Cadasnya Melintasi Cadas Pangeran

August 17th, 2011 § Leave a Comment
Feature oleh: Hanifah Nafiatin
Foto oleh: Mashan Khoiriyah
Pada satu persimpangan di perjalanan dari Barat menuju Timur, tampak sepasang tokoh dalam wujud patung sedang bersalaman. Warnanya memang sudah kian pudar, tetapi unsur historikalnya tak bisa disembunyikan. Di belakang dua tokoh patung tersebut menyembul prasasti bertuliskan “Simbol Wisata Cadas Pangeran”. Sebetulnya tulisan itu pun tidak begitu jelas terbaca jika tak benar-benar jeli memandangnya.
Kini, apakah Anda merasa asing atau justru familiar mendengar tempat bernama Cadas Pangeran? Ya, ia merupakan salah satu peninggalan sejarah ketika Belanda menjajah nusantara, tepatnya di Kerajaan Sumedang Larang. Konon, pembangunan Cadas Pangeran merupakan proyek Daendels (pemimpin pasukan Belanda) yang hendak membuka Jalan Pos Anyer-Panarukan. Konstruksi pembangunan jalan ini terbilang sulit karena terbuat dari batu-batuan keras dan besar yang harus dipecahkan sedemikian rupa sehingga dapat dilalui oleh alat transportasi yang melintas.

Kendati jalan yang menghubungkan Anyer-Panarukan itu tidak pernah terwujud, proyek besar yang mengorbankan lebih dari lima ribu jiwa pekerjanya itu meninggalkan bangunan sejarah berupa jalanan yang kini menjadi jalur utama, baik dari Bandung-Jakarta (lewat Subang), maupun dari Bandung-Cirebon yang selanjutnya bisa diteruskan ke berbagai daerah di Provinsi Jawa Tengah.
Beberapa musafir yang melewati jalur ini sering merasakan sensasi tersendiri. Hal itu disebabkan oleh kondisi geografis jalur Cadas Pangeran yang menantang, kadang memacu adrenalin. Jalanannya cenderung berliku-liku sepanjang 4,83 km dan berada di tepi bukit sementara di sampingnya terdapat jurang menganga lebar. Selain itu, bencana longsor seringkali menghantui, baik bagi pengendara yang melintas di jalur tersebut, maupun bagi penduduk yang tinggal di sekitar lokasi. Sejatinya, Cadas Pangeran memiliki dua jalur, yakni jalur bawah sebagai jalur utama yang dapat dilewati oleh kendaraan dengan dua arah dan jalur atas sebagai jalur alternatif dan hanya dapat dilewati oleh pengendara yang datang dari arah Barat menuju Timur, tidak berlaku sebaliknya. Adapun bagi para pengendara yang melintasi lokasi ini pada malam hari, sebaiknya mereka lebih berhati-hati karena fasilitas penerangan jalan pun tidak begitu baik.
Akan tetapi, di balik peringatan agar lebih waspada dalam melintasi jalur ini, pada dasarnya Cadas Pangeran menyuguhkan panorama menakjubkan yang dapat dinikmati setiap pasang bola mata yang menyaksikan. Di seberang jalan terdapat bukit yang ditumbuhi pepohonan tinggi, menyejukkan mata karena warna hijau yang berefleksi. Dengan demikian, kewaspadaan para pengendara yang melintas dapat terbayar dengan panorama indah tersebut.
Kontroversi: Mitos atau Sejarah
Selama bertahun-tahun, cerita di balik pembangunan patung di kawasan Cadas Pangeran itu diyakini sebagai berikut. Dua tokoh patung yang terdapat di persimpangan jalan Cadas Pangeran adalah Daendels yang memakai tangan kanannya untuk bersalaman dengan Pangeran Kornel yang ternyata memakai tangan kirinya untuk bersalaman sementara di tangan kanannya tampak pedang siap dihunuskan. Beberapa sumber menyebutkan, Pangeran Kornel menentang rencana Daendels yang menyengsarakan rakyatnya dengan kerja rodi demi membangun mimpi besar pasukan Belanda untuk membuat jalan dari Anyer-Panarukan. Keberanian yang dimiliki Pangeran Kornel akhirnya meluluhkan niat Daendels untuk meneruskan mimpi tersebut. Sembari kagum dengan keberanian Pangeran Kornel, konon Daendels mengajak Pangeran untuk bersalaman dengannya. Akan tetapi, kekesalan Pangeran Kornel terhadap Daendels tetap bersemayam sehingga ia enggan menggunakan tangan kanannya untuk bersalaman, melainkan tangan kirinya yang akhirnya ia gunakan. Sejarah mengenai Cadas Pangeran pun pada awalnya hanya sampai di sini.

Namun, sejak 2008 silam seorang peneliti dari Universitas Indonesia (UI) mengemukakan bantahannya terhadap cerita yang ia anggap keliru. Pada versi yang satu ini dikatakan, terdapat sebuah kemustahilan bagi seorang Bupati Sumedang (Pangeran Kornel) yang baru berusia sekitar 20 tahun menentang Daendels yang posisinya pada waktu itu adalah sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang menguasai Hindia Timur. Selain itu, beberapa arsip menyebutkan bahwa tidak ada satu pun bupati dari daerah yang dilewati jalur pos itu yang menentang proyek Jalan Pos. Semuanya mendukung, bahkan meminta untuk diteruskan. Demikian beberapa keganjilan yang ditemukan oleh peneliti dari UI.
Sementara itu, sebagian masyarakat lainnya mengaitkan kesalahpahaman sejarah Cadas Pangeran dengan beberapa kejadian beraroma mistis yang konon terjadi. Pada Tahun 1987, ketika puluhan orang akan memasang patung itu hingga berdiri, mereka mengalami “kesurupan”. Asumsi yang berkembang di telinga masyarakat adalah, terjadi kekeliruan sejarah sehingga mereka harus terlebih dahulu berziarah ke makam Pangeran Kornel di Kompleks Pemakaman Pasarean Gede. Konon katanya, setelah para pekerja berziarah ke makam tersebut, mereka sembuh dari “kesurupan” dan akhirnya kedua patung itu dapat berdiri sebagaimana yang dapat dilihat pada masa kini.

Kebenaran sejarah memang seringkali tidak mutlak pada satu sudut pandang. Dimensi lain kadang tak terlihat oleh satu penerjemah sejarah dan dimensi lainnya lagi kadang tak terlihat oleh penerjemah sejarah yang lain. Itu lah persepsi…

Leave a Reply

Gravatar
WordPress.com Logo
Please log in to WordPress.com to post a comment to your blog.
Twitter picture
You are commenting using your Twitter account. Log Out )
Facebook photo
You are commenting using your Facebook account. Log Out )
Connecting to %s

What’s this?

You are currently reading Cadasnya Melintasi Cadas Pangeran at Anakkemarinsore's Blog.

meta

Follow

Get every new post delivered to your Inbox.

0 komentar " ", Baca atau Masukkan Komentar

Post a Comment

Bantu dengan klik

Please Click Here!!