bentuk lain konservasi lokal adalah sebagai cadangan surnber daya di saat
kekurangan, pesta adat dan keperluan lainnya. Contohnya adalah penetapan Tana' Ulnt oleh masyarakat Dayak Kenyah di Kalimantan Tirnur. Ternpat ini ditetapkan dilindungi oleh ketua adat dan penggunaannya diatur oleh ketentuan adat. Tana’ Ulen di Lembah Bahau misalnya, bila akan diadakan pesta adat atau peristiwa penting lainnya, untuk keperluan bahan makanan (daging), maka diijinkan berburu babi dan berbagai jenis binatang lainnya di Tana’ Ulen tersebut untuk mernenuhi kebutuhan pesta adat tersebut. Perhatian pemerintah untuk rnenjadikan pengetahuan tradisional untuk melindungi kelestarian lingkungan ini belum mendapatkan perhatian yang memadai, bahkan masyarakat lokal yang tinggal di kawasan yang akan dilindungi tersebut dan sudah tinggal di tempat tersebut seiama beberaga generasi diupayakan untuk dipindahkan. Oleh karena kita perlu rneniru pengetahuan lokal untuk diadopsi guna melindungi kelestarian lingkungan (Purwanto, 1999).
            Tidak kurang dari 250.000 jenis tumbuhan tingkat tinggi di dunia ini hanya  sekitar 5 % saja yang telah diidentifikasikan pemanfaatannya sebagai bahan obat. Sedangkan khusus di Amerika Serikat sekitar 25 % dari seluruh kandungan obat berasal dari jenis-jenis tumbuhan tingkat tinggi. Sebenarnya sebagian besar kandungan bahan aktif sintetik obat berdasar pada fitokimia alami. Oleh karena itu diperlukan pengungkapan kandungan senyawa kimia bahan obat dari keanekaragaman tumbuhan. Untuk kepentingan tersebut secara prinsip terdapat tiga cara mengkoleksi tumbuhan untuk kepentingan skrining farmakologi yaitu nzetodologi random, mengkoleksi seluruh jenis tumbuhan yang ada di suatu daerah; plzylogenetic targeting, mengumpulkan seluruh jenis tumbuhan berdasarkan pada suku, misalnya Solanaceae, Euphorbiaceae dan lainnya ; dan ethizo-directed sanzpling, yang mendasarkan pada pengetahuan tradisional penggunaan tumbuhan sebagai bahan obat. Dengan rnelakukan koleksi pengetahuan tumbuhan obat langsung ke rnasyarakat lokaI membuktikan lebih efisien dibandingkan dengan cara pengambilan contoh secara random (Purwanto, 1999).
            Kawasan nusantara memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang melimpah, tidak hanya flora dan faunanya, naInun juga suku bangsa dan budayanya. Walaupun sebenarnya luas wilayah nusantara tanah dan air ini hanya 1,3 % dari luas permukaan bumi, lebih dari 12 % jenis rnakhluk hidup yang ada di muka bumi ini hidup di kawasan Indonesia (Rifai, 1998). Tingkat keanekaragaman hayati dan budaya yang tinggi ini pasti akan meningkat jumlahnya bila eksplorasi dan inventarisasi kekayaan ini dapat tuntas dilaksanakan terutama di hutan-hutan primer dan tempat lain yang belum pernah di sentuh eskplorasi ilrniah seperti lautan kita. Oleh karena itu data etnobotani sangat diperlukan dalam menjaga keanekaragaman hayati yang telah ada.



BAB III
PEMBAHASAN
           
            Konservasi alam merupakan suatu upaya pelestarian alam dalam menanggulangi kepunahan spesies-spesies terutama spesies langka yang mempunyai nilai dan manfaat yang besar. Saat ini konservasi sangat dibutuhkan karena telah banyak spesies-spesies yang punah karena perilaku manuisa yang seenaknya mengambil tanpa adanya pelestarian dan penggunaan cara yang benar. Contohnya adalah kepunahan beberapa spesies terumbu karang karena kesalahan masyrakat dalam “memancing” ikan menggunakan bom atau racun sehingga berdampak juga kepada terumbu karang-terumbu karang yang ada di lingkungan tersebut, serta tidak adanya penanggulangan dari masyarakat untuk membudayakan atau mengkonservasi terumbu karang yang sudah terancam punah sehingga banyak species terumbu karang yang hilang/punah. Selain terumbu karang terdapat juga masalah yang menyebabkan spesies-spesies tumbuhan berkayu banyak yang hilang. Salah satunya adalah karena adanya illegal logging yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Sehingga banyak spesies tumbuhan yang jumlahnya hanya tinggal sedikit, sedangkan manfaat dari spesies tumbuhan tersebut sangat dibutuhkan oleh manusia sebagai pelengkap kebutuhannya. Selain spesies tumbuhan yang berkayu, terdapat juga spesies-spesies tanaman lain yang hilang karena tidak adanya kepedulian masyarakat terhadap spesies-spesies tersebut karena tidak adanya pengetahuan masyarakat terhadap spesies-spesies tersebut, sedangkan mungkin saja spesies-spesies tersebut mempunyai manfaat yang besar bagi manusia.
            Maka dari itu perlu adanya tindak konservasi dari masyarakat untuk melestarikan spesies-spesies tersebut agar tidak punah terutama spesies-spesies yang mempunyai nilai manfaat dan nilai ekonomis yang tinggi. Selain manfaat dan nilai ekonomis yang tinggi, bagi spesies-spesies yang langka konservasi juga diperlukan untuk menjadi suatu nilai daya tarik dan sebagai pengetahuan bagi ilmu pengetahuan. Saat ini, sudah banyak orang-orang yang melakukan konservasi untuk menjaga keberagaman spesies serta menjaga keutuhan dan kelestarian alam. Akan tetapi, masih banyak pula masyarakat yang masih tidak mempedulikan hal tersebut dan tetap melakukan tindakan yang dapat merusak kelestarian alam. Maka dari itu perlu adanya sinkronisasi dan pemehaman bagi masyarakat bahwa upaya konservasi sangat diperlukan karena mempunyai fungsi dan manfaat yang sanagt penting bagi manusia. Dengan adanya konservasi dan penegmbangan konservasi maka akan melestarikan alam dan menjaga sumber daya alam yang ada sehingga tidak punah yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk kebutuhannya.
            Dalam makalah ini dibahas mengenai salah satu cara konservasi alam melalui salah satu kajian ilmu yaitu etnobotani. Entobotani merupakan salah satu kajian ilmu yang membahas mengenai penggunaan tumbuhan-tumbuhan oleh masyarakat primitif atau masyarakat jaman dahulu sebagai makanan, obat-obatan, racun, dan lain-lain. Selain itu kegunaan mempelajari etnobotani adalah mengetahui penggunaan tumbuhan-tumbuhan oleh masyarakat primitif, distribusi tumbuhan-tumbuhan tersebut oleh masyarakat primitif, dan peenyebaran tumbuhan-tumbuhan. Alasan menggunakan kajian entobotani untuk mendukung melakukan konservasi adalah diketahui bahwa masyarakat primitif mempunyai suatu kebiasaan untuk melestarikan alam di dareah mereka untuk dapat digunakan oleh generasi mereka selanjutnya. Hal ini dikarenakan kehidupan mereka sangat bergantung pada alam, apabila alam mereka rusak maka keberlangsungan lehidupan mereka akan sulit. Mereka tidak hanya melestarikan spesies-spesies yang berguna untuk makanan atau obat-obatan saja, adalakalanya suatu masyarakat tertentu menjaga suatu spesies tertentu yang dianggap keramat atau yang merupakan suatu bagin dalam ritual mereka. Maka dari itu dengan adanya kebiasaan masyarakat primitf tersebut kelestarian alam dan keberagaman spesies-spesies yang ada di dunia menjadi terjaga.
            Beberapa masyarakat primitif/lokal mempunyai kebiasaan  untuk melakukan perburuan atau penggunaan spesies tertentu pada waktu yang telah dilakukan. Apabila ada yang melanggar maka akan dikenakan sanksi adat, maka dari itu masyarakat primitif/lokal mempunyai peran yang sangat penting bagi konservasi alam. Tanaman-tanaman yang digunakan oleh msyarakat primitif/lokal sebagai pemenuh kebutuhan sehari-hari atau sebagai obat-obatan merupakan suatu ilmu yang sangat penting yang dapat digunakan oleh masyarakat modern dan dikembangkan untuk kemajuan ilmu pengetahuan. Hal tersebut dapat didapat dari kajian ilmu etnobotani, maka dari itu kajian etnobotani merupakan kajian ilmu yang penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan juga sebagai ilmu yang membantu dalam melestarikan alam (konservasi alam).
Dari kajian etnobotani didapat ilmu untuk melestarikan sumber daya alam sebagai sesuatu yang sangat penting. Namun diperlukan juga upaya penyadaran dan sosisalisasi terhadapat msyarakat nahwa konservasi alam harus sudah diterapkan di kehidupan masyarkat mulai dari hal-hal kecil. Serta mulai diberlakukan sanksi bagi masyarakat yang melanggarnya agar tindakan konservasi menjadi suatu tindakan yang disadari masyarakat merupakan suatu hal yang penting. Pelestarian alam tidak hanya dilakukan bagi tumbuhan namun juga pada makhluk hidup lain. Selain untuk kebutuhan ekonomis dan kebutuhan sehari-hari, tindakan konservasi alam menjadi suatu tindakan untuk menambah pengetahuan dan menjadi suatu ilmu yang dapat diwariskan. Sehingga tindakan konservasi alam dapat terus dikembangkan dan dilestarikan oleh kelestarian selanjutnya.

















BAB IV
KESIMPULAN

1.      Etnobotani memiliki peran yang penting dalam upaya konservasi keaneragaman hayati yang sudah ada. Sejak jaman nenek moyang kita, etnobotani berperan dalam menjaga sekaligus memelihara sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. Sistem kearifan lokal yang dianut pun menjaga agar tidak terjadi over-exploitation sehingga keaneragaman hayati tetap terjga kelestariannya.
2.      Etnobotani memiliki peluang yang besar dalam membantu konservasi, diiringi semakin canggihnya teknologi komunikasi dan informasi, penyebaran mengenai pemanfaatan tanaman tidak lagi terbatas pada etnis-etnis atau keturunan tertentu saja, tetapi bisa merata ke semua kalangan masyarakat.










DAFTAR PUSTAKA

Acharya D, Anshu S. 2008. Indigenous Herbal Medicines: Tribal Formulations and Traditional Herbal Practices. Jaipur: Aavishkar Publishers Distributor.
Anggana, A. F. 2011. Kajian Etnobotani Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Gunung Merapi. IPB. Pdf. Diakses 9 Maret 2013.
Azikin, G. 2011. Keanekaragaman Hayati di Indonesia. http://edukasi-pustaka.blogspot.com/2011/12/keanekaragaman-hayati-di-indonesia. html. Diakses 10 Maret 2013.
Ismanto. 2007. Inventarisasi  Potensi  Pakis  (Cyathea sp)  di Kabupaten  Mamuju
Provinsi Sulawesi Barat. Buletin Konservasi Alam 7 (1): 48-56.
Kusmana, C. Keanekaan Hayati Flora di Indonesia. http://cecep_kusmana.staff.ipb.ac.id/2010/06/15/keanekaragaman-hayati-flora-di-indonesia/. Diakses 9 Maret 2013.
Noor F. 2007. Pentingnya konservasi dalam pengelolaan hutan. Buletin Konservasi Alam 3(7): 16-21.
Purwanto, Y. Peran dan peluang Etnobotani Masa Kini di Indonesia Dalam Menunjang Upaya Konservasi dan Pengembangan Keanekaragaman Hayati. Prosiding Seminar Hasil-Hasil PenelitianBidang ilmu Hayati. Pdf. Diakses 10 Maret 2013
Rifai AM, Waluyo EB. 1992. Etnobotani dan Pengembangan Tetumbuhan Pewarna Indonesia: Ulasan Suatu Pengamatan di Madura. Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani; Cisarua-Bogor, 19-20 Februari 1992. Bogor:Perpustakaan Nasional RI. Hal: 119-126.
Rifai, M. A. 1998. Pemasakinian etnobotani Indonesia : Suatu keharusan demi peningkatan upaya pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaannya. Makalah Utama dalam Seminar Nasional Etnobotani III di Bali. 17 p.
Soekarman, Riswan S. 1992. Status Pengetahuan Etnobotani di Indonesia. Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani; Cisarua-Bogor, 19-20 Februari 1992. Bogor:  Perpustakaan Nasional RI.Hal: 1-7.
Suhartini, 2009. Peran Konservasi Keanekaragaman Hayati dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA. Pdf. Diakses 10  Maret 2013.
Suryadarma IGP. 2008. Diktat Kuliah Etnobotani. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta.
Wijaya, G. Etnobotani. http://gaganwijaya.blogspot.com/2011/12/etnobotani.html. Diakses 10 Maret 2013.





0 komentar " ", Baca atau Masukkan Komentar

Post a Comment

Bantu dengan klik

Please Click Here!!