TUGAS
TATA GUNA BIOLOGI
PERAN DAN PELUANG ETNOBOTANI MASA KINI DI INDONESIA DALAM MENUNJANG UPAYA KONSERVASI DAN PENGEMBANGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI
PERAN DAN PELUANG ETNOBOTANI MASA KINI DI INDONESIA DALAM MENUNJANG UPAYA KONSERVASI DAN PENGEMBANGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI
Disusun oleh
M. Firdaus Sugiarsa 140410100030
Dini Primadiani 140410100032
Rizka Purnamawati 140410100063
Silmi Nursyahidah 140410100102
Ilyas Nursyamsi 140410100104
Dini Primadiani 140410100032
Rizka Purnamawati 140410100063
Silmi Nursyahidah 140410100102
Ilyas Nursyamsi 140410100104
Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Padjadjaran
2013
ABSTRAK
Indonesia merupakan negara yang memiliki
keanekaragaman flora yang tinggi. Semakin hari keaneragamannya kian menurun dan
perlu dilakukan upaya konservasi. Etnobotani merupakan disiplin ilmu yang
mempelajari hubungan anatar manusia dan sumber daya alam dan lingkungannya.
Etnobotani berfungsi untuk mengetahui tumbuhan bernilai komersial dan meiliki
menfaat bagi kehidupan Sebagai penghubung dan pembuka informasi yang dimiliki
oleh masyarakat lokal tentang tumbuhan. Perkembangan etnobotani sangat pesat
dan mampu memajukan teknologi melalui bioteknologi di berbagai negara. Manfaat
etnobotani secara garis besar yaitu untuk ekonomi dan ekologi. Secara ekonomi
etnobotani harus mampu mendukung upaya peningkatan daya saing produksi lokal
dan menjadi bermakna di tingkat nasional, sedangkan secara ekologi etnobotani
harus mampu meningkatkan sistem pengelolaan dan teknologi untuk melestarikan
kemampuan dan fungsi lingkungan hidup. Selain itu etnobotani juga berperan
dalam penerapan teknik tradisiona dalam mengkonservasi jenis-jenis khusus dan
habitat yang mudah rusak serta konservasi tradisional plasma nutfah tanaman
budidaya guna program pernuliaan masa datang.
DAFTAR ISI
ABSTRAK ii
DAFTAR ISI iii
BAB I
PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Identifikasi Masalah 2
1.3 Tujuan 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Keanekaragaman Flora
di Indonesia 4
2.2 Etnobotani 11
2.3 Etnobotani dalam Konservasi Keanekaragaman Hayati 12
BAB III PEMBAHASAN 15
BAB IV KESIMPULAN 20
DAFTAR PUSTAKA 21
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang
Indonesia dikenal mempunyai keanekaragaman hayati yang
tinggi, baik flora maupun fauna. Selain keanekaragaman hayati tersebut,
Indonesia juga memiliki keanekaragaman yang lain yaitu keanekaragaman
suku/etnis yang tersebar diseluruh Indonesia. Setiap suku di Indonesia
mempunyai pengetahuan tradisional yang biasanya diwariskan secara turun-temurun
kepada generasi berikutnya, yang pada umumnya dilakukan secara oral. Salah satu
pengetahuan tradisional yang dimiliki suku di Indonesia yaitu pemanfaatan
tumbuhan untuk kebutuhan sehari-hari.
Etnobiologi
merupakan suatu bidang ilmu yang mempelajari hubungan tirnbal balik secara
menyeluruh antara masyarakat lokal dengan alam lingkungannya meliputi sistem
pengetahuan tentang sumber daya alam tumbuhan ( Cotton (1996) dan Purwa.nto
(1999)). Etnobotani dimulai dari pengetahuan suku aborigin dan berkembang pesat
ke berbagai negara hingga saat ini. Pada masa sekarang ini etnobotani mengalami
kemajuan yang sangat pesat, terutama di Amerika,
India dan beberapa negara Asia seperti Cina, Vietnam dan Malaysia. Di Australia
penelitian etnobotani dicurahkan untuk mempelajari cara-cara tradisional dalam
pengelolaan sumber daya alam tumbuhan, dengan memperhatikan aspek ekologis. Di
benua Asia, terutama bertujuan untuk mendapatkan senyawa kimia baru guna bahan
obat-obatan modern sedangkan di Afrika pengetahuan lebih terpusatkan kepada
sistem pertaniannya.
Tujuan utama
etnobotani pada awalnya adalah untuk
mengeksplorasi tumbuhan yang mempunyai
prospek ekonomi kemudian berkembang
meneksplor tumbuhan yang dapat digunakan segabai tumbuhan obat. Bersamaan
dengan itu berkembang pula cakupan
etnobotani yang meliputi tumbuhan sebagai bahan seni, ritual dan peran lain
dalam kehidupan masyarakat local. Etnobotani berkembang dari hanya
mengungkapkan pemanfaatan keanekaragaman jenis tumbuhan oleh masyarakat lokal,
berkembang dengan pesat yang cakupannya interdisipjiner meliputi berbagai
bidang.
Kemajuan dan
berkembang nya pengetahuan tentang etnobotani sangat bermanfaat bagi keadaan
sumber daya alam saat ini. Ketika eksploitasi telah melebihi batas yang telah
ditentukan dan merusak ekosistem sehingga mengganggu stabilitas kehidupan
makhluk hidup, pengetahuan etnobotani membantu menyelsaikan permasalahan.
Dengan
diketahuinya informasi tentang tumbuhan dari masyarakat local para peneliti dan
akademisi mulai mencari dan menganalisis manfaat atau prospek ekonomi dari
tumbuhan tersebut. Sehingga diharapkan dapat terus mengembangkan dan
melestraikan keberadaan tumbuhan tersebut guna menunjang kebutuhan dan kemajuan
masa kini melalui konservasi eksitu atapun insitu.
1.2 Identifikasi
Masalah
1.
Bagaiman peran etnobotani dalam upaya konservasi alam
2.
Apa saja peluang dan manfaat etnobotani bagi kenajuan teknologi saat ini
1.3 Tujuan
Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mengetahui peran dan peluang
apa saja yang dimiliki oleh studi etnobotani untuk peningkatan keanekaragaman
hayati dan upaya konservasi lingkungan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keanekaragaman Flora di Indonesia
Indonesia
terletak di daerah tropik sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi
dibandingkan dengan daerah subtropik (iklim sedang) dan kutub (iklim kutub).
Tingginya keanekaragaman hayati di Indonesia ini terlihat dari berbagai macam
ekosistem yang ada di Indonesia, seperti: ekosistem pantai, ekosistem hutan
bakau, ekosistem padang rumput, ekosistem hutan hujan tropis, ekosistem air
tawar, ekosistem air laut, ekosistem savanna, dan lain-lain. Masing-masing ekosistem
ini memiliki keaneragaman hayati tersendiri.
Tumbuhan (flora) di Indonesia merupakan bagian dari geografi tumbuhan Indo-Malaya. Flora Indo-Malaya meliputi tumbuhan yang hidup di India, Vietnam, Thailand, Malaysia, Indonesia, dan Filipina. Flora yang tumbuh di Malaysia, Indonesia, dan Filipina sering disebut sebagai kelompok flora Malesiana.
Hutan di daerah flora Malesiana memiliki kurang lebih 248.000 species tumbuhan tinggi, didominasi oleh pohon dari familia Dipterocarpaceae, yaitu pohon-pohon yang menghasilkan biji bersayap. Dipterocarpaceae merupakan tumbuhan tertinggi dan membentuk kanopi hutan. Tumbuhan yang termasuk famili Dipterocarpaceae misalnya Keruing (Dipterocarpus sp.), Meranti (Shorea sp.), Kayu garu (Gonystylus bancanus), dan Kayu kapur (Drybalanops aromatica).
Hutan di Indonesia merupakan bioma hutan hujan tropis atau hutan basah, dicirikan dengan kanopi yang rapat dan banyak tumbuhan liana (tumbuhan yang memanjat), seperti rotan. Tumbuhan khas Indonesia seperti durian (Durio zibetinus), Mangga (Mangifera indica), dan Sukun (Artocarpus sp.) di Indonesia tersebar di Sumatra, Kalimantan, Jawa dan Sulawesi (Azikin, 2011).
Tumbuhan (flora) di Indonesia merupakan bagian dari geografi tumbuhan Indo-Malaya. Flora Indo-Malaya meliputi tumbuhan yang hidup di India, Vietnam, Thailand, Malaysia, Indonesia, dan Filipina. Flora yang tumbuh di Malaysia, Indonesia, dan Filipina sering disebut sebagai kelompok flora Malesiana.
Hutan di daerah flora Malesiana memiliki kurang lebih 248.000 species tumbuhan tinggi, didominasi oleh pohon dari familia Dipterocarpaceae, yaitu pohon-pohon yang menghasilkan biji bersayap. Dipterocarpaceae merupakan tumbuhan tertinggi dan membentuk kanopi hutan. Tumbuhan yang termasuk famili Dipterocarpaceae misalnya Keruing (Dipterocarpus sp.), Meranti (Shorea sp.), Kayu garu (Gonystylus bancanus), dan Kayu kapur (Drybalanops aromatica).
Hutan di Indonesia merupakan bioma hutan hujan tropis atau hutan basah, dicirikan dengan kanopi yang rapat dan banyak tumbuhan liana (tumbuhan yang memanjat), seperti rotan. Tumbuhan khas Indonesia seperti durian (Durio zibetinus), Mangga (Mangifera indica), dan Sukun (Artocarpus sp.) di Indonesia tersebar di Sumatra, Kalimantan, Jawa dan Sulawesi (Azikin, 2011).
Luas wilayah Indonesia ini hanya sekitar 1,3%
dari luas bumi, namun mempunyai tingkat keberagaman kehidupan yang sangat
tinggi. Untuk tumbuhan, Indonesia diperkirakan memiliki 25% dari spesies
tumbuhan berbunga yang ada di dunia atau merupakan urutan negara terbesar
ketujuh dengan jumlah spesies mencapai 20.000 spesies, 40% merupakan tumbuhan
endemik atau asli Indonesia. Famili tumbuhan yang memiliki anggota spesies
paling banyak adalah Orchidaceae (anggrek-anggrekan) yakni mencapai 4.000
spesies. Untuk jenis tumbuhan berkayu, famili Dipterocarpaceae memiliki 386
spesies, anggota famili Myrtaceae (Eugenia) dan Moraceae (Ficus) sebanyak 500
spesies dan anggota famili Ericaceae sebanyak 737 spesies, termasuk 287 spesies
Rhododendrom dan 239 spesies Naccinium (Whitemore,1985 dalam Kusmana, 2010).
Untuk jenis paku-pakuan, Indonesia
juga tercatat memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi mencapai lebih 4000
spesies tersebar hampir di seluruh wilayah Nusantara. Untuk jenis rotan,
tercatat ada sekitar 332 spesies terdiri dari 204 spesies dari genera Calamus, 86 spesies dari genera Daemonorps, 25 spesies dari genera Korthalsia, 7 spesies dari generaCeratolobus,
4 spesies dari genera Plectocomia,
4 spesies dari genera Plectocomiopsis dan 2 spesies dari generaMyrialepsis.
Selain itu banyak juga jenis-jenis keanekaragaman tumbuhan yang dapat
dimanfaatkan sebagai obat di Indonesia. Menurut catatan WHO sekitar 20.000
spesies tumbuhan dipergunakan oleh penduduk dunia sebagai obat. Zuhud &
Haryanto (1994) mencatat ada sekitar 1.260 spesies tumbuhan yang secara pasti
diketahui berkhasiat obat. Indonesia juga tercatat sebagai salah satu pusat Vavilov yaitu pusat sebaran
keanekaragaman genetik tumbuhan budidaya/pertanian untuk tanaman pisang (Musa spp.) pala (Myristica
fragrans), cengkeh (Syzygium aromaticum), durian (Durio spp.) dan rambutan (Nephelium spp.) (Kusmana, 2010).
Hutan Indonesia juga diketahui
memiliki keanekaragaman jenis pohon palem (Arecaceae) tertinggi di dunia, lebih
dari 400 spesies (70%) pohon meranti (Dipterocarpaceae) terbesar di dunia
sebagai jenis kayu tropika primadona, dan memiliki 122 spesies bambu dari 1.200
spesies bambu yang tumbuh di bumi. Tingginya kekayaan keanekaragaman tumbuhan
tersebut juga ditunjukkan oleh kekayaan di hutan Kalimantan. Misalnya, dalam
satu hektar dapat tumbuh lebih dari 150 spesies pohon yang berlainan, tercatat
3.000 spesies pohon, serta memiliki 19 dari 27 spesies durian yang terdapat di
kawasan Melanesia. Indonesia juga memiliki lebih dari 350 jenis rotan dan
merupakan penghasil ¾ rotan dunia (Kusmana, 2010).
Kekayaan keanekaragaman hayati tersebut merupakan salah satu modal
dasar dalam pelaksanaan pembangunan nasional, sehingga dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, pemanfaatan tersebut harus sesuai
dengan kemampuan (carrying capacity), karakteristik, dan fungsinya (Ismanto
2007).
Mengingat pentingnya keanekaragaman hayati sebagai penyedia
berbagai barang dan jasa, mulai dari pangan, energi, dan bahan produksi hingga
sumber daya genetik bahan dasar pemuliaan tanaman komoditas serta obat dan
selain berfungsi juga untuk mendukung sistem kehidupan, maka pemanfaatan
keanekaragaman hayati harus dilakukan dengan benar (Noor 2007).
Ancaman terhadap keanekaragaman hayati tersebut dapat terjadi
melalui berbagai cara berikut
1. Perluasan areal pertanian dengan membuka hutan atau eksploitasi
hutannya sendiri akan mengancam
kelestarian varietas liar/lokal yang hidup di sana (seperti telah diketahui
bahwa varietas padi
liar banyak dijumpai di hutan belukar, hutan jati dan hutan jenis lain). Oleh karena itu, sebelum pembukaan hutan perlu dilakukan ekspedisi untuk
pengumpulan data tentang
varietas liar/lokal.
2.
Rusaknya
habitat varietas liar disebabkan oleh terjadinya perubahan lingkungan akibat
perubahan penggunaan lahan.
3.
Alih
fungsi lahan pertanian untuk penggunaan di luar sektor pertanian menyebabkan
flora yang hidup di sana, termasuk varietas padi lokal maupun liar, kehilangan
tempat tumbuh.
4.
Pencemaran
lingkungan karena penggunaan herbisida dapat mematikan gulma serta varietas
tanaman budidaya termasuk padi.
5.
Semakin
meluasnya tanaman varietas unggul yang lebih disukai petani dan masyarakat,
konsumen, akan mendesak/tidak dibudidayakannya varietas lokal.
6.
Perkembangan
biotipe hama dan penyakit baru yang virulen akan mengancam kehidupan varietas
lokal yang tidak mempunyai ketahanan.
(Suhartini, 2009).
2.2 Etnobotani
Soekarman
dan Riswan (1992) menyebutkan bahwa etnobotani berasal dari dua kata, yaitu etnos
(berasal dai bahasa Yunani) yang berarti bangsa dan botany yang
berarti tumbuh-tumbuhan. Menurut Soekarman dan Riswan (1992) istilah etnobotani
sebenarnya sudah lama dikenal, etnobotani sebagai ilmu mempelajari pemanfaatan
tumbuhan secara tradisional oleh suku-suku terkecil, saat ini menjadi perhatian
banyak pakar karena keberadaanya dan statusnya. Rifai dan Waluyo (1992)
mengemukakan bahwa etnobotani adalah mendalami hubungan budaya manusia dengan
alam nabati sekitarnya. Dalam hal ini diutamakan pada persepsi dan konsepsi
budaya kelompok masyarakat dalam mengatur sistem pengetahuan tentang tumbuhan
yang dimanfaatkan di dalam masyarakat tersebut. Status etnobotani sebagai ilmu
tidak mengalami masalah, akan tetapi status obyek penelitiannya sangat rawan
karena cepatnya laju erosi sumber daya alam, terutama flora dan pengetahuan
tradisional pemanfaatan tumbuhan dari suku bangsa tertentu. Untuk menunjang hal
tersebut diperlukan pendokumentasian berupa dokumen tertulis, foto, majalah,
film, atau dilakukan dengan pengumpulan spesimen (Anggana, 2011).
Etnobotani
secara terminologi dapat dipahami sebagai hubungan antara botani (tumbuhan)
yang terkait dengan etnik (kelompok masyarakat) di berbagai belahan bumi, dan
masyarakat umumnya (Suryadarma 2008). Penelitian etnobotani diawali oleh para
ahli botani yang memfokuskan tentang persepsi ekonomi dari suatu tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat
lokal. Studi etnobotani akhirnya bermanfaat ganda, karena selain bermanfaat
bagi manusia dan lingkungan, dan perlindungan pengetahuan tersebut, melalui
perlindungan jenis jenis tumbuhan yang digunakan (Suryadarma 2008).
Etnobotani
dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk mendokumentasikan pengetahuan
masyarakat tradisioal, masyarakat awam yang telah menggunakan berbagai macam
jasa tumbuhan untuk menunjang kehidupannya (Suryadarma 2008). Ahli etnobotani
bertugas mendokumentasikan dan menjelaskankan hubungan kompleks antara budaya dan penggunaan tumbuhandengan fokus utama pada bagaimana tumbuhan digunakan,
dikelola, dan dipersepsikan pada berbagai lingkungan masyarakat, misalnya sebagai makanan,obat,praktik keagamaan, kosmetik, pewarna, tekstil, pakaian, konstruksi, alat,mata uang, sastra, ritual, serta kehidupan sosial (Acharya & Anshu 2008).
Ilmu
etnobotani akan sangat efektif apabila diterapkan pada masyarakat lokal. Para ahli etnobotani terlebih dahulu harus mengetahui nama-nama tumbuhan yang akan dipelajari, selain nama latin, mengetahui nama sebutan suatu tumbuhandi suatu daerah juga penting. Kini ilmu etnobotani
mengarah kepada sasaran untuk mengembangkan sistem pengetahuan masyarakat lokal terhadap tanaman obat sehingga dapat menemukan senyawa kimia baru yang berguna dalam pembuatan obat-obatan modern
untuk menyembuhkan penyakit-penyakit berbahaya seperti kanker, AIDS dan jenis penyakit lainnya (Wijaya, 2011).
2.3 Peran
Etnobotani dalam Konservasi Keanekaragaman Hayati
Konservasi Sumberdaya Alam Hayati adalah pengelolaan sumberdaya
alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin
kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas
keanekaragaman dan nilainya. (UU No. 5 Tahun 1990) tentang Konservasi
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya merupakan bagian terpenting dari sumberdaya alam yang terdiri dari
alam hewani, alam nabati, ataupun berupa batu-batuan dan keindahan alam dan lain
sebagainya, yang masing-masing mempunyai fungsi dan manfaat sebagai unsur
pembentuk lingkungan hidup. Karena sifatnya yang tidak dapat diganti-ganti dan
peranannya begitu besar bagi kehidupan manusia, maka upaya konservasi
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya sudah menjadi kewajiban mutlak dari
setiap generasi di manapun berada dan pada zaman kapanpun (Suhartini, 2009).
Di
negara kira konservasi lingkungan barn dilaksanakan bila lingkungan tersebut
atau suatu jenis yang memiliki nilai ekonomi tinggi yang ada di lingkungan
tersebut mulai berkurang keberadaannya. Beberapa contoh pengelolaan lingkungan
secara tradisional yang bernuansa konservasi telah dilakukan masyarakat kita
sebagai contoh penetapan tempat-tempat keramat, dan bentuk-bentuk satuan Iingkungan
lain yang bertujuan untuk melindungi suatu jenis yang bermanfaat bagi kehidupan
suatu kelompok masyarakat. Sebagai contoh masyarakat Dani-Baliem membiarkan
bekas kebun ubijalarnya yang didominasi oleh Casuarina oligodon (wilehoma) dan
Paraserianthes falcataria (wikioma). Kedua jenis tumbuhan ini bermanfaat
sebagai cadangan kebutuhan kayu bakar, kayu bahan pembuat pagar dan kayu
bangunan. Pembentukan kedua satuan lingkungan tersebut diakibatkan oleh kondisi
lembah yang semakin hari dirasakan kekurangan kayu untuk memenuhi kebutuhannya.
Sedangkan keberadaan hutan semakin jauh dari lembah dan sulit dijangkau.
Tempat-tempat keramat pada umumnya ditumbuhi berbagai jenis tumbuhan dan dilindungi
keberadaannya. Masyarakat Bunaq di Timor menjaga berbagai jenis tumbuhan yang
tumbuh di tempat-tempat keramat dan keanekaragamannya tidak jauh berbeda dengan
keanekaragaman jenis yang ada di hutan primer (Purwanto, 1999).
Bentuk
lain konservasi lokal adalah sebagai cadangan surnber daya di saat
kekurangan, pesta adat dan
keperluan lainnya. Contohnya adalah penetapan Tana' Ulnt oleh masyarakat
Dayak Kenyah di Kalimantan Tirnur. Ternpat ini ditetapkan dilindungi oleh ketua
adat dan penggunaannya diatur oleh ketentuan adat. Tana’ Ulen di Lembah
Bahau misalnya, bila akan diadakan pesta adat atau peristiwa penting lainnya,
untuk keperluan bahan makanan (daging), maka diijinkan berburu babi dan
berbagai jenis binatang lainnya di Tana’ Ulen tersebut untuk mernenuhi
kebutuhan pesta adat tersebut. Perhatian pemerintah untuk rnenjadikan
pengetahuan tradisional untuk melindungi kelestarian lingkungan ini belum
mendapatkan perhatian yang memadai, bahkan masyarakat lokal yang tinggal di
kawasan yang akan dilindungi tersebut dan sudah tinggal di tempat tersebut
seiama beberaga generasi diupayakan untuk dipindahkan. Oleh karena kita perlu
rneniru pengetahuan lokal untuk diadopsi guna melindungi kelestarian lingkungan
(Purwanto, 1999).
Tidak kurang dari 250.000 jenis tumbuhan tingkat tinggi di
dunia ini hanya sekitar 5 % saja
yang telah diidentifikasikan pemanfaatannya sebagai bahan obat. Sedangkan
khusus di Amerika Serikat sekitar 25 % dari seluruh kandungan obat berasal dari
jenis-jenis tumbuhan tingkat tinggi. Sebenarnya sebagian besar kandungan bahan
aktif sintetik obat berdasar pada fitokimia alami. Oleh karena itu diperlukan
pengungkapan kandungan senyawa kimia bahan obat dari keanekaragaman tumbuhan.
Untuk kepentingan tersebut secara prinsip terdapat tiga cara mengkoleksi
tumbuhan untuk kepentingan skrining farmakologi yaitu nzetodologi random, mengkoleksi
seluruh jenis tumbuhan yang ada di suatu daerah; plzylogenetic targeting, mengumpulkan
seluruh jenis tumbuhan berdasarkan pada suku, misalnya Solanaceae,
Euphorbiaceae dan lainnya ; dan ethizo-directed sanzpling, yang
mendasarkan pada pengetahuan tradisional penggunaan tumbuhan sebagai bahan
obat. Dengan rnelakukan koleksi pengetahuan tumbuhan obat langsung ke
rnasyarakat lokaI membuktikan lebih efisien dibandingkan dengan cara
pengambilan contoh secara random (Purwanto, 1999).
Kawasan nusantara memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang
melimpah, tidak hanya flora dan faunanya, naInun juga suku bangsa dan
budayanya. Walaupun sebenarnya luas wilayah nusantara tanah dan air ini hanya
1,3 % dari luas permukaan bumi, lebih dari 12 % jenis rnakhluk hidup yang ada
di muka bumi ini hidup di kawasan Indonesia (Rifai, 1998). Tingkat
keanekaragaman hayati dan budaya yang tinggi ini pasti akan meningkat jumlahnya
bila eksplorasi dan inventarisasi kekayaan ini dapat tuntas dilaksanakan
terutama di hutan-hutan primer dan tempat lain yang belum pernah di sentuh
eskplorasi ilrniah seperti lautan kita. Oleh karena itu data etnobotani sangat
diperlukan dalam menjaga keanekaragaman hayati yang telah ada.
BAB
III
PEMBAHASAN
Konservasi alam
merupakan suatu upaya pelestarian alam dalam menanggulangi kepunahan
spesies-spesies terutama spesies langka yang mempunyai nilai dan manfaat yang
besar. Saat ini konservasi sangat dibutuhkan karena telah banyak
spesies-spesies yang punah karena perilaku manuisa yang seenaknya mengambil
tanpa adanya pelestarian dan penggunaan cara yang benar. Contohnya adalah
kepunahan beberapa spesies terumbu karang karena kesalahan masyrakat dalam
“memancing” ikan menggunakan bom atau racun sehingga berdampak juga kepada
terumbu karang-terumbu karang yang ada di lingkungan tersebut, serta tidak
adanya penanggulangan dari masyarakat untuk membudayakan atau mengkonservasi
terumbu karang yang sudah terancam punah sehingga banyak species terumbu karang
yang hilang/punah. Selain terumbu karang terdapat juga masalah yang menyebabkan
spesies-spesies tumbuhan berkayu banyak yang hilang. Salah satunya adalah
karena adanya illegal logging yang
dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Sehingga banyak spesies tumbuhan
yang jumlahnya hanya tinggal sedikit, sedangkan manfaat dari spesies tumbuhan
tersebut sangat dibutuhkan oleh manusia sebagai pelengkap kebutuhannya. Selain
spesies tumbuhan yang berkayu, terdapat juga spesies-spesies tanaman lain yang
hilang karena tidak adanya kepedulian masyarakat terhadap spesies-spesies
tersebut karena tidak adanya pengetahuan masyarakat terhadap spesies-spesies
tersebut, sedangkan mungkin saja spesies-spesies tersebut mempunyai manfaat
yang besar bagi manusia.
Maka dari itu perlu
adanya tindak konservasi dari masyarakat untuk melestarikan spesies-spesies
tersebut agar tidak punah terutama spesies-spesies yang mempunyai nilai manfaat
dan nilai ekonomis yang tinggi. Selain manfaat dan nilai ekonomis yang tinggi,
bagi spesies-spesies yang langka konservasi juga diperlukan untuk menjadi suatu
nilai daya tarik dan sebagai pengetahuan bagi ilmu pengetahuan. Saat ini, sudah
banyak orang-orang yang melakukan konservasi untuk menjaga keberagaman spesies
serta menjaga keutuhan dan kelestarian alam. Akan tetapi, masih banyak pula
masyarakat yang masih tidak mempedulikan hal tersebut dan tetap melakukan
tindakan yang dapat merusak kelestarian alam. Maka dari itu perlu adanya
sinkronisasi dan pemehaman bagi masyarakat bahwa upaya konservasi sangat
diperlukan karena mempunyai fungsi dan manfaat yang sanagt penting bagi
manusia. Dengan adanya konservasi dan penegmbangan konservasi maka akan
melestarikan alam dan menjaga sumber daya alam yang ada sehingga tidak punah
yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk kebutuhannya.
Dalam makalah ini
dibahas mengenai salah satu cara konservasi alam melalui salah satu kajian ilmu
yaitu etnobotani. Entobotani merupakan salah satu kajian ilmu yang membahas
mengenai penggunaan tumbuhan-tumbuhan oleh masyarakat primitif atau masyarakat
jaman dahulu sebagai makanan, obat-obatan, racun, dan lain-lain. Selain itu
kegunaan mempelajari etnobotani adalah mengetahui penggunaan tumbuhan-tumbuhan
oleh masyarakat primitif, distribusi tumbuhan-tumbuhan tersebut oleh masyarakat
primitif, dan peenyebaran tumbuhan-tumbuhan. Alasan menggunakan kajian
entobotani untuk mendukung melakukan konservasi adalah diketahui bahwa
masyarakat primitif mempunyai suatu kebiasaan untuk melestarikan alam di dareah
mereka untuk dapat digunakan oleh generasi mereka selanjutnya. Hal ini
dikarenakan kehidupan mereka sangat bergantung pada alam, apabila alam mereka
rusak maka keberlangsungan lehidupan mereka akan sulit. Mereka tidak hanya
melestarikan spesies-spesies yang berguna untuk makanan atau obat-obatan saja,
adalakalanya suatu masyarakat tertentu menjaga suatu spesies tertentu yang
dianggap keramat atau yang merupakan suatu bagin dalam ritual mereka. Maka dari
itu dengan adanya kebiasaan masyarakat primitf tersebut kelestarian alam dan keberagaman
spesies-spesies yang ada di dunia menjadi terjaga.
Beberapa
masyarakat primitif/lokal mempunyai kebiasaan
untuk melakukan perburuan atau penggunaan spesies tertentu pada waktu
yang telah dilakukan. Apabila ada yang melanggar maka akan dikenakan sanksi
adat, maka dari itu masyarakat primitif/lokal mempunyai peran yang sangat
penting bagi konservasi alam. Tanaman-tanaman yang digunakan oleh msyarakat
primitif/lokal sebagai pemenuh kebutuhan sehari-hari atau sebagai obat-obatan
merupakan suatu ilmu yang sangat penting yang dapat digunakan oleh masyarakat
modern dan dikembangkan untuk kemajuan ilmu pengetahuan. Hal tersebut dapat
didapat dari kajian ilmu etnobotani, maka dari itu kajian etnobotani merupakan
kajian ilmu yang penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan juga sebagai
ilmu yang membantu dalam melestarikan alam (konservasi alam).
Dari kajian etnobotani didapat ilmu untuk melestarikan sumber daya
alam sebagai sesuatu yang sangat penting. Namun diperlukan juga upaya
penyadaran dan sosisalisasi terhadapat msyarakat nahwa konservasi alam harus
sudah diterapkan di kehidupan masyarkat mulai dari hal-hal kecil. Serta mulai
diberlakukan sanksi bagi masyarakat yang melanggarnya agar tindakan konservasi
menjadi suatu tindakan yang disadari masyarakat merupakan suatu hal yang
penting. Pelestarian alam tidak hanya dilakukan bagi tumbuhan namun juga pada
makhluk hidup lain. Selain untuk kebutuhan ekonomis dan kebutuhan sehari-hari,
tindakan konservasi alam menjadi suatu tindakan untuk menambah pengetahuan dan
menjadi suatu ilmu yang dapat diwariskan. Sehingga tindakan konservasi alam
dapat terus dikembangkan dan dilestarikan oleh kelestarian selanjutnya.
BAB IV
KESIMPULAN
1.
Etnobotani
memiliki peran yang penting dalam upaya konservasi keaneragaman hayati yang
sudah ada. Sejak jaman nenek moyang kita, etnobotani berperan dalam menjaga
sekaligus memelihara sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.
Sistem kearifan lokal yang dianut pun menjaga agar tidak terjadi over-exploitation
sehingga keaneragaman hayati tetap terjga kelestariannya.
2.
Etnobotani
memiliki peluang yang besar dalam membantu konservasi, diiringi semakin
canggihnya teknologi komunikasi dan informasi, penyebaran mengenai pemanfaatan
tanaman tidak lagi terbatas pada etnis-etnis atau keturunan tertentu saja,
tetapi bisa merata ke semua kalangan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Acharya D, Anshu S. 2008. Indigenous Herbal
Medicines: Tribal Formulations and Traditional Herbal Practices. Jaipur:
Aavishkar Publishers Distributor.
Anggana, A. F. 2011. Kajian
Etnobotani Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Gunung Merapi. IPB. Pdf.
Diakses 9 Maret 2013.
Azikin, G. 2011. Keanekaragaman
Hayati di Indonesia. http://edukasi-pustaka.blogspot.com/2011/12/keanekaragaman-hayati-di-indonesia.
html. Diakses 10 Maret 2013.
Ismanto. 2007. Inventarisasi Potensi Pakis (Cyathea sp) di Kabupaten Mamuju
Provinsi Sulawesi Barat. Buletin Konservasi Alam 7
(1): 48-56.
Kusmana, C. Keanekaan Hayati Flora di
Indonesia. http://cecep_kusmana.staff.ipb.ac.id/2010/06/15/keanekaragaman-hayati-flora-di-indonesia/. Diakses 9 Maret 2013.
Noor F. 2007. Pentingnya
konservasi dalam pengelolaan hutan. Buletin Konservasi Alam 3(7): 16-21.
Purwanto, Y. Peran dan peluang
Etnobotani Masa Kini di Indonesia Dalam Menunjang Upaya Konservasi dan
Pengembangan Keanekaragaman Hayati. Prosiding Seminar Hasil-Hasil
PenelitianBidang ilmu Hayati. Pdf. Diakses 10 Maret 2013
Rifai AM, Waluyo EB. 1992.
Etnobotani dan Pengembangan Tetumbuhan Pewarna Indonesia: Ulasan Suatu
Pengamatan di Madura. Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani;
Cisarua-Bogor, 19-20 Februari 1992. Bogor:Perpustakaan Nasional RI. Hal:
119-126.
Rifai, M. A. 1998. Pemasakinian
etnobotani Indonesia : Suatu keharusan demi peningkatan upaya
pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaannya. Makalah Utama dalam Seminar
Nasional Etnobotani III di Bali. 17 p.
Soekarman, Riswan S. 1992. Status
Pengetahuan Etnobotani di Indonesia. Seminar dan Lokakarya Nasional
Etnobotani; Cisarua-Bogor, 19-20 Februari 1992. Bogor: Perpustakaan Nasional RI.Hal: 1-7.
Suhartini, 2009. Peran
Konservasi Keanekaragaman Hayati dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan.
Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA. Pdf.
Diakses 10 Maret 2013.
Suryadarma IGP. 2008. Diktat Kuliah Etnobotani.
Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta.
Wijaya, G. Etnobotani. http://gaganwijaya.blogspot.com/2011/12/etnobotani.html.
Diakses 10 Maret 2013.
0 komentar " ", Baca atau Masukkan Komentar
Post a Comment