POTENSI EKOLOGI POHON BERINGIN (Ficus benjamina) SEBAGAI
SPESIES KUNCI YANG BERPENGARUH TERHADAP
PENGEMBANGAN EKOSISTEM
Di Susun untuk Memenuhi Nilai Mata Kuliah Tata Guna Biologi
Disusun Oleh :
Wiwi Indri Anti 140410100020
Reva Sevina Maulin 140410100082
Nani Purwati 140410100092
Amalia Fildzah 140410100039
Gema Zacky 140410070051
Adhy Widya S 140410100014
Universitas Padjadjaran
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Jurusan Biologi
2013
DAFTAR ISI
ABSTRAK.......................................................................................................... 1
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 2
1.1 Latar Belakang............................................................................ 2
1. 2 Identifikasi Masalah................................................................... 3
1. 3 Maksud dan Tujuan.................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 4
2. 1 Spesies Kunci............................................................................. 4
2. 2 Ekosistem.................................................................................... 5
2.3 Pohon Beringin (Ficus sp.).......................................................... 6
BAB III PEMBAHASAN............................................................................... 10
BAB IV KESIMPULAN................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 18
1
POTENSI EKOLOGI POHON BERINGIN (Ficus benjamina) SEBAGAI
SPESIES KUNCI YANG BERPENGARUH TERHADAP
PENGEMBANGAN EKOSISTEM
1)Wiwi I.A, 2)Reva S.M, 3)Adhy W.S, 4) Amalia F, 5)Nani P 6) Gema
1. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNPAD
2. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNPAD
3. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNPAD
4. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNPAD
5. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNPAD
6. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNPAD
ABSTRAK
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekologi dari pohon beringin
(Ficus benjamina) sebagai spesies kunci yang berpengaruh terhadap
pengembangan suatu ekosistem sehingga dapat diukur seberapa penting peran
Ficus benjamina di dalamnya baik untuk lingkungan maupun untuk spesies lain
yang kehidupannya bergantung pada Ficus benjamina. Ficus benjamina
merupakan penopang dan penyeimbang ekosistem sehingga digolongkan dalam
spesies kunci. Punahnya spesies ini akan berakibat buruk bagi ekosistem karena
mengakibatkan kepunahan pula pada jenis hewan maupun tumbuhan lainnya.
Untuk memperbaiki kerusakan ekosistem pada derah perkotaan dapat
digunakan Ficus benjamina karena dapat menyerap gas emisi karbon dalam
jumlah besar, yaitu sebanyak 535,90 kg/pohon/tahun. Selain itu Ficus benjamina
juga dapat menyimpan 900 m3 air tanah/tahun, mentransfer air 4.000 liter/hari,
menurunkan suhu 5ºC - 8ºC, meredam kebisingan 25-80 % dan mengurangi
kekuatan angin 75-80%. Ficus benjamina sangat bermanfaat dalam pengembangan
konservasi flora dan fauna, karena banyak jenis flora terutama fauna yang
menjadikan pohon ini sebagai tempat tinggal maupun sumber makanan. Oleh
karenaitu Ficus benjamina ini sangat berperan penting dalam ekosistem tidak
hanya bagi komponen biotik namun juga bagi komponen abiotik seperti air.
Kata Kunci : abiotik, biotik, fauna, Ficus benjamina, flora
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki hutan tropis yang
luas dan kaya di dunia. Menempati urutan ketiga setelah Brasil dan Republik
Demokrasi Kongo. Keanekaragaman hayati di dalamnya sangat tinggi, terutama
jenis tumbuh-tumbuhan termasuk dalam golongan tertinggi di dunia. Di hutan
tropis hidup sebagian besar tumbuh-tumbuhan dunia yang menutup sebagian
besar daratan (63%) bumi Indonesia dan tersembunyi hampir di seluruh kepulauan
Indonesia (Suwarno, 2006). Akan tetapi beberapa tahun belakangan ini banyak
terjadi kerusakan baik oleh manusia sebagai akibat dari berbagai kegiatan manusia
sehari-hari maupun akibat dari industri. pemerintah sudah mengadakan berbagai
usaha untuk menanggulangi kerusakan ekosistem yang terjadi.
Dalam penaggulangan ekosistem ini perlu diperhatikan komponen biotik
maupun abiotiknya, karena dalam suatu ekosistem setiap komponen penyusun ini
memiliki peranan masing-masing. Salah satu spesies yang dapat digunakan untuk
menanggulangi kerusakan ekosistem karena memiliki peranan penting dan bisa
menopang kehidupan dalam suatu ekosistem yaitu pohon beringin (Ficus
benjamina). Pohon beringin memiliki peranan penting karena merupakan sumber
pakan bagi satwa liar, tempat reproduksi bagi beberapa hewan, serta sebagai
habitat bagi beberapa jenis burung dan hewan lainnya. Karena peran-peran
tersebut pohon beringin termasuk ke dalam spesies kunci yang merupakan
penopang dan penyeimbang kehidupan dalam ekosistem.
3
1.2 Identifikasi Masalah
1. Hal apa saja yang menyebabkan Ficus benjamina di katakan sebagai keystone
species?
2. Jenis flora dan fauna apa yang hidupnya sangat bergantung dengan Ficus
benjamina?
3. Apa dampak ekologi yang ditimbulkan jika Ficus benjamina (keystone species)
ini hilang karena rusaknya lingkungan,
4. Bagaimana peranan Ficus benjamina untuk pengembangan ekosistem
1.3 Maksud dan Tujuan
Maksud dari penulisan ini adalah untuk mengetahui potensi ekologi dari
pohon beringin (Ficus benjamina) sebagai spesies kunci yang berpengaruh
terhadap pengembangan suatu ekosistem.
Tujuan dari penulisan ini adalah mengukur pentingnya Ficus benjamina
dalam suatu ekosistem, memahami seberapa besar ketergatungan spesies lain
terhadap Ficus benjamina di ekosistem.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Spesies Kunci
Spesies memiliki efek ekosistem yang kuat ketika mengubah control
interaktif, merupakan faktor-faktor umum yang secara langsung mengatur prosesproses
ekosistem. Karakter dan keanekaragaman atau organism dan interaksinya
di komunitas sangat mempengaruhi proses ekosistem. Karakter spesies
berinteraksi dengan lingkungan fisik untuk mengatur proses-proses ekosistem.
Ekosistem alam saat ini mengalami perubahan besar dalam keanekaragaman jenis
dan karakter spesies dominan. Jumlah, kelimpahan relative, identitas dan interaksi
spesies semua mempengaruhi proses ekosistem (Chapin, Matson, and Mooney,
2002 dalam Nurdahlia,2012).
Di dalam suatu habitat, setiap spesies berhubungan dengan dan tergantung
pada spesies lain, dan masing-masing spesies menyumbang kepada integritas
seluruh habitat itu. Beberapa spesies memberikan layanan esensial yang juga unik
terhadap habitatnya. Tanpa kerja dari spesies kunci ini, perubahan habitat akan
terlihat nyata dan berpengaruh. Pakar ilmu pengetahuan menyebut spesies yang
memainkan peran amat penting ini dengan nama “keystone species”. Kepunahan
atau lenyapnya suatu keystone dari ekosistem akan memicu hilangnya spesies
residen yang lain, dan hubungan yang rumit diantara spesies residen yang tinggal
menjadi terlepas dan terurai. Dalam efek domino ini, spesies akan hilang seperti
mengalirnya air, hilangnya satu spesies akan diikuti oleh spesies lain (Hamidy,
2004).
5
Keystonespecies biasanya terlihat bila hilang atau diambil dari satu
ekosistem, menghasilkan perubahan yang dramatis terhadap spesies yang
tertinggal dalam komunitas itu. Fenomena ini diamati pada ekosistem dan
organism dalam kisaran yang luas. Keystone species adalah suatu spesies yang
kelulushidupan sejumlah spesies lain tergantung kepadanya. Sulit untuk
meramalkan atau mengetahui apakah spesies tertentu adalah keystome species.
Biasanya baru akan disadari setelah spesies itu punah atau diambil dari ekosistem
itu, dan akan terlihat efeknya. Hal itu memperlihatkan bahwa banyak sistem
memiliki keystone species, tetapi itu belum banyak diketahui oleh banyak orang.
Konsep ini dapat diterapkan terhadap kelompok spesies dan juga satu individu
spesies (Hamidy, 2004).
2.2 Ekosistem
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan
timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh
antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Ekosistem
merupakan penggabungan dari setiap unit biosistem yang melibatkan interaksi
timbal balik antara organisme dan lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju
kepada suatu struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara
organisme dan anorganisme. (Soemarno, 2010).
Keseimbangan suatu ekosistem akan terjadi, bila komponen-komponennya
dalam jumlah yang berimbang. Komponen-komponen ekosistem mencakup :
Faktor Abiotik, Produsen, Konsumen, Detritivora, dan Dekomposer (Pengurai).
6
Di antara komponen-komponen ekosistem terjadi terjadi interaksi, saling
membutuhkan dan saling memberikan apa yang menjadi sumber penghidupannya.
mula-mula faktor abiotik yang menyokong kehidupan tumbuh-tumbuhan sebagai
produsen; kemudian tumbuh-tumbuhan menjadi penyokong kehidupan organisme
lainnya (binatang dan manusia) sebagai konsumen maupun detritivora, dan
akhirnya decomposer (bakteri dan jamur) mengembalikan unsur-unsur pembentuk
makhluk hidup kembali ke alam lagi menjadi faktor-faktor abiotik; demikian
seterusnya terjadilah daur ulang materi dan aliran energi di alam secara seimbang
(Anonim, 2013).
Adanya saling ketergantungan antara faktor abiotik dengan faktor biotik,
dan hubungan antarkomponen di dalam faktor biotik sendiri, menunjukkan bahwa
kehidupan manusia bergantung kepada kehidupan makhluk lainnya maupun
kehidupan antar manusia sendiri (Anoim, 2013).
2.3 Pohon Beringin (Ficus sp.)
Marga Ficus termasuk ke dalam Famili Moraceae, anggota family Moraceae
dapat berupa pohon, tanaman memanjat atau perdu, jarang semak, sangat kerap
dengan getah. Daun duduknya berlainan, tunggal. Marga Ficus mempunya satu
daun penumpu pada setiap daun, menggulung berbentuk cerutu. Daun penumpu
rontok atau tidak rontok, jika rontok meninggalkan bekas yang jelas, kadangkadang
bersatu. Nunga tersusun dengan bermacam cara, kadang dengan bulir
rapat, seringkali pada dinding bagian dalam. Dasar bunga untama yang berdaging
(buah periuk). Sebagian dari bunga kadang-kadang berganti menjadi bunga gal
(bunga yang disebabkan sekresi serangga menjadi melembung (peny) pada genus
7
Ficus. Buah kecil serupa buah batu atau dengan dinding lunak, kadang-kadang
terkumpul menjadi bunga majemik atau buah semu (Suwarno, 2006).
Marga Ficus merupakan jenis pohon yang hidup pada tempat dengan sinar
matahari yang cukup sehingga jarang dapat tumbuh pada hutan yang tumbuh rapat.
Ficus sp. terbagi menjadi tiga golongan yaitu epifit, semi epifit dan pohon.
Golongan epifit biasanya hidup meopang pada batang pohon lain dan pada
akhirnya membunuh pohon inangnya tersebut. Semi epifit pada awalnya hidup
menopang tetapi kemudian akarnya dapat mencapai tanah dan dapat berfotositesis
sendiri, sedangkan jenis Ficus sp. yang termasuk pohon dapat hidup langsung
tanpa perantara pohon inang (Astika, 2003).
Pohon beringin yang lebih tua dicirikan oleh akar gantung yang tumbuh
menjadi tunggul kayu tebal yang seiring berjalannya waktu menjadi tidak
terbedakan dengan pokok utama pohon. Pohon beringin dapat menyebar
menggunakan akar gantung ini untuk menutupi daerahnya. Seperti spesies pohon
besar (yang termasuk pohon Ficus carica), beringin memiliki struktur buah yang
unik dan tergantung pada ngengat Ficus untuk reproduksinya (Balai Besar KSDA,
2013).
Gambar 1. Pohon Beringin
8
2.3.1 Peran dan Fungsi Ficus Sebagai Keystone Species
Bunga dan buah Ficus atau disebut dengan buah ara (nama umum),
banyak disukai oleh berbagai jenis satwa baik burung, mamalia, maupun serangga.
Oleh serangga bunga Ficus akan dibantu untuk proses penyerbukkannya, serangga
akan mendapatkan pakannya. Buahnya yang masak dimakan satwa burung
maupun mamalia, sebagian ada yang ditelan dan sebagian lain ada yang terjatuh
ke tanah. Biji yang masuk dalam sistem pencernaan satwa karena keras akan
keluar bersama-sama dengan kotoran satwa (faeces),dan akhirnya akan tersebar
bersamaan dengan penjelajahan satwa. Biji akan secara alami tumbuh jika
mendapatkan tempat yang cocok. Dalam hal ini satwa akan membantu proses
pemencaran tumbuhan Ficus. Diketahui bahwa Ficus umumnya berbunga dan
berbuah sepanjang tahun, kondisi ini Ficus secara alami menyediakan pakan bagi
satwa sepanjang tahun. Selain itu satwa juga mendapatkan tempat bermain,
berlindung yang aman karena kerimbunan pohon Ficus yang hijau sepanjang
tahun (Biodiversity CHM, 2010).
Setiap species Ficus memiliki kumbang sendiri untuk penyerbukannya.
Salah satu contoh mengenai keterkaitan tumbuhan serangga. Siklus kehidupan
kumbang, termasuk perkawinannya, mengambil tempat di ruang buah, dan
serangga ini sebetulnya merupakan “tawanan” di dalam buah yang belum masak.
Yang jantan tidak pernah muncul dan mati sesudah kawin. Betina yang dibuahi,
membuat lubang keluar dan terbang ke pohon yang lain untuk meletakan telurnya.
Sementara itu sari bunga yang terbawa membantu penyerbukan pohon (Suwarno,
2006).
9
Pada saat musim berbuah, pohon beringin sering dikunjungi berbagai jenis
burung dari kelompok frugivor (dari suku Pycnonotidae, Columbidae,
Capitonidae, Dicidae) dan insektivor (suku Apodidae, Sylviidae). Hal tersebut
karena habitat lain bagi burung adalah tempat terbuka seperti pekarangan/ lahan
terlantar yang masih ditumbuhi berbagai macam pohon buah-buahan seperti
Beringin (Ayat, 2011).
Burung tidak hanya menggunakan pohon untuk bertengger saja tapi juga
sebagai tempat untuk berlindung, bersarang, dan mencari makan, karena pohon
menyediakan buah, ulat (serangga) dan nektar sebagai makanan burung sehingga
pilihan penghijauan menjadi sangat penting untuk kelangsungan kehidupan
burung. Pohon beringin (Ficus sp.) merupakan tumbuhan yang memiliki peranan
menonjol bagi burung karena dapat digunakan untuk berlindung, membangun
sarang dan menyediakan berbagai makanan bagi burung. Benalu merupakan
parasit yang menjadi sumber makanan bagi burung anggota familia Zosteropidae,
Dicaeidae, dan Nectariniidae karena menyediakan nectar yang menjadi sumber
makanan bagi burung-burung anggota familia tersebut (Wibowo,2012).
Secara ekologis, jenis-jenis Ficus cukup tahan pada lahan-lahan yang
kurang subur, bahkan dapat tumbuh pada substrat yang berbatu, seperti batu
karang, batu kapur yang secara fisik keras dan terbatas dengan air. Karena itu
jenis-jenis ini cukup bisa bertahan pada lahan-lahan karst dan sebagai salah satu
jenis yang melindungi kawasan karst secara umum. Di kawasan karst ini jenisjenis
akan selalu hijau sepanjang tahun (Biodiversity CHM, 2010)
10
BAB III
PEMBAHASAN
Dari tujuan penulisan dan identifikasi masalah paper ini, perlu diuraikan
pembahasan mengenai hal apa yang menyebabkan Ficus benjamina di katakan
sebagai keystone species, jenis-jenis flora dan fauna apa yang hidupnya sangat
bergantung dengan Ficus benjamina, apa dampak ekologi yang ditimbulkan jika
Ficus benjamina (keystone species) ini hilang karena rusaknya lingkungan dan
Peranan dari Ficus benjamina untuk pengembangan ekosistem.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa ekosistem merupakan interaksi
antara komponen biotik (makhluk hidup) dan abiotik (lingkungan). Kedua hal ini
sangat berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lainnya. Perbedaan
komponen penyusun abiotik suatu daerah dengan daerah lainnya tentu akan
mempengaruhi komponen biotik yang hidup di dalamnya. Dengan adanya
perubahan lingkungan yang terus menerus seperti saat ini menjadikan komponen
biotik (hayati) suatu ekosistem banyak mengalami perubahan bahkan kepunahan
dikarenakan perubahan berkelanjutan yang berujung pada kerusakan.
Untuk menanggulangi kerusakan ekosistem akibat dari kegiatan manusia
dan industri, kini pengembangan dan pembangunan ekosistem sedang ramai
digalakkan. Pada praktiknya sendiri selain membatasi atau membuat peraturan
akan kebijakan-kebijakan pemerintah terkait kerusakan lingkungan,
pengembangan dan pembangunan ekosistem tidak akan lepas dari komponen
hayati yang merupakan komponen biotik dari ekosistem itu sendiri, terutama
11
dengan flora maupun fauna yang termasuk pada golongan kunci spesies (keystone
species).
Spesies kunci (keystone species) merupakan spesies dalam ekosistem
tertentu yang memegang peranan penting dalam memelihara kestabilan suatu
ekosistem dimana jika spesies ini punah maka ekosistem tersebut akan goyah atau
tidak seimbang sehingga akan menyebabkan punahnya spesies lain dalam
ekosistem tersebut, karena spesies kunci merupakan penyeimbang dalam suatu
ekosistem. Adapun salah satu flora yang termasuk dalam golongan spesies kunci
yaitu pohon beringin (Ficus benjamina), spesies ini menentukan keberadaan
spesies lainnya. Ficus benjamina merupakan “perekat” kebersamaan dalam
kelompok ekologi. Dan jika spesies kunci ini punah, maka mengakibatkan
kepunahan jenis lain baik hewan dan tumbuhan yang nilainya tidak terhitung
(Whitten, 2002). Ficus benjamina sangat bermanfaat dalam hal konservasi flora
dan fauna. Salah satu peranan Ficus benjamina sebagai spesies kunci adalah
karena buahnya mendukung populasi beberapa vertebrata selama pohon lain tidak
berbuah. pohon beringin putih masak tidak berdasarkan musim, tidak sperti
tumbuhan liliana lainnya. Jadi disaat tanaman lain belum berbuah beringin putih
mampu menghasilkan buah yang melimpah itulah sebabnya banyak populasi
vertebrata yang hidupnya sangat tergantung pada pohon ini.
Ficus benjamina memiliki struktur tajuk yang rapat dan lebat menjadikan
pohon beringin putih terlindung dari sinar terik matahari dan menciptakan kondisi
udara yang sejuk. Selain itu menciptakan vegetasi bawah, sehingga banyak
spesies baru yang tumbuh daerah tersebut. Dari kondisi udara yang sejuk,
dijadikan sebagai surga bagi beberapa jenis serangga dan burung. Salah satu jenis
12
serangga yang dijumpai adalah Tawon Ficus (Blasthopaga quadraticeps), yang
menggunakan pohon ini untuk berproduksi dan bersarang. Dengan adanya buah
yang melimpah, pohon yang rindang dan sejuk ditambah dengan adanya serangga,
menjadikan beringin putih merupakan tempat yang sangat disukai beberapa jenis
burung, seperti burung pemakan buah dan biji yakni Punai Gading (Treron
Vernans) dan Kepudang Kuduk Hitam (Oriolus chinensis). Burung pemakan ulat
atau tawon ficus yakni Cipoh Kacat (Aegithina thipia) dan Walet Sapi (Callocalia
esculenta), sedangkan burung yang suka bersarang di pohon ini adalah Kutilang
(Pycnonotus aurigaster) dan Trocokan (Pycnonotus goiavier). Bahkan ada salah
satu jenis burung di Pulau Sulawesi yakni Rangkong (Aceros cassidix)
menjadikan pohon ini sebagai tempat bersarang, berproduksi dan sumber
makanan. Burung rangkong ini juga berperan besar dalam penyebaran biji pada
hutan hujan tropis, karena burung rangkong dapat terbang dengan jarak yang
cukup jauh.
Burung Madu Sriganti (Nectariniajugalaris) serta Cabai Jawa (Dicaeum
trochileum) mencari makan di benalu yang tumbuh pada pohon beringin putih
(Anonim, 2003 dalam Swestiani D. dan A. Sudomo, 2009). Selain spesies burung
yang ditemukan, ada beberapa jenis mamalia yang mengunjungi pohon beringin
putih seperti orang utan, siamang, dan berbagai macam kera, dan beruang madu
(Whitten, 2002 dalam Swestiani D. dan A. Sudomo, 2009).
Pohon beringin dapat digunakan dalam pengembangan dan pembangunan
ekosistem seperti yang telah dilakukan di Cagar Alam Tangkoko Sulawesi Utara.
Pada konservasi di Cagar Alam ini pohon beringin sebagai spesies kunci flora dan
rangkong sebagai spesies kunci fauna. Keduanya berasosiasi dengan sangat baik
13
dimana rangkong menjadikan pohon beringin sebagai tempat bersarang,
bereproduksi, dan sebagai sumber makanan dari buah pohon beringin dengan
begitu penyebaran biji pohon beringin terbantu oleh rangkong sehingga
penyebarannya akan cukup luas, karena burung rangkong dapat terbang dengan
jarak yang cukup jauh.
Salah satu varietas dari beringin yang cukup potensial adalah beringin
putih (Ficus benjamina var varigata). Pohon ini sudah ditanam dalam taman kota.
Pada beberapa pusat kota di Pulau Jawa, terdapat pohon beringin putih terutama
di alun-alun, di perkarangan istana kepresidenan Republik Indonesia di Bogor
terdapat beberapa pohon beringin putih yang cukup besar yang berfungsi sebagai
hiasan taman dan tanaman pelindung. Penanaman pohon besar disepanjang jalur
hijau jalan, bantaran rel kereta api, jalur tegangan tinggi, serta jalur tepian air
bantaran kali, situ, waduk, tepian pantai, dan rawa-rawa akan membentuk
infrastruktur hijau raksasa yang berfungsi ekologis. Kota pohon akan memberikan
keteduhan kepada pejalan kaki, dan penunggang sepeda.
Berbagai penelitian menyebutkan 1 hektar Ruang Terbuka Hijau (RTH)
yang dipenuhi pohon besar menghasilkan 0,6 ton O2 untuk 1.500 penduduk setiap
hari, menyerap 2,5 ton CO2/tahun (6 kg CO2/batang per tahun), menyimpan 900
m3 air tanah/tahun, mentransfer air 4.000 liter/hari, menurunkan suhu 5ºC - 8ºC,
meredam kebisingan 25-80 % dan mengurangi kekuatan angin 75-80%. 4 pohon
dewasa (tinggi 10 m ke atas, diameter batang lebih dari 10 cm, tajuk lebar dan
berdaun lebat) dapat menyerap gas emisi yang dikeluarkan oleh setiap mobil
(Joga, 2008 dalam Swestiani D. dan A. Sudomo, 2009). Pemilihan penanaman
beringin putih pada hutan kota sangatlah tepat, karena disamping sangat baik
14
untuk pengaturan tata air, pencegahan bahaya erosi dan banjir, tingkat strata tajuk
yang lebat dan padat dapat berpengaruh mengurangi/meredam kebisingan, angin,
terik sinar matahari dan mengontrol kelembaban udara sehingga dapat
menurunkan suhu kota. Jenis Ficus benjamina var varigata memiliki kemampuan
menyerap karbondioksida yang tinggi, yakni sebanyak 535,90 kg/pohon/tahun.,
dibanding kayu komersial lainnya seperti Jati (Tectona grandis) yang hanya
mampu menyerap karbondioksida sebanyak 135,27 kg/pohon/tahun (Duryatmo,
2008. dalam Swestiani D. dan A. Sudomo, 2009).
Beringin putih (Ficus benjamina var varigata.) merupakan salah satu
spesies yang memiliki nilai ekologi sangat tinggi, selain berfungsi sebagai
pencegah erosi tanah dan penyimpan cadangan air juga merupakan tanaman yang
sangat disukai sebagai habitat satwa liar. Pohon ini merupakan sumber pakan dan
bersarang untuk beberapa jenis burung, serangga, reptilia, ampibia dan mamalia.
Akar gantung pohon beringin selain bisa digunakan untuk pengobatan berbagai
penyakit juga merupakan tempat bermain untuk beberapa jenis primata.
Pada kawasan hutan hujan tropis tanaman dibiarkan tumbuh secara alami
tanpa bantuan manusia seperti halnya pohon beringin putih dapat tumbuh dengan
sendirinya. Karena proses penyebarannya di alam merupakan peran dari satwaliar
yang memakan bijinya. Satwa yang berperan besar dalam proses penyebaran
beringin di alam adalah beberapa jenis burung pemakan biji dan primata. Pada
pohon beringin terjadi suatu interaksi biotik yang sangat komplek. Interaksi
tersebut merupakan hubungan simbiosis mutualisme antara sesama spesies yang
ada di situ. Sehingga dapat dikatakan, pohon beringin merupakan salah satu
15
indikator untuk hutan yang dalam kondisi klimaks atau dalam proses suksesi
menuju klimaks.
Setiap jenis pohon yang ada di permukaan bumi mengandung manfaat
yang cukup besar yang terkadang tidak kita sadari, salah satunya jensi Ficus
benjamina var varigata yang selama ini keberadaannya sudah mulai berkurang.
Untuk itu agar jenis yang memiliki banyak manfaat ini tidak punah maka
diperlukan usaha konservasi sumber daya genetik tanaman hutan jenis ini dengan
baik. Beberapa usaha yang dapat dilakukan dalam upaya tersebut dapat ditempuh
dengan cara :
a) Pelestarian in situ pada beberapa kawasan pelestarian berupa Taman
Nasional dan Cagar Alam serta Hutan Lindung bahkan Hutan
Produksi.
b) Pelestarian Ex- situ yang dapat dilaksanakan pada Lembaga
Penelitian, Universitas, BUMN/BUMS kehutanan dengan
menggunakan perpaduan teknologi berupa pengkayaan biji dan benih.
c) Restorasi dan Rehabilitasi, meliputi metode, baik insitu maupun
eksitu, untuk membangun kembali spesies, varietas genetik,
komunitas, populasi, habitat dan proses-proses ekologis.
d) On Farm dimana pelestarian plasma nutfah dengan mengembangkan
pohon beringin putih pada areal budidaya dalam bentuk penanaman
oleh masyarakat dan program-program pemerintah yang berbasis
kemasyarakatan seperti GERHAN dan lain sebagainya.
16
BAB IV
KESIMPULAN
1. Ficus benjamina merupakan “perekat” kebersamaan dalam kelompok ekologi,
sangat bermanfaat dalam hal konservasi flora dan fauna, memiliki buah yang
merupakan sumber makanan, struktur tajuk yang rapat dan lebat menjadikan
pohon beringin putih terlindung dari sinar terik matahari dan menciptakan
kondisi udara yang sejuk sehingga banyak spesies yang bergantung untuk
hidup serta menjadikannya tempat untuk tinggal dan bereproduksi.
2. Spesies yang hidup di pohon beringin adalah Tawon Ficus (Blasthopaga
quadraticeps), beberapa jenis burung, seperti burung pemakan buah dan biji
yakni Punai Gading (Treron Vernans) dan Kepudang Kuduk Hitam (Oriolus
chinensis). Burung pemakan ulat atau tawon ficus yakni Cipoh Kacat
(Aegithina thipia) dan Walet Sapi (Callocalia esculenta), sedangkan burung
yang suka bersarang di pohon ini adalah Kutilang (Pycnonotus aurigaster) dan
Trocokan (Pycnonotus goiavier). Bahkan ada salah satu jenis burung di Pulau
Sulawesi yakni Rangkong (Aceros cassidix) menjadikan pohon ini sebagai
tempat bersarang, berproduksi dan sumber makanan, dll.
3. Jika Ficus benjamina yang tergolong dalam spesies kunci ini punah maka akan
terjadi ketidakstabilan suatu ekosistem. Dimana jika spesies ini punah maka
ekosistem tersebut akan goyah atau tidak seimbang sehingga akan
menyebabkan punahnya spesies lain dalam ekosistem tersebut, karena pohon
ini merupakan sumber makanan dan tempat tinggal bagi makhluk hidup lain.
17
4. Dalam pengembangan dan pembangunan ekosistem Ficus benjamina berperan
penting karena dapat melestarikan flora dan terutama fauna karena merupakan
tanaman yang sangat digemari oleh satwa liar. Selain itu ficus benjamina ini
tidak hanya baik pada pengembangan dan pembangunan ekosistem hutan akan
tetapi juga pada taman kota. Penanaman pohon besar disepanjang jalur hijau
jalan, jalan kereta api, sehingga membentuk infrastruktur hijau raksasa yang
berfungsi ekologis sebagai pencegah erosi tanah dan penyimpan cadangan air
serta dapat menyerap gas emisi karbon dalam jumlah yang besar yakni sebesar
535,90 kg/pohon/tahun.
18
Daftar Pustaka
Anonim. 2013. Lingkunga Kita. Diakses melalui
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA. pada taggal 9 maret 2013
Astika, G. 2003. Pengaruh Media Arang Sekam Terhadap Pertumbuhan Semau
Ficus callosa Willd, (Pangsar). Bogor: Fakultas Kehutanan, IPB
Ayat, A. 2011. Burung-burung Agroforest di Sumatera. In: Mardiastuti A, eds.
Bogor, Indonesia. World Agroforestry Centre-ICRAF, SEA Regional
Office. 112p.
Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan. 2013. Beringin. Diakses melalui
http://www.ksdasulsel.org. pada tanggal 9maret 2013
Biodiversity CHM. 2010. Keystone Species Bangka Belitung. Diakses melalui
http://www.indonesianchm.or.id. Pada tanggal 9 maret 2013
CCRC-Farmasi UGM. 2009. Beringin Putih .
Dalimartha, S .2005. Atlas tanaman Obat Jilid I.
Hamidy, R. 2004. Keystone Species Dalam Ekologi. Pekanbaru: Jurusan Ilmu
Kelautan. Universitas Riau.
Muhar, A. 2010. Manfaat Intangible Ficus Benjamina Var Varigata (Beringin
Putih). Diakses melalui http://lkimunand.blogspot.com pada tanggal 12
maret 2013
Nurdahlia. 2012. PENGARUH KOMUNITAS TERHADAP PROSES
EKOSISTEM. Diakses melalui http://ekologiekosistem.blogspot.com Pada
tanggal 9 maret 2013
19
Soemarno. 2010. Ekosistem Sawah. Diakses melalui
http://marno.lecture.ub.ac.id/files/2011/12/EKOSISTEM-SAWAH.pdf.
pada tanggal 9 maret 2013
Suwarno, E. Studi Keanekaragaman Jenis Beringin (Ficus sp.) di Cagar Alam
Telaga Warna Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Diakses melalui
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49548/E06esu.pdf?
sequence=1. Pada tanggal 9 maret 2013.
Swestiani D. dan A. Sudomo . 2009. Kajian Manfaat Jenis Beringin Putih dalam
SURILI (Suara, Berita dan Liputan Rimbawan Jawa Barat) .
Ulum, S. 2009. Manfaat Beringin Putih dalam Pembangunan Kawasan Hutan
dalam Kabar Indonesia Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan.
Wibowo, Y. 2012. Keanekaragaman Burung di Kampus Universitas Negeri
Yogyakarta. Diakses melalui http://staff.uny.ac.id Pada tanggal 9 maret
2013.
SPESIES KUNCI YANG BERPENGARUH TERHADAP
PENGEMBANGAN EKOSISTEM
Di Susun untuk Memenuhi Nilai Mata Kuliah Tata Guna Biologi
Disusun Oleh :
Wiwi Indri Anti 140410100020
Reva Sevina Maulin 140410100082
Nani Purwati 140410100092
Amalia Fildzah 140410100039
Gema Zacky 140410070051
Adhy Widya S 140410100014
Universitas Padjadjaran
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Jurusan Biologi
2013
DAFTAR ISI
ABSTRAK.......................................................................................................... 1
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 2
1.1 Latar Belakang............................................................................ 2
1. 2 Identifikasi Masalah................................................................... 3
1. 3 Maksud dan Tujuan.................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 4
2. 1 Spesies Kunci............................................................................. 4
2. 2 Ekosistem.................................................................................... 5
2.3 Pohon Beringin (Ficus sp.).......................................................... 6
BAB III PEMBAHASAN............................................................................... 10
BAB IV KESIMPULAN................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 18
1
POTENSI EKOLOGI POHON BERINGIN (Ficus benjamina) SEBAGAI
SPESIES KUNCI YANG BERPENGARUH TERHADAP
PENGEMBANGAN EKOSISTEM
1)Wiwi I.A, 2)Reva S.M, 3)Adhy W.S, 4) Amalia F, 5)Nani P 6) Gema
1. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNPAD
2. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNPAD
3. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNPAD
4. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNPAD
5. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNPAD
6. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNPAD
ABSTRAK
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekologi dari pohon beringin
(Ficus benjamina) sebagai spesies kunci yang berpengaruh terhadap
pengembangan suatu ekosistem sehingga dapat diukur seberapa penting peran
Ficus benjamina di dalamnya baik untuk lingkungan maupun untuk spesies lain
yang kehidupannya bergantung pada Ficus benjamina. Ficus benjamina
merupakan penopang dan penyeimbang ekosistem sehingga digolongkan dalam
spesies kunci. Punahnya spesies ini akan berakibat buruk bagi ekosistem karena
mengakibatkan kepunahan pula pada jenis hewan maupun tumbuhan lainnya.
Untuk memperbaiki kerusakan ekosistem pada derah perkotaan dapat
digunakan Ficus benjamina karena dapat menyerap gas emisi karbon dalam
jumlah besar, yaitu sebanyak 535,90 kg/pohon/tahun. Selain itu Ficus benjamina
juga dapat menyimpan 900 m3 air tanah/tahun, mentransfer air 4.000 liter/hari,
menurunkan suhu 5ºC - 8ºC, meredam kebisingan 25-80 % dan mengurangi
kekuatan angin 75-80%. Ficus benjamina sangat bermanfaat dalam pengembangan
konservasi flora dan fauna, karena banyak jenis flora terutama fauna yang
menjadikan pohon ini sebagai tempat tinggal maupun sumber makanan. Oleh
karenaitu Ficus benjamina ini sangat berperan penting dalam ekosistem tidak
hanya bagi komponen biotik namun juga bagi komponen abiotik seperti air.
Kata Kunci : abiotik, biotik, fauna, Ficus benjamina, flora
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki hutan tropis yang
luas dan kaya di dunia. Menempati urutan ketiga setelah Brasil dan Republik
Demokrasi Kongo. Keanekaragaman hayati di dalamnya sangat tinggi, terutama
jenis tumbuh-tumbuhan termasuk dalam golongan tertinggi di dunia. Di hutan
tropis hidup sebagian besar tumbuh-tumbuhan dunia yang menutup sebagian
besar daratan (63%) bumi Indonesia dan tersembunyi hampir di seluruh kepulauan
Indonesia (Suwarno, 2006). Akan tetapi beberapa tahun belakangan ini banyak
terjadi kerusakan baik oleh manusia sebagai akibat dari berbagai kegiatan manusia
sehari-hari maupun akibat dari industri. pemerintah sudah mengadakan berbagai
usaha untuk menanggulangi kerusakan ekosistem yang terjadi.
Dalam penaggulangan ekosistem ini perlu diperhatikan komponen biotik
maupun abiotiknya, karena dalam suatu ekosistem setiap komponen penyusun ini
memiliki peranan masing-masing. Salah satu spesies yang dapat digunakan untuk
menanggulangi kerusakan ekosistem karena memiliki peranan penting dan bisa
menopang kehidupan dalam suatu ekosistem yaitu pohon beringin (Ficus
benjamina). Pohon beringin memiliki peranan penting karena merupakan sumber
pakan bagi satwa liar, tempat reproduksi bagi beberapa hewan, serta sebagai
habitat bagi beberapa jenis burung dan hewan lainnya. Karena peran-peran
tersebut pohon beringin termasuk ke dalam spesies kunci yang merupakan
penopang dan penyeimbang kehidupan dalam ekosistem.
3
1.2 Identifikasi Masalah
1. Hal apa saja yang menyebabkan Ficus benjamina di katakan sebagai keystone
species?
2. Jenis flora dan fauna apa yang hidupnya sangat bergantung dengan Ficus
benjamina?
3. Apa dampak ekologi yang ditimbulkan jika Ficus benjamina (keystone species)
ini hilang karena rusaknya lingkungan,
4. Bagaimana peranan Ficus benjamina untuk pengembangan ekosistem
1.3 Maksud dan Tujuan
Maksud dari penulisan ini adalah untuk mengetahui potensi ekologi dari
pohon beringin (Ficus benjamina) sebagai spesies kunci yang berpengaruh
terhadap pengembangan suatu ekosistem.
Tujuan dari penulisan ini adalah mengukur pentingnya Ficus benjamina
dalam suatu ekosistem, memahami seberapa besar ketergatungan spesies lain
terhadap Ficus benjamina di ekosistem.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Spesies Kunci
Spesies memiliki efek ekosistem yang kuat ketika mengubah control
interaktif, merupakan faktor-faktor umum yang secara langsung mengatur prosesproses
ekosistem. Karakter dan keanekaragaman atau organism dan interaksinya
di komunitas sangat mempengaruhi proses ekosistem. Karakter spesies
berinteraksi dengan lingkungan fisik untuk mengatur proses-proses ekosistem.
Ekosistem alam saat ini mengalami perubahan besar dalam keanekaragaman jenis
dan karakter spesies dominan. Jumlah, kelimpahan relative, identitas dan interaksi
spesies semua mempengaruhi proses ekosistem (Chapin, Matson, and Mooney,
2002 dalam Nurdahlia,2012).
Di dalam suatu habitat, setiap spesies berhubungan dengan dan tergantung
pada spesies lain, dan masing-masing spesies menyumbang kepada integritas
seluruh habitat itu. Beberapa spesies memberikan layanan esensial yang juga unik
terhadap habitatnya. Tanpa kerja dari spesies kunci ini, perubahan habitat akan
terlihat nyata dan berpengaruh. Pakar ilmu pengetahuan menyebut spesies yang
memainkan peran amat penting ini dengan nama “keystone species”. Kepunahan
atau lenyapnya suatu keystone dari ekosistem akan memicu hilangnya spesies
residen yang lain, dan hubungan yang rumit diantara spesies residen yang tinggal
menjadi terlepas dan terurai. Dalam efek domino ini, spesies akan hilang seperti
mengalirnya air, hilangnya satu spesies akan diikuti oleh spesies lain (Hamidy,
2004).
5
Keystonespecies biasanya terlihat bila hilang atau diambil dari satu
ekosistem, menghasilkan perubahan yang dramatis terhadap spesies yang
tertinggal dalam komunitas itu. Fenomena ini diamati pada ekosistem dan
organism dalam kisaran yang luas. Keystone species adalah suatu spesies yang
kelulushidupan sejumlah spesies lain tergantung kepadanya. Sulit untuk
meramalkan atau mengetahui apakah spesies tertentu adalah keystome species.
Biasanya baru akan disadari setelah spesies itu punah atau diambil dari ekosistem
itu, dan akan terlihat efeknya. Hal itu memperlihatkan bahwa banyak sistem
memiliki keystone species, tetapi itu belum banyak diketahui oleh banyak orang.
Konsep ini dapat diterapkan terhadap kelompok spesies dan juga satu individu
spesies (Hamidy, 2004).
2.2 Ekosistem
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan
timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh
antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Ekosistem
merupakan penggabungan dari setiap unit biosistem yang melibatkan interaksi
timbal balik antara organisme dan lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju
kepada suatu struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara
organisme dan anorganisme. (Soemarno, 2010).
Keseimbangan suatu ekosistem akan terjadi, bila komponen-komponennya
dalam jumlah yang berimbang. Komponen-komponen ekosistem mencakup :
Faktor Abiotik, Produsen, Konsumen, Detritivora, dan Dekomposer (Pengurai).
6
Di antara komponen-komponen ekosistem terjadi terjadi interaksi, saling
membutuhkan dan saling memberikan apa yang menjadi sumber penghidupannya.
mula-mula faktor abiotik yang menyokong kehidupan tumbuh-tumbuhan sebagai
produsen; kemudian tumbuh-tumbuhan menjadi penyokong kehidupan organisme
lainnya (binatang dan manusia) sebagai konsumen maupun detritivora, dan
akhirnya decomposer (bakteri dan jamur) mengembalikan unsur-unsur pembentuk
makhluk hidup kembali ke alam lagi menjadi faktor-faktor abiotik; demikian
seterusnya terjadilah daur ulang materi dan aliran energi di alam secara seimbang
(Anonim, 2013).
Adanya saling ketergantungan antara faktor abiotik dengan faktor biotik,
dan hubungan antarkomponen di dalam faktor biotik sendiri, menunjukkan bahwa
kehidupan manusia bergantung kepada kehidupan makhluk lainnya maupun
kehidupan antar manusia sendiri (Anoim, 2013).
2.3 Pohon Beringin (Ficus sp.)
Marga Ficus termasuk ke dalam Famili Moraceae, anggota family Moraceae
dapat berupa pohon, tanaman memanjat atau perdu, jarang semak, sangat kerap
dengan getah. Daun duduknya berlainan, tunggal. Marga Ficus mempunya satu
daun penumpu pada setiap daun, menggulung berbentuk cerutu. Daun penumpu
rontok atau tidak rontok, jika rontok meninggalkan bekas yang jelas, kadangkadang
bersatu. Nunga tersusun dengan bermacam cara, kadang dengan bulir
rapat, seringkali pada dinding bagian dalam. Dasar bunga untama yang berdaging
(buah periuk). Sebagian dari bunga kadang-kadang berganti menjadi bunga gal
(bunga yang disebabkan sekresi serangga menjadi melembung (peny) pada genus
7
Ficus. Buah kecil serupa buah batu atau dengan dinding lunak, kadang-kadang
terkumpul menjadi bunga majemik atau buah semu (Suwarno, 2006).
Marga Ficus merupakan jenis pohon yang hidup pada tempat dengan sinar
matahari yang cukup sehingga jarang dapat tumbuh pada hutan yang tumbuh rapat.
Ficus sp. terbagi menjadi tiga golongan yaitu epifit, semi epifit dan pohon.
Golongan epifit biasanya hidup meopang pada batang pohon lain dan pada
akhirnya membunuh pohon inangnya tersebut. Semi epifit pada awalnya hidup
menopang tetapi kemudian akarnya dapat mencapai tanah dan dapat berfotositesis
sendiri, sedangkan jenis Ficus sp. yang termasuk pohon dapat hidup langsung
tanpa perantara pohon inang (Astika, 2003).
Pohon beringin yang lebih tua dicirikan oleh akar gantung yang tumbuh
menjadi tunggul kayu tebal yang seiring berjalannya waktu menjadi tidak
terbedakan dengan pokok utama pohon. Pohon beringin dapat menyebar
menggunakan akar gantung ini untuk menutupi daerahnya. Seperti spesies pohon
besar (yang termasuk pohon Ficus carica), beringin memiliki struktur buah yang
unik dan tergantung pada ngengat Ficus untuk reproduksinya (Balai Besar KSDA,
2013).
Gambar 1. Pohon Beringin
8
2.3.1 Peran dan Fungsi Ficus Sebagai Keystone Species
Bunga dan buah Ficus atau disebut dengan buah ara (nama umum),
banyak disukai oleh berbagai jenis satwa baik burung, mamalia, maupun serangga.
Oleh serangga bunga Ficus akan dibantu untuk proses penyerbukkannya, serangga
akan mendapatkan pakannya. Buahnya yang masak dimakan satwa burung
maupun mamalia, sebagian ada yang ditelan dan sebagian lain ada yang terjatuh
ke tanah. Biji yang masuk dalam sistem pencernaan satwa karena keras akan
keluar bersama-sama dengan kotoran satwa (faeces),dan akhirnya akan tersebar
bersamaan dengan penjelajahan satwa. Biji akan secara alami tumbuh jika
mendapatkan tempat yang cocok. Dalam hal ini satwa akan membantu proses
pemencaran tumbuhan Ficus. Diketahui bahwa Ficus umumnya berbunga dan
berbuah sepanjang tahun, kondisi ini Ficus secara alami menyediakan pakan bagi
satwa sepanjang tahun. Selain itu satwa juga mendapatkan tempat bermain,
berlindung yang aman karena kerimbunan pohon Ficus yang hijau sepanjang
tahun (Biodiversity CHM, 2010).
Setiap species Ficus memiliki kumbang sendiri untuk penyerbukannya.
Salah satu contoh mengenai keterkaitan tumbuhan serangga. Siklus kehidupan
kumbang, termasuk perkawinannya, mengambil tempat di ruang buah, dan
serangga ini sebetulnya merupakan “tawanan” di dalam buah yang belum masak.
Yang jantan tidak pernah muncul dan mati sesudah kawin. Betina yang dibuahi,
membuat lubang keluar dan terbang ke pohon yang lain untuk meletakan telurnya.
Sementara itu sari bunga yang terbawa membantu penyerbukan pohon (Suwarno,
2006).
9
Pada saat musim berbuah, pohon beringin sering dikunjungi berbagai jenis
burung dari kelompok frugivor (dari suku Pycnonotidae, Columbidae,
Capitonidae, Dicidae) dan insektivor (suku Apodidae, Sylviidae). Hal tersebut
karena habitat lain bagi burung adalah tempat terbuka seperti pekarangan/ lahan
terlantar yang masih ditumbuhi berbagai macam pohon buah-buahan seperti
Beringin (Ayat, 2011).
Burung tidak hanya menggunakan pohon untuk bertengger saja tapi juga
sebagai tempat untuk berlindung, bersarang, dan mencari makan, karena pohon
menyediakan buah, ulat (serangga) dan nektar sebagai makanan burung sehingga
pilihan penghijauan menjadi sangat penting untuk kelangsungan kehidupan
burung. Pohon beringin (Ficus sp.) merupakan tumbuhan yang memiliki peranan
menonjol bagi burung karena dapat digunakan untuk berlindung, membangun
sarang dan menyediakan berbagai makanan bagi burung. Benalu merupakan
parasit yang menjadi sumber makanan bagi burung anggota familia Zosteropidae,
Dicaeidae, dan Nectariniidae karena menyediakan nectar yang menjadi sumber
makanan bagi burung-burung anggota familia tersebut (Wibowo,2012).
Secara ekologis, jenis-jenis Ficus cukup tahan pada lahan-lahan yang
kurang subur, bahkan dapat tumbuh pada substrat yang berbatu, seperti batu
karang, batu kapur yang secara fisik keras dan terbatas dengan air. Karena itu
jenis-jenis ini cukup bisa bertahan pada lahan-lahan karst dan sebagai salah satu
jenis yang melindungi kawasan karst secara umum. Di kawasan karst ini jenisjenis
akan selalu hijau sepanjang tahun (Biodiversity CHM, 2010)
10
BAB III
PEMBAHASAN
Dari tujuan penulisan dan identifikasi masalah paper ini, perlu diuraikan
pembahasan mengenai hal apa yang menyebabkan Ficus benjamina di katakan
sebagai keystone species, jenis-jenis flora dan fauna apa yang hidupnya sangat
bergantung dengan Ficus benjamina, apa dampak ekologi yang ditimbulkan jika
Ficus benjamina (keystone species) ini hilang karena rusaknya lingkungan dan
Peranan dari Ficus benjamina untuk pengembangan ekosistem.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa ekosistem merupakan interaksi
antara komponen biotik (makhluk hidup) dan abiotik (lingkungan). Kedua hal ini
sangat berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lainnya. Perbedaan
komponen penyusun abiotik suatu daerah dengan daerah lainnya tentu akan
mempengaruhi komponen biotik yang hidup di dalamnya. Dengan adanya
perubahan lingkungan yang terus menerus seperti saat ini menjadikan komponen
biotik (hayati) suatu ekosistem banyak mengalami perubahan bahkan kepunahan
dikarenakan perubahan berkelanjutan yang berujung pada kerusakan.
Untuk menanggulangi kerusakan ekosistem akibat dari kegiatan manusia
dan industri, kini pengembangan dan pembangunan ekosistem sedang ramai
digalakkan. Pada praktiknya sendiri selain membatasi atau membuat peraturan
akan kebijakan-kebijakan pemerintah terkait kerusakan lingkungan,
pengembangan dan pembangunan ekosistem tidak akan lepas dari komponen
hayati yang merupakan komponen biotik dari ekosistem itu sendiri, terutama
11
dengan flora maupun fauna yang termasuk pada golongan kunci spesies (keystone
species).
Spesies kunci (keystone species) merupakan spesies dalam ekosistem
tertentu yang memegang peranan penting dalam memelihara kestabilan suatu
ekosistem dimana jika spesies ini punah maka ekosistem tersebut akan goyah atau
tidak seimbang sehingga akan menyebabkan punahnya spesies lain dalam
ekosistem tersebut, karena spesies kunci merupakan penyeimbang dalam suatu
ekosistem. Adapun salah satu flora yang termasuk dalam golongan spesies kunci
yaitu pohon beringin (Ficus benjamina), spesies ini menentukan keberadaan
spesies lainnya. Ficus benjamina merupakan “perekat” kebersamaan dalam
kelompok ekologi. Dan jika spesies kunci ini punah, maka mengakibatkan
kepunahan jenis lain baik hewan dan tumbuhan yang nilainya tidak terhitung
(Whitten, 2002). Ficus benjamina sangat bermanfaat dalam hal konservasi flora
dan fauna. Salah satu peranan Ficus benjamina sebagai spesies kunci adalah
karena buahnya mendukung populasi beberapa vertebrata selama pohon lain tidak
berbuah. pohon beringin putih masak tidak berdasarkan musim, tidak sperti
tumbuhan liliana lainnya. Jadi disaat tanaman lain belum berbuah beringin putih
mampu menghasilkan buah yang melimpah itulah sebabnya banyak populasi
vertebrata yang hidupnya sangat tergantung pada pohon ini.
Ficus benjamina memiliki struktur tajuk yang rapat dan lebat menjadikan
pohon beringin putih terlindung dari sinar terik matahari dan menciptakan kondisi
udara yang sejuk. Selain itu menciptakan vegetasi bawah, sehingga banyak
spesies baru yang tumbuh daerah tersebut. Dari kondisi udara yang sejuk,
dijadikan sebagai surga bagi beberapa jenis serangga dan burung. Salah satu jenis
12
serangga yang dijumpai adalah Tawon Ficus (Blasthopaga quadraticeps), yang
menggunakan pohon ini untuk berproduksi dan bersarang. Dengan adanya buah
yang melimpah, pohon yang rindang dan sejuk ditambah dengan adanya serangga,
menjadikan beringin putih merupakan tempat yang sangat disukai beberapa jenis
burung, seperti burung pemakan buah dan biji yakni Punai Gading (Treron
Vernans) dan Kepudang Kuduk Hitam (Oriolus chinensis). Burung pemakan ulat
atau tawon ficus yakni Cipoh Kacat (Aegithina thipia) dan Walet Sapi (Callocalia
esculenta), sedangkan burung yang suka bersarang di pohon ini adalah Kutilang
(Pycnonotus aurigaster) dan Trocokan (Pycnonotus goiavier). Bahkan ada salah
satu jenis burung di Pulau Sulawesi yakni Rangkong (Aceros cassidix)
menjadikan pohon ini sebagai tempat bersarang, berproduksi dan sumber
makanan. Burung rangkong ini juga berperan besar dalam penyebaran biji pada
hutan hujan tropis, karena burung rangkong dapat terbang dengan jarak yang
cukup jauh.
Burung Madu Sriganti (Nectariniajugalaris) serta Cabai Jawa (Dicaeum
trochileum) mencari makan di benalu yang tumbuh pada pohon beringin putih
(Anonim, 2003 dalam Swestiani D. dan A. Sudomo, 2009). Selain spesies burung
yang ditemukan, ada beberapa jenis mamalia yang mengunjungi pohon beringin
putih seperti orang utan, siamang, dan berbagai macam kera, dan beruang madu
(Whitten, 2002 dalam Swestiani D. dan A. Sudomo, 2009).
Pohon beringin dapat digunakan dalam pengembangan dan pembangunan
ekosistem seperti yang telah dilakukan di Cagar Alam Tangkoko Sulawesi Utara.
Pada konservasi di Cagar Alam ini pohon beringin sebagai spesies kunci flora dan
rangkong sebagai spesies kunci fauna. Keduanya berasosiasi dengan sangat baik
13
dimana rangkong menjadikan pohon beringin sebagai tempat bersarang,
bereproduksi, dan sebagai sumber makanan dari buah pohon beringin dengan
begitu penyebaran biji pohon beringin terbantu oleh rangkong sehingga
penyebarannya akan cukup luas, karena burung rangkong dapat terbang dengan
jarak yang cukup jauh.
Salah satu varietas dari beringin yang cukup potensial adalah beringin
putih (Ficus benjamina var varigata). Pohon ini sudah ditanam dalam taman kota.
Pada beberapa pusat kota di Pulau Jawa, terdapat pohon beringin putih terutama
di alun-alun, di perkarangan istana kepresidenan Republik Indonesia di Bogor
terdapat beberapa pohon beringin putih yang cukup besar yang berfungsi sebagai
hiasan taman dan tanaman pelindung. Penanaman pohon besar disepanjang jalur
hijau jalan, bantaran rel kereta api, jalur tegangan tinggi, serta jalur tepian air
bantaran kali, situ, waduk, tepian pantai, dan rawa-rawa akan membentuk
infrastruktur hijau raksasa yang berfungsi ekologis. Kota pohon akan memberikan
keteduhan kepada pejalan kaki, dan penunggang sepeda.
Berbagai penelitian menyebutkan 1 hektar Ruang Terbuka Hijau (RTH)
yang dipenuhi pohon besar menghasilkan 0,6 ton O2 untuk 1.500 penduduk setiap
hari, menyerap 2,5 ton CO2/tahun (6 kg CO2/batang per tahun), menyimpan 900
m3 air tanah/tahun, mentransfer air 4.000 liter/hari, menurunkan suhu 5ºC - 8ºC,
meredam kebisingan 25-80 % dan mengurangi kekuatan angin 75-80%. 4 pohon
dewasa (tinggi 10 m ke atas, diameter batang lebih dari 10 cm, tajuk lebar dan
berdaun lebat) dapat menyerap gas emisi yang dikeluarkan oleh setiap mobil
(Joga, 2008 dalam Swestiani D. dan A. Sudomo, 2009). Pemilihan penanaman
beringin putih pada hutan kota sangatlah tepat, karena disamping sangat baik
14
untuk pengaturan tata air, pencegahan bahaya erosi dan banjir, tingkat strata tajuk
yang lebat dan padat dapat berpengaruh mengurangi/meredam kebisingan, angin,
terik sinar matahari dan mengontrol kelembaban udara sehingga dapat
menurunkan suhu kota. Jenis Ficus benjamina var varigata memiliki kemampuan
menyerap karbondioksida yang tinggi, yakni sebanyak 535,90 kg/pohon/tahun.,
dibanding kayu komersial lainnya seperti Jati (Tectona grandis) yang hanya
mampu menyerap karbondioksida sebanyak 135,27 kg/pohon/tahun (Duryatmo,
2008. dalam Swestiani D. dan A. Sudomo, 2009).
Beringin putih (Ficus benjamina var varigata.) merupakan salah satu
spesies yang memiliki nilai ekologi sangat tinggi, selain berfungsi sebagai
pencegah erosi tanah dan penyimpan cadangan air juga merupakan tanaman yang
sangat disukai sebagai habitat satwa liar. Pohon ini merupakan sumber pakan dan
bersarang untuk beberapa jenis burung, serangga, reptilia, ampibia dan mamalia.
Akar gantung pohon beringin selain bisa digunakan untuk pengobatan berbagai
penyakit juga merupakan tempat bermain untuk beberapa jenis primata.
Pada kawasan hutan hujan tropis tanaman dibiarkan tumbuh secara alami
tanpa bantuan manusia seperti halnya pohon beringin putih dapat tumbuh dengan
sendirinya. Karena proses penyebarannya di alam merupakan peran dari satwaliar
yang memakan bijinya. Satwa yang berperan besar dalam proses penyebaran
beringin di alam adalah beberapa jenis burung pemakan biji dan primata. Pada
pohon beringin terjadi suatu interaksi biotik yang sangat komplek. Interaksi
tersebut merupakan hubungan simbiosis mutualisme antara sesama spesies yang
ada di situ. Sehingga dapat dikatakan, pohon beringin merupakan salah satu
15
indikator untuk hutan yang dalam kondisi klimaks atau dalam proses suksesi
menuju klimaks.
Setiap jenis pohon yang ada di permukaan bumi mengandung manfaat
yang cukup besar yang terkadang tidak kita sadari, salah satunya jensi Ficus
benjamina var varigata yang selama ini keberadaannya sudah mulai berkurang.
Untuk itu agar jenis yang memiliki banyak manfaat ini tidak punah maka
diperlukan usaha konservasi sumber daya genetik tanaman hutan jenis ini dengan
baik. Beberapa usaha yang dapat dilakukan dalam upaya tersebut dapat ditempuh
dengan cara :
a) Pelestarian in situ pada beberapa kawasan pelestarian berupa Taman
Nasional dan Cagar Alam serta Hutan Lindung bahkan Hutan
Produksi.
b) Pelestarian Ex- situ yang dapat dilaksanakan pada Lembaga
Penelitian, Universitas, BUMN/BUMS kehutanan dengan
menggunakan perpaduan teknologi berupa pengkayaan biji dan benih.
c) Restorasi dan Rehabilitasi, meliputi metode, baik insitu maupun
eksitu, untuk membangun kembali spesies, varietas genetik,
komunitas, populasi, habitat dan proses-proses ekologis.
d) On Farm dimana pelestarian plasma nutfah dengan mengembangkan
pohon beringin putih pada areal budidaya dalam bentuk penanaman
oleh masyarakat dan program-program pemerintah yang berbasis
kemasyarakatan seperti GERHAN dan lain sebagainya.
16
BAB IV
KESIMPULAN
1. Ficus benjamina merupakan “perekat” kebersamaan dalam kelompok ekologi,
sangat bermanfaat dalam hal konservasi flora dan fauna, memiliki buah yang
merupakan sumber makanan, struktur tajuk yang rapat dan lebat menjadikan
pohon beringin putih terlindung dari sinar terik matahari dan menciptakan
kondisi udara yang sejuk sehingga banyak spesies yang bergantung untuk
hidup serta menjadikannya tempat untuk tinggal dan bereproduksi.
2. Spesies yang hidup di pohon beringin adalah Tawon Ficus (Blasthopaga
quadraticeps), beberapa jenis burung, seperti burung pemakan buah dan biji
yakni Punai Gading (Treron Vernans) dan Kepudang Kuduk Hitam (Oriolus
chinensis). Burung pemakan ulat atau tawon ficus yakni Cipoh Kacat
(Aegithina thipia) dan Walet Sapi (Callocalia esculenta), sedangkan burung
yang suka bersarang di pohon ini adalah Kutilang (Pycnonotus aurigaster) dan
Trocokan (Pycnonotus goiavier). Bahkan ada salah satu jenis burung di Pulau
Sulawesi yakni Rangkong (Aceros cassidix) menjadikan pohon ini sebagai
tempat bersarang, berproduksi dan sumber makanan, dll.
3. Jika Ficus benjamina yang tergolong dalam spesies kunci ini punah maka akan
terjadi ketidakstabilan suatu ekosistem. Dimana jika spesies ini punah maka
ekosistem tersebut akan goyah atau tidak seimbang sehingga akan
menyebabkan punahnya spesies lain dalam ekosistem tersebut, karena pohon
ini merupakan sumber makanan dan tempat tinggal bagi makhluk hidup lain.
17
4. Dalam pengembangan dan pembangunan ekosistem Ficus benjamina berperan
penting karena dapat melestarikan flora dan terutama fauna karena merupakan
tanaman yang sangat digemari oleh satwa liar. Selain itu ficus benjamina ini
tidak hanya baik pada pengembangan dan pembangunan ekosistem hutan akan
tetapi juga pada taman kota. Penanaman pohon besar disepanjang jalur hijau
jalan, jalan kereta api, sehingga membentuk infrastruktur hijau raksasa yang
berfungsi ekologis sebagai pencegah erosi tanah dan penyimpan cadangan air
serta dapat menyerap gas emisi karbon dalam jumlah yang besar yakni sebesar
535,90 kg/pohon/tahun.
18
Daftar Pustaka
Anonim. 2013. Lingkunga Kita. Diakses melalui
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA. pada taggal 9 maret 2013
Astika, G. 2003. Pengaruh Media Arang Sekam Terhadap Pertumbuhan Semau
Ficus callosa Willd, (Pangsar). Bogor: Fakultas Kehutanan, IPB
Ayat, A. 2011. Burung-burung Agroforest di Sumatera. In: Mardiastuti A, eds.
Bogor, Indonesia. World Agroforestry Centre-ICRAF, SEA Regional
Office. 112p.
Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan. 2013. Beringin. Diakses melalui
http://www.ksdasulsel.org. pada tanggal 9maret 2013
Biodiversity CHM. 2010. Keystone Species Bangka Belitung. Diakses melalui
http://www.indonesianchm.or.id. Pada tanggal 9 maret 2013
CCRC-Farmasi UGM. 2009. Beringin Putih .
Dalimartha, S .2005. Atlas tanaman Obat Jilid I.
Hamidy, R. 2004. Keystone Species Dalam Ekologi. Pekanbaru: Jurusan Ilmu
Kelautan. Universitas Riau.
Muhar, A. 2010. Manfaat Intangible Ficus Benjamina Var Varigata (Beringin
Putih). Diakses melalui http://lkimunand.blogspot.com pada tanggal 12
maret 2013
Nurdahlia. 2012. PENGARUH KOMUNITAS TERHADAP PROSES
EKOSISTEM. Diakses melalui http://ekologiekosistem.blogspot.com Pada
tanggal 9 maret 2013
19
Soemarno. 2010. Ekosistem Sawah. Diakses melalui
http://marno.lecture.ub.ac.id/files/2011/12/EKOSISTEM-SAWAH.pdf.
pada tanggal 9 maret 2013
Suwarno, E. Studi Keanekaragaman Jenis Beringin (Ficus sp.) di Cagar Alam
Telaga Warna Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Diakses melalui
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49548/E06esu.pdf?
sequence=1. Pada tanggal 9 maret 2013.
Swestiani D. dan A. Sudomo . 2009. Kajian Manfaat Jenis Beringin Putih dalam
SURILI (Suara, Berita dan Liputan Rimbawan Jawa Barat) .
Ulum, S. 2009. Manfaat Beringin Putih dalam Pembangunan Kawasan Hutan
dalam Kabar Indonesia Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan.
Wibowo, Y. 2012. Keanekaragaman Burung di Kampus Universitas Negeri
Yogyakarta. Diakses melalui http://staff.uny.ac.id Pada tanggal 9 maret
2013.
0 komentar " ", Baca atau Masukkan Komentar
Post a Comment