Miss pinkerton merasa yakin......
pembunuhan?apakah anda benar benar yakin
bahwa anda tak keliru?tanya luke dengan lembut
pada peristiwa yang pertama mungkin saya salah,tapi pada yang kedua,keyiga atau keempat.....setelah itu kita jadi yakin
beberapa jam setelah itu Miss pinkerton di tabrak mobil,seminggu kemudian,korban yg keenam mengalami kecelakaan yang tragis
makaberangkaylah luke Fitzwilliam dengan enggan untuk menjerat seorang pembunuh kejam
Sanksi Pelanggaran Pasal 44: Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
2- Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Agatha Christie
MEMBUNUH ITU GAMPANG
Si
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 2002
MURDER IS EASY by Agatha Christie
Copyright © Agatha Christie Mallowan 1939 AH rights reserved
MEMBUNUH ITU GAMPANG
Alih bahasa: Ny. Suwarni A.S.
Sampul dikerjakan kembali oleh Dwi Koendoro
GM 402 99.082
Hak cipta terjemahan Indonesia: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jl. Palmerah Selatan 24-26 Jakarta 10270
Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, anggota IKAPI, Jakarta, Januari 1987
Cetakan ketiga: Juni 1992 Cetakan keempat Agustus 1999 Cetakan kelima: November 2002
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Membunuh Itu Gampang/Agatha Christie; alih bahasa, Ny. Suwarni ASj-Jakarta:'Gramedia Pustaka Utama, 1987
352 cm; 18 cm
Judul asli: Murder Is Easy ISBN 979 - 403 - 082 - 1
1. Fiksi Inggris I. Judul II. A.S., Ny. Suwarni
823
Dicetak oleh Percetakan PT Ikrar Mandiriabadi. Jakarta
Isi di luar tanggung jawab Percetakan
DAFTAR ISI
Bab 1 Teman Seperjalanan 9
Bab 2 Iklan Kematian 26
Bab 3 Nenek Sihir Tanpa Gagang Sapu 39
Bab 4 Luke Mulai Bekerja 54
Bab 5 Mengunjungi Miss Waynflete 72
Bab 6 Cat Topi 95
Bab 7 Kemungkinan-kemungkinan 108
Bab 8 Dr. Thomas 114
Bab 9 Bu Pierce Berbicara 127
Bab 10 Rose Humbleby 138
Bab 11 Kehidupan Rumah Tangga
Mayor Horton 156
Bab 12 Pertengkaran 172
Bab 13 Miss Waynflete Bicara 190
Bab 14 Renungan Luke 208
Bab 15 Seorang Sopir yang Kurang Ajar 230
Bab 16 Nenas 246
Bab 17 Lord Whitfield Bicara 261
Bab 18 Perundingan di London 273
Bab 19 Pertunangan Putus 283
Bab 20 Kita Sama-sama Terlibat 295
Bab 21 "Oh, Mengapa Kau Berjalan-jalan
5
di Ladang Memakai Sarung
Tangan?" 305
Bab 22 Bu Humbleby Berbicara 328
Bab 23 Kehidupan Baru 339
6
MENGENAI PENULIS
Agatha Christie lahir di Torquay, Devon, Inggris, pada tahun 1890. Ibunya seorang Inggris dan ayahnya orang Amerika. Novelnya yang pertama adalah The Mysterious Affair at Styles, ditulis menjelang akhir Perang Dunia Pertama. Dalam peperangan itu dia mengabdi sebagai anggota Detasemen Bala Bantuan Sukarela di Prancis. Dalam buku itulah dia menciptakan tokoh detektif berkebangsaan Belgia yang cerdas, bertubuh kecil, dengan kepala berbentuk telur dan berkumis lebat, Hercule Poirot. Tokoh itu kemudian menjadi tokoh detektif yang paling populer dalam cerita-cerita kriminal, setelah Sherlock Holmes.
Dalam tahun 1926 dia menulis cerita yang dianggap sebagai salah satu karyanya yang besar, yaitu Pembunuhan atas Roger Ackroytl. Buku itu adalah buku pertama yang diterbitkan oleh William Collins, dan sejak itu buku-bukunya selalu diterbitkan oleh penerbit tersebut. Novel detektifnya yang ketujuh puluh tiga, Elephants Can Remember, terbit dalam bulan November 1972.
7
Agatha Christie menikah dengan seorang arkeolog terkemuka, Sir Max Mallowan. Mereka sering mengadakan perjalanan ke Timur Tengah. Kecuali mengarang, Agatha juga menaruh perhatian besar pada bidang suaminya.
Tokoh Hercule Poirot meninggal dalam Tirai yang edisi bahasa Inggrisnya terbit dalam tahun 1975. Setahun kemudian, tepatnya tanggal 12 Januari 1976, Agatha Christie meninggal di Wall-ingford, Inggris.
8
BAB SATU
TEMAN SEPERJALANAN
Inggris!
Berada di Inggris lagi setelah bertahun-tahun meninggalkannya!
Bagaimana kelak perasaannya?
Luke Fitzwilliam bertanya pada dirinya sendiri, sementara dia menuruni tangga kapal. Pertanyaan itu tetap menggema di kepalanya selama dia menunggu di tempat pemeriksaan bea-cukai. Pertanyaan yang tiba-tiba muncul waktu dia sedang duduk di kapal penyeberangan dari daratan Eropa.
Datang ke Inggris untuk berlibur adalah soal lain. Ditandai dengan uang yang dihambur-hamburkan (begitu selalu awalnya!), sahabat-sahabat lama yang akan dikunjungi, berkenalan dengan orang-orang yang juga ingin berlibur—dan selalu terasa suasana santai yang bernada, "Ah, aku tidak akan lama di sini. Sebaiknya aku memuaskan diri dan bersenang-senang! Sebentar lagi aku sudah harus pergi dari sini."
Tapi kini tidak akan ada lagi kemungkinan untuk pergi dari sini. Tidak akan ada lagi malam-malam hangat yang mendebarkan, tidak akan ada lagi
9
matahari yang menyilaukan dan keindahan daerah tropis yang kaya akan tumbuh-tumbuhan. Tidak akan ada lagi malam-malam sepi yang dilewatkan dengan membaca dan membaca ulang nomor-nomor lama harian The Times.
Dia kini adalah seorang pensiunan yang terhormat, yang memiliki sedikit harta pribadi, yang tak perlu bekerja lagi, dan yang pulang kembali ke Inggris. Apa yang akan diperbuatnya?
Inggris! Inggris pada suatu hari di bulan Juni, dengan langit yang kelabu dan angin yang tajam menggigit. Dengan cuaca yang begini, sama sekali tak terasa sambutan yang ramah dari negeri ini! Demikian pula orang-orangnya! Berjubel-jubel, semua berwajah kelabu, sama kelabunya dengan warna langit—wajah yang penuh rasa cemas dan kuatir. Begitu pula rumah-rumahnya—bermunculan bagai jamur di musim hujan. Rumah-rumah kecil yang jelek! Rumah-rumah kecil yang tak sedap dipandang! Daerah-daerah pedesaan penuh dengan rumah-rumah yang mirip kandang ayam!
Dengan enggan Luke Fitzwilliam mengalihkan pandangannya dari pemandangan di luar yang kelih atan melalui jendela kereta api itu dan mulai membaca surat kabar-surat kabar yang baru saja dibelinya. The Times, Daily Clarion, dan Punch.
Dimulainya membaca Daily Clarion. Surat kabar itu penuh dengan berita mengenai Epsom.
"Sayang sekali, coba aku datang kemarin," pikir Luke. "Sejak umur sembilan belas tahun aku tak pernah lagi melihat pacuan kudadi Derby."
10
Dia pernah memenangkan taruhan atas seekor kuda, dan kini dia ingin melihat bagaimana ramalan wartawan Daily Clarion. Dilihatnya bahwa ramalan itu hanya dinyatakan dengan kalimat-kalimat singkat. "Salah satu dari kuda-kuda ini, Jujube II, Mark's Mile, Santony, dan Jerry Boy, agaknya tidak punya kemungkinan untuk menang. Yang punya harapan adalah seekor kudang asing yaitu..."
Tetapi Luke tidak menaruh perhatian pada kuda asing yang punya harapan itu. Matanya meneliti pasaran taruhan. Jujube II hanya terdaftar dengan perbandingan 40 melawan 1.
Dia melihat arlojinya. Pukul empat kurang seperempat. "Ah, sudah lewat sekarang," pikirnya. Padahal dia berharap bisa memasang taruhan untuk Clarigold yang telah dijagokan orang pada nomor dua.
Kemudian dibukanya The Times dan mulai asyik membaca persoalan-persoalan yang lebih serius.
Namun keasyikan itu tak berlangsung lama, karena seorang kolonel berwajah seram yang duduk di sudut di seberangnya, menjadi demikian marahnya oleh apa yang baru saja dibacanya, hingga dia merasa harus membagi perasaann) a itu dengan teman seperjalanannya. Setengah jam penuh kolonel itu mencurahkan buah pikirannya tentang "penghasut Komunis sialan itu".
Akhirnya kolonel itu diam, dan tertidur dengan mulut ternganga. Tak lama kemudian, kecepatan
11
kereta api berkurang dan akhirnya berhenti. Luke melihat ke luar jendela. Mereka berada di sebuah stasiun besar berperon banyak, yang tampak kosong. Terlihat olehnya sebuah kios buku agak di ujung peron, di sana terpasang sebuah plakat yang bertulisan: HASIL PACUAN KUDA DI DERBY. Luke membuka pintu, melompat ke luar, lalu berlari ke arah kios buku itu. Sesaat kemudian sambil tersenyum, dia memandangi beberapa baris tulisan yang di sana-sini tintanya mengembang. Di situ tertulis dalam bentuk berita singkat.
HASIL PACUAN KUDA DERBY JUJUBE II MAZEPPA CLARIGOLD
Senyumnya makin lebar. Seratus pound terbuang percuma! Ternyata si Jujube II yang menang, padahal tadinya begitu diremehkan oleh semua pecandu taruhan.
Surat kabar itu dilipatnya, masih tetap tersenyum sendirian, lalu berbalik—dan mendapati tempat itu sudah kosong. Dalam luapan kegembiraannya karena kemenangan Jujube II, kereta api yang ditumpanginya sudah meninggalkan stasiun tanpa diketahuinya.
"Kapan kereta api sialan itu berangkat?" tanyanya pada seorang kuli stasiun yang tampak murung.
Yang ditanya menyahut,
"Kereta api apa? Tak ada yang masuk stasiun, sejak kereta yang berangkat jam 3.14 tadi."
"Baru saja ada kereta api di sini. Saya baru saja turun dari kereta api itu. Kereta api ekspres pengangkut para penumpang kapal penyeberangan."
Dengan tenang kuli itu menjawab,
"Kereta  api  pengangkut  penumpang  kapal
penyeberangan takkan berhenti sebelum sampai ke
London."
"Tapi tadi berhenti di sini," Luke meyakinkannya. "Saya turun dari kereta api itu."
"Tak pernah berhenti sebelum sampai ke London," ulang kuli itu dengan bersiteguh.
"Tadi kereta itu berhenti tepat di peron ini dan saya turun. Sungguh!"
Dihadapkan pada kenyataan itu, kuli itu mengubah pendiriannya.
"Sebenarnya Anda tak boleh turun tadi," katanya dengan nada menegur. "Kereta itu tak berhenti di sini."
"Berhenti."
"Lihat sinyal kereta api itu. Sinyal itu tidak menyatakan 'stop'."
"Saya tak sepandai Anda dalam hal tanda-tanda itu," kata Luke. "Yang penting sekarang, apa yang harus saya lakukan?"
Kuli itu, laki-laki yang berdaya pikir lamban, mengulangi tegurannya.
"Sebenarnya Anda tak boleh turun tadi."


"Saya akui itu," kata Luke. "Jangan mengingat-ingat kesalahan yang telah lalu—bagaimanapun kita menangis, kita tidak akan bisa mengembalikannya—begitu yang bisa kita kutip dari sajak Nevermore. Maksud saya, sebagai orang yang telah berpengalaman dalam perkereta-apian, apa nasihat Anda sekarang?"
"Anda bertanya apa yang sebaiknya Anda lakukan sekarang?"
"Begitulah," kata Luke. "Saya yakin, pasti ada kereta api yang berhenti, benar-benar berhenti secara resmi, di sini. Ya, kan?"
"Tentu," kata kuli itu. "Sebaiknya Anda melanjutkan perjalanan dengan kereta api yang jam 4.25."
"Bila kereta api yang jam 4.25 itu berangkat ke London," kata Luke, "saya akan naik kereta api itu."
Setelah mendapat kepastian, Luke berjalan hilir-mudik di peron. Pada papan yang besar terbaca olehnya bahwa dia kini ada di Persimpangan Fenny Clayton yang menuju ke Wychwood-under-Ashe. Tak lama kemudian sebuah kereta api yang terdiri dari sebuah gerbong, yang didorong mundur oleh sebuah mesin kecil tua, masuk perlahan-lahan lalu berhenti. Enam atau tujuh orang keluar dari gerbong itu, dan setelah menyeberangi sebuah titian, mereka sampai di peron tempat Luke berada. Kuli yang murung tadi tiba-tiba jadi bersemangat, dan mulai mendorong
14
sebuak gerobak penuh peti-peti kemas dan keranjang. Seorang kuli lain menyusulnya dan mendorong kaleng-kaleng susu. Stasiun Fenny Clayton jadi terbangun dan penuh dengan kegiatan.
Akhirnya, masuklah kereta London dengan megahnya. Gerbong-gerbong kelas tiga penuh sesak, gerbong kelas satunya hanya ada tiga buah, dan masing-masing kabinnya berisi seorang atau beberapa orang penumpang. Luke mengamat-amati setiap kabin. Kabin pertama, sebuah kabin khusus untuk para perokok, ditempati oleh seorang pria yang bertampang militer. Orang itu sedang mengisap sebatang cerutu. Luke merasa sudah bosan dengan kolonel-kolonel Inggris yang pernah bertugas di India. Dia berjalan terus ke kabin berikutnya. Di situ terdapat seorang wanita muda dari kalangan baik-baik, yang kelihatan lelah. Mungkin dia seorang pengasuh kanak-kanak, soalnya dia pergi bersama seorang anak laki-laki kecil berumur kira-kira tiga tahun yang kelihatan lincah. Luke cepat-cepat berlalu. Pintu kabin berikutnya terbuka, dan di dalamnya ada seorang penumpang, seorang wanita yang sudah berumur. Wanita itu membuat Luke teringat pada salah seorang bibinya, Bibi Mildred, yang dengan berani mengizinkannya menyimpan seekor ular rumput, waktu dia berumur sepuluh tahun. Kalau dibandingkan dengan bibi-bibi yang lain, Bibi Mildred jelas merupakan seorang bibi yang baik. Luke masuk ke gerbong itu lalu duduk.
15
Setelah lima menit yang sibuk dengan pengangkutan gerobak-gerobak susu, gerobak-gerobak barang dan keributan-keributan lainnya, bergeraklah kereta api itu perlahan-lahan keluar dari stasiun. Luke membuka lipatan surat kabarnya, dan mengarahkan perhatiannya pada berita-berita yang menarik perhatian seseorang yang telah membaca harian paginya.
Dia tidak berharap akan bisa membaca lama. Sebagai orang yang mempunyai banyak bibi, dia yakin benar bahwa wanita tua yang duduk di sudut itu, pasti tak punya niat untuk berdiam diri sepanjang perjalanan ke London.
Dugaannya memang benar—sebuah jendela yang perlu diatur, disusul dengan payung yang jatuh—wanita itu pun lalu berkata bahwa kereta api yang mereka tumpangi itu bagus.
"Hanya memerlukan waktu satu jam sepuluh menit. Itu sudah bagus, benar-benar bagus. Jauh lebih baik daripada kereta api pagi, yang memerlukan waktu satu jam empat puluh menit."
Wanita itu melanjutkan,
"Tentu saja, orang lebih suka naik kereta pagi. Maksud saya, kalau lebih murah naik yang pagi, mengapa naik yang sore. Tadinya saya punya rencana naik kereta pagi, tapi Wonky Pooh hilang—dia kucing saya, kucing Persia yang cantik sekali, sayang akhir-akhir ini telinganya sakit— dan saya tentu tak bisa berangkat sebelum dia ketemu!"
16
"Ya, memang," gumam Luke, lalu sengaja menekuri surat kabarnya lagi. Tetapi sia-sia saja. Banjir kata-kata berlangsung terus.
"Jadi saya lakukan saja yang terbaik, yaitu naik kereta sore. Ada untungnya juga, sebab kereta sore tidak sepadat yang pagi—meskipun hal itu tidak ada pengaruhnya bila kita bepergian naik gerbong kelas satu. Sebenarnya itu bukan kebiasaan saya. Maksud saya, saya anggap hal itu suatu pemborosan, mengingat adanya bermacam-macam pajak dan bunga tabungan yang makin rendah, lalu upah pembantu rumah tangga yang makin tinggi, dan segala macam soal lainnya lagi pula saya sedang bingung karena saya sedang ada urusan yang penting sekali. Saya ingin dengan tenang memikirkan apa tepatnya yang harus saya katakan nanti" Luke menahan senyum. "Dan bila orang-orang yang kita kenal juga bepergianyah, kita tentu harus bersikap ramah,jadi saya pikir, biarlah untuk sekali ini, pengeluaran semacam ini tidak merugikan meskipun saya tetap berpendapat bahwa zaman sekarang ini banyak sekali pemborosan boleh dikatakan tak ada orang yang menabung dan memikirkan masa depan. Orang menyesal karena membuang-buang waktu tapi itu hampir tak ada bedanya."
Sambil memandang sekilas ke wajah Luke yang kecoklatan kena sinar matahari, dia cepat-cepat melanjutkan, "Saya mengerti bahwa seorang prajurit yang sedang cuti harus bepergian naik gerbong kelas satu. Maksud saya sebagai seorang
17
perwira, memang sepantasnya dia berbuat demikian"
Luke menjadi sasaran pandangan mata yang cerah dan bersinar, yang penuh mengandung tanya. Dia segera mengalah. Dia maklum bahwa akhirnya wanita itu akan tahu juga.
"Saya bukan prajurit," katanya.
"Oh, maaf. Bukan maksud saya saya pikir kulit Anda begitu coklat mungkin Anda sedang pulang cuti dari salah satu negeri Timur."
"Saya memang pulang dari Timur," kata Luke. "Tapi tidak sedang cuti." Semua pertanyaan yang mungkin akan ditanyakan lagi, dipotongnya dengan pernyataan yang tegas. "Saya seorang polisi."
"Seorang polisi? Wah, itu menarik sekali. Putra seorang teman dekat saya baru saja diangkat jadi polisi Palestina."
"Saya dari Selat Mayang," kata Luke memotong lagi.
"Waduh menarik sekali. Benar-benar suatu kebetulan maksud saya, Anda bepergian naik gerbong ini juga. Karena urusan yang menjadi tujuan kepergian saya ke kota ini yah, terus terang, saya akan pergi ke Scotland Yard."
"Sunguh?" kata Luke.
Pikir Luke, "Apakah kisah wanita ini akan habis masa putarnya seperti jam, atau apakah hal ini akan berlangsung terus sampai ke London?" Sebenarnya dia tidak terlalu keberatan, karena dia amat sayang pada Bibi Mildred, dan dia ingat, suatu kali
18
bibinya itu pernah memberinya uang lima penny tepat waktu dia sangat membutuhkannya. Lagi pula dari dalam diri wanita-wanita tua seperti yang duduk di hadapannya ini dan juga dalam diri Bibi Mildred, selalu terpancar sesuatu yang bersifat Inggris dan menyenangkan. Di Selat Mayang, sama sekali tak ada yang seperti mereka itu. Wanita-wanita tua seperti dia bisa disamakan dengan puding Natal, atau olahraga cricket di desa, atau perapian kuno yang menggunakan kayu api. Pokoknya, seperti segala sesuatu yang paling kita hargai bila kita tidak memilikinya, dan kita sedang berada di negara lain. (Mereka juga bisa membuat kita bosan bila selalu berada di dekat kita. Tetapi seperti diketahui, Luke baru tiga atau empat jam mendarat di Inggris.)
Wanita tua itu melanjutkan dengan ceria, "Jadi, saya memang bermaksud berangkat pagi-pagi tapi seperti sudah saya ceritakan, saya selalu merasa cemas memikirkan Wonky Pooh. Tapi menurut Anda, saya tidak akan terlambat, bukan? Maksud saya, apakah ada jam-jam kerja tertentu di Scotland Yard?"
"Saya rasa jam empat mereka belum tutup," kata Luke.
"Tentu tidak, tak mungkin. Maksud saya, mungkin saja setiap saat ada seseorang yang ingin melaporkan suatu kejahatan, bukan?"
"Tepat," kata Luke.
Beberapa saat lamanya wanita tua itu terdiam. Dia kelihatan risau.
19
"Saya selalu berpendapat, sebaiknya kita menghubungi orang yang di puncak sekali," katanya akhirnya. "Memang, John Reed itu orang baik dia agen polisi di Wychwood orangnya sangat menyenangkan dan budi bahasanya baik tapi, entah mengapa, saya merasa dia bukanlah orang yang bisa menangani persoalan yang serius. Dia biasa menangani orang-orang yang minum terlalu banyak, atau orang yang berkendaraan dengan kecepatan yang melampaui batas atau orang-orang yang tidak mendaftarkan anjingnya atau bahkan masalah perampokan. Tapi saya rasa ya, saya yakin sekali dia bukanlah orang yang bisa menangani suatu pembunuhan]"
Alis Luke terangkat.
"Pembunuhan?"
Wanita tua itu mengangguk kuat-kuat.
"Ya, pembunuhan. Saya lihat Anda terkejut. Mula-mula saya juga terkejut.... Saya benar-benar tak bisa percaya. Saya pikir saya pasti mengkhayal."
"Apakah Anda yakin bahwa Anda tidak mengkhayal?" tanya Luke dengan lembut.
"Oh, tidak." Dia menggeleng dengan yakin. "Pertama kali mungkin, tapi pada peristiwa yang kedua, atau yang ketiga, atau yang keempat, tidak lagi. Sesudah .sekian kali kita jadi yakin."
Luke bertanya,
"Apakah maksud Anda eh telah terjadi beberapa kali pembunuhan?"
20
Dengan suara tenang yang lembut dia menyahut,
"Bahkan banyak sekali." Katanya lagi,
"Sebab itu saya pikir, sebaiknya saya langsung saja pergi ke Scotland Yard dan menceritakannya pada mereka. Apakah menurut Anda itu bukan hal yang sebaik-baiknya dilakukan?"
Luke memandanginya dengan termangu, lalu berkata,
"Yah, ya saya rasa Anda benar." Katanya dalam hati,
"Mereka akan tahu bagaimana harus memperlakukan nenek ini. Mungkin, dalam seminggu mereka biasa menerima lima atau enam wanita tua yang ngoceh tentang sejumlah pembunuhan yang telah terjadi di desa mereka yang tenang dan nyaman! Mungkin di sana bahkan ada bagian khusus yang melayani nenek-nenek tua seperti ini."
Lalu dibayangkannya seorang kepala polisi yang kebapakan, atau seorang inspektur muda yang tampan, yang menggumam dengan bijaksana,
"Terima kasih, Ibu, kami benar-benar berterima kasih pada Ibu. Sekarang Ibu pulang saja dulu, dan serahkan semuanya itu kepada kami, dan Ibu tak usah merisaukan hal itu lagi."
Dia tersenyum sendiri membayangkan hal itu. Pikirnya,
"Mengapa mereka sampai mengkhayalkan hal-hal itu? Kurasa itu disebabkan oleh hidup yang
21
amat membosankan dan suatu keinginan besar akan adanya drama. Aku pernah mendengar tentang beberapa wanita tua, yang membayangkan bahwa setiap orang mencoba meracuni makanannya."
Dia terbangun dari renungannya, karena mendengar suara halus dan lembut itu melanjutkan,
"Saya ingat, saya pernah membaca saya rasa mengenai perkara Abercrombie setelah laki-laki itu meracuni banyak orang, barulah timbul kecurigaan eh, apa kata saya? Oh, ya, orang berkata bahwa cara dia memandang semacam sorot mata khusus yang ditujukannya pada seseorang lalu, tak lama setelah itu orang yang dipandangnya akan jatuh sakit. Saya tak percaya benar waktu saya membaca hal itu tapi nyatanya benar!"
"Apa yang benar?"
"Sorot mata seseorang itu...."
Luke memandanginya dengan terbelalak. Wanita itu agak gemetar, dan pipinya yang halus dan berwarna merah muda, agak memucat.
"Pertama-tama saya melihat kejadian itu atas diri Amy Gibbs kemudian gadis itu meninggal. Kemudian Carter. Dan Tommy Pierce. Lalu kemarin Dr. Humbleby yang mendapat sorot mata seperti itu padahal dia orang yang sangat baik baik sekali. Si Carter itu, yah, dia memang tukang mabuk, sedang Tommy Pierce adalah anak laki-laki yang benar-benar kurang ajar, dia suka
22
menggertak anak-anak kecil, memelintirkan lengan mereka dan mencubit mereka. Saya tidak terlalu merisaukan mereka. Tapi Dr. Humbleby lain. Dia harus diselamatkan. Yang menjengkelkan adalah, bila saya mendatanginya dan mengatakan hal itu padanya, dia takkan percaya! Dia hanya akan tertawa! Dan John Reed pun takkan percaya pada saya. Tapi di Scotland Yard akan lain halnya. Karena mereka pasti sudah terbiasa menangani kejahatan!"
Wanita itu melihat ke luar jendela.
"Wah, sebentar lagi kita akan tiba." Dia sibuk membuka dan menutup tasnya, lalu mengambil payungnya.
"Terima kasih terima kasih banyak," katanya pada Luke yang mengambilkan payungnya untuk kedua kalinya. "Saya lega sekali sudah berbicara dengan Anda Anda baik sekali saya senang Anda beranggapan bahwa saya sedang melakukan hal yang benar."
Luke berkata dengan ramah,
"Saya yakin mereka akan memberikan petunjuk yang baik di Scotland Yard."
"Saya sangat berterima kasih." Dia membongkar-bongkar tasnya. "Kartu nama saya astaga, saya hanya punya satu ini harus saya simpan untuk Scotland Yard...."
"Tentu, tentu...."
"Tapi nama saya Pinkerton."
"Sesuai benar nama itu bagi Anda, Miss Pinkerton," kata Luke sambil tersenyum, lalu
23
karena melihat wanita itu agak kebingungan, ditambahkannya, "nama saya Luke Fitzwilliam."
Waktu kereta api memasuki peron, Luke berkata lagi,
"Perlukah saya panggilkan taksi untuk Anda?"
"Ah, tak usah, terima kasih." Miss Pinkerton kelihatan agak terkejut mendengar gagasan itu. "Saya akan naik kereta api bawah tanah saja, turun di Trafalgar Square, dan jalan kaki ke Whitehall."
"Yah, semoga berhasil," kata Luke.
Miss Pinkerton menyalami Luke dengan hangat.
"Anda baik sekali," gumamnya lagi. "Tahukah, Anda, mula-mula saya pikir Anda tidak percaya pada saya."
Wajah Luke sempat memerah.
"Yah," katanya. "Banyak sekali pembunuhan! Sulit juga untuk bisa lolos begitu saja setelah melakukan begitu banyak pembunuhan, bukan?"
Miss Pinkerton menggeleng. Dengan penuh kesungguhan dia berkata, "Tidak, tidak, Anakku, di situ Anda keliru. Membunuh itu gampang selama tak ada orang yang mencurigai kita. Dan tahukah, Anda, si pelaku itu sendiri justru orang yang paling tidak dicurigail"
"Bagaimanapun juga, semoga Anda berhasil," kata Luke.
Miss Pinkerton tenggelam dalam gelombang orang banyak. Luke sendiri mulai mencari barang-barang bawaannya, sambil berpikir,
24
"Mungkinkah dia agak kurang waras? Tidak, kurasa tidak demikian. Suatu khayalan yang terlalu jelas, itu saja. Kuharap mereka menyuruhnya pergi dengan halus. Dia orang yang patut disayangi."
25
BAB DUA
IKLAN KEMATIAN
Jimmy lorrimer adalah salah seorang sahabat karib Luke. Dengan sendirinya, Luke menginap di rumah Jimmy setibanya di London. Dengan Jimmy pula malam harinya dia pergi mencari hiburan. Kopi Jimmy pula yang diminumnya esok paginya waktu kepalanya pusing, dan kata-kata J immy tak disahutinya karena dia sedang membaca ulang sebuah artikel kecil yang tak berarti, dalam harian pagi.
"Sorry, Jimmy," katanya tersadar.
"Asyik membaca apa kau situasi politik?"
Luke tertawa.
"Jangan kuatir. Bukan itu, tapi ini ada yang aneh sekali nenek tua teman seperjalananku di kereta api kemarin, tewas ditabrak."
"Bagaimana kau tahu bahwa si korban memang wanita itu?"
"Ya, mungkin saja bukan dia. Tapi namanya sama Pinkerton dia ditabrak mobil dan tewas, ketika sedang menyeberang ke Whitehall. Mobil itu terus lari."
"Urusan yang brengsek," kata Jimmy.
26
"Ya, kasihan nenek tua itu. Aku kasihan sekali padanya. Dia membuatku teringat pada Bibi Mildred."
"Siapa pun pengendara mobil itu, dia harus mendapat hukuman. Itu sama saja dengan pembunuhan. Terus terang, aku takut setengah mati mengemudikan mobil sekarang ini."
"Apa merk mobilmu sekarang?"
"Ford V 8. Sungguh, Sahabat..."
Percakapan selanjutnya benar-benar hanya mengenai mesin-mesin mobil.
Tiba-tiba Jimmy berhenti dan bertanya,
"Luke, apa yang kausenandungkan itu?"
Luke sedang bersenandung,
"Fiddle de dee, fiddle de dee, the fly has married the humble bee."
Lalu dia meminta maaf.
"Itu lagu kanak-kanak yang kuingat dari masa kecilku. Aku pun tak tahu mengapa aku tiba-tiba teringat lagu itu."
Lebih dari seminggu kemudian waktu Luke sedang membaca halaman depan harian The Times dengan santai, tiba-tiba dia terpekik karena terkejut.
"Astaga, apa ini!"
Jimmy Lorrimer mengangkat kepalanya. "Ada apa?"
Luke tak menjawab. Dia sedang menatap sebuah nama dalam sebuah kolom yang tercetak. Jimmy mengulangi pertanyaannya.
27
Luke mengangkat kepalanya lalu memandang sahabatnya. Air mukanya demikian anehnya hingga Jimmy jadi terkejut.
"Ada apa, Luke? Kau seperti baru saja melihat hantu."
Beberapa saat lamanya sahabatnya itu belum juga menyahut. Surat kabar itu diletakkannya, lalu dia berjalan ke jendela dan kembali lagi. Jimmy memandanginya dengan perasaan bertambah heran.
Luke menjatuhkan dirinva ke sebuah kursi lalu membungkukkan tubuhnya.
"Jimmy, Sahabatku, ingatkah kau ceritaku tentang seorang wanita tua teman seperjala'nanku ke kota ini—pada hari aku tiba di Inggris?"
"Wanita yang katamu membuatmu teringat pada Bibi Mildred? Dan yang kemudian meninggal ditabrak mobil?"
"Benar yang itu. Dengarkan, Jimmy. Wanita tua itu waktu itu ngoceh panjang lebar. Dikatakannya bahwa dia akan pergi ke Scotland Yard, akan mengadukan tentang banyaknya pembunuhan yang telah terjadi. Ada seorang pembunuh yang gentayangan di desanya sampai begitu jauhlah agaknya, dan pembunuh itu telah melakukan pembunuhan beruntun."
"Kau tidak menceritakan bahwa dia tak waras," kata Jimmy.
"Kurasa dia bukan orang gila."
"Alaa, Kawan, pembunuhan beruntun...."
Tak sabaran Luke berkata,
28
"Kurasa pikirannya tidak terganggu. Dia hanya membiarkan khayalannya berkembang, seperti yang biasa dilakukan oleh nenek-nenek tua."
"Yah, kurasa memang begitu. Tapi mungkin dia juga agak bingung."
"Persetan dengan apa yang kaupikir, Jimmy. Saat ini akulah yang sedang bercerita padamu, mengerti?"
"Oh, ya ya, benar lanjutkan."
"Dia tahu betul keadaannya sampai hal yang sekecil-kecilnya. Disebutkannya nama satu-dua orang korban dan dijelaskannya bahwa apa yang benar-benar mengguncangkannya adalah kenyataan bahwa dia tahu siapa yang akan menjadi korban berikutnya."
"Lalu?" kata Jimmy memberi semangat.
"Kadang kadang sebuah nama melekat di kepala kita, entah karena apa. Nah, salah satu nama itu melekat di kepalaku, karena kukaitkan dengan lirik sebuah lagu kanak-kanak vang biasa dinyanyikan untukku waktu aku masih kecil. Fiddle de deey fiddle de dee, the fly has married the humble bee."
"Memang, sangat masuk akal, tapi lalu apa hubungannya?"
"Hubungannya, Sahabatku yang tolol, adalah bahwa nama orang itu adalah Humbleby Dokter Humbleby. Nenek tuaku itu berkata bahwa Dokter Humbleby yang akan menjadi korban berikutnya, dan dia merasa risau sekali karena dokter itu adalah 'orang yang sangat baik sekali'.
29
Nama itu melekat di kepalaku gara-gara lirik lagu yang sudah kusebutkan tadi."
"Lalu?" tanya Jimmy.
"Coba lihat ini."
Luke memberikan surat kabar itu, jarinya menunjuk sebuah iklan dalam kolom berita kematian.
HUMBLEBY — Pada tanggal 13 Juni, secara mendadak, di' kediamannya, Sandgate, Wychwood-under-Ashe, DR. JOHN EDWARD HUMBLEBY, suami tercinta dari JESSIE ROSE HUMBLEBY. Pemakaman pada hari Jumat. Harap tidak mengirimkan bunga.
"Kaulihat, Jimmy? Itulah namanya dan tempatnya, dan dia seorang dokter. Apa kesimpulanmu?"
Jimmy menunggu beberapa saat sebelum menjawab. Suaranya serius waktu akhirnya dia berkata agak tak yakin,
"Kurasa ini hanya suatu kebetulan saja."
"Begitukah, Jimmy? Benarkah begitu? Hanya suatu kebetulan saja?"
Luke mulai berjalan hilir-mudik lagi.
"Apa lagi kemungkinannya?" tanya Jimmy.
Luke tiba-tiba memutar tubuhnya.
"Seandainya setiap kata yang diucapkan nenek yang baik itu semuanya benari Seandainya cerita khayalan itu memang suatu kenyataan yang sebenar-benarnya!"
30
"Alaa, Sahabatku! Itu terlalu dicari-cari! Hal semacam itu tidak terjadi!"
"Bagaimana dengan kasus Abercrombie itu? Bukankah pembunuh itu juga telah mencabut nyawa banyak orang?"
"Lebih dari yang bisa diduga," kata Jimmy. "Seorang temanku mempunyai sepupu yang menjadi petugas penguburan setempat di sana. Aku mendengar kisahnya dari dia. Mereka menangkap Abercrombie karena kedapatan telah meracuni dokter hewan di sana dengan racun arsenikum, lalu mereka menggali kembali jenazah istri dokter itu, dan ternyata wanita itu pun penuh dengan racun itu. Lalu bisa pula dipastikan bahwa ipar laki-laki dokter itu pun meninggal dengan cara yang sama—dan tidak hanya sampai di situ saja. Temanku itu mengatakan bahwa menurut perkiraan tak resmi, Abercrombie telah menghabisi nyawa sekurang-kurangnya lima belas orang dalam masa jayanya. Lima belas orangl"
"Tepat! Jadi peristiwa seperti itu memang terjadi!"
"Ya, tapi kejadiannya tidak sering."
"Bagaimana kau tahu? Mungkin saja terjadi lebih sering daripada yang kauduga."
"Nah, nah, kalau seorang bekas polisi yang berbicara! Apakah kau tak bisa melupakan bahwa kau seorang polisi, setelah kini kau menarik dirimu ke dalam kehidupan biasa?"
"Kurasa, sekali polisi, tetap polisi," kata Luke. "Sekarang coba bayangkan, Jimmy, seandainya
31
sebelum Abercrombie menjadi begitu nekat dan seolah-olah secara terang-terangan menyodorkan pembunuhan-pembunuhannya ke bawah hidung polisi, seorang perawan tua nyinyir telah menduga apa yang dilakukan laki-laki itu, lalu nenek itu pergi menghadap seorang pejabat untuk menceritakan semua yang diketahuinya. Apakah menurutmu pejabat itu akan mau mendengarkannya?"
Jimmy tertawa.
"Pasti tidak!"
"Tepat. Mereka akan mengatakan bahwa otak nenek itu tak beres. Tepat seperti yang katakan tadi! Atau mungkin mereka berkata, 'Terlalu banyak berkhayal. Kurang kerjaan! Seperti yang aku katakan! Dan kita berdua, Jimmy, akan kelirul"
Lorrimer mempertimbangkannya beberapa saat, lalu berkata,
"Bagaimana keadaan sebenarnya, menurut pandanganmu?"
Lambat-lambat Luke berkata,
"Begini duduk perkaranya. Kepadaku telah dikisahkan suatu cerita suatu cerita yang tak masuk akal, tapi bukannya tak mungkin terjadi. Cerita itu didukung oleh satu bukti, yaitu kematian Dokter Humbleby. Lalu ada pula suatu kenyataan gamblang yang lain. Miss Pinkerton sedang dalam perjalanan ke Scotland Yard membawa kisahnya yang tak masuk akal itu. Tapi dia tak sampai ke sana. Dia ditabrak dan tewas dalam suatu peristiwa tabrak lari."
32
Jimmy membantah.
"Tapi kau tak tahu bahwa dia belum sampai ke sana. Mungkin saja dia terbunuh sesudah kunjungannya itu, bukan sebelumnya."
"Ya, mungkin tapi kurasa belum."
"Itu benar-benar hanya perkiraan saja. Kesimpulannya begini kau mempercayai kisah sedih itu."
Luke menggeleng dengan pasti.
"Tidak, aku tidak berkata begitu. Aku hanya ingin mengatakan bahwa perkara ini perlu diselidiki."
"Dengan kata lain, kau yang akan pergi ke Scotland Yard."
"Tidak, belum sampai ke situ sama sekali belum. Seperti yang kaukatakan, kematian Humbleby itu mungkin hanya suatu kebetulan saja."
"Lalu, kalau aku boleh bertanya, apa gagas-anmu?"
"Gagasanku adalah, pergi ke desa itu dan melihat duduk perkaranya." "Jadi itu gagasanmu?"
"Tidakkah kau sependapat bahwa itu merupakan satu-satunya jalan yang masuk akal dan bisa dilaksanakan?"
Jimmy menatapnya lalu berkata,
"Apakah kau serius dalam urusan ini, Luke?"
"Serius sekali."
"Bagaimana kalau itu hanya merupakan isapan jempol semata?"
"Itu sangat mungkin."
33
"Ya, tentu...." Jimmv mengerutkan alisnya. "Tapi kau tidak beranggapan demikian, bukan?"
"Sahabatku, aku mau menerima segala macam kemungkinan." Jimmy diam beberapa saat. Lalu dia berkata, "Apakah kau punya rencana? Maksudku, kau harus punya alasan untuk tiba-tiba berada di tempat itu."
"Ya, kurasa memang begitu."
"Jangan hanya 'merasa* begitu saja. Sadarkah kau betapa kecilnya desa itu? Setiap orang baru akan tampak menonjol dari jarak 1 mil!"
"Kalau begitu aku terpaksa menyamar," kata Luke, tiba-tiba tertawa. "Apa usulmu? Apakah sebagai seorang seniman? Kurang tepat menggambar biasa saja aku tak bisa, apalagi melukis."
"Kau bisa menjadi seorang seniman modern," usul J immy. "Maka soal itu tak ada pengaruhnya."
Tetapi Luke tetap bersiteguh.
"Seorang pengarang? Lazimkah seorang pengarang datang ke sebuah penginapan desa yang tak dikenalnya, untuk menulis? Kurasa, mungkin saja. Atau, mungkin seorang pemancing ikan tapi aku harus tahu dulu apakah ada sungai di sekitar daerah itu. Atau seorang penderita suatu penyakit yang diperintahkan dokter untuk tetirah guna mendapatkan udara pedesaan? Aku tidak kelihatan seperti orang sakit, apalagi sekarang ini semua orang sakit pergi ke rumah-rumah perawatan. Bisa pula aku mencari rumah di sekitar tempat itu. Tapi alasan itu kurang kuat. Buang saja semua itu,
34
Jimmy, tapi tentu ada suatu alasan yang masuk akal, mengapa seorang yang benar-benar asing tiba-tiba datang ke sebuah desa di Inggris?" Jimmy berkata,
"Tunggu bawa kemari surat kabar itu "
Setelah mengambilnya, dibacanya sepintas lalu, dan kemudian berkata dengan nada penuh kemenangan,
"Sudah kuduga! Luke, Sahabatku pokoknya aku bisa mengurusmu. Semuanya akan mudah sekali!"
Luke memutar tubuhnya.
"Apa?"
Dengan rasa bangga yang disembunyikan, Jimmv melanjutkan,
"Sejak tadi aku sudah merasa seperti ada sesuatu yang kukenal! Wychwood-under-Ashe. Tentu! Itulah tempatnya!"
"Apakah kau kebetulan punva sahabat yang mengenal petugas pemakaman di sana?"
"Kali ini tidak. Lebih dari itu, Kawan. Mungkin kau tahu, aku dianugerahi banvak bibi dan saudara sepupu karena avahku adalah seorang dari tiga belas bersaudara. Nah, sekarang dengar ini, Aku punya sepupu di Wycfrwood-under-Ashe."
"Jimmv, sungguh suatu keajaiban."
"Mujur sekali, ya?" kata Jimmv merendah.
"Tolong ceritakan tentang laki-laki itu."
"Dia seorang wanita. Namanva Bridget Conway. Selama dua tahun terakhir ini dia menjadi sekretaris Lord Whittield."
35
"Pria yang memiliki mingguan-mingguan kecil brengsek itukah?"
"Benar. Orangnya pun agak brengsek! Besar cakap! Dia lahir di Wychwood-under-Ashe. Orangnya angkuh, suka memamerkan asal-usul dan pendidikannya, serta keberhasilannya yang katanya adalah berkat perjuangannya sendiri. Dia telah kembali ke desa kelahirannya itu, dibelinya satu-satunya rumah besar di tempat itu (perlu kauketahui bahwa semula rumah itu adalah rumah keluarga Bridget), dan sekarang dia sedang berusaha untuk menjadikan tempat itu sebuah 'desa teladan'."
"Dan saudara sepupumu adalah sekretarisnya?"
"Mula-mula memang," kata Jimmv agak murung. "Sekarang dia sudah meningkatkan kedudukannya! Dia bertunangan dengan Lord Whitfield itu!"
"Oh," kata Luke, agak terkejut.
"Beruntung sekali tentu anak itu," kata Jimmy. "Laki-laki itu banyak sekali uangnya. Bridget harus memilih antara dia dan seorang pria lain—kekayaan telah menghapuskan rasa cinta dari hati gadis itu. Aku bisa berkata bahwa hal itu akan berhasil baik. Mungkin dia akan bersikap tegas terhadap suaminya, dan suaminya akan menurut terus padanya."
"Lalu bagaimana dengan aku?"
Jimmy langsung menjawab,
"Pergi saja kau ke sana dan menginap di rumah mereka—sebaiknya kau pura-pura menjadi se-
36
orang sepupu juga. Bridget mempunyai saudara sepupu banyak sekali, jadi satu orang lebih atau kurang, tidak apa-apa. Itu akan kuurus dengan dia. Kami berdua selalu dekat. Lalu mengenai alasanmu pergi ke saria—ilmu sihir saja, Sahabatku." "Ilmu sihir?"
"Cerita-cerita rakyat setempat, takhyul setempat—atau semacam itu. Wychwood-under-Ashe cukup terkenal dalam hal-hal seperti itu. Tempat itu merupakan salah satu tempat di mana orang masih memperingati Hari Para Penyihir—dalam abad yang lalu bahkan orang masih membakar para penyihir di sana—masih ada bermacam-macam upacara adat yang aneh di sana. Ingat, kau sedang menulis buku. Menghubungkan adat-istiadat di Teluk Mayang dengan cerita-cerita rakyat di pedalaman Inggris—mencari titik persamaannya dan sebagainya. Kau tentu tahu hal-hal semacam itu. Pergilah berkeliling di tempat itu dengan membawa buku catatan, lalu wawancarailah penduduk tertua di situ mengenai takhyul dan adat-istiadat setempat. Mereka sudah biasa dengan hal-hal semacam itu, di sana, dan bila kau menginap di Ashe Manor, maka itu akan merupakan jaminan bagimu untuk mendapatkan kemudahan-kemudahan."
"Bagaimana dengan Lord Whitfield?"
"Dia tak apa-apa. Pendidikannya tidak begitu tinggi dan dia sangat mudah percaya—dia bahkan percaya akan apa-apa yang dibacanya dalam majalah-majalahnya sendiri. Pokoknya, Bridgct-
37
lah yang akan mengaturnya. Bridget itu baik. Aku berani tanggung."
Luke menarik napas panjang.
"Jimmy, Sahabatku, kelihatannya semuanya akan mudah. Kau memang ajaib. Kalau kau memang benar-benar bisa mengurus dengan saudara sepupumu...."
"Itu akan beres. Serahkan saja padaku."
"Tak terhingga terima kasihku padamu."
Kata Jimmy,
"Aku hanya minta supaya, bila kau memburu pembunuh manusia itu, beri tahu aku bagaimana hasilnya kelak!"
Dengan tajam dia menambahkan,
"Ada apa?"
Lambat-lambat Luke berkata,
"Aku hanya teringat apa yang dikatakan nenek tuaku itu padaku. Aku berkata padanya bahwa rasanya tak mungkin bisa melakukan begitu banvak pembunuhan dan bisa lolos begitu saja, dan dia menjawab bahwa aku keliru—dikatakannya bahwa membunuh itu gampang...." Dia berhenti, lalu ditambahkannya lambat-lambat, "Aku jadi ingin tahu, Jimmy, apakah memang benar...."
"Apa?"
"Membunuh itu gampang..."
38
BAB TIGA
NENEK SIHIR
TANPA GAGANG SAPU
Matahari sedang bersinar waktu Luke tiba di bukit, lalu menuruninya menuju ke kota kecil W vchwood-undcr-Ashe. Dia telah membeli sebuah mobil bekas merk Standard Swallow. Dia berhenti sebentar di lereng bukit itu. Mesin mobil dimatikannya.
Waktu itu adalah musim panas. Matahari bersinar terik dan udara terasa cerah. Di bawahnya terletak desa, yang benar-benar belum dirusak oleh pembangunan. Desa itu tampak polos dan damai, bermandikan sinar matahari—jalan-jalan desa yang sempit berserakan di lereng Bukit Ashe Ridgc.
Desa itu tampak terpencil dan tak pernah terganggu. Luke berpikir, "Mungkin aku ini sudah gila. Semuanya ini tak masuk akal."
Apakah dia datang kemari, dengan niat untuk memburu seorang pembunuh—semata-mata berdasarkan celoteh seorang wanita tua, dan sebuah iklan pemberitahuan tentang kematian yang kebetulan dibacanya?
Dia menggeleng.
39
"Hal-hal semacam itu tak mungkin terjadi," gumamnya. "Atau—mungkin jugakah? Luke, kini benar-benar terserah padamu untuk membuktikan apakah kau benar-benar orang yang paling goblok di dunia ini, atau apakah hidung polisimu benar-benar telah terangsang."
Mesin mobil dihidupkannya lagi, dimasukkannya persneling dan perlahan-lahan dituruninya jalan yang berkelok-kelok, sebelum masuk ke jalan utama.
Seperti telah diceritakan, Wychwood terutama terdiri dari sebuah jalan utama. Di sana terdapat toko-toko, rumah-rumah kecil bergaya Georgia yang anggun dan gagah, yang tangganya' dicat putih dan alat-alat pengetuk pintunya digosok mengkilap. Ada pula rumah-rumah kecil yang molek dikelilingi kebun-kebun bunga. Ada sebuah penginapan yang bernama Bells and Motley, yang terletak agak jauh ke dalam dari jalan utama. Ada sebuah taman desa dan sebuah kolam tempat itik-itik berenang, dan di atasnya terdapat sebuah rumah megah bergaya Georgia, yang semula disangka Luke adalah rumah yang ditujunya, yaitu Ashe Manor. Tetapi setelah lebih mendekatinya, dilihatnya sekeping papan bercat putih yang memberitahukan bahwa itu adalah gedung museum dan perpustakaan. Lebih jauh terdapat sesuatu yang tidak cocok dengan pemandangan di sekitarnya, sebuah bangunan modern yang besar, berwarna putih, sangat sederhana dan tak sesuai dengan lingkungannya yang ceria namun tak
40
teratur. Ternyata bangunan itu adalah Gedung Yayasan dan Perkumpulan Remaja.
Di situ dia berhenti, lalu menanyakan jalan ke tempat tujuannya.
Dia mendapat keterangan bahwa Ashe Manor masih kira-kira setengah mil lagi jauhnya—dia akan melihat gerbang rumah itu di sebelah kanannya.
Luke melanjutkan perjalanannya. Gerbang itu dapat ditemukannya dengan mudah—gerbang itu masih baru dan terbuat dari besi tuang yang halus. Luke masuk. Dari celah pepohonan tampak sekilas sebuah bangunan dari bata merah, dan setelah membelok di tikungan, dia terpana memandang bangunan hebat yang atapnya mirip sebuah benteng kuno. Sama sekali tidak selaras.
Ketika dia masih asyik memandangi bangunan yang tak masuk akal itu, matahari terbenam. Tiba-tiba dia merasakan ancaman yang menyelubungi Ashe Ridge. Angin berhembus tajam, menyingkapkan dedaunan, dan pada saat itu seorang gadis datang dari sudut bangunan yang menyerupai benteng itu.
Rambutnya yang hitam terangkat ke atas oleh hembusan angin yang tiba-tiba, dan Luke jadi teringat akan sebuah lukisan yang pernah dilihatnya—lukisan Nevinson yang berjudul Nenek Sihir. Wajahnya yang panjang, halus, dan pucat, rambutnya hitam, tertiup ke atas ke arah bintang-bintang. Dibayangkan gadis itu duduk di gagang sapu, terbang menuju bulan____
41
Gadis itu langsung mendatanginya. "Kau pasti Luke Fitzwilliam.  Aku Bridget Conway."
Luke mcnvambut tangan yang diulurkan gadis itu. Kini Luke bisa melihatnya dengan jelas—tanpa pengaruh khayalan yang mengejutkan tadi. Gadis itu tinggi, ramping, berwajah panjang dan halus, tulang pipinya agak cekung—alis matanva hitam— mata dan rambutnya hitam pula. Dia seperti sebuah lukisan etsa yang halus, pikir Luke—cantik dan sendu.
Dalam perjalanan pulang ke Inggris, dia sudah menyimpan suatu gambaran dalam pikirannya— gambaran seorang gadis Inggris yang berwajah kemerahan tersengat sinar matahari—sedang mengusap-usap leher kuda, membungkuk mencabuti rumput di sepanjang tepi halaman rumahnya atau duduk sambil menghangatkan tangannva ke arah api vang sedang menyala dalam perapian. Gambaran itu memberikan perasaan hangat dan menyenangkan....
Kini tanpa mengetahui apakah dia menyukai Bridget Conway atau tidak—dia tahu bahwa gambarannya tentang gadis Inggris menjadi kabur dan hancur—menjadi tak berarti dan terasa tolol....
Dia berkata,
"Apa kabar? Aku harus minta maaf karena menyusahkan saja. Tapi Jimmy telah memberikan kepastian bahwa kau tidak akan keberatan."
42
"Oh, sama sekali tidak. Kami senang." Dia tersenyum. Senyum itu melekukkan bibirnya, hingga ujung mulutnya yang lebar naik tinggi ke pipinya. "Aku dan Jimmy selalu rukun. Dan kalau kau sedang menulis buku mengenai cerita-cerita rakyat setempat, maka ini memang tempat yang tepat. Di sini terdapat bermacam-macam legenda dan tempat-tempat yang bagus."
"Bagus," kata Luke.
Mereka berjalan bersama-sama ke arah rumah. Diam-diam Luke memandangi rumah itu lagi. Kini tampak olehnya garis-garis rumah aslinya yang bergaya Ratu Anne yang sederhana. Kini semuanya itu sudah terselubung dan terhapus oleh kemegahan yang ceria. Dia ingat Jimmy mengatakan bahwa rumah itu semula adalah rumah keluarga Bridget. Waktu itu pasti rumah ini belum diubah seperti ini, pikir Luke. Dia mencuri pandang ke potongan tubuh Bridget—tangannya panjang dan cantik, dan dia lalu menduga-duga.
Diperkirakannya gadis itu berumur dua puluh delapan atau dua puluh sembilan tahun. Gadis itu cerdas. Dan dia adalah tipe orang yang tidak akan kita ketahui apa-apa tentang dirinya, bila dia sendiri tidak menghendakinya....
Di dalam, rumah itu nyaman dan ditata dengan penuh selera—selera tinggi seorang penata rumah kelas satu. Bridget Conway berjalan mendahuluinya ke sebuah kamar yang penuh dengan rak-rak buku dan kursi-kursi yang nyaman. Dekat jendela
43
terdapat sebuah meja dan peralatan minum teh. Dua orang duduk dekat meja itu. Bridget berkata,
"Gordon, ini Luke, dia saudara sepupu dari sepupuku."
Lord Whitfield adalah seorang pria pendek yang kepalanya hampir botak. Berwajah bulat dan bertampang polos, mulutnya seperti orang yang sedang merajuk, dan matanya agak menonjol. Dia mengenakan pakaian pedesaan yang tampak tak rapi. Pakaian itu membuat tampangnya kelihatan buruk dan perutnya gendut.
Dia menyapa Luke dengan ramah, "Senang bertemu denganmu—senang sekali. Kudengar baru kembali dari Timur, ya? Tempat yang menarik. Kau sedang menulis buku, kata Bridget. Kata orang, sekarang ini terlalu banyak buku ditulis. Kataku, tidak—selalu masih ada tempat untuk buku yang bagus."
Bridget berkata, "Ini bibiku, Bibi Anstruther," dan Luke pun bersalaman dengan seorang wanita setengah baya yang mulutnya seperti mulut orang tolol.
Luke segera tahu bahwa Bu Anstruther amat gemar berkebun. Dia tak pernah membicarakan hal lain, dan pikirannya selalu dipenuhi pertimbangan apakah sesuatu tanaman langka akan bisa tumbuh dengan baik di tempat yang dia inginkan.
Setelah menyambut baik perkenalan itu, wanita tersebut berkata lagi.
44
"Tahukah kau, Gordon, tempat yang paling tepat untuk jenis karang-karangan adalah di belakang kebun mawar, dan kita akan memiliki kebun berair yang paling indah—airnya mengalir melalui tanah rendah "
Lord Whitfield bersandar lagi ke kursinya.
"Atur saja semuanya itu dengan Bridget," kata Lord Whitfield dengan santai. "Menurut aku, karang-karangan adalah tanaman yang rewel—tapi biarlah."
Kata Bridget,
"Karang-karangan itu tak sesuai dengan gaya hidupmu yang serba besar, Gordon."
Dia menuang teh untuk Luke, dan Lord Whitfield berkata dengan tenang,
"Benar. Kurasa tanaman itu tak sebanding dengan harganya. Bunganya kecil-kecil, hampir tak kelihatan.... Aku suka tanam-tanaman bagus yang bisa dipamerkan di lemari tanaman, atau beberapa bedeng bunga geranium yang berwarna merah tua."
Bu Anstruther, yang mempunyai bakat luar biasa- untuk mempertahankan pokok pikirannya tanpa merasa terganggu oleh pendapat-pendapat orang lain, berkata,
"Kurasa mawar karang yang baru itu akan tumbuh dengan baik dalam cuaca seperti ini." Lalu dia menekuni sebuah katalogus.
Sambil menyandarkan tubuhnya yang pendek-gemuk di kursinya, Lord Whitfield menghirup
45
tehnya dan memandang Luke dengan pandangan menilai.
"Jadi kau mengarang buku," gumamnya.
Dengan perasaan agak gugup, Luke bersiap-siap akan memberikan penjelasan, tapi kemudian tampak olehnya bahwa Lord Whitfield tidak benar-benar menginginkan informasi.
"Aku pun sering berpikir ingin menulis buku," katanya dengan tenang.
"Begitukah?" kata Luke.
"Dan ingat, aku pasti mampu" kata Lord Whitfield. "Dan buku itu akan merupakan buku yang amat menarik. Aku sudah bertemu dengan banyak orang yang menarik. Susahnya, aku tak punya waktu. Aku ini sibuk sekali."
"Tentu. Anda pasti sibuk sekali."
"Kau pasti tidak akan bisa membayangkan betapa berat tugas yang harus kupikul," kata Lord Whitfield. "Aku mencurahkan perhatian khususku pada semua hasil terbitanku. Kuanggap diriku bertanggung jawab dalam mencetak pandangan umum. Minggu depan, berjuta-juta orang akan merasa dan berpikir tepat seperti yang kuinginkan. Itu merupakan pemikiran yang serius. Tapi aku tak kuatir. Aku bisa bertanggung jawab."
Lord Whitfield membusungkan dadanya, mencoba mengempiskan perutnya, dan menatap Luke dengan pandangan bersahabat.
Bridget Conway berkata dengan ringan,
"Kau memang orang besar, Gordon. Mau teh lagi?"
46
Dengan santai Lord Whitfield menyahut, "Aku memang orang besar. Tidak, aku tak mau teh lagi."
Kemudian dia seolah-olah turun dari ketinggian budinya yang begitu sempurna, menyamai manusia biasa, lalu bertanya dengan ramah pada tamunya.
"Adakah seseorang yang kaukenal di sekitar tempat ini?"
Luke menggeleng. Kemudian, terdorong dan merasa bahwa makin cepat dia mulai bekerja, makin baik baginya, ditambahkannya,
"Sebenarnya ada seseorang di sini yang akan saya kunjungi—seorang kawan dari kawan-kawan saya. Seseorang yang bernama Humbleby. Dia seorang dokter."
"Oh!" Lord Whitfield mencoba menegakkan tubuhnya dengan susah-payah. "Dokter Humbleby? Sayang...."
"Mengapa sayang?"
"Dia meninggal seminggu yang lalu," kata Lord Whitfield."
"Astaga," kata Luke. "Sayang sekali."
"Jangan menyangka bahwa kau akan menyukainya," kata Lord Whitfield. "Orang tua itu keras kepala, perusak suasana dan tukang bingung."
"Yang berarti bahwa dia sering tak sependapat denganmu, bukan begitu, Gordon?" sela Bridget.
"Soal persediaan air bersih kami," kata Lord . Whitfield. "Boleh kukatakan, Saudara Fitzwil-liam, aku ini orang yang bersemangat sosial. Aku
47
sangat memperhatikan kesejahteraan kota ini. Aku lahir di sini. Ya, lahir di kota ini...."
Luke merasa kesal karena tahu bahwa pokok pembicaraan tentang Dr. Humbleby telah beralih ke topik mengenai diri Lord Whitfield.
"Aku tidak malu mengakuinya, dan siapa pun boleh tahu," lanjut pria itu. "Aku tak pernah menikmati kesenangan hidup seperti kalian. Ayahku memiliki toko sepatu—ya, sebuah toko sepatu biasa. Dan aku bekerja di toko itu waktu masih kecil. Aku mengangkat diriku dengan usaha sendiri, Fitzwilliam—aku bertekad untuk keluar dari kemiskinan—dan aku berbasil keluar dari kemiskinan itu! Usaha, kerja keras, dan bantuan Tuhan—itulah yang membawa keberhasilan! Itulah yang menjadikan aku seperti keadaanku sekarang ini."
Maka secara panjang-lebar dipaparkannya kepada Luke perjalanan karier Lord Whitfield dan diakhirinya dengan bangga,
"Dan inilah aku, dan seluruh dunia boleh tahu bagaimana aku bisa jadi begini! Aku tak malu mengenai asal-usul dan perjuanganku—sama sekali tidak—aku kembali kemari, ke tempat kelahiranku. Tahukah kau ada apa sekarang di tempat di mana toko ayahku berdiri? Sebuah bangunan bagus yang kudirikan dan kuhadiahkan untuk Yayasan dan Perkumpulan Remaja, lengkap dengan segala fasilitasnya dan berselera masa-kini. Arsitek yang terbaik di daerah ini yang kusewa! Terus-terang hasilnya biasa-biasa saja—menurut
48
aku tak ubahnya seperti panti asuhan atau penjara saja—tapi kata mereka itu cukup baik, jadi kurasa, ya baik jugalah."
"Jangan mengeluh," kata Bridget. "Rumah ini dibangun menurut seleramu!"
Lord Whitfield tertawa kecil, membenarkan.
"Ya, mereka ingin mencoba menjalankan kehendak mereka di sini! Mereka ingin mempertahankan semangat asli gedung ini. Tidak, kataku, aku yang akan tinggal di sini, dan aku ingin sesuatu yang kelihatan dari hasil uangku! Waktu seorang arsitek tak mau menuruti keinginanku, kupecat dia dan kuganti dengan yang lain. Orang yang akhirnya kutemukan, mengerti benar gagasan-gagasanku."
"Ya, dia menuruti sampai-sampai pada khayalanmu yang terburuk," kata Bridget.
"Dia ini sebenarnya ingin tempat ini dibiarkan sebagaimana aslinya," kata Lord Whitfield, sambil menepuk lengan Bridget. "Tak ada gunanya hidup dalam suasana masa lalu, Sayang. Orang-orang zaman Georgia itu tak tahu apa-apa. Aku tak mau rumah biasa dari bata merah. Aku selalu mengangankan sebuah puri—dan kini aku memilikinya!" Ditambahkannya, "Aku tahu seleraku tidak terlalu tinggi, jadi kuberi mereka kebebasan untuk merancang bagian dalam, dan harus kuakui bahwa hasilnya tak jelek—meskipun beberapa di antaranya agak membosankan."
"Yah," kata Luke yang merasa agak susah
49
mencari kata-kata, "sungguh hebat kalau kita tahu apa yang kita inginkan."
"Dan biasanya aku berhasil mendapatkannya," kata lawan bicaranya sambil tertawa kecil.
"Hampir saja rencanamu mengenai persediaan air bersih itu tak keturutan," Bridget mengingatkan.
"Oh, itu!" kata Lord Whitfield. "Humbleby itu bodoh. Orang tua biasanya memang keras kepala. Mereka tak mau mendengar pendapat orang lain."
"Dokter Humbleby itu orangnya suka berterus-terang, bukan?" kata Luke memberanikan diri. "Dengan demikian, saya rasa dia punya banyak musuh."
"Ti—tidak, kurasa aku tak bisa berkata begitu," kata Lord Whitfield ragu-ragu sambil menggosok-gosok hidungnya. "Bagaimana, Bridget?"
"Menurutku, dia disukai semua orang," kata Bridget. "Aku hanya sekali bertemu dengan dia waktu dia datang untuk merawat pergelangan kakiku, tapi kurasa dia baik sekali."
"Ya, umumnya dia cukup disukai," Lord Whitfield mengakui. "Tapi aku juga tahu satu atau dua orang yang tak suka padanya. Lagi-lagi karena keras kepalanya."
"Satu atau dua orang yang tinggal di sini?"
Lord Whitfield mengangguk. "Di tempat sekecil ini banyak pertengkaran dan persekongkolan," katanya.
"Ya, saya rasa memang begitu," kata Luke. Dia
50
ragu dan tak yakin apa langkah berikut yang harus diambilnya.
"Bagaimana kebanyakan orang di sini?" tanyanya.
Itu merupakan pertanyaan yang agak lemah, tapi dia mendapat jawaban langsung.
"Sebagian besar janda," kata Bridget. "Keluarga para pendeta, anak-anak perempuan, saudara-saudara perempuan, dan istri-istri mereka. Demikian pula dengan para dokternya. Perbandingan antara pria dengan wanita di sini adalah satu berbanding enam."
"Tapi cukup banyak juga prianya, bukan?" kata Luke memberanikan diri.
"Ya, tentu. Misalnya Pak Abbot, pengacara, dan Dokter Thomas yang masih muda, dia patner Dokter Humbleby. Lalu Pak Wake, pendeta setempat, dan—siapa lagi, Gordon? Oh! Ells worthy, pemilik toko barang antik dan terlalu manis mulut! Juga Mayor Horton dengan anjing-anjing bulldog-nya "
"Ada seseorang lagi yang kalau tak salah kawan-kawanku, tinggal di sini juga," kata Luke. "Kata mereka dia adalah seorang wanita tua yang baik, tapi nyinyir."
Bridget tertawa.
"Separuh dari isi desa ini memang begitulah!"
"Siapa ya nama wanita itu? Oh ya, saya ingat, Miss Pinkerton."
Sambil tertawa kecil dan dengan suara serak, Lord Whitfield berkata,
51
"Kau benar-benar sial! Dia juga sudah meninggal. Pada suatu hari dia ditabrak mobil di London. Dia tewas seketika."
"Banyak sekali orang yang meninggal di sini," kata Luke.
Lord Whitfield langsung membatasi.
"Sama sekali tidak. Ini merupakan salah satu tempat yang paling sehat di Inggris ini. Kecelakaan itu di luar dugaan kita. Itu bisa menimpa siapa saja."
Tetapi Bridget Conway berkata sambil merenung,
"Kalau kita lihat kenyataannya, Gordon, dalam tahun terakhir ini memang telah terjadi banyak kematian. Sering kali kita melihat penguburan."
"Omong kosong."
Luke berkata,
"Apakah kematian Dokter Humbleby suatu kecelakaan pula?"
Lord Whitfield menggeleng.
"Oh, bukan," katanya. "Humbleby meninggal karena keracunan darah. Biasa... seorang dokter. Jarinya tergores paku berkarat atau entah apa—dan itu tak dipedulikannya, kemudian ternyata jari itu keracunan. Dalam waktu tiga hari dia meninggal."
"Dokter-dokter memang begitu," kata Bridget. "Padahal kurasa, besar sekali kemungkinan mereka ketularan penyakit bila mereka tidak berhati-hati. Pokoknya menyedihkan sekali. Istrinya patah hati."
52
"Tak ada gunanya melawan kehendak nasib," kata Lord Whitfield seenaknya.
"Tapi apakah semua itu memang kehendak nasib?" tanya Luke pada dirinya sendiri, kemudian, ketika dia berganti pakaian untuk makan malam. Keracunan darah? Mungkin. Bagaimanapun juga, suatu kematian mendadak.
Lalu kata-kata Bridget yang diucapkannya dengan ringan tadi bergema kembali. "Telah terjadi banyak kematian dalam tahun terakhir ini."
53
BAB EMPAT
LUKE MULAI BEKERJA
Luke telah memikirkan rencananya dengan cermat, dan bersiap-siap untuk langsung melaksanakannya esok paginya, segera setelah sarapan.
Bibi yang gemar berkebun itu tak kelihatan. Tetapi Lord Whitfield sedang sarapan dan minum kopi, sementara Bridget Conway yang sudah selesai makan berdiri dekat jendela dan memandang ke luar.
Setelah saling mengucapkan selamat pagi dan setelah Luke duduk menghadapi telur dan lemak babi sepiring penuh, dia berkata.
"Saya harus mulai bekerja," katanya. "Yang sulit adalah membujuk orang-orang supaya mau bicara. Anda tahu apa maksud saya—bukan orang-orang seperti Anda dan—eh—Bridget." (Untung dia masih sempat ingat untuk tidak menyebut Nona Conway). "Anda berdua tentu mau menceritakan apa-apa yang Anda ketahui— tapi sulitnya, Anda tak tahu apa yang ingin saya ketahui—yaitu takhyul-takhyul setempat. Sulit rasanya untuk percaya betapa banyaknya takhyul yang masih diyakini orang di bagian dunia yang terpencil ini.  Di sebuah desa di Devonshire,
54
umpamanya. Pemimpin gereja di sana harus memindahkan sejumlah batu granit yang terdapat di dekat gereja, karena masvarakat tetap mempertahankan adat mereka, yaitu mengelilingi batu-batu tersebut setiap kali ada kematian. Sungguh luar biasa, betapa upacara-upacara adat seperti ini masih dipertahankan."
"Kau benar," kata Lord Whitfield. "Rakyat membutuhkan pendidikan. Sudahkah kuceritakan padamu bahwa aku telah menghadiahkan sebuah perpustakaan yang baik di sini? Gedungnya adalah bekas rumah seorang bangsawan—dijual murah sekali—kini merupakan salah satu perpustakaan yang terbaik...."
Luke dengan tegas memotong pembicaraan yang kelihatannva mulai mengarah ke jasa-jasa Lord Whitfield lagi.
"Hebat," katanya sungguh-sungguh. "Pekerjaan yang baik. Anda pasti tahu latar belakang kebodohan dari masa lalu yang masih terdapat di sini. Menurut saya, justru informasi tentang itulah yang saya perlukan. Adat-istiadat lama—cerita-cerita wanita-wanita tua, sisa-sisa upacara keagamaan lama seperti____"
Maka diulanginya apa-apa yang tertulis dalam salah satu halaman sebuah buku vang telah dibacanya khusus untuk kesempatan itu. Luke hafal tulisan itu hampir kata demi kata.
"Kematian merupakan kejadian yang paling bisa diandalkan untuk keperluan itu," katanya akhirnya.  "Upacara-upacara dan ritus pemakaman
55
selalu bertahan lebih lama daripada yang lain-lain. Kecuali itu, entah karena apa, orang-orang desa suka sekali membicarakan kematian."
"Mereka menyukai upacara pemakaman," kata Bridget membenarkan dari dekat jendela
"Kurasa sebaiknya hal itu kujadikan titik awal," sambung Luke. "Bila aku bisa memperoleh daftar kematian yang baru-baru ini terjadi dalam lingkungan ini, lalu menghubungi keluarga yang ditinggalkan dan mengajaknya bercakap-cakap, pasti aku akan mendapat petunjuk mengenai apa yang kucari. Dari siapa sebaiknya aku mencari keterangan—dari pendetakah?"
"Mungkin Pak Wake akan sangat tertarik," kata Bridget. "Dia orang tua yang baik sekali dan seolah-olah merupakan benda antik di sini. Kurasa dia bisa memberimu banyak bahan."
Luke tiba-tiba merasa kuatir. Dia takut kalau-kalau Pak Pendeta itu orangnya sangat cerdas, hingga bisa membongkar alasannya yang sebenarnya.
Dia pun berkata dengan sungguh-sungguh,
"Baiklah. Apakah kau tahu siapa-siapa yang telah meninggal dalam tahun terakhir ini?"
Bridget bergumam,
"Coba kuingat. Pertama-tama Carter. Dia pemilik Seven Stars, rumah minum kecil yang brengsek di dekat sungai itu."
"Seorang bajingan pemabuk," kata Lord Whitfield. "Dia seorang yang tak berbudi dan pengacau masyarakat. Syukurlah dia tak ada lagi."
56
"Lalu Nyonya Rose, tukang cuci kami," lanjut Bridget. "Dan Tommy Pierce—dia anak muda yang nakalnya luar biasa. Dan, oh ya, seorang gadis Amy—siapa namanya?"
Suara Bridget agak berubah waktu menyebutkan nama yang terakhir itu.
"Amy?"
"Amy Gibbs. Dia bekas pembantu rumah tangga di sini, lalu dia pindah dan bekerja pada Miss Waynflete. Telah diadakan pemeriksaan pengadilan mengenai Kematiannya."
"Mengapa?"
"Dia gadis tolol, dia telah keliru mengambil botol dalam gelap," kata Lord Whitfield.
"Dia mengambil apa yang disangkanya obat batuk, padahal cat topi," Bridget menjelaskan.
Luke mengangkat alisnya.
"Menyedihkan sekali."
Bridget berkata,
"Ada dugaan bahwa dia sengaja melakukannya. Dia baru saja bertengkar dengan pacarnya."
Bridget berbicara lambat-lambat—seolah-olah enggan.
Semuanya diam sebentar. Naluri Luke merasakan adanya suatu perasaan yang tak diucapkan, yang membuat suasana tertekan.
Pikirnya,
"Amy Gibbs? Ya, itu salah satu nama yang disebutkan Miss Pinkerton."
Wanita tua itu juga menyebutkan seorang anak laki-laki—Tommy anu—yang agaknya tak disu-
57
kainva (agaknva demikian pula dengan Bridget!). Dan ya—dia rasanya vakin—nama Carter ada pula diucapkan.
Sambil bangkit dia berkata dengan ringan,
"Sava jadi merasa agak ngeri berbicara begini—seolah-olah saya ini hanya berkecimpung dalam soal-soal kematian. Upacara-upacara perkawinan juga menarik—tapi agak lebih sulit dibaca ke dalam suatu percakapan kalau tak ada hubungannya—sama sekali."
"Kurasa memang begitu," kata Bridget dengan bibir vang agak tegang.
"Kutukan dan guna-guna, itu juga suatu bahan \ang menarik," lanjut Luke, pura-pura bersemangat. "Kita sering mengalaminya di tempat-tempat setua ini. Apakah Anda pernah mendengar gunjingan semacam itu di sini?"
Lord Whitfield menggeleng perlahan-lahan. Bridget berkata, "Kita tidak akan mendengar vang begituan...."
Sebelum dia selesai bicara, Luke memotong,
"Aku vakin memang begitu, aku harus bergerak di lapisan masyarakat vang lebih rendah untuk mendapatkan apa yang kuinginkan. Pertama-tama aku akan pergi ke rumah pendeta untuk melihat apa yang bisa kuperoleh di sana. Setelah itu mungkin pergi ke—apa vang kalian sebutkan tadi? Seven Stars? Lalu bagaimana dengan anak laki-laki yang punya kebiasaan jelek itu? Adakah dia meninggalkan keluarga vang merasa sedih karena kematiannya?"
58
"Nyonya Pierce memiliki sebuah toko kertas dan tembakau di High Street."
"Itu semata-mata adalah nasib," kata Luke. "Nah, saya berangkat dulu."
Bridget beranjak dari jendela dengan suatu gerakan yang cepat dan anggun.
"Aku ingin ikut kau kalau kau tidak keberatan," katanya.
"Tentu tidak."
Luke mengucapkan kata-kata itu dengan bersemangat, tapi dia ingin tahu apakah Bridget tidak melihat barang sesaat pun bahwa dia sebenarnya terkejut.
Akan lebih mudah baginya untuk menangani seorang pendeta tua, tanpa kehadiran orang yang cerdas, waspada, dan berotak tajam di sisinya.
"Ah, biarlah," pikirnya sendiri. "Terserah padaku saja bagaimana aku menjalankan urusanku dengan meyakinkan."
Bridget berkata,
"Tunggu sebentar va, Luke. Aku ganti sepatu dulu."
Lukc—nama kecilnya, diucapkannya dengan begitu ringan, itu membuat perasaan Luke jadi hangat. Tapi gadis itu memang tak bisa memanggilnya dengan nama lain. Dia sendiri telah membenarkan pernyataan J immy bahwa dia masih sepupunya, jadi tentu tak pantas bila Bridget menyebutnya Tuan Fitzwilliam Tiba-tiba dia berpikir  dengan  perasaan   risau,   "Bagaimana
59
gerangan perasaan gadis itu tentang urusan ini? Bagaimana pendapatnya?"
Aneh, sebelumnya dia tak pernah merasa risau. Menjadi saudara sepupu Jimmy, itu hanva merupakan suatu khayalan yang justru menguntungkan—menjadi tokoh sampingan. Sebelumnya, dia tak bisa membayangkan Bridget, dia hanya menerima begitu saja gambaran sahabatnya bahwa, "Bridget tidak akan keberatan."
Bayangannya mengenai Bridget—kalaupun dia pernah mencoba membayangkan—adalah sebagai seorang sekretaris yang bertubuh langsing, berambut pirang, dan yang cukup cerdik, hingga berhasil menggaet seorang laki-laki kaya.
Padahal ternyata gadis itu punya kemauan keras, otak, kecerdasan yang istimewa, dan Luke sendiri tak tahu bagaimana penilaian gadis itu tentang dirinya. Sedang penilaiannya sendiri tentang Bridget adalah: dia bukan wanita yang mudah ditipu.
"Aku sudah siap."
Bridget mendekatinya tanpa suara hingga Luke tidak mendengar dia mendekat. Dia tidak mengenakan topi, dan di rambutnya tidak pula ada jala. Waktu mereka melangkah keluar dari rumah, angin yang bertiup dari sudut bangunan jelek yang seperti benteng itu, menghembus rambutnya yang hitam panjang dan tiba-tiba mengangkatnya hingga menjadi kusut menutupi wajahnya.
Bridget berkata sambil tersenvum,
60
"Kau membutuhkan aku untuk menunjukkan jalan."
"Kau baik sekali," sahut Luke dengan sopan.
Dan dia lalu bertanya sendiri, apakah hanya khayalannya saja, atau memang benarkah ada terkilas sebentar seulas senyum mengejek.
Sambil menoleh lagi ke bangunan yang menyerupai benteng itu, Luke berkata,
"Jelek sekali bangunan itu! Apakah tak ada seorang pun yang bisa mencegahnya?"
Bridget menyahut, "Bagi seorang pria Inggris, rumahnya adalah istananya—dan Gordon berpegang pada prinsip itu secara harfiah! Dia memuja rumah itu."
"Itu bekas rumahmu, bukan? Apakah kau juga 'memuja' rumah itu dalam bentuknya yang sekarang?" tanya Luke
Dia menyadari bahwa kata-katanya itu bisa berakibat buruk, tapi dia tak bisa mengekang lidahnya.
Bridget lalu memandanginya—suatu pandangan lekat yang mengandung rasa geli.
"Sebenarnya aku tak mau menghancurkan gambaran dramatis yang sedang kauciptakan," gumamnya. "Tapi sebenarnya aku sudah meninggalkan tempat ini waktu aku berumur dua tahun, jadi kau tentu mengerti bahwa rasa cintaku pada rumah tua itu sudah tak ada lagi. Aku bahkan tak ingat lagi tempat ini."
"Kau benar," kata Luke. "Maafkan kekeliruanku."
61
Bridget tertawa.
"Kenyataan memang sering kali tidak romantis," katanva.
Dan dalam suaranya terdengar suatu nada mengejek, yang membuat Luke terkejut. Wajahnya yang coklat karena sengatan matahari, menjadi merah. Kemudian, tiba-tiba dia sadar bahwa nada pahit itu tidak tertuju padanya. Ejekan serta rasa pahit itu ditujukan Bridget pada dirinya sendiri. Luke merasa lebih baik berdiam diri saja. Tapi dalam hatinya dia bertanya-tanya tentang Bridget....
Dalam waktu lima menit mereka sudah sampai di gereja, dan di rumah pendeta yang terletak di sampingnya. Mereka menjumpai pendeta di kamar kerjanya.
Altred Wake adalah seorang pria tua yang bertubuh kecil dan bungkuk, matanya biru dan ramah. Sikapnva sopan tetapi linglung. Kelihatannya dia senang tapi agak heran dengan kunjungan itu.
"Tuan Fitzwilliam menginap di rumah kami, di Ashe Manor," Bridget menjelaskan, "dan dia ingin minta petunjuk-petunjuk Anda sehubungan dengan buku yang sedang ditulisnya."
Pak Wake mengalihkan pandangan matanya yang ramah dan mengandung tanva, ke arah Luke, dan Luke langsung memberikan penjelasan-penjelasan.
Dia merasa gugup—gugup sekali. Pertama-tama dia merasa gugup karena dia vakin bahwa pria yang
62
dihadapinya itu pastilah memiliki pengetahuan yang jauh lebih mendalam tentang cerita-cerita rakyat, upacara-upacara takhyul, serta adat-istiadat, daripada yang bisa diperoleh seseorang yang hanya membaca suatu koleksi buku vang dipilih sembarangan saja, secara sepintas lalu, dan terburu-buru, seperti vang telah dilakukannya sendiri. Kedua, dia gugup karena Bridget Conway ikut mendengarkan.
Luke merasa lega ketika tahu bahwa Pak Wake menaruh perhatian khusus pada peninggalan-peninggalan Romawi. Dengan halus Pak Wake mengakui bahwa sedikit sekali yang diketahuinya tentang cerita-cerita rakyat dalam Abad Pertengahan dan tentang ilmu sihir. Diceritakannya tentang adanya pokok-pokok tertentu yang ada dalam sejarah Wvchwood, dan dia menawarkan diri untuk mengantar Luke ke lereng bukit tertentu, di mana kata orang biasa diadakan apa yang disebut upacara Hari Para Penyihir. Namun dia minta maaf karena tak bisa menambahkan informasi khusus.
Dengan lega Luke menyatakan bahwa dia agak kecewa, kemudian dia beralih pada pertanyaan-pertanyaan mengenai takhyul-takhyul yang ada hubungannya dengan kematian.
Pak Wake menggeleng dengan halus.
"Maaf, sayalah orang yang paling tak tahu mengenai hal itu. Umat saya menjaga benar agar saya jangan sampai mendengar sesuatu yang berbau non-agama."
63
"Tentu."
"Namun demikian, saya yakin bahwa masih banyak sekali takhyul yang dipercaya umat sini. Mereka masih sangat terbelakang."
Luke melanjutkan dengan nekat.
"Saya telah meminta Nona Conway untuk membuatkan saya daftar kematian yang bisa diingatnya. Saya pikir, dengan cara itu saya mungkin bisa memperoleh sesuatu. Saya rasa Anda bisa memberi saya suatu daftar pula, supaya dapat saya bandingkan."
"Ya—ya—itu bisa diatur. Giles, penjaga gereja kami, bisa membantu Anda mengenai hal itu. Dia orang baik, tapi tuli. Coba saya ingat-ingat dulu. Memang banyak—banyak sekali—yang terjadi dalam musim semi yang menyesatkan dan musim salju yang amat dingin—lalu banyak pula kecelakaan—pokoknya merupakan serangkaian nasib buruk."
"Kadang-kadang," kata Luke, "serangkaian nasib buruk itu disebabkan oleh adanya seseorang."
"Ya, ya. Itu menurut kisah Nabi Yunus. Tapi saya rasa di sini tak pernah ada orang-orang asing—artinya tak ada seseorang yang menonjol dalam sesuatu hal, dan saya sama sekali tak pernah mendengar desas-desus mengenai dugaan semacam itu. Nah, coba saya ingat-ingat—yang terakhir sekali kita kehilangan Dokter Humbleby dan Lavinia Pinkerton yang malang.... Dokter Humbleby itu orang yang baik____"
64
Bridget menyela,
"Tuan Fitzwilliam mengenal beberapa orang temannya."
"Begitukah? Menyedihkan sekali. Kematiannya membuat kita merasa kehilangan. Dia orang yang punya banyak kawan."
"Tapi pasti banyak pula musuhnya," kata Luke. "Itu berdasarkan apa yang dikatakan teman-teman saya," lanjutnya cepat-cepat.
Pak Wake mendesah,
"Yah, boleh dikatakan dia orang yang terlalu berterus terang—dan kurang tenggang rasa kalau bicara____" Dia menggeleng. "Itu memang membuat orang marah. Tapi dia sangat disayangi orang-orang miskin."
Luke berkata seenaknya,
"Saya selalu merasa bahwa salah satu kenyataan yang paling tak enak yang harus dihadapi dalam hidup ini adalah, kenyataan bahwa kematian seseorang, bisa berarti keuntungan bagi orang lain—maksud saya, bukan hanya dalam soal keuangan."
Pendeta itu mengangguk sambil merenung.
"Ya, saya mengerti maksud Anda. Dalam iklan pemberitahuan kematian kita baca bahwa kematian seseorang sangat disesali oleh semua orang, tapi saya rasa itu kebenarannya sedikit sekali. Dalam hal Dokter Humbleby, tak dapat diingkari bahwa pamernya, Dokter Thomas, akan jadi lebih baik kedudukannya karena kematian Dokter Humbleby."
65
"Mengapa begitu?"
"Menurut saya, Thomas itu dokter yang cakap—Humbleby sendiri berkata begitu, tapi dia tidak selalu berhasil di sini. Saya rasa, dia tersembunyi dalam bayang-bayang Humbleby, orang yang punya daya tarik besar. Sebaliknya Thomas kelihatan agak tak berarti. Dia sama sekali tidak bisa memberi keyakinan pada pasien-pasiennya. Dia juga risau memikirkan hal itu, dan itu menjadikan keadaannya makin buruk—makin gugup dan makin menutup diri. Akhir-akhir ini saya melihat suatu perubahan yang mengejutkan pada dirinya. Dia jadi lebih percaya diri—lebih berkepribadian. Saya kira dia merasa bertambah yakin akan dirinya. Saya juga menduga, bahwa dia dan Humblebv tidak selalu sepaham. Thomas ingin menerapkan cara pengobatan baru, sedang Humbleby lebih suka bertahan pada cara-cara lama. Lebih dari satu kali mereka bentrok— mengenai cara pengobatan itu, maupun mengenai sesuatu yang lebih pribadi sifatnya—tapi ah, saya tak boleh bergunjing...."
Dengan suara halus tetapi jelas, Bridget berkata, "Tapi saya rasa Tuan Fitzwilliam memang ingin
Anda bergunjing!"
Luke sekilas melemparkan pandangan jengkel ke
arahnya.
Pak Wake menggeleng ragu-ragu, lalu berkata lagi sambil tersenyum kecil menunjukkan keengganannya,
66
"Saya rasa kita ini terlalu banyak memberikan perhatian pada urusan-urusan tetangga kita. Rose Humbleby adalah seorang gadis yang cantik sekali. Tak heran kalau Geoffrey Thomas sampai jatuh hati, dan pendirian Humbleby mengenai hal itu dapat pula dimengerti—gadis itu masih muda, dan terkurung saja di sini serta tak punya kesempatan bertemu dengan pria-pria lain."
"Apakah orang tua itu tidak merestui?" tanva Luke.
"Dengan tegas tidak menyetujuinya. Dikatakannya bahwa mereka masih terlalu muda. Dan anak-anak muda tentu benci sekali dikatakan begitu! Lalu hubungan antara kedua pria itu menjadi dingin. Tapi harus saya katakan, saya yakin bahwa Dokter Thomas benar-benar sedih atas kematian pamernya yang mendadak."
"Keracunan darah, kata Lord Whitfield pada saya."
"Ya—hanya suatu goresan kecil vang mengalami infeksi. Para dokter harus menanggung risiko besar dalam menjalankan profesinya. Tuan Fitzwilliam."
"Memang benar," kata Luke.
Pak Wake tiba-tiba terkejut.
"Saya sudah menyimpang jauh dari pokok pembicaraan kita," katanya. "Saya telah menjadi orang tua penggunjing. Kita sedang membicarakan kebiasaan-kebiasaan orang kafir sehubungan dengan kematian, dan tentang kematian-kematian yang akhir-akhir ini terjadi. Salah seorang di
67
antaranya Lavinia Pinkerton—salah seorang pembantu gereja kami yang terbaik. Lalu gadis malang itu, Amy Gibbs—mungkin Anda bisa menemukan sesuatu dalam bidang Anda di situ, Tuan Fitzwilliam—soalnya, ada anggapan bahwa kema-tiannya disebabkan oleh bunuh diri—dan sehubungan dengan kematian macam itu, ada upacara tertentu yang mengerikan. Ada seorang bibinya, yang saya rasa bukan wanita terhormat, dan tidak begitu sayang pada keponakannya itu, tapi banyak sekali bicaranya."
"Itu akan berharga sekali," kata Luke.
"Kemudian Tommy Pierce—dia pernah menjadi anggota paduan suara gereja—suaranya tinggi dan bagus—anaknya tampan—tapi kelakuannya buruk. Kami akhirnya terpaksa menyuruhnya keluar, karena dia membuat anak-anak lain ikut-ikutan berkelakuan buruk. Kasihan anak itu, saya rasa tak ada yang suka padanya. Kami usahakan supaya dia bisa bekerja di kantor pos sebagai pengantar telegram, tapi dari situ pun dia dipecat. Lalu dia bekerja di kantor Tuan Abbot, tapi tak lama kemudian dipecat pula—kalau tak salah karena mengintip surat-surat rahasia. Kemudian dia juga bekerja sebentar di Ashe Manor, sebagai tukang kebun, ya kan, Nona Conway? Tapi Lord Whitfield terpaksa mengusirnya karena dia sangat kurang ajar. Saya kasihan sekali pada ibunya—seorang wanita yang bekerja keras. Miss Waynflete berbaik hati dan memberinya pekerjaan untuk sekali-sekali mencuci jendela. Mula-mula
68
Lord Whitfield keberatan, tapi kemudian dia tiba-tiba setuju—sebenarnya sayang sekali beliau setuju."
"Mengapa?"
"Karena dalam pekerjaan itulah anak itu tewas. Dia sedang membersihkan jendela-jendela paling atas dari gedung perpustakaan (Wych Hall), lalu mencoba melakukan suatu gerakan sirkus—menari di bendul jendela atau bagaimana—dia kehilangan keseimbangannya, atau mungkin tiba-tiba pusing lalu jatuh. Mengerikan sekali! Dia tak pernah sadar kembali, dan meninggal beberapa jam setelah dibawa ke rumah sakit."
"Adakah seseorang yang melihat dia jatuh?" tanya Luke penuh perhatian.
"Tidak. Dia berada di bagian yang menghadap kebun—bukan di bagian depan gedung. Menurut perkiraan orang, sudah setengah jam dia terbaring di situ, baru ditemukan."
"Siapa yang menemukannya?"
"Miss Pinkerton. Anda tentu ingat, wanita yang tadi saya ceritakan tewas secara menyedihkan karena kecelakaan lalu lintas beberapa hari yang lalu. Kasihan wanita itu, dia menjadi kacau. Suatu pengalaman yang mengerikan! Dia telah mendapat izin untuk mengambil stek beberapa tanaman, dan menemukan anak itu terbaring di situ."
"Dia tentu terkejut sekali," kata Luke tercenung.
"Lebih daripada terkejut...," pikirnya sendiri, "dan engkau tahu...."
69
"Seorang anak yang masih begitu muda, yang tewas dengan cara seperti itu, sangatlah menyedihkan," kata pria itu sambil menggeleng. "Kesalahan Tommv terutama adalah karena dia terlalu berani barangkali."
"Dia anak kurang ajar yang menjengkelkan," kata Bridget. "Anda tentu tahu itu, Pak Wake. Dia suka sekali menyiksa kucing dan anak-anak anjing yang berkeliaran dan suka mencubit anak-anak kecil."
"Sava tahu—saya tahu," Pak Wake menggeleng dengan sedih. "Tapi kita harus maklum, Nona Conway, bahwa kekejaman itu kadang-kadang bukan merupakan pembawaan, melainkan disebabkan oleh daya khayal yang lambat pematangannya. Sebab itu bila kita melihat orang dewasa yang mentalnya seperti anak kecil, kita menyadari bahwa kelicikan dan kebengisan yang dilakukannya tidak disadari oleh orang itu sendiri. Saya yakin bahwa kelambanan dalam pertumbuhan merupakan akar dari kebanyakan kekejaman dan kebengisan di dunia ini sekarang. Kita harus menghapuskan sifat kekanak-kanakan itu...."
Dia menggeleng dan membentangkan tangannya.
Bridget berkata dengan suara yang tiba-tiba menjadi serak,
"Ya, Anda benar. Saya mengerti maksud Anda. Seseorang yang kekanak-kanakan adalah yang paling menakutkan di dunia ini—"
70
Luke memandangnya dengan pandangan ingin tahu. Dia yakin bahwa Bridget sedang berpikir khususnya tentang seseorang, dan meskipun Lord Whitfield dalam beberapa hal sangat kekanak-kanakan, rasanya bukanlah dia yang dipikirkannya. Lord Whitfield memang agak aneh, tapi dia tidak menakutkan.
Luke Fitzwilliam ingin sekali tahu siapa gerangan yang ada dalam pikiran Bridget.
71
BAB LIMA MENGUNJUNGI MISS WAYNFLETE
Pak Wake masih menyebutkan beberapa nama lagi.
"Nah, ini lagi—Nyonya Rose yang malang, dan Pak Tua Bell, dan anak dari pasangan Elkins dan Harry Carter—mereka itu bukan umat gereja saya. Nyonya Rose dan Carter telah memisahkan diri dari gereja saya. Lalu cuaca yang amat dingin di bulan Maret yang lalu itu akhirnya menyebabkan kematian si tua Ben Stanbury—dia mencapai umur sembilan puluh dua tahun."
"Amy Gibbs meninggal dalam bulan April," kata Bridget.
"Benar, kasihan gadis itu—suatu kekeliruan yang menyedihkan."
Luke mengangkat mukanya dan mendapati Bridget sedang memandanginya. Gadis itu cepat-cepat menekurkan matanya. Dengan rasa jengkel Luke berpikir,
"Ada sesuatu yang tak kumengerti di sini. Sesuatu sehubungan dengan gadis Amy Gibbs itu."
72
Setelah mereka minta diri dari pendeta itu, dan berada di luar lagi, Luke bertanya,
"Apa dan siapakah sebenarnya Amy Gibbs itu?"
Beberapa saat kemudian barulah Bridget menyahut. Dia berkata—dan Luke menangkap ketegangan dalam suaranya,
"Amy adalah salah seorang pembantu rumah tangga yang paling tak beres."
"Itukah sebabnya dia dipecat?"
"Bukan hanya itu. Dia sering keluar dan main dengan anak-anak muda. Gordon mempunyai pandangan hidup yang bermoral tinggi dan agak kuno. Menurut dia, setelah jam sebelas malam banyak dosa dibuat orang, dosa yang tak terbendung. Sebab itu gadis itu dipecatnya dan anak itu menerimanya dengan kurang ajar."
Luke bertanya, "Cantikkah gadis itu?" "Cantik sekali."
"Apakah dia yang keliru minum cat topi, padahal seharusnya obat batuk itu?" "Ya."
"Apakah itu suatu perbuatan tolol?" tanya Luke lagi dengan nekat. "Tolol sekali." "Apakah dia memang tolol?" "Tidak, dia gadis yang cukup cerdas."
Luke mencuri pandang pada gadis itu. Dia tak mengerti. Bridget menjawab pertanyaan-perta-nyaannya dengan suara datar, tanpa tekanan dan bahkan tanpa banyak perhatian. Tapi dia yakin
73
bahwa di balik apa-apa yang diucapkannya itu ada sesuatu.
Pada saat itu Bridget menghentikan langkahnya dan menyapa seorang pria jangkung yang membuka topinya dan menyapanya dengan ramah sekali.
Setelah berbasa-basi, Bridget memperkenalkan Luke.
"Ini sepupu saya, Tuan Fitzwilliam. Dia menginap di Manor. Dia berada di sini untuk menulis buku. Kenalkan, ini Pak Abbot."
Luke memandangi Pak Abbot dengan penuh perhatian. Inilah pengacara yang pernah menjadi majikan Tommy Pierce.
Luke punya prasangka buruk terhadap para pengacara pada umumnya—hal itu disebabkan karena begitu banyak kaum politik yang diangkat dari golongan itu. Dia juga jengkel karena mereka tak pernah mau melibatkan diri pada apa pun juga. Tapi Pak Abbot sama sekali bukan jenis pengacara seperti yang biasa itu, dia tidak kurus, tidak lemah, dan tak mahal bicara. Tubuhnya besar, orangnya periang, dan dia mengenakan jas dari wol yang mengesankan bahwa dia orang yang ramah-tamah. Sudut-sudut matanya berkerut-kerut, sedang sorot mata itu sendiri sesungguhnya lebih tajam daripada kesan pertama yang kita peroleh bila kita memandangnya.
"Sedang menulis buku, ya? Novel?"
"Cerita rakyat," kata Bridget.
74
"Anda telah datang ke tempat yang tepat untuk itu," kata pengacara itu. "Ini merupakan bagian dunia yang sangat menarik."
"Sudah banyak yang berkata begitu pada saya," kata Luke. "Saya yakin Anda bisa membantu saya sedikit. Anda tentu pernah menemukan kebiasaan-kebiasaan lama yang mengundang pertanyaan— atau tahu tentang upacara-upacara adat yang menarik yang masih ada."
"Wah, saya tak tahu itu—mungkin-mungkin...."
"Apakah masih banyak orang yang percaya pada hantu-hantu di daerah ini?" tanya Luke.
"Mengenai hal itu saya tak dapat mengatakannya—benar-benar tak bisa."
"Apakah tak ada rumah-rumah yang berhantu?"
"Tidak ada—saya tak tahu yang seperti itu."
"Pasti ada takhyul kanak-kanak," kata Luke. "Kematian seorang anak laki-laki—maksud saya kematian akibat kekejaman—anak itu akan menjadi hantu. Bukan anak perempuan—itu yang menarik."
"Sungguh?" kata Pak Abbot. "Saya belum pernah mendengarnya."
Jawaban itu tak mengherankan, karena kata-kata Luke itu memang hanya karangan saja.
"Saya dengar di sini ada seorang anak laki-laki—Tommy—yang agaknya pernah bekerja di kantor Anda. Ada cerita bahwa anak itu menjadi hantu."
75
Wajah Pak Abbot yang merah berubah jadi ungu.
"Tommy Pierce? Anak tak beres yang kurang ajar, suka mengintip dan mencampuri urusan orang lain."
"Agaknya hantu-hantu selalu nakal. Orang-orang yang selalu patuh pada undang-undang jarang menyusahkan dunia ini setelah mereka meninggal."
"Siapa yang pernah melihatnya—omong kosong apa pula itu?"
"Hal-hal semacam itu sulit diselidiki," kata Luke. "Orang enggan mengeluarkan pernyataan secara terus-terang. Boleh dikatakan hanya mengambang saja di udara."
"Ya—ya, saya rasa memang begitu."
Dengan tangkas Luke mengalihkan pokok pembicaraan.
"Orang yang paling tepat untuk didengar keterangannya adalah dokter setempat. Mereka tentu banyak mendengar tentang penyakit orang-orang miskin yang diobatinya. Segala macam takhyul dan mantra—mungkin pula guna-guna, dan yang sejenis itu."
"Untuk itu Anda harus menemui Thomas. Dia orang baik, dan mengikuti zaman. Tidak seperti Pak Tua Humbleby yang malang itu."
"Beliau agak pembangkang, ya?"
"Keras kepala luar biasa—orang kolot yang tak ada duanya."
76
"Anda bertengkar hebat dengannya mengenai rencana persediaan air bersih, bukan?" kata Bridget.
Lagi-lagi wajah Pak Abbot menjadi ungu.
"Humbleby itu penghambat kemajuan yang terbesar," katanya dengan tajam. "Dia berkeras menentang rencana yang baik itu! Kata-katanya pun kasar. Tak dipertimbangkan kata-katanya. Bahkan ada ucapannya yang ditujukan pada saya, yang benar-benar bisa diadukan ke pengadilan."
"Tapi seorang pengacara pantang berhubungan dengan pengadilan, bukan?" gumam Bridget. "Dia tahu apa yang harus diperbuatnya."
Abbot tertawa dengan gaya yang berlebihan. Amarahnya hilang secepat timbulnya tadi.
"Bagus, Nona Bridget! Dan Anda tidak terlalu keliru. Kami yang berkecimpung di dalamnya, tahu terlalu banyak, ha, ha. Yah, saya harus terus. Datang saja pada saya bila Anda rasa saya bisa membantu, Tuan—eh—"
"Fitzwilliam," kata Luke. "Terima kasih, saya akan datang."
Ketika mereka melanjutkan perjalanan, Bridget berkata,
"Menurut pengamatanku, cara-kerjamu adalah, mengeluarkan pernyataan-pernyataan, lalu melihat bagaimana reaksinya."
"Cara-kerjaku," kata Luke, "tidak selamanya menyatakan yang sesungguhnya. Itukah maksudmu?"
"Itulah yang kulihat."
77
Luke merasa tak enak, dia ragu-ragu apa yang harus dikatakannya lagi. Tapi sebelum dia sempat berkata, Bridget menyambung,
"Kalau kau ingin mendengar lebih banyak tentang Amy Gibbs, kau bisa kuantar ke rumah seseorang yang bisa membantumu."
"Siapa?"
"Seseorang yang bernama Miss Waynflete. Amy bekerja di sana setelah dia berhenti dari Manor. Dia tinggal di sana waktu dia meninggal."
"Oh, begitukah—" Luke agak terkejut. "Yah, terima kasih sekali."
"Dia tinggal di sini."
Mereka menyeberangi taman desa itu. Sambil menunjuk dengan kepalanya ke arah rumah besar bergaya Georgia, yang telah dilihat Luke sehari sebelumnya, Bridget berkata, "Itu Wych Hall. Sekarang merupakan perpustakaan."
Menempel pada gedung itu ada sebuah rumah kecil, yang besarnya mirip rumah boneka. Tangganya putih bersih, besi pengetuk pintunya mengkilap, dan tirai-tarai jendelanya putih serta rapi.
Bridget mendorong pintu pagarnya, lalu berjalan menuju tangga rumah itu. Waktu itu pintu depannya terbuka dan seorang wanita yang sudah agak tua keluar.
Luke langsung menilainya sebagai perawan tua. Tubuhnya kecil, dia mengenakan jas dan rok yang rapi dari bahan wol dan dia mengenakan blus sutra berwarna abu-abu berhiaskan sebuah bros bermata
78
kuning. Sebuah topi laken yang apik bertengger di kepalanya yang berbentuk bagus. Wajahnya menyenangkan, sedang matanya yang tersembunyi di balik kaca mata tanpa gagang, tampak cerdas. Wanita itu mengingatkan Luke akan kambing hitam Yunani yang tangkas. Dia memandangi mereka dengan pandangan ingin tahu.
"Selamat pagi, Miss Waynflete," kata Bridget. "Ini Tuan Fitzwilliam." Luke membungkuk. "Dia sedang menulis buku—tentang kematian, adat-istiadat desa, dan banyak lagi yang mengerikan."
"Ah," kata Miss Waynflete. "Menarik sekali."
Dan dengan wajah berseri dia memandang Luke.
Luke jadi teringat pada Miss Pinkerton.
"Saya pikir, Anda bisa menceritakan sesuatu tentang Amy kepadanya," kata Bridget—dan sekali lagi Luke mendengar nada datar yang aneh dalam suaranya.
"Oh," kata Miss Waynflete, "mengenai Amy? Ya. Mengenai Amy Gibbs."
Luke melihat suatu guratan lain pada air mukanya. Agaknya dia sedang menilai Luke dengan cermat.
Kemudian, seolah-olah sudah mengambil Keputusan, dia masuk ke dalam rumah.
"Mari masuk," katanya. "Biar nanti saja saya pergi. Tidak, tidak," katanya membantah protes Luke. "Keperluan saya tidak mendesak. Saya hanya akan berbelanja keperluan rumah tangga biasa."
79
Ruang tamunya kecil, rapi tak bercacat, dan samar-samar tercium harumnya biji lavender yang dibakar. Di atas perapian, beberapa hiasan berupa gembala dari porselen Dresden, seolah-olah tersenyum manis. Di dinding terdapat lukisan-lukisan cat air yang berbingkai, dua helai kain tenun untuk hiasan, dan tiga buah lukisan hasil sulaman. Ada beberapa buah foto, mungkin foto keponakan-keponakannya, dan beberapa perabot yang bagus—sebuah meja kerja bergaya Chippendale, dan beberapa buah meja kayu kecil—juga sebuah sofa bergaya Victoria yang tak nyaman dan tampak mengerikan.
Miss Waynflete mempersilakan tamu-tamunya duduk lalu berkata dengan nada meminta maaf,
"Maaf, saya sendiri tidak merokok, jadi saya tak punya rokok, tapi silakan merokok jika Anda suka."
Luke menolak, tapi Bridget segera menyalakan rokok.
Sambil duduk tegak lurus di kursi yang sandarannya berukir, Miss Waynflete mengamat-amati tamu-tamunya sejenak, lalu setelah (agaknya) merasa puas, dia berkata,
"Anda ingin tahu tentang Amy, gadis malang itu? Kejadian itu sangat menyedihkan. Saya benar-benar sedih. Suatu kekeliruan yang tragis."
"Apakah tak ada kemungkinan—bunuh diri?" tanya Luke.
Miss Waynflete menggeleng.
80
"Tidak, tidak, sedikit pun saya tak menduga begitu. Amy sama sekali bukan gadis semacam itu.
"Gadis macam apa dia?" tanya Luke langsung. "Saya ingin mendengar pandangan Anda mengenai dia."
Miss Waynflete berkata,
"Ya, dia memang bukan pembantu rumah tangga yang baik. Tapi zaman sekarang ini kita sudah boleh berterima kasih bila kita bisa mendapatkan seseorang. Pekerjaannya tak pernah beres dan selalu ingin keluar—yah, dia memang masih muda dan gadis-gadis zaman sekarang memang begitu. Mereka agaknya tidak menyadari bahwa waktu mereka sebenarnya dikuasai oleh majikan mereka."
Luke memperlihatkan perhatian penuh dan Miss Waynflete terus mengeluarkan pendapatnya.
"Saya kurang suka gadis macam dia—yang bisa nekat—tapi sekarang saya tak mau banyak bicara karena dia sudah meninggal. Kita merasa tak berdosa untuk berbuat demikian—tapi saya rasa itu bukan alasan yang masuk akal untuk menyembunyikan kenyataan."
Luke mengangguk. Disadarinya bahwa perbedaan antara Miss Pinkerton dan Miss Waynflete adalah, bahwa Miss Waynflete punya pikiran yang lebih logis dan jalan pikirannya baik.
"Gadis itu suka sekali dipuji-puji," lanjut Miss Waynflete, "dan dia terlalu banyak memikirkan dirinya sendiri. Mr. Ellsworthy—pemilik toko
81
antik yang baru, yang selalu bersikap sopan itu—kadang-kadang suka melukis dengan cat air, dia telah membuat dua buah lukisan sketsa wajah gadis itu—dan saya rasa itu membuat Amy menganggap dirinya hebat. Dia bertengkar dengan tunangannya—Jim Harvey. Anak muda itu seorang montir di bengkel dan dia cinta sekali pada gadis itu."
Setelah berhenti sebentar, Miss Waynflete melanjutkan lagi,
"Saya tidak akan lupa malam yang mengerikan itu. Waktu itu Amy kurang sehat—dia batuk hebat dan entah apa lagi (gara-gara kaus kaki sutra murahan yang suka dipakai gadis-gadis itu, dan sepatu yang solnya benar-benar dari kertas—tentu saja mereka mudah masuk angin). Petang itu dia pergi ke dokter."
Luke cepat-cepat bertanya,
"Dokter Humbleby atau Dokter Thomas?"
"Dokter Thomas. Dokter :ncmberinya sebotol obat batuk yang dibawanya pjlang. Sesuatu yang tidak berbahaya, saya rasa obat batuk biasa. Dia tidur sore-sore. Lalu kira-kira jam 1 malam mulailah terdengar suara itu—semacam teriakan tercekik yang mengerikan. Saya bangun dan pergi ke kamarnya, tapi pintunya terkunci dari dalam. Saya memanggil-manggil dia tapi tidak mendapat jawaban. Juru masak menyertai saya dan kami berdua kebingungan. Lalu kami pergi ke pintu depan dan mujurlah ada Reed (agen polisi sini) yang kebetulan meronda dan lewat di situ. Kami
82
memanggilnya. Dia pergi ke bagian belakang rumah dan berhasil memanjat atap gudang di situ. Dan karena jendela kamar Amy tak terkunci, Reed bisa masuk dengan mudah lewat jendela itu lalu membuka pintu kamarnya. Kasihan gadis itu, mengerikan sekali keadaannya. Dia tak tertolong lagi, dan dia meninggal beberapa jam kemudian."
"Dan yang telah diminumnya adalah—cat topi?"
"Ya. Racun asam oxalic namanya. Botolnya berukuran hampir sama dengan botol obat batuknya. Botol obat batuk itu ada di wastafel, sedang botol cat topi itu ada di meja, di samping tempat tidurnya. Pasti dia keliru mengambil botol dalam gelap dan meletakkannya di situ, siap untuk diambil bila diperlukan. Begitulah teori yang dikemukakan dalam pemeriksaan pengadilan."
Miss Waynflete berhenti. Matanya yang cerdas yang mirip mata kambing, memandangi Luke, dan Luke merasa bahwa di balik pandangan itu ada sesuatu yang sengaja disembunyikan. Dia merasa bahwa ada bagian dari peristwa itu yang tidak diceritakan oleh wanita itu—dan ada perasaan yang lebih kuat lagi, bahwa entah mengapa, wanita itu ingin agar Luke menyadarinya sendiri.
Lama mereka diam—sulit untuk mulai pembicaraan lagi. Luke merasa seperti seorang aktor yang tak tahu perannya. Dengan agak lemah dia berkata,
"Dan Anda tidak berpendapat bahwa itu bunuh diri?"
83
Miss Waynflete segera menjawab,
"Pasti bukan. Bila gadis itu telah memutuskan untuk mengakhiri hidupnya, dia pasti membeli sesuatu yang lebih masuk akal. Dan bahan itu pasti telah lama disimpannya. Dan bagaimanapun juga, sebagaimana telah saya katakan, dia bukan gadis macam itu."
"Jadi—apa pendapat Anda?" kata Luke terus terang.
Kata Miss Waynflete,
"Saya rasa itu nasib buruk."
Kemudian dia mengatupkan bibirnya rapat-rapat dan memandang Luke dengan serius.
Pada saat Luke merasa bahwa dia harus berusaha keras untuk mengatakan apa yang dirasakannya, terjadilah suatu perubahan keadaan. Terdengar pintu dicakar-cakar dan suara ngeong yang mengeluh.
Miss Waynflete melompat bangkit untuk membuka pintu. Seekor kucing Persia yang bagus yang bulunya berwarna Jingga, masuk. Kucing itu berhenti, memandangi para tamu dengan pandangan tak senang, lalu melompat ke lengan kursi Miss Waynflete.
Miss Waynflete mengajaknya bicara dengan suara merayu,
"Hai, Wonky Pooh—ke mana saja Wonky Pooh-ku sepanjang pagi ini?"
Nama itu menyentuh salah satu senar ingatan Luke. Di mana dia pernah mendengar sesuatu
84
tentang seekor kucing Persia bernama Wonky Pooh? Katanya,
"Bagus sekali kucing itu. Sudah lamakah Anda memilikinya?"
Miss Waynflete menggeleng.
"Oh tidak, dia kucing sahabat saya, Miss Pinkerton. Dia meninggal ditabrak mobil sialan. Saya tentu tak bisa membiarkan Wonky Pooh dimiliki orang lain yang tak dikenalnya. Lavinia pasti akan merasa risau. Dia sayang sekali padanya—dia cantik sekali, bukan?"
Luke mengagumi kucing itu dengan tulus. Miss Waynflete berkata, "Hati-hati dengan telinganya. Akhir-akhir ini telinganya luka." Luke membelai binatang itu dengan hati-hati. Bridget bangkit.
Katanya, "Kita harus pulang/"        A
Miss Waynflete berjabatan tangan dengar» Luke.
"Mungkin tak lama lagi saya akan bertemu lagi dengan Anda."
Dengan cerita Luke berkata, "Saya harap begitu."
Pikirnya, wanita itu kelihatan bingung dan agak kecewa. Kemudian dia melirik Bridget—suatu pandangan sekilas yang mengandung tanya. Luke merasa bahwa di antara kedua wanita itu ada sesuatu yang hanya dipahami mereka berdua, dan bahwa dia tak masuk hitungan. Dia merasa jengkel. Tapi dia berjanji pada dirinya sendiri akan menyelidiki hal itu secara tuntas—secepatnya.
85
Miss Waynflete mengantarkan mereka ke luar. Beberapa saat lamanya Luke berdiri di puncak tangga, dengan rasa senang memandangi kerapian taman desa dan kolam bebeknya.
"Tempat ini memang belum dirusak," katanya.
Wajah Miss Waynflete berseri.
"Memang benar," katanya penuh semangat. "Semuanya ini masih seperti yang saya ingat sejak saya masih kanak-kanak. Waktu itu kami tinggal di Wych Hall, di sebelah ini. Tapi setelah abang saya mewarisinya, dia tak mau tinggal di situ— sebenarnya karena dia tak mampu merawatnya, lalu rumah itu dijualnya. Seorang pengusaha bangunan menawarnya, dan saya rasa dia akan 'mengolah tanah itu', istilahnya. Untunglah Lord Whitfield menghalanginya. Dia membeli tanah itu dan menyelamatkannya. Rumah ini diubahnya menjadi perpustakaan dan museum—tanpa diubah sama sekali. Saya bekerja sebagai pengelola perpustakaan dua kali seminggu—tentu tanpa dibayar—dan tak terkatakan betapa senangnya saya bisa berada di bekas rumah sendiri dan merasa yakin bahwa rumah ini tidak akan dirusak dengan kejam. Dan tempat ini memang benar-benar sesuai—Anda harus mengunjungi museum kecil kami kapan-kapan, Tuan Fitzwilliam. Ada beberapa barang peninggalan setempat yang menarik."
"Saya pasti akan pergi ke situ, Miss Waynflete." "Lord Whitfield itu orang yang benar-benar banyak amalnya untuk Wych wood," kata Miss
86
Waynflete. "Saya sedih sekali karena ada beberapa orang yang tak tahu berterima kasih."
Bibirnya terkatup rapat lagi. Demi kesopanan, Luke tidak bertanya apa-apa. Dia minta diri lagi.
Setiba di luar pintu pagar, Bridget berkata,
"Apakah kau masih ingin mengadakan riset-riset lagi, atau tidakkah sebaiknya kita pulang sambil menelusuri sungai? Menyenangkan berjalan-jalan di situ."
Luke langsung menjawab bahwa dia tak punya niat untuk melanjutkan penyelidikan. Dia tak suka menyelidiki sesuatu dengan didampingi oleh Bridget Conway yang ikut mendengarkan. Katanya,
"Baiklah. Mari kita menelusuri sungai."
Mereka berjalan menyusuri High Street. Di salah sebuah rumah di ujung jalan, ada papan yang dihiasi huruf-huruf keemasan dengan kata 'Antik'. Luke berhenti sebentar lalu mengintip melalui salah sebuah jendela ke dalam rumah yang tampak sejuk.
"Ada pinggan yang bagus sekali," katanya. "Cocok untuk salah seorang bibiku. Berapa harganya kira-kira, ya?"
"Sebaiknya kita masuk melihatnya."
"Kau tak keberatan? Aku suka masuk ke toko-toko antik. Kadang-kadang kita bisa mendapatkan barang dengan harga murah."
"Aku tak yakin di sini bisa," kata Bridget datar. "Kurasa Mr. Ellsworthy tahu betul nilai barang-barangnya."
87
Pintu toko terbuka. Di ruang depan ada beberapa buah kursi, dipan, dan bufet. Di atas bufet itu terdapat barang-barang dari porselen dan dari timah. Di kiri-kanan ruang itu terdapat dua buah kamar yang penuh dengan barang-barang.
Luke masuk ke kamar yang di sebelah kiri lalu mengambil pinggan tadi. Pada saat itu, sesosok tubuh kecil muncul dari bagian belakang kamar, di mana dia tadi duduk di dekat meja tulis dari kayu kenari yang bergaya Queen Anne.
"Oh, Nona Conway, senang sekali bertemu Anda."
"Selamat pagi, Mr. Ellsworthy."
Mr. Ellsworthy adalah seorang pria muda yang aneh. Dia mengenakan pakaian berwarna kuning kecoklatan. Mukanya panjang dan pucat, mulutnya seperti mulut wanita, rambutnya hitam panjang, diatur penuh seni dan gaya jalannya dibuat-buat.
Luke diperkenalkan, dan Mr. Ellsworthy segera mengalihkan perhatiannya pada Luke.
"Itu barang asli dari zaman Inggris kuno. Cantik, ya? Saya sayang pada barang-barang saya, baik yang besar maupun yang kecil. Sebenarnya saya tak suka menjualnya. Sudah lama saya memimpikan untuk tinggal di pedesaan dan memiliki sebuah toko. Sungguh tempat yang luar biasa Wychwood ini—punya suasana tersendiri, mudah-mudahan Anda tahu maksud saya."
"Temperamen seni yang berbicara," gumam Bridget.
88
Mr. Ellsworthy berpaling padanya sambil melambaikan tangannya yang panjang dan putih.
"Jangan gunakan ungkapan yang mengerikan itu, Nona Conway. Jangan—saya mohon, jangan. Jangan katakan bahwa saya ini keranjingan seni, dan keranjingan kerajinan tangan—saya tak tahan itu. Sungguh mati saya tak memiliki bahan wol yang dipintal dengan tangan dan barang-barang timah yang ditempa dengan tangan. Saya hanya seorang pedagang, tak lebih dari itu, seorang pedagang."
"Tapi Anda memang seorang seniman, bukan?" kata Luke. "Maksud saya, Anda pernah melukis dengan cat air, bukan?"
"Nah, siapa yang menceritakan hal itu pada Anda?" seru Mr. Ellsworthy, sambil mengatupkan kedua belah tangannya. "Anda lihat sendiri, tempat ini memang benar-benar luar biasa—kita sama sekali tak bisa menyimpan rahasia. Itulah yang saya sukai—berbeda sekali dengan sifat kota besar yang tak manusiawi, yang hanya mau tahu urusan masing-masing—segala-galanya di sini menyenangkan sekali, bila kita menyerapnya dengan semangat yang tepat!"
Luke merasa cukup kalau menjawab pertanyaan Mr. Ellsworthy saja, tanpa menaruh perhatian pada pernyataannya yang terakhir.
"Miss Waynflete menceritakan pada kami bahwa Anda telah membuat beberapa buah lukisan sketsa dari seorang gadis—Amy Gibbs."
89
"Oh, Amy," kata Mr. Ellsworthy. Dia mundur selangkah hingga sebuah cangkir bir yang besar bergoyang-goyang. Diperbaikinya letak cangkir itu dengan hati-hati. Katanya, "Apakah saya ada membuatnya? Oh ya, saya rasa ada."
Sikap tenangnya tampak agak goyah.
"Dia gadis yang cantik sekali," kata Bridget.
"Begitukah menurut Anda?" tanyanya. Ketenangannya tampak pulih kembali. "Saya selalu menilainya biasa-biasa saja. Jika Anda tertarik pada barang-barang halus," lanjutnya pada Luke, "saya punya beberapa burung—cantik-cantik sekali."
Luke memperlihatkan sedikit perhatian pada burung-burung itu, lalu menanyakan harga pinggan tadi.
Mr. Ellsworthy menyebutkan suatu angka.
"Terima kasih," kata Luke, "tapi saya rasa, saya tidak akan membiarkan Anda merasa kehilangan barang itu."
"Saya memang selalu merasa lega," kata Mr. Ellsworthy, "bila barang saya tak terjual. Bodoh saya, ya? Tapi biarlah, ambillah, dan harganya saya kurangi dua puluh satu shilling. Anda menyukai barang itu. Saya bisa melihatnya—itu membuat persoalannya jadi lain. Dan bagaimanapun juga, ini memang sebuah toko!"
"Tak usah sajalah!" kata Luke.
Mr. Ellsworthy mengantar mereka sampai ke pintu, lalu melambaikan tangannya. Luke menilai
90
bahwa tangan itu tidak menyenangkan—dagingnya tidak begitu putih, melainkan kehijau-hijauan.
"Tak ada barang-barangmu yang bagus, Mr. Ellsworthy," kata Luke, setelah dia dan Bridget berada pada jarak di mana kata-katanya tak mungkin terdengar oleh Mr. Ellsworthy.
"Menurutku, pikiran dan kebiasaan-kebiasaannya juga jelek," kata Bridget.
"Sebenarnya mengapa dia, datang ke tempat seperti ini?"
"Kudengar dia berkecimpung dalam bidang ilmu hitam. Memang tak sampai menyembah berhala atau semacam itu. Keadaan di sini menunjang kegiatannya itu."
"Astaga—" kata Luke agak canggung, kurasa dialah orang yang benar-benar kubutuhkan. Seharusnya aku membicarakan hal itu dengan dia."
"Begitukah?" kata Bridget. "Dia tahu banyak tentang hal-hal seperti itu."
Dengan agak tak enak, Luke berkata,
"Aku akan mengunjunginya lagi, lain kali."
Bridget tak menyahut. Kini mereka berada di luar kota. Bridget membelok dan menyusuri jalan setapak, lalu mereka tiba di tepi sungai.
Di sana mereka berpapasan dengan seorang pria kecil yang kumisnya kaku dan matanya menonjol. Dia membawa tiga ekor anjing bulldog yang secara bergantian diteriakinya dengan suara serak. "Nero, mari sini! Nelly jangan merampas! Lepaskan, kataku! Augustus—AUGUSTUS, kataku...."
91
Tiba-tiba dia berhenti dan mengangkat topinya, memberi hormat pada Bridget. Ditatapnya Luke dengan rasa ingin tahu yang tak disembunyikannya, hingga Luke merasa seakan-akan hendak ditelannya, lalu dia berlalu sambil mengulangi lagi teriakan-teriakannya yang serak.
"Apakah itu Mayor Horton dengan anjing-anjing bulldog-nya?" tanya Luke."
"Ya."
"Rasanya pagi ini kita sudah bertemu dengan semua orang yang berarti di Wychwood, ya?"
"Boleh dikatakan begitulah."
"Aku merasa agak terlalu menonjolkan diriku," kata Luke. "Padahal sebenarnya seseorang yang tak dikenal di sebuah desa di Inggris, seharusnya bisa menahan diri," tambahnya dengan murung, mengingat kata-kata Jimmy Lorrimer.
"Mayor Horton tak pernah bisa menyembunyikan rasa ingin tahunya dengan baik," kata Bridget. "Matanya memang melototimu tadi."
"Memang kelihatan bahwa dia seorang mayor, di mana pun dia berada," kata Luke dengan tekanan.
Tiba-tiba Bridget berkata, "Mari kita duduk-duduk di tebing sungai sebentar. Kita masih punya banyak waktu."
Mereka duduk di sebuah pohon tumbang, yang merupakan tempat duduk yang nyaman sekali. Bridget berkata lagi,
"Yah, Mayor Horton memang sangat berpenampilan militer—sikapnya sangat menurut atur-
92
an. Kita hampir tak bisa percaya bahwa setahun yang lalu dia masih merupakan pria yang paling tunduk di bawah perintah istrinya."
"Apa? Pria semacam itu?"
"Ya. Istrinya adalah wanita yang paling sulit yang pernah kukenal. Soalnya wanita itu dari keluarga kaya, dan dia tak pernah lupa membeberkan hal itu di hadapan umum."
"Kasihan beruang itu—eh, maksudku Horton."
"Tapi dia memperlakukan istrinya dengan baik sekali—dia selalu bersikap sebagaimana layaknya seorang perwira dan pria sejati. Aku sendiri heran mengapa dia tak pernah ingin mencekik wanita itu."
"Rupanya wanita itu tak disukai orang banyak."
"Semua orang tak suka padanya. Dia pernah membentak Gordon dan memperlakukan aku seperti orang bawahannya saja, ke mana pun dia pergi dia selalu membuat orang membencinya."
"Tapi rupanya suatu nasib yang menguntungkan menyingkirkannya, ya?"
"Ya, kira-kira setahun yang lalu. Dia meninggal karena penyakit lambung yang tak tertolong lagi. Selama dia sakit itu dia benar-benar menyiksa suaminya, juga Dokter Thomas, dan dua orang juru rawat—tapi kemudian dia meninggal! Setelah itu anjing-anjing bulldog itu langsung menjadi ceria."
"Cerdas sekali anjing-anjing itu!" Mereka diam. Bridget dengan santai memetik-metik rumput yang panjang. Luke memandang ke
93
tebing seberang sambil mengerutkan alisnya. Tujuan perjalanannya yang sangat dicari-cari itu, sekali lagi menyiksa batinnya. Mana yang merupakan kenyataan—mana yang khayalan? Tidakkah ini tindakan yang jahat. Dia—orang asing yang meneliti setiap orang yang baru dikenalnya dan mencurigai mereka sebagai pern-bunuh? Sungguh sebuah sikap yang tak terpuji.
"Sialan benar," pikir Luke, "sudah terlalu lama aku menjadi polisi!"
Dia terbangun dari lamunannya oleh suatu kejutan besar. Bridget berbicara dengan suara dingin.
"Tuan Fitzwilliam," katanya, "untuk apa sebenarnya Anda datang kemari?"
94
BAB ENAM CAT TOPI
Waktu itu Luke sedang akan mcnvalakan rokoknya. Tangannya menjadi lumpuh sejenak, mendengar kata-kata yang tak terduga itu. Beberapa saat lamanya dia tak bergerak. Korek apinya menyala, menyala terus, dan menghanguskan jarinya.
"Sialan," kata Luke sambil melemparkan puntung korek api itu dan menggoyang-goyangkan tangannya kuat-kuat. "Apa katamu? Kau telah membuatku terperanjat." Dia tersenyum dengan murung.
"Sungguh?"
"Yah," desah Luke. "Ya, setiap orang yang benar-benar cerdas pasti bisa melihat siapa aku sebenarnya! Kurasa, kisahku bahwa aku sedang menulis buku tentang cerita-cerita rakyat sama sekali tidak kaupercaya, bukan?"
"Begitu melihatmu, aku tak percaya."
"Sebelum itu kaupercaya?"
"Ya."
"Itu memang suatu kisah yang kurang baik," kata Luke menyalahkan dirinya sendiri. "Maksudku, setiap orang bisa saja ingin menulis buku, tapi
95
soal keinginanku datang kemari lalu menyamar sebagai seorang sepupumu—kurasa itulah yang membuatmu curiga, bukan?" Bridget menggeleng.
"Tidak. Aku punya alasan untuk itu—maksudku ada alasannya. Kusangka kau tak punya uang—kebanyakan teman Jimmy begitulah keadaannya—dan kusangka Jimmy berpura-pura mengakui kau sebagai sepupu, supaya—yah supaya kau tak sampai kehilangan muka."
"Tapi waktu aku tiba," kata Luke. "Penampilanku segera memberikan kesan bahwa aku punya uang, sehingga penjelasan itu jadi tak masuk akal lagi, begitukah?"
Bridget tersenyum.
"Oh, tidak," katanya. "Bukan begitu. Pokoknya penampilanmu tidak meyakinkan aku."
"Kauanggap aku tak cukup berotak untuk menulis buku? Jangan takut aku tersinggung. Aku ingin tahu."
"Bisa saja kau menulis buku—tapi bukan buku semacam itu—takhyul-takhyul lama—menggali masa lampau—tidak yang semacam itu! Masa lampau tak punya arti banyak bagi orang macam kau—bahkan mungkin masa depan pun tidak— hanya masa kini."
"Hm—begitu rupanya." Luke tersenyum masam. "Celakanya lagi, kau telah membuatku gugup sejak aku tiba! Kau kelihatan begitu cerdas."
"Maafkan aku," kata Bridget datar. "Apa yang kauharapkan?"
96
"Terus terang aku tidak memikirkannya."
Bridget berkata lagi dengan tenang,
"Seorang gadis yang mabuk kepayang—yang hanya punya otak untuk mencari kesempatan dan menikah dengan majikannya5"
Luke mengeluarkan suara yang tak menentu. Bridget menoleh padanya dengan pandangan dingin dan geli.
"Aku bisa mengerti. Tak apa-apa. Aku tidak tersinggung."
Luke merasa lebih baik menantangnya.
"Yah, mungkin sesuatu yang mendekati itulah. Tapi aku tidak terlalu memikirkannya."
Bridget berkata lambat-lambat,
"Tentu tidak. Kita tidak akan mengambil langkah-langkah sebelum terpaksa."
Tetapi Luke menjadi murung.
"Ah, tindak-tandukku pasti tidak meyakinkan! Apakah Lord Whitfield juga mencurigai aku?"
"Oh, tidak. Kalaupun kaukatakan kau kemari untuk mempelajari kumbang air dan menulis buku khusus tentang binatang itu, tidak akan ada pengaruhnya bagi Gordon. Dia selalu punya pikiran yang baik dan mudah percaya."
"Bagaimanapun juga, aku tidak meyakinkan! Aku bodoh sekali."
"Aku merupakan penghalang dalam langkahmu," kata Bridget. "Aku bisa melihatnya. Maafkan kalau aku malah merasa senang."
"Oh, pasti! Wanita yang cerdas biasanya memang bisa sangat kejam."
97
Bridget bergumam.
"Kita harus mereguk semua kesenangan yang bisa kita peroleh dalam hidup ini!" Dia diam sebentar, lalu berkata lagi, "Untuk apa Anda kemari, Tuan Fitzwilliam?"
Mereka kembali lagi ke pertanyaan semula. Luke menyadari bahwa itu memang akan terjadi. Dan selama beberapa detik terakhir dia telah mencoba mengambil keputusan. Kini dia mengangkat mukanya dan menatap Bridget—dengan pandangan yang tajam dan mengandung tanya, Bridget membalas pandangan itu dengan tenang dan mantap. Sorot matanya serius, suatu hal yang tak diduga Luke.
"Kupikir," katanya sambil merenung, "akan lebih baik untuk tidak lagi berbohong padamu."
"Jauh lebih baik."
"Tapi keadaan yang sebenarnya tidak menyenangkan.... Ngomong-ngomong, apakah kau sendiri punya pendapat—maksudku, apakah kau punya dugaan untuk apa aku kemari?"
Bridget mengangguk perlahan sambil merenung.
"Apa gagasanmu? Coba ceritakan. Kurasa mungkin bisa membantu."
Dengan tenang Bridget berkata,
"Dugaanku adalah bahwa kau kemari sehubungan dengan kematian Amy Gibbs."
"Begitu rupanya! Itulah yang kulihat—yang kurasakan—setiap kali namanya disebut! Aku tahu
98
pasti ada sesuatu. J adi kausangka aku datang untuk itu?"
"Tak benarkah itu?" "Ya—ada benarnya."
Luke diam sambil mengerutkan alisnya. Gadis di sampingnya juga berdiam diri, tanpa bergerak. Gadis itu tidak berkata apa-apa, tidak mengganggu jalan pikirannya.
Kemudian Luke mengambil keputusan.
"Aku kemari untuk mengejar sesuatu yang masih sangat meragukan, berdasarkan perkiraan yang fantastik dan mungkin sangat tak masuk akal serta dibesar-besarkan. Amy Gibbs hanya sebagian dari semuanya itu. Aku tertarik untuk mencari tahu bagaimana sebenarnya dia meninggal."
"Ya, begitulah dugaanku."
"Tapi persetan semuanya itu—mengapa kau menduga begitu? Ada apa dengan kematiannya sehingga—yah—kau jadi tertarik?"
Bridget berkata,
"Selama ini—kupikir—pasti ada sesuatu yang tak beres mengenai kematiannya. Sebab itu kau kuajak menemui Miss Waynflete."
"Mengapa?"
"Karena dia pun punya dugaan yang sama."
"Oh." Luke cepat-cepat mengingat-ingat kembali. Kini dia mengerti anjuran yang tersembunyi di balik sikap perawan tua yang cerdas itu.
"Dia punya dugaan yang sama dengan kau— bahwa ada sesuatu—yang tak beres mengenai hal itu, begitu?"
99 Bridget mengangguk.
"Mengapa sebenarnya?"
"Pertama-tama, cat topi itu."
"Apa maksudmu dengan cat topi?"
"Yah, kira-kira dua puluh tahun yang lalu, orang memang mencat topinya dalam suatu musim seseorang memakai topi pandan berwarna merah muda, pada musim berikutnya sebotol cat topi akan mengubah topi yang sama menjadi biru tua lalu lain kali mungkin sebotol lain lagi, dan topi itu pun akan menjadi hitam! Tapi zaman sekarang topi murah menjadi barang tak berharga yang bisa dibuang saja bila sudah tidak mengikuti mode lagi."
"Juga bagi gadis-gadis segolongan Amy Gibbs?"
"Aku lebih mungkin mencat topi daripada dia! Penghematan sudah tak punya arti lagi. Lalu ada lagi satu hal. Cat topi itu berwarna merah."
"Lalu?"
"Padahal Amy Gibbs berambut merah seperti wortel!"
"Maksudmu kedua warna itu tak selaras?" Bridget mengangguk.
"Tak mungkin orang mengenakan topi merah bila rambutnya berwarna merah seperti wortel. Itu sesuatu yang tidak akan disadari oleh seorang pria, tapi"
Luke memotong kata-kata itu, menyatakan bahwa dia mengerti betul
100
"Tentu seorang pria tidak akan menyadari hal itu. Itu cocok semuanya cocok sekali." Bridget berkata,
"Jimmy mempunyai beberapa teman di Scotland Yard. Bukankah kau"
Cepat-cepat Luke berkata,
"Aku bukan seorang detektif resmi dan aku bukan pula seorang detektif swasta kenamaan yang berkantor di Baker Street, atau yang sejenis itu. Aku benar-benar seperti yang dikatakan Jimmy seorang polisi yang sudah pensiun, yang datang dari tanah jajahan. Aku memberanikan diri menangani urusan ini, karena ada sesuatu yang aneh yang telah terjadi di kereta api dalam perjalananku ke London."
Diceritakannya kembali ringkasan percakapannya dengan Miss Pinkerton, dan kejadian-kejadian berikutnya yang telah membawanya ke Wych-wood.
"Jadi kaulihat," katanya menyudahi kisahnya. "Memang seperti khayalan saja! Aku mencari seorang laki-laki tertentu seorang pembunuh gelap seseorang di Wychwood ini mungkin dia terkenal dan terhormat. Bila kata-kata Miss Pinkerton benar, dan kata-katamu benar, juga Miss siapa-namanya-itu benar maka orang itulah yang telah membunuh Amy Gibbs."
"Aku mengerti," kata Bridget.
"Bisa juga dilakukan dari luar, bukan?"
"Ya, kurasa bisa," kata Bridget lambat-lambat. "Agen polisi Reed memanjat jendela melalui
gudang di luar rumah. Jendela itu terbuka. Agak sulit memang memanjatnya, tapi seseorang yang cukup trampil tidak akan menemui kesulitan."
"Lalu setelah itu apa yang dilakukannya?"
"Menukar obat batuk dengan cat topi."
"Dengan harapan gadis itu akan melakukan apa yang ternyata memang dilakukannya. Yaitu, dia terbangun, meminumnya sampai habis, dan semua orang pun akan menyangka bahwa dia melakukannya karena suatu kekeliruan atau karena ingin bunuh diri?"
"Ya."
"Dalam pemeriksaan di pengadilan, apakah tak ada kecurigaan mengenai adanya, apa yang dalam buku-buku biasa disebut: 'permainan kotor'?"
"Tak ada."
"Khas laki-laki, kurasa soal anehnya pemakaian cat topi itu tidak dipertanyakan?" "Tidak."
"Tapi kau mempertanyakannya?" "Ya."
"Juga Miss Waynflete? Apakah kalian berdua memperbincangkannya?" Bridget tersenyum kecil.
"Oh, tidak tidak sebagaimana yang kaumaksud. Maksudku, kami tidak mengucapkannya secara terus terang. Aku tak tahu berapa jauh pikiran perawan tua itu. Kurasa, yang jelas dia merasa kuatir dan makin lama, perasaan kuatir-nya itu makin bertambah. Dia cukup cerdas, pernah atau sekadar pernah punya keinginan untuk
102
bersekolah di Girton, dan waktu muda dia maju. Pikirannya tidak picik seperti pikiran kebanyakan orang di sini."
"Kurasa, Miss Pinkerton jalan pikirannya agak ruwet," kata Luke. "Sebab itu semula aku sama sekali tidak menduga bahwa ada suatu kebenaran dalam kisahnya."
"Menurutku, otaknya cukup tajam," kata Bridget. "Orang-orang tua yang suka berceloteh seperti dia itu, berotak tajam. Katamu dia juga menyebut-nyebut nama-nama lain?"
Luke mengangguk.
"Ya, seorang anak laki-laki Tommy Pierce aku terus ingat nama itu begitu aku mendengarnya. Dan aku yakin bahwa pria yang bernama Carter ada pula disebutnya."
"Carter, Tommy Pierce, Amy Gibbs, Dokter Humbleby," kata Bridget, tenggelam dalam pikirannya. "Benar katamu, rasanya tak mungkin benar, karena terlalu bersifat khayali! Siapa gerangan yang ingin membunuh orang-orang itu. Mereka bukan dari kelas yang sama."
Luke bertanya,
"Apakah kau punya gagasan, mengapa kira-kira seseorang ingin membunuh Amy Gibbs?"
Bridget menggeleng,
"Tak bisa kubayangkan."
"Bagaimana dengan orang yang bernama Carter itu? Ngomong-ngomong, bagaimana dia meninggal?"
103
"Jatuh ke sungai dan tenggelam. Dia sedang dalam perjalanan pulang, malam itu berkabut dan dia sedang mabuk. Jembatannya hanya merupakan titian kecil yang berpagar sebelah. Jadi masuk akal kalau dia tergelincir."
"Tapi mungkin pula ada seseorang yang dengan mudah mendorongnya?"
"Oh, ya."
"Dan ada pula seseorang yang dengan mudah pula mendorong Tommy, waktu dia sedang mencuci jendela?"
"Sekali lagi, ya."
"Jadi kesimpulannya, diperolehlah kenyataan bahwa mudah saja menyingkirkan tiga orang manusia, tanpa ada orang yang curiga."
"Miss Pinkerton curiga," Bridget mengingatkannya.
"Memang, syukurlah. Dia tak punya pikiran-pikiran lain untuk berpura-pura sedih, atau berkhayal."
"Dia sering mengatakan padaku bahwa dunia ini penuh dengan kejahatan."
"Dan kurasa kau hanya tersenyum penuh pengertian?"
"Dengan perasaan sok tahu!"
"Barang siapa bisa mengkhayalkan enam hal yang sebenarnya tak masuk akal sebelum dia sarapan, akan bisa memahami perkara ini dengan mudah."
Bridget mengangguk.
Luke berkata lagi,
104
"Kurasa akan percuma saja jika aku bertanya kalau-kalau kau punya pendapat tertentu? Apakah ada seseorang di Wychwood ini yang membuatmu merasa takut sekali, atau yang punya sorot mata yang aneh atau yang tertawanya aneh dan mengerikan?"
"Semua orang yang kukenal di Wychwood ini, di mataku benar-benar waras, terhormat, dan sangat biasa-biasa saja."
"Sudah kuduga bahwa kau akan berkata begitu," kata Luke.
Bridget berkata,
"Apakah menurutmu orang itu benar-benar gila?"
"Ya, kurasa begitu. Memang orang gila, tapi yang licik. Orang yang paling tak kita duga mungkin seseorang yang terkemuka dalam masyarakat, seperti umpamanya manajer bank."
"Pak Jones? Jelas aku tak dapat membayangkan dia sebagai pelaku pembunuhan besar-besaran."
"Kalau begitu mungkin dialah orang yang kita cari."
"Bisa siapa saja," kata Bridget. "Tukang daging, tukang roti, tukang sayur, buruh tani, buruh perbaikan jalan, atau pengantar susu."
"Bisa saja memang tapi kurasa pilihannya agak lebih terbatas daripada itu."
"Mengapa?"
"Miss Pinkerton berbicara tentang pandangan mata seorang laki-laki, ketika dia sedang menilai calon korbannya. Dari cara bicara almarhumah
105
aku mendapatkan kesan ingat hanya suatu kesan bahwa laki-laki yang dibicarakannya sekurang-kurangnya sama tingkat sosialnya dengan dia. Tentu aku mungkin salah."
"Kau mungkin betul sekali! Nuansa percakapan seperti itu memang tidak tercantum hitam di atas putih, tapi untuk hal-hal seperti itu, orang biasanya tidak keliru."
"Tahukah kau," kata Luke, "aku merasa lega sekali karena kau tahu semuanya ini."
"Mungkin dengan demikian kau jadi agak kurang kehilangan muka. Dan mungkin aku bisa membantumu."
"Bantuanmu sungguh sangat berharga. Apakah kau benar-benar menginginkan hal ini selesai sampai tuntas?"
"Tentu."
Dengan perasaan agak malu, Luke berkata,
"Bagaimana dengan Lord Whitfield? Apakah kaupikir?"
"Tentu kita tak perlu menceritakan apa-apa tentang hal ini kepada Gordon!" kata Bridget.
"Apakah kaupikir dia tidak akan percaya?"
"Oh, dia akan percaya! Gordon bisa mempercayai apa saja! Mungkin hal itu akan membuatnya kacau, dan dia akan memaksakan untuk menyuruh lima enam orang anak buahnya yang cerdas-cerdas untuk melacak seluruh daerah ini! Dia akan senang sekali melakukannya!"
"Kita justru harus menghindari kemungkinan itu," Luke membenarkan.
106
"Ya, kurasa kita memang tak dapat membiarkannya melaksanakan kesenangannya yang sederhana itu."
Luke menatapnya. Kelihatannya dia akan mengatakan sesuatu, tapi membatalkannya. Sebaliknya dia lalu melihat ke arlojinya.
"Ya," kata Bridget, "sebaiknya kita pulang."
Dia bangkit. Tiba-tiba terasa adanya ketegangan di antara mereka berdua, seolah-olah kata-kata Luke yang tak jadi diucapkannya tadi mengambang di udara.
Mereka berjalan pulang tanpa berbicara.
107
BAB TUJUH
KEMUNGKINAN-KEMUNGKINAN
Luke duduk di kamar tidurnya. Pada waktu makan siang dia telah menjalani cobaan, harus menjawab pertanyaan-pertanyaan Bu Anstruther mengenai bunga-bunga apa yang ada di kebunnya di Teluk Mayang. Lalu kepadanya diberitahukan bunga-bunga apa yang sebenarnya bisa tumbuh dengan baik di sana. Selanjutnya dia masih harus mendengarkan "ceramah" Lord Whitfield mengenai "Pembahasan tentang Diriku Sendiri dengan Para Remaja". Kini dia bersyukur dia bisa menyendiri.
Diambilnya sehelai kertas lalu ditulisnya sederetan nama. Beginilah urut-urutannya:
Dr. Thomas
Pak Abbot
Mayor Horton
Mr. Ellsworthy
Pak Wake
Pak Jones
Pacar Amy
Tukang daging, tukang roti, pembuat wadah lilin, dan sebagainya.
108
Kemudian diambilnya sehelai kertas lagi, lalu dituliskannya judul: PARA KORBAN. Di bawah judul itu dituliskannya:
Amy Gibbs Tommy Pierce Harry Carter
Dr. Humbleby Miss Pinkerton
Ditambahkannya:
Bu Rose Pak tua Ben?
Dan sebentar kemudian:
Bu Horton ?
Dipelajarinya daftar nama-nama itu, dia merokok sebentar, lalu diambilnya lagi pensil.
Dr. Thomas: Tuduhan yang mungkin memberatkannya.
Terdapat motif yang kuat dalam kematian Dr. Humbleby. Cara kematian Humbleby menguatkan yaitu, peracunan ilmiah melalui kuman-kuman. Amy Gibbs mengunjunginya
: Diracuni
: Didorong dari jendela : Didorong   dari   titian
(mabuk   atau   diberi
obat penenang?) : Keracunan darah : Ditabrak mobil
109
petang hari dan malam harinya gadis itu meninggal. (Adakah hubungan antara kedua kematian itu? Pemerasan?) Tommy Pierce} Tak ada hubungan yang tampak. (Apakah Tommy tahu tentang hubungan antara Thomas dan Amy Gibbs?
Harry Carter Tak ada hubungan yang tampak. Apakah Dr. Thomas tidak berada di Wychwood pada hari kepergian Miss Pinkerton ke London?
Luke mendesah lalu mulai lagi dengan judul baru:
Pak Abbot: Perkara yang mungkin memberatkannya.
(Dia merasa bahwa seorang pengacara itu pasti orang yang mudah curiga. Mungkin hanya prasangka). Kepribadiannya ceria, ramah-tamah, dan sebagainya, dalam buku cerita pasti merupakan orang yang mencurigakan— selalu mencurigai orang-orang yang pura-pura ceria dan ramah. Keberatannya: Ini bukan buku melainkan kehidupan nyata. Motif dalam pembunuhan atas diri Dr. Humbleby. Terdapat pertentangan yang nyata antara keduanya. Humbleby menentang Abbot. Motif yang cukup kuat untuk otak yang kacau. Pertentangan itu mungkin tampak jelas oleh Miss Pinkerton. Tommy Pierce? Anak itu mengintip surat-
110
surat Abbot. Apakah dia menemukan sesuatu
yang tak boleh diketahuinya?
Harry Carter? Tak tampak hubungan yang
jelas.
Amy Gibbs? Tak tampak hubungan yang jelas. Cat topi itu sesuai benar dengan pribadi Abbot—pikiran orang kolot. Apakah Abbot tidak berada di desa pada hari Miss Pinkerton terbunuh?
Mayor Horton: Perkara yang mungkin memberatkannya.
Tak diketahui hubungannya dengan Amy Gibbs, Tommy Pierce, maupun Carter. Bagaimana dengan Bu Horton? Agaknya penyebab kematiannya adalah peracunan arsenikum. Bila memang begitu, maka pembunuhan-pembunuhan yang lain mungkin merupakan akibatnya pemerasan? Tambahan Thomas adalah dokter yang merawatnya. (Kecurigaan terhadap Thomas lagi.
Mr. Ellsworthy:   Tuduhan  yang   mungkin
memberatkannya.
Barang dagangannya jelek-jelek berkecimpung dalam ilmu hitam. Mungkin punya pembawaan seorang pembunuh yang haus darah. Hubungannya dengan Amy Gibbs? Adakah bungannya dengan Tommy Pierce? Carter? Tak ada yang diketahui. Humbleby? Mungkin dia mengetahui kelain-
111
an pembawaan. Ells worthy. Miss Pinkerton? Apakah Ellsworthy tidak berada di Wychwood pada hari kematian Miss Pinkerton?
Pak Wake: Tuduhan yang mungkin memberatkannya.
Sangat tak masuk akal. Mungkinkah kelainan jiwa yang berhubungan dengan keagamaan? Merasa mendapatkan wahyu untuk membunuh? Pendeta-pendeta tua yang sok suci, sering membuat kejutan dalam buku cerita, tapi (seperti tadi juga), ini kehidupan nyata. Catatan: Carter, Tommy, Amy, semuanya punya watak yang tak menyenangkan. Apakah mereka lebih baik disingkirkan berdasarkan perintah Tuhan?
Pak Jones. Tak ada data.
Pacar Amy.
Mungkin punya alasan kuat untuk membunuh Amy—tapi atas dasar umum, agaknya tak mungkin.
Yang lain-lain? Jangan membayangkan mereka.
Dibacanya semua yang telah ditulisnya.
Kemudian dia menggeleng.
Dia menggumam perlahan-lahan,
"tak masuk akal! Enak saja seperti menyusun
soal matematika."
112
Daftar-daftar itu dirobeknya lalu dibakarnya.
Katanya pada dirinya sendiri,
"Pekerjaan ini sama sekali tidak akan mudah."
BAB DELAPAN DR. THOMAS
Dr. Thomas menyandarkan diri di kursinya, lalu mengusap rambutnya "yang tebal pirang dengan tangannya yang panjang dan halus. Dia seorang pria muda yang penampilannya bisa menyesatkan. Umurnya sudah lebih dari tiga puluh, tapi sekilas pandang kita akan menyangka bahwa dia baru berumur dua puluhan, atau mungkin belasan. Rambut pirangnya yang tebal dan agak acak-acakan, air mukanya yang seperti orang terkejut, dan warna wajahnya yang merah muda dan putih, mau tak mau membuat penampilannya seperti anak sekolah. Namun, meskipun dia kelihatan tak matang, diagnosa yang baru saja dinyatakannya mengenai penyakit rematik lutut Luke, hampir tepat benar persamaannya dengan diagnosa yang telah diberikan oleh seorang spesialis terkemuka di Harley Street, baru seminggu yang lalu.
"Terima kasih," kata Luke. "Saya lega mendengar pendapat Anda bahwa pengobatan dengan penyinaran akan bisa menyembuhkan. Saya tak ingin menjadi orang lumpuh pada usia saya sekarang ini."
114
Dr. Thomas tersenyum, senyum kekanak-kanakan,
"Ah, saya rasa tak ada bahaya ke arah itu, Tuan Fitzwilliam."
"Yah, Anda telah melegakan pikiran saya," kata Luke. "Saya sedang menimbang-nimbang untuk pergi ke seorang spesialis sekarang saya yakin hal itu tak perlu."
Dr. Thomas tersenyum lagi,
"Pergi saja kalau itu bisa menenangkan pikiran Anda. Bagaimanapun juga, mendengar pendapat seorang ahli selalu ada baiknya."
"Tidak, tidak, saya percaya penuh pada Anda."
"Terus terang, tak ada yang perlu dikuatirkan mengenai hal itu. Bila Anda mau mendengar pendapat saya, saya yakin benar Anda tidak akan mengalami kesulitan apa-apa lagi."
"Anda benar-benar telah menenangkan pikiran saya, Dokter. Saya membayangkan diri saya menderita arthritis dan dalam waktu singkat akan mengalami kesulitan besar karena tak bisa bergerak."
Dr. Thomas menggeleng sambil tersenyum senang.
Luke cepat-cepat berkata lagi,
"Orang cepat merasa takut dalam keadaan begini. Saya rasa Anda melihat keadaan itu. Saya sering berpikir bahwa seorang dokter itu mungkin merasa dirinya sebagai 'tabib' semacam ahli sulap bagi kebanyakan pasiennya."
"Unsur kepercayaan besar pengaruhnya."
115
"Saya tahu. 'Dokter berkata begitu' merupakan kata-kata yang selalu diucapkan dengan rasa hormat."
Dr. Thomas mengangkat bahunya.
"Kalau saja para pasien itu tahu!" gumamnya dengan rasa geli.
Kemudian katanya lagi,
"Anda sedang menulis buku tentang ilmu sihir, bukan, Tuan Fitzwilliam?"
"Nah, bagaimana Anda sampai tahu itu?" seru Luke, mungkin terkejutnya agak berlebihan.
Dr. Thomas kelihatan geli.
"Ah, Saudaraku, berita beredar dengan cepat sekali di tempat seperti ini. Soalnya, sedikit sekali bahan pembicaraan kita di sini."
"Berita mungkin pula dibesar-besarkan. Mungkin nanti Anda akan mendengar bahwa saya membakar semangat rakyat setempat dan ingin menandingi ahli sihir dari Endor."
"Aneh juga Anda berkata begitu."
"Mengapa?"
"Yah, soalnya telah terdengar desas-desus bahwa Anda telah membangkitkan hantu si Tommy Pierce."
"Pierce? Pierce? Apakah itu anak yang jatuh dari jendela itu?"
"Benar."
"Saya jadi heran bagaimana jadi begitu oh ya saya pernah mengatakan sesuatu pada pengacara itu siapa namanya, Abbot?"
"Ya, cerita itu memang berasal dari Abbot."
116
"Mana mungkin saya sampai bisa mengubah seorang pengacara yang begitu hebat menjadi orang yang percaya pada hantu."
"Kalau begitu, Anda sendiri percaya akan hantu?"
"Nada bicara Anda menyatakan bahwa Anda sendiri tak percaya, Dokter. Saya sendiri pun tak dapat berkata bahwa saya benar-benar percaya akan hantu. Namun saya telah melihat kejadian yang aneh dalam bentuk kematian yang mendadak atau akibat kekerasan. Tapi saya lebih tertarik akan bermacam takhyul yang berhubungan dengan kematian akibat kekerasan bahwa seseorang yang meninggal karena terbunuh umpamanya, tidak akan senang dalam kuburnya. Juga suatu kepercayaan yang menarik bahwa darah seseorang yang mati terbunuh, akan mengalir bila dia disentuh oleh orang yang membunuhnya. Saya ingin tahu bagaimana kepercayaan itu sampai timbul."
"Aneh sekali," kata Thomas. "Tapi saya rasa tak banyak orang yang ingat akan hal itu sekarang."
"Lebih banyak daripada yang Anda sangka. Saya rasa Anda tak banyak mendengar tentang terjadinya pembunuhan di sini jadi tentu saja sulit untuk menilainya."
Luke tersenyum sambil berbicara itu, matanya menatap wajah lawan bicaranya, seolah-olah dengan sikap tak peduli. Namun Dr. Thomas agaknya tak terpengaruh dan membalas senyumnya.
117
"Tidak, saya rasa di sini tak ada pembunuhan selama ya, selama bertahun-tahun yang jelas, selama saya di sini."
"Ya, tempat ini memang aman dan damai. Tak pantas untuk tempat permainan kotor. Kecuali kalau Tommy siapa namanya itu memang benar telah didorong orang dari jendela."
Luke tertawa, dan Dr. Thomas pun lagi-lagi membalas senyumnya suatu senyum kekanak-kanakan penuh dengan kesenangan kanak-kanak pula.
"'Memang banyak orang yang ingin memuntir leher anak itu," katanya. "Tapi saya rasa tak ada orang yang sampai hati mendorongnya dari jendela."
"Agaknya anak itu luar biasa nakalnya penyingkiran atas dirinya mungkin dianggap sebagai suatu kewajiban untuk umum."
"Sayang teori itu tak dapat sering-sering dimanfaatkan."
"Saya selalu berpendapat bahwa beberapa pembunuhan beruntun akan ada manfaatnya bagi masyarakat," kata Luke. "Seseorang yang membosankan umpamanya, bisa dihabisi dengan minuman beracun. Kemudian ada perempuan yang suka banyak bicara dan menghancurkan sahabat-sahabat terdekatnya dengan ketajaman lidahnya. Perawan-perawan tua yang suka mengutuk. Orang-orang berkepala batu yang menentang kemajuan. Bila orang-orang semacam itu dising
118
kirkan atau dihabisi tanpa rasa sakit, betapa akan besarr manfaatnya bagi kehidupan sosial!"
Senyum Dr. Thomas makin melebar, berubah menjadi tawa.
"Singkatnya, Anda menganjurkan dilakukannya kejahatan secara besar-besaran?"
"Penyingkiran dalam batas-batas hukum," kata Luke. "Tidakkah Anda sependapat bahwa itu akan bermanfaat?"
"Oh, jelas."
"Ah, tapi Anda pasti tak serius," kata Luke. "Saya serius sekali. Saya tidak terlalu menghormati hidup kemanusiaan yang dimiliki oleh seorang Inggris yang normal. Setiap orang yang merupakan penghalang dalam laju kemajuan, harus disingkirkan begitulah pandangan saya!"
Sambil mengusap rambut pirangnya yang pendek, Dr. Thomas berkata,
"Ya, tapi siapakah yang berhak menilai layak atau tidaknya seorang manusia?"
"Yah, tentu di situlah masalahnya," Luke mengakui.
"Seorang penganut agama Katolik akan menganggap seorang penghasut komunis tak layak hidup sedang si penghasut komunis akan memvonis mati seorang imam Katolik dengan tuduhan sebagai penyebar takhyul, seorang dokter akan menyingkirkan orang yang tak sehat, si penganjur perdamaian akan menghukum prajurit, dan begitu seterusnya."
119
"Harus ada seorang ilmuwan untuk menilainya," kata Luke. "Seseorang yang berpikiran tak memihak, tapi yang benar-benar ahli seorang dokter umpamanya. Bicara tentang hal itu, Anda sendiri akan merupakan penilai yang terbaik, Dokter."
"Mengenai layak tidaknya seseorang?" "Ya."
Dr. Thomas menggeleng.
"Tugas saya adalah membuat yang tak layak menjadi layak. Harus saya akui bahwa tugas itu sering-sering amat sulit dilaksanakan."
"Nah, sekadar untuk bahan pertimbangan," kata Luke. Ambillah orang seperti almarhum Harry Carter"
Dr. Thomas berkata dengan tajam,
"Carter? Maksud Anda pemilik rumah minum The Seven Stars itu?"
"Ya, itulah orangnya. Saya sendiri belum pernah mengenalnya, tapi sepupu saya, Nona Conway, bercerita tentang dia. Agaknya dia orang yang sangat jahat."
"Ya," kata dokter itu, "dia memang pemabuk. Memperlakukan istrinya dengan buruk, menyakiti putrinya. Dia tukang berkelahi dan suka sewenang-wenang, dan bertengkar dengan hampir semua orang di tempat ini."
"Singkatnya, dunia ini akan merupakan tempat yang lebih baik tanpa dia?"
"Benar, orang bisa berkata begitu."
120
"Jadi, bila seseorang mendorongnya hingga jatuh ke sungai, dan tidak membiarkan dia yang jatuh sendiri karena tergelincir, maka orang itu telah bertindak demi kebaikan umum."
Dr. Thomas berkata dengan nada datar, "Metode-metode yang Anda kemukakan itu— apakah Anda telah mempraktekkannya di Selat Mayang—kalau tak salah Anda pernah berkata begitu."
Luke tertawa.
"Oh, tidak, itu hanya teori—bukan praktek." "Tepat.  Saya rasa Anda tak sama dengan pembunuh-pembunuh itu."
Luke berkata,
"Mengapa tidak? Saya sudah berterus terang dalam pandangan saya."
"Benar. Bahkan terlalu berterus terang."
"Maksud Anda, bila saya adalah semacam orang suka main hakim sendiri, maka saya tidak akan mau ke sana kemari membeberkan pandangan-pandangan saya!"
"Itulah maksud saya."
"Itu merupakan berita gembira bagi saya. Mungkin saya lalu jadi tergila-gila untuk membe-ber-beberkan hal itu!"
"Meskipun demikian, kesadaran Anda untuk melindungi diri Anda akan lebih besar daripada itu."
"Pokoknya, bila mencari seorang pembunuh, carilah tipe manusia yang kelihatannya baik dan
121
halus, yang tak bisa menyakiti bahkan seekor lalat sekalipun."
"Mungkin agak berlebihan," kata Dr. Thomas, "tapi itu tak jauh dari kenyataan." Tiba-tiba Luke berkata,
"Tolong katakan saya jadi tertarik sekali— pernahkah Anda bertemu dengan seseorang yang menurut Anda mungkin adalah seorang pembunuh?"
Dr. Thomas menjawab dengan tajam, "Benar-benar suatu pertanyaan yang aneh!" "Begitukah? Bukankah seorang dokter bertemu dengan banyak sekali orang yang bermacam-macam wataknya? Dia umpamanya akan lebih mudah menemukan ciri-ciri seseorang yang berpenyakit suka membunuh pada tingkat dini, sebelum penyakit itu tampak oleh orang lain." Dengan agak jengkel Thomas berkata, "Anda hanya mempunyai gambaran umum seorang awam mengenai orang yang punya kelainan jiwa yang suka membunuh yaitu orang yang mengamuk dengan pisau atau umpamanya seseorang yang berbusa-busa mulutnya. Sekarang saya beri tahukan pada Anda, penyakit gila membunuh itu adalah sesuatu yang paling sulit diketahui. Orang itu kelihatannya sama benar dengan siapa pun juga paling-paling, mungkin, dia mudah sekali ketakutan dia mungkin mengatakan bahwa musuhnya banyak. Tak lebih dari itu. Dia seseorang yang kelihatan tenang, tak mudah menyerang."
122
"Benar-benar begitukah keadaannya?"
"Memang begitu. Seseorang jadi gila membunuh, karena pada sangkanya dia membela diri. Tapi sebenarnya banyak pembunuh yang sebenarnya orang-orang waras seperti Anda dan saya."
"Dokter, Anda membuat saya ngeri! Bayangkan kalau kelak Anda mendengar bahwa diam-diam saya telah melakukan lima atau enam pembunuhan."
Dr. Thomas tersenyum.
"Saya rasa itu sama sekali tak mungkin, Tuan Fitzwilliam."
"Benarkah begitu? Pujian itu harus saya kembalikan pada diri Anda. Saya pun tak percaya bahwa Anda telah melakukan lima atau enam kali pembunuhan."
Dr. Thomas berkata dengan ceria,
"Anda harus ingat kegagalan-kegagalan saya sebagai dokter."
Keduanya tertawa.
Luke bangkit lalu minta diri.
"Maafkan saya karena terlalu banyak menyita waktu Anda," katanya.
"Ah, saya tak sibuk. Wychwood ini tempat yang sehat sekali. Saya senang bercakap-cakap dengan seseorang dari dunia luar."
"Saya heran" kata Luke, lalu diam lagi.
"Ya?"
"Nona Conway bercerita bahwa Anda yah orang yang jempolan. Saya tertanya-tanya apakah Anda tidak merasa agak terkubur di tempat ini? Di
123
sini tak banyak kesempatan untuk mengembangkan bakat."
"Ah, praktek umum begini merupakan awal yang baik. Ini merupakan pengalaman yang berharga."
"Tapi Anda tentu tidak akan puas tinggal di tempat yang tak banyak berubah begini, seumur hidup Anda? Lain dengan almarhum patner Anda, Dokter Humbleby, saya dengar dia orang yang tak punya ambisi saya dengar dia puas dengan prakteknya di sini. Saya rasa sudah lama sekali dia di sini, ya?"
"Boleh dikatakan sepanjang hidupnya."
"Saya dengar dia memang baik, tapi kolot."
Dr. Thomas berkata,
"Kadang-kadang dia memang sulit.... Dia selalu curiga terhadap perombakan-perombakan baru, tapi dia merupakan contoh yang baik dari kelompok dokter-dokter tua."
"Kata orang dia mempunyai seorang putri yang cantik sekali," kata Luke memancing.
Dia senang melihat wajah Dr. Thomas yang semula pucat dan merah muda, berubah menjadi merah padam.
"Oh eh ya," katanya.
Luke menatapnya dengan ramah. Dia merasa senang karena akan dapat mencoret nama Dr. Thomas dari daftar nama orang-orang yang dicurigai.
Dr. Thomas mendapatkan kembali naluri pertahanannya dan segera berkata,
124
"Ngomong-ngomong tentang kejahatan tadi, karena Anda tertarik akan hal itu, saya bisa meminjami Anda sebuah buku yang cukup baik mengenai soal itu! Terjemahan dari bahasa Jerman, berjudul Perasaan Rendah Diri dan Kejahatan karangan Kreuzhammer."
"Terima kasih," kata Luke.
Dr. Thomas menelusuri rak bukunya lalu mengeluarkan buku yang dimaksudnya.
"Ini dia. Beberapa teorinya agak mengejutkan tapi itu sekadar teori, dan teori-teori itu menarik. Umpamanya mengenai masa muda Menzheld, yang dikenal dengan nama si Pembantai dari Frankfurt. Juga bab mengenai Anna Helm, pengasuh kanak-kanak yang menjadi pembunuh itu. Keduanya sangat menarik."
"Kalau tak salah, perbuatan gadis itu baru tercium oleh para pejabat setelah dia membunuh dua belas anak yang dipercayakan padanya," kata Luke.
Dr. Thomas mengangguk.
"Ya, gadis itu punya kepribadian yang sangat simpatik dia sayang sekali pada anak-anak asuhannya dan seolah-olah benar-benar patah hati pada kematian setiap anak. Psikologi memang luar biasa."
"Luar biasa pula bagaimana orang-orang itu bisa lolos," kata Luke.
Dia kini sudah tiba di ambang pintu. Dr. Thomas menyertainya ke luar.
125
"Sebenarnya   tidak   luar  biasa,"   kata   Dr. Thomas. "Sebenarnya mudah saja." "Apanya yang mudah?"
"Untuk lolos." Dia tersenyum lagi senyumnya menarik dan kekanak-kanakan. "Asal orang berhati-hati. Orang hanya harus berhati-hati. Itu saja."
Dia tersenyum lalu masuk.
Luke tertegun, menatap ke tangga.
Senyum dokter itu membayangkan keramahan yang mengandung kesombongan. Selama percakapan tadi, Luke merasa dirinya sebagai orang yang telah benar-benar matang, sedang Dr. Thomas dianggapnya sebagai seorang anak muda yang masih remaja tapi cerdas.
Pada saat ini dia merasa keadaan itu telah terbalik. Senyum dokter itu adalah senyum seorang dewasa yang merasa senang melihat kepandaian seorang anak.
126
BAB SEMBILAN
BU PIERCE BERBICARA
Di toko kecil di High Street, Luke membeli sekaleng rokok dan sebuah majalah Good Cheer terbitan hari itu. Majalah itu adalah sebuah mingguan kecil, yang memberikan penghasilan yang cukup besar pada Lord Whitfield. Luke kemudian mengalihkan perhatiannya ke pertandingan sepak bola, lalu dengan mengerang menyatakan bahwa dia telah gagal memenangkan taruhan sejumlah seratus dua puluh pound. Mendengar itu, Bu Pierce langsung menyatakan simpatinya dan menceritakan bahwa suaminya pun telah mengalami kekecewaan serupa. Dengan demikian terjadilah hubungan persahabatan, dan Luke merasa tidak sulit untuk melanjutkan percakapan.
"Pak Pierce menaruh perhatian besar terhadap sepak bola," kata istri Pak Pierce. "Yang pertama-tama dicarinya dalam majalah atau surat kabar adalah berita sepak bola. Padahal sudah banyak dia mengalami kekecewaan, tapi yah, memang tak semua orang bisa menang, dan saya selalu mengatakan kita tak dapat melawan nasib."
Luke membenarkan pernyataan-pernyataan itu dengan sepenuh hati, dan setelah melalui suatu
127
peralihan, dengan mudah dia dapat melanjutkan kepada pernyataan yang tak dapat dibantah, yaitu bahwa kesulitan tak pernah datang secara tunggal.
"Oh, memang tidak, itu saya tahu benar " Bu Pierce mendesah. "Dan bila seorang wanita punya suami dan delapan orang anak enam hidup dan dua meninggal dia tentu tahu betul apa kesulitan itu."
"Saya rasa memang begitu pasti," kata Luke. "Putra Anda dua orang meninggal, kata Anda?"
"Seorang di antaranya belum sebulan yang lalu," kata Bu Pierce sedih.
"Aduh, menyedihkan sekali."
"Bukan hanya menyedihkan. Saya sampai shock benar-benar shock! Saya sungguh pusing, waktu orang menyampaikan berita itu pada saya. Saya tak pernah menyangka hal semacam itu akan terjadi atas diri Tommy. Bila seorang anak selalu menyusahkan, rasanya tak masuk akal dia diambil. Lain dengan anak saya Emma Jane, bayi kecil yang manis. 'Kau tidak akan bisa membesarkannya.' Begitulah kata orang. 'Anak itu terlalu baik untuk hidup.' Dan itu memang benar. Tuhan tahu siapa yang dikasihiNya."
Luke membenarkan pernyataan itu, lalu dari pokok pembicaraan mengenai Emma Jane yang masih suci itu, dia kembali membicarakan Tommy yang tidak begitu suci.
"Putra Anda itu meninggal belum lama ini?" tanyanya. "Apakah karena kecelakaan?"
128
"Memang suatu kecelakaan. Dia sedang membersihkan jendela Wych Hall, yang sekarang menjadi perpustakaan, lalu mungkin dia kehilangan keseimbangannya dan jatuh dari jendela yang teratas pula."
Bu Pierce pun lalu menceritakan secara panjang lebar dan terinci mengenai kecelakaan itu.
"Kalau tak salah ada cerita," kata Luke sambil lalu, "bahwa dia kelihatan menari-nari di ambang jendela."
Bu Pierce berkata bahwa anak laki-laki memang biasa begitu—tapi hal itu pasti sangat mengagetkan Pak Mayor, karena beliau memang orang yang cerewet.
"Mayor Horton?"
"Benar, pria dengan anjing-anjing buldog itu. Setelah kecelakaan itu terjadi, dia bercerita bahwa dia melihat Tommy bertindak tak berhati-hati dan tentulah dengan demikian, bila ada sesuatu yang mendadak yang mengejutkannya, tentulah dengan mudah dia jatuh. Kesulitannya ialah, Tommy ini terlalu nekat. Dia merupakan cobaan yang menyakitkan bagi saya dalam banyak hal," katanya akhirnya, "tapi yah seperti kata saya tadi, itu hanya kenekatannya tak lebih dari kenekatan seperti umumnya anak laki-laki. Tak ada yang benar-benar membahayakan dalam dirinya, sungguh."
"Tidak, tidak saya yakin, pasti tak ada yang membahayakan, tapi kadang-kadang, maklumlah orang, Bu Pierce orang-orang setengah umur
129
yang biasa mereka itu biasanya seolah-olah lupa bahwa mereka pun pernah muda."
Bu Pierce mendesah.
"Benar sekali kata-kata Anda itu. Saya harap saja, beberapa bapak yang saya kenal, tapi yang lebih baik tidak saya sebutkan namanya, akan ingat betapa mereka telah memperlakukan anak itu dengan buruknya hanya gara-gara kenakalannya saja.
"Dia suka mempermainkan majikan-majikannya, bukan?" kata Luke dengan senyum penuh pengertian.
Bu Pierce langsung menyahut.
"Itu semata-mata karena kegemarannya saja, bukan apa-apa. Si Tommy itu selalu pandai menirukan. Sampai-sampai sakit perut kami menertawakannya kalau dia sedang melucu menirukan gaya Mr. Ellsworthy pemilik toko antik itu atau Pak Tua Hobbs, penjaga gereja. Pada suatu hari dia menirukan Lord Whitfield di rumah besar itu, dan kedua orang pembantu tukang kebun tertawa dibuatnya. Tiba-tiba Lord Whitfield datang diam-diam dan Tommy dipecatnya pada saat itu juga. Tapi itu memang sudah pada tempatnya, memang begitulah seharusnya, dan Lord Whitfield tidak mendendam, beliau bahkan membantu Tommy mendapatkan pekerjaan baru."
"Tapi orang-orang lain tidak berjiwa sebesar itu, bukan?" kata Luke.
130
"Memang tidak. Tapi tak perlulah kita sebutkan nama mereka. Pak Abbot termasuk orang yang tidak mendendam. Sikapnya selalu menyenangkan dan selalu siap dengan kata-kata atau lelucon manis."
"Apakah Tommy juga mengalami kesulitan dengan dia?"
Bu Pierce berkata,
"Saya yakin anak itu tidak bermaksud jahat.... Lagi pula kalau surat-surat memang bersifat rahasia dan tak boleh dilihat orang lain, sebenarnya tak boleh dibiarkan berserakan di meja itu pendapat saya."
"Memang benar," kata Luke. "Surat-surat di kantor seorang pengacara seharusnya disimpan di dalam lemari besi."
"Itu benar. Begitulah pikir saya, dan Pak Pierce pun sependapat dengan saya. Agaknya si Tommy pun tak sempat banyak membacanya."
"Surat apa itu sebenarnya surat wasiatkah?" tanya Luke.
Pikirnya (mungkin juga pikirannya benar) suatu pertanyaan mengenai dokumen apa surat itu, barangkali akan membuat Bu Pierce terdiam. Namun pertanyaan yang langsung itu mendapat jawaban langsung pula.
"Oh, bukan, bukan surat semacam itu. Bukan sesuatu yang terlalu penting. Hanya surat pribadi dari seorang wanita dan Tommy bahkan tidak melihat nama wanita itu. Menurut
131
saya mereka hanya meributkan soal yang remeh saja."
"Pak Abbot tentunya seseorang yang mudah tersinggung," kata Luke.
"Ya, kelihatannya memang begitu, ya? Meskipun seperti kata saya tadi, dia orang yang mudah diajak bicara selalu ada saja lelucon atau kata-katanya yang menyenangkan. Tapi saya memang mendengar bahwa dia orang yang sulit dibantah. Dia dan Dokter Humbleby, umpamanya, boleh dikatakan dalam keadaan perang, tak lama sebelum dokter malang itu meninggal. Pikiran Pak Abbot tentu tak enak setelah itu, karena begitu ada seseorang yang meninggal, kita tak suka mengingat kata-kata kasar yang telah diucapkannya, karena tak ada lagi kesempatan untuk menariknya kembali."
Luke menggeleng dengan murung dan menggumam,
"Benar sekali benar sekali."
Katanya lagi,
"Itu suatu kebetulan, ya? Dia bertengkar dengan Dokter Humbleby, lalu Dokter Humbleby meninggal kenakalan putra Anda, Tommy dan anak itu meninggal! Saya rasa pengalaman ganda seperti itu, akan memaksa Pak Abbot untuk berhati-hati dengan kata-katanya di masa yang akan datang."
"Harry Carter, pemilik Seven Stars, begitu juga," kata Bu Pierce. "Antara mereka telah terjadi pertengkaran dengan kata-kata yang kasar, hanya
132
seminggu sebelum Carter tenggelam dan meninggal tapi orang tak dapat mempersalahkan Pak Abbot dalam hal ini. Kesalahan seluruhnya ada pada pihak Carter dia pergi ke rumah Pak Abbot dalam keadaan mabuk, lalu berteriak-teriak sekuat-kuatnya dengan menggunakan kata-kata yang kotor sekali. Kasihan Bu Carter, banyak sekali yang harus dideritanya. Harus diakui bahwa kematian Carter itu merupakan pembebasan yang menguntungkan bagi wanita itu."
"Carter meninggalkan seorang anak perempuan, bukan?"
"Ah," kata Bu Pierce. "Saya sih tak suka bergunjing."
Kata-kata itu tak disangka-sangka, tapi menjanjikan sesuatu. Luke memasang telinganya dan menunggu.
"Saya rasa hanya gunjingan orang saja. Lucy Carter itu seorang gadis yang punya kecantikan tersendiri, dan kalau saja tak ada perbedaan kedudukan, pasti tidak akan menjadi perhatian orang. Tapi tak dapat disangkal lagi bahwa hal itu telah menjadi bahan pembicaraan orang lebih-lebih setelah Carter datang ke rumahnya, sambil berteriak-teriak dan memaki-maki."
Luke mengumpulkan kesimpulan dari kata-kata yang agak semrawut itu.
"Agaknya Pak Abbot itu suka pada gadis cantik," katanya.
"Kaum pria memang begitu," kata Bu Pierce. "Mereka tidak punya maksud tertentu sekadar
133
sepatah dua patah kata waktu berpapasan, tapi begitulah kalau orang itu orang yang terkemuka. Perbuatan itu lalu menarik perhatian orang. Hal semacam itu memang wajar di tempat yang sesepi ini."
"Tempat ini baik sekali," kata Luke. "Masih bersih."
"Para seniman memang selalu berkata begitu, tapi saya sendiri merasa bahwa kami di sini agak "ketinggalan zaman. Lihat saja, boleh dikatakan tak ada bangunan-bangunan baru di tempat ini. Di Ashevale, umpamanya, banyak rumah-rumah baru, beberapa di antaranya beratap hijau dan jendelanya berkaca mozaik."
Luke agak menggigil.
"Kalian punya bangunan besar yang baru di sini," katanya.
"Kata orang bangunan itu bagus sekali," kata Bu Pierce, tanpa semangat. "Lord Whitfield memang telah berbuat banyak untuk tempat ini. Dia bermaksud baik, kami tahu itu."
"Tapi apakah Anda berpendapat bahwa usaha-usahanya kurang berhasil ?" kata Luke dengan agak geli.
"Yah, Lord Whitfield itu sebenarnya bukan orang yang terkemuka tidak seperti Miss Waynflete umpamanya, atau Nona Conway. Ayah Lord Whitfield itu pemilik toko sepatu, hanya beberapa pintu saja dari sini. Ibu saya masih ingat Gordon Ragg yang melayani di toko itu beliau ingat sekali. Anak laki-laki itulah yang kini menjadi
134
Lord Whitfield dan dia menjadi orang kaya tapi bagaimanapun juga tak bisa sama dengan orang yang dan semula memang terkemuka, bukan?" "Memang," kata Luke.
"Maafkan saya berkata begitu," kata Bu Pierce. "Lebih-lebih karena saya tahu bahwa Anda tinggal di rumah besar itu dan sedang menulis buku. Tapi saya tahu Anda sepupu Nona Bridget, itu berbeda sekali. Kami senang sekali dia akan menjadi nyonya pemilik Ashe Manor "
"Tentu," kata Luke. "Saya yakin Anda semua akan senang."
Dia cepat-cepat membayar harga rokok dan kertasnya.
Pikirnya,
"Urusan pribadi. Itu harus disingkirkan! Aku di sini untuk melacak suatu kejahatan. Apa peduliku dengan siapa perempuan sihir berambut hitam itu akan menikah? Dia sama sekali tak ada urusan dalam hal ini."
Dia melangkah perlahan-lahan di sepanjang jalan. Dengan susah payah ditekannya bayang-bayang Bridget ke bawah sadarnya.
"Nah, sekarang Abbot," katanya sendiri. "Tuduhan yang bisa dilemparkan terhadap Abbot. Aku telah mengaitkannya dengan tiga orang di antara para korban. Dia bertengkar dengan Humbleby, bertengkar dengan Carter, dan marah pada Tommy Pierce dan ketiga orang itu meninggal. Bagaimana dengan Amy Gibbs gadis itu? Surat pribadi apakah yang telah dilihat oleh
135
anak yang lancang itu? Tahukah dia dari siapa surat itu? Ataukah dia tak tahu? Mungkin dia tidak mengatakannya pada ibunya, tapi mungkin pula dikatakannya. Mungkin Abbot merasa perlu membungkam mulutnya. Mungkin saja! Hanya itulah yang bisa dikatakan! Mungkin saja! Dan itu tak cukup!"
Luke mempercepat langkahnya, sambil melihat ke sekelilingnya dengan rasa geram.
"Desa sialan ini membuat pusing kepalaku saja. Kelihatannya begitu penuh senyum dan damai tak berdosa dan sementara itu pembunuhan bersimarajalela di sini. Atau akukah yang gila? Ataukah Lavinia Pinkerton gila? Bagaimanapun juga, semuanya itu bisa saja merupakan suatu kebetulan ya, kematian Humbleby dan semuanya itu...."
Dia menoleh ke belakang, ke sepanjang High Street dan dia terserang perasaan semu yang kuat.
Katanya pada dirinya sendiri,
"Hal-hal yang begini tidak terjadi...."
Kemudian diangkatnya matanya, menatap Bukit Ashe Ridge yang bagaikan garis alis yang sedang berkerut dan perasaan semu itu pun langsung sirna. Ashe Ridge adalah sebuah bukit yang nyata di sana terjadi hal-hal yang aneh ilmu sihir dan kekejaman, dan penyakit haus darah serta upacara-upacara jahat yang sudah tak lazim lagi....
Dia terkejut. Dilihatnya dua sosok berjalan di sepanjang lereng bukit. Dengan mudah dia bisa
136
mengenali mereka—Bridget dan Mr. Ellsworthy. Pria muda itu sedang membuat gerakan-gerakan dengan tangannya yang aneh dan tak bagus itu. Kepalanya miring ke arah Bridget. Mereka kelihatan seperti dua sosok dalam mimpi. Terlihat mereka melompat dari batu ke batu seperti kucing, namun langkah kaki mereka tak terdengar. Dilihatnya rambut hitam Bridget yang berayun-ayun ditiup angin. Luke merasa tercekam oleh kekuatan daya tarik Bridget yang aneh itu.
"Aku tersihir, ya, aku tersihir," katanya pada dirinya sendiri.
Dia berhenti dan berdiri tegak dia merasakan suatu perasaan lumpuh yang aneh, menyebar ke seluruh tubuhnya.
Dengan perasaan murung dia menggumam,
"Siapa yang akan menghancurkan kekuatan sihir ini? Tak seorang pun."
137
BAB SEPULUH ROSE HUMBLEBY
Suatu suara lembut di belakangnya membuatnya berpaling. Seorang gadis berdiri di situ, seorang gadis dengan kecantikan yang menyolok. Rambutnya berwarna coklat dan mengombak di sekitar telinganya, matanya berwarna biru tua dan kelihatan agak malu-malu.
"Anda Tuan Fitzwilliam, bukan?" katanya.
"Ya. Saya"
"Saya Rose Humbleby. Bridget mengatakan bahwa bahwa Anda mengenal beberapa orang yang kenal dengan ayah saya."
Wajah Luke yang coklat karena sengatan matahari, sempat memerah.
"Itu sudah lama sekali," katanya agak lemah. "Mereka eh mengenal ayah Anda waktu beliau masih muda sebelum beliau menikah."
"Oh, begitu."
Rose Humbleby kelihatan agak kecewa. Tetapi dia berkata lagi,
"Anda sedang menulis buku, ya?"
"Ya, yang jelas saya sedang membuat catatan-catatan. Mengenai takhyul setempat dan semacamnya."
138
"Oh, itu. Kedengarannya menarik sekali." "Mungkin juga akan membosankan," kata Luke meyakinkan.
"Oh, tidak, saya yakin tidak akan."
Luke tersenyum padanya. Pikir Luke,
"Dokter Thomas beruntung sekali!"
"Ada orang," katanya, "yang bisa mengubah bahan yang paling menarik menjadi sangat membosankan. Saya rasa, saya salah seorang di antaranya."
"Ah, mengapa begitu?"
"Entahlah. Tapi saya makin yakin akan hal itu."
Rose Humbleby berkata,
"Mungkin Anda salah seorang yang bisa mengubah bahan yang paling membosankan menjadi sangat menarik!"
"Wah, itu pendapat yang sangat menyenangkan," kata Luke. "Terima kasih."
Rose Humbleby balas tersenyum. Lalu dia berkata,
"Percayakah Anda pada pada takhyul dan sebagainya itu?"
"Itu pertanyaan yang sulit. Soalnya tidak selalu begitu keadaannya. Artinya seseorang bisa saja menaruh perhatian pada apa yang tidak dipercayainya."
"Ya, saya rasa begitu," suara gadis itu terdengar ragu.
"Apakah Anda percaya takhyul?"
139
"Ti tidak saya rasa tidak. Tapi saya percaya bahwa peristiwa-peristiwa datang bergelombang."
"Bergelombang?"
"Dalam bentuk gelombang nasib buruk dan nasib baik. Maksud saya saya merasa seolah-olah akhir-akhir ini seluruh Wychwood berada dalam gelombang gelombang yang tak menguntungkan. Ayah meninggal dan Miss Pinkerton ditabrak, lalu anak laki-laki itu jatuh dari jendela. Saya saya mulai merasa tak suka pada tempat ini rasanya saya harus pergi dari sini!"
Napasnya jadi terengah. Luke memandangnya sambil merenung.
"Jadi Anda merasa begitu, ya?"
"Oh, saya tahu itu pikiran tolol. Saya rasa perasaan itu timbul karena Ayah meninggal begitu mendadak benar-benar mendadak sekali." Dia merinding. "Lalu Miss Pinkerton. Dia berkata"
Gadis itu diam sebentar.
"Apa katanya? Saya pikir dia itu seorang wanita tua yang menyenangkan sekali rasanya benar-benar seperti seorang bibi yang istimewa bagi saya."
"Oh, kenalkah Anda padanya?" Wajah Rose jadi berseri-seri. "Saya suka sekali padanya, dia sangat mengagung-agungkan Ayah. Tapi saya sering bertanya-tanya sendiri apakah dia itu bukan seorang 'peramal'."
"Mengapa?"
140
"Karena dia agaknya merasa takut bahwa sesuatu akan terjadi atas diri Ayah aneh memang. Boleh dikatakan dia telah memberi peringatan pada saya. Terutama mengenai kecelakaan-kecelakaan. Lalu pada hari itu tepat sehari sebelum dia berangkat ke kota tindak-tanduknya aneh sekali dia benar-benar gemetaran. Saya benar-benar berpikir, Tuan Fitzwilliam, bahwa dia adalah orang yang bisa melihat ke masa depan. Saya rasa dia sudah tahu bahwa sesuatu akan terjadi atas dirinya. Dan dia pasti sudah tahu pula bahwa akan terjadi sesuatu atas diri Ayah. Rasanya rasanya mengerikan sekali, hal-hal seperti itu!"
Gadis itu maju selangkah mendekatinya.
"Kadang-kadang orang memang bisa meramalkan masa depan," kata Luke. "Itu sebenarnya tidak bersifat gaib."
"Tidak, saya rasa itu benar-benar wajar saja hanya suatu pembawaan yang tak dimiliki oleh kebanyakan orang. Bagaimanapun juga, itu membuat saya kuatir"
"Tak usah kuatir," kata Luke dengan halus. "Ingat, semuanya itu sekarang sudah berlalu. Tak baik mengenang-ngenang masa lalu. Orang harus hidup untuk masa depan."
"Saya tahu. Tapi masih ada sesuatu lagi, Anda perlu tahu...." Rose bimbang. "Ada sesuatu yang berhubungan dengan saudara sepupu Anda."
"Sepupu saya? Bridget?"
141
"Ya. Entah mengapa, Miss Pinkerton mengua-tirkan keselamatannya. Dia selalu bertanya-tanya pada saya.... Saya rasa dia juga takut akan terjadi apa-apa atas diri Bridget."
Luke berbalik dengan mendadak, memandangi lereng bukit. Dia tiba-tiba dilanda rasa takut yang tak diketahui sebabnya. Bridget yang kini sedang berduaan saja dengan laki-laki yang daging tangannya tampak tak sehat dan berwarna kehijauan! Khayalan semua hanya khayalan! Ellsworthy hanyalah seorang penggemar seni yang tak punya maksud jahat, yang membuka toko barang antik hanya karena senang saja.
Seolah-olah tahu apa yang sedang dipikirkannya, Rose berkata,
"Apakah Anda suka pada Mr. Ellsworthy?"
"Sama sekali tidak."
"Geoffrey maksud saya Dokter Thomas juga tak suka padanya."
"Bagaimana dengan Anda sendiri?"
"Juga tidak menurut saya, dia mengerikan." Dia mendekat lagi. "Banyak cerita orang tentang dia. Kata orang dia suka mengikuti semacam upacara aneh di Witches' Meadow banyak temannya datang dari London mereka itu orang-orang yang bertampang aneh dan mengerikan. Dan Tommy Pierce adalah semacam putra altar di situ."
"Tommy Pierce?" tanya Luke dengan tajam.
"Ya. Dia memiliki baju padri dan sehelai jubah merah."
142
"Kapan itu?"
"Beberapa bulan yang lalu saya rasa dalam bulan Maret."
"Agaknya Tommy Pierce itu terlibat dalam segala sesuatu yang pernah terjadi di desa ini."
Rose berkata,
"Dia punya sifat selalu ingin tahu. Dia selalu ingin tahu apa yang sedang terjadi."
"Mungkin akhirnya dia lalu tahu agak terlalu banyak," kata Luke tak ramah.
Rose menerima kata-kata itu apa adanya.
"Dia itu anak yang menimbulkan rasa benci pada kita. Dia suka menyiksa binatang, memotong lebah, dan menggoda anjing, umpamanya."
"Anak yang kematiannya hampir tidak menimbulkan penyesalan orang lain!"
"Ya, saya rasa begitulah. Tapi ibunya kasihan sekali."
"Saya dengar wanita itu masih punya lima orang anak untuk menghiburnya. Wanita itu pandai bicara."
"Dia memang banyak bicara."
"Setelah membeli rokok dari dia, saya merasa sudah tahu sejarah lengkap dari setiap orang di tempat ini!"
Dengan murung Rose berkata,
"Itulah kenyataan terburuk dari suatu tempat seperti ini. Setiap orang tahu segala sesuatu tentang orang lain."
"Ah, tidak juga," kata Luke.
143
Rose melihat padanya dengan pandangan bertanya.
Dengan jelas Luke berkata,
"Tak seorang manusia pun mengetahui keadaan yang sebenar-benarnya mengenai orang lain."
Wajah Rose jadi murung. Mau tak mau dia jadi agak merinding.
"Memang tidak," katanya lambat-lambat. "Saya rasa itu memang benar."
"Bahkan tentang keluarga kita yang terdekat dan tercinta sekalipun tidak," kata Luke.
"Bahkan tidak tentang" Dia berhenti. "Ya, saya rasa Anda benar tapi saya harap Anda tidak mengatakan hal-hal yang mengerikan begitu, Tuan Fitzwilliam."
"Apakah hal itu membuat Anda merasa ngeri?"
Rose mengangguk lambat-lambat.
Lalu dia membalik dengan cepat.
"Saya harus pergi sekarang. Bila bila tak ada yang harus Anda kerjakan maksud saya, bila Anda sempat silakan datang ke rumah kami. Ibu akan akan senang bertemu dengan Anda, karena Anda mengenal teman-teman Ayah dahulu."
Dia berjalan menjauh. Kepalanya agak tertunduk seolah dibebani oleh sesuatu yang berat atau sesuatu yang membingungkannya.
Luke memandanginya saja dari belakang. Tiba-tiba dia dilanda rasa cemas. Timbul perasaan ingin melindungi gadis itu.
Dari apa? Sambil menanyakan pertanyaan itu, sesaat dia merasa jengkel terhadap dirinya sendiri.
144
Memang benar Rose Humbleby baru-baru ini kehilangan ayahnya, tapi dia masih punya ibu, dan dia bertunangan dengan seorang dokter muda yang sangat tampan, yang akan benar-benar mampu melindunginya. Lalu mengapa pula dia, Luke Fitzwilliam, harus terganggu oleh perasaan ingin melindunginya?
Lagi-lagi perasaan sentimentalku muncul kembali, pikir Luke. Naluri kejantanan untuk melindungi! Sikap yang berkembang dalam zaman Victoria, yang bertambah kuat dalam masa Edward, dan hingga kini masih memperlihatkan tanda-tanda bertahan, meskipun masa ini sudah dipengaruhi oleh arus kecepatan dan ketegangan, seperti dikatakan Lord Whitfield!
"Bagaimanapun juga," pikirnya sendiri, sementara dia berjalan terus ke arah Bukit Ashe Ridge yang menjulang, "aku suka pada gadis itu. Dia terlalu baik untuk Thomas setan dingin yang selalu merasa dirinya paling hebat itu."
Terbayang lagi olehnya senyum terakhir dokter itu di ambang pintunya. Senyum orang yang merasa puas terhadap dirinya sendiri! Puas sekali!
Suara langkah-langkah orang di depannya, membangunkan Luke dari renungannya yang agak menjengkelkan itu. Dia mendongak dan tampak olehnya Mr. Ellsworthy yang sedang menuruni jalan setapak lereng bukit itu. Matanya menekur ke tanah dan dia sedang tersenyum sendiri. Air mukanya membuat Luke merasa tak senang. Mr. Ellsworthy kelihatannya seperti tidak sedang
145
berjalan, melainkan melompat-lompat seperti seseorang yang sedang mengikuti irama suatu tarian yang sedang bermain dalam otaknya. Senyumnya merupakan kerut bibir yang aneh, penuh rahasia mengandung kelicikan yang sama sekali tak menyenangkan.
Luke berhenti, dan Mr. Ellsworthy sudah hampir sejajar dengan dia ketika orang itu akhirnya mengangkat mukanya. Matanya yang jahat dan seperti menari-nari itu, menatap mata orang yang ada di hadapannya. Beberapa menit kemudian barulah dia mengenali Luke. Kemudian terjadilah perubahan besar atas dirinya, begitulah menurut penglihatan Luke. Kalau semenit yang lalu dia memberikan kesan seperti jin jahat yang menari-nari, maka kini dia berubah menjadi laki-laki muda yang angkuh yang agak banci.
"Oh, Tuan Fitzwilliam, selamat pagi." "Selamat pagi," kata Luke. "Apakah Anda sedang mengagumi keindahan alam?"
Mr. Ellsworthy mengangkat tangannya yang panjang dan pucat, mengisyaratkan bahwa itu salah.
"Oh, tidak, tidak oh, sama sekali tidak. Saya membenci alam, yang tak ubahnya seperti anak perempuan yang kasar, yang sama sekali tak punya daya khayal. Saya selalu berpendapat bahwa orang tidak akan bisa menikmati hidup, sebelum dia menempatkan alam di tempatnya sendiri."
"Dan bagaimana Anda akan melakukannya?"
146
"Adabeberapajalan!"kataMr. Ellsworthy. "Di tempat seperti ini, suatu tempat kecil di pedesaan, ada beberapa hiburan yang menyenangkan sekali, bila saja orang tahu caranya punya hidung yang tajam. Saya menikmati hidup ini, Tuan Fitzwilliam."
"Saya juga," kata Luke.
"Mens sana in corpore sano" kata Mr. Ellsworthy, dengan nada bicara yang agak ironis. "Saya yakin Anda sangat membenarkan ungkapan itu."
"Ada hal-hal lain yang lebih buruk," kata Luke.
"Saudaraku yang baik! Otak yang waras itu bukan main membosankannya. Orang harus menjadi gila benar-benar gila mengganggu umum sedikit tak beres—maka barulah orang itu akan melihat kehidupan ini dari segi yang menawan."
"Seperti pandangan seorang penderita kusta yang juling," Luke memancing.
"Nah, bagus sekali bagus sekali lucu sekali! Tapi tahukah Anda, ada sesuatu di dalamnya. Suatu sudut pandangan yang menarik. Tapi saya tak boleh menahan langkah Anda. Anda pasti sedang berolahraga orang memang harus melakukan olahraga itu sudah merupakan kebiasaan umum!"
"Benar kata Anda," kata Luke, dan setelah mengangguk singkat dia melanjutkan perjalanannya.
147
Pikirnya,
"Aku jadi terlalu banyak mengkhayal. Orang itu hanya orang goblok, tak lebih dari itu."
Namun suatu rasa kuatir yang tak dapat dijelaskan, membawa kakinya berjalan lebih cepat. Senyuman aneh, licik, dan membayangkan kemenangan di wajah Mr. Ellsworthy tadi itu apakah itu sekadar khayalannya saja? Lalu kesan berikutnya, yaitu seolah-olah senyum itu sirna seketika pada saat orang itu melihat Luke yang datang ke arahnya bagaimana pula itu?
Dan dengan rasa kuatir yang makin menjadi-jadi, dia berpikir,
"Bridget? Tak apa apakah dia? Mereka tadi kemari bersama-sama dan laki-laki itu kembali seorang diri."
Dia terus mempercepat langkahnya. Tadi waktu dia bercakap-cakap dengan Rose Humbleby, matahari sedang naik. Kini matahari itu sudah mulai tergelincir. Langit kelabu dan tampak mengancam, dan kadang-kadang angin bertiup kencang. Rasanya dia telah meninggalkan kehidupan normal sehari-hari, dan memasuki dunia aneh yang penuh pesona. Kesadaran itu sebenarnya telah melanda dirinya sejak dia memasuki Wychwood.
Dia membelok di sebuah tikungan dan tiba di suatu dataran yang berumput hijau, yang pernah ditunjukkan padanya dari bawah. Dia tahu bahwa dataran itulah yang bernama Witches' Meadow Lembah Para Penyihir. Menurut cerita, sudah
148
merupakan kebiasaan setempat, para penganut sihir berpesta-pora di sini pada malam-malam tertentu yang disebut Malam Walpurgis dan Malam Hallowe'en.
Kemudian Luke menjadi lega. Dia melihat Bridget di situ. Dia sedang duduk di lereng bukit, bersandar pada sebuah batu besar. Duduknya membungkuk sambil memegang kepalanya.
Cepat-cepat Luke berjalan mendekatinya. Rumput-rumput di sekitarnya segar menghijau.
Katanya,
"Bridget?"
Lambat-lambat Bridget melepaskan tangannya dari wajahnya. Air mukanya membuat Luke merasa kuatir. Tampaknya dia seolah-olah baru kembali dari dunia yang jauh sekali, seolah-olah dia merasa sulit menyesuaikan diri pada dunia ini.
Luke berkata lagi dengan perasaan aneh,
"Bridget apakah kau tak apa-apa?"
Beberapa saat lamanya Bridget baru menyahut seolah-olah dia belum kembali benar dari dunia jauh yang menawannya. Luke merasa bahwa kata-katanya harus melalui perjalanan jauh sebelum bisa mencapai Bridget.
Kemudian Bridget berkata,
"Tentu saja aku tak apa-apa. Mengapa harus ada apa-apa?"
Suaranya terdengar tajam dan penuh kebencian. Luke tertawa.
"Mana aku tahu. Aku tiba-tiba saja kuatir memikirkan kau."
149
"Mengapa?"
"Kurasa karena aku sekarang sedang berada dalam suasana murung. Aku jadi menilai segala-galanya tidak sebagaimana mestinya. Bila aku tidak melihatmu satu atau dua jam saja, aku langsung saja menduga bahwa aku kelak akan menemukan mayatmu yang berlumuran darah di sebuah parit. Seperti dalam sandiwara atau buku cerita saja."
"Pahlawan-pahlawan wanita tak pernah mati terbunuh," kata Bridget.
"Memang, tapi"
Luke berhenti tepat pada waktunya. "Apa yang akan kaukatakan?" "Tak apa-apa."
Syukurlah dia berhenti pada waktunya. Kepada seorang wanita muda yang menarik, kita tentu tak bisa berkata, "Tapi kau bukan pahlawan wanita."
Bridget berkata lagi,
"Pahlawan-pahlawan itu digulingkan dari kedudukannya, mereka dipenjarakan, dibiarkan mati tercekik gas, atau dibenamkan hidup-hidup dalam penjara bawah tanah mereka selalu terancam bahaya, namun mereka tak akan mati."
"Juga tak pernah merana," kata Luke.
Lalu dia berkata lagi,
"Jadi ini yang bernama Witches' Meadow?" "Ya."
Luke memandangi Bridget. "Kau tinggal memerlukan sebuah tangkai sapu," katanya bercanda.
"Ya, Ellsworthy juga berkata begitu tadi."
150
"Aku baru saja berpapasan dengannya," kata Luke.
"Apakah kau berbicara dengan dia?" "Ya. Kurasa dia sengaja berusaha membuatku jengkel."
"Berhasilkah dia?"
"Caranya agak kekanak-kanakan." Luke berhenti sebentar, lalu tiba-tiba melanjutkan, "Dia orang aneh. Sesaat kita akan berpikir bahwa dia orang yang tak beres kemudian tiba-tiba kita akan tertanya-tanya apakah sebenarnya dia tidak lebih baik daripada yang kita duga?"
Bridget mendongak memandangi Luke. "Kau merasa begitu juga, ya?" "Jadi kau sependapat?" "Ya."
Luke menunggu. Bridget berkata,
"Ada sesuatu yang aneh pada dirinya. Tahukah kau, aku sering bertanya-tanya sendiri.... Semalam pun aku tak tidur, berpikir pikir. Tentang semua peristiwa ini. Kurasa, seandainya memang ada ada seorang pembunuh yang gentayangan di sini, aku seharusnya tahu siapa dia! Maksudku, karena aku tinggal di sini selama ini. Aku berpikir, dan aku berkesimpulan seandainya memang ada seorang pembunuh, maka dia pasti orang gila."
Luke teringat akan apa yang dikatakan Dr. Thomas, lalu bertanya,
151
"Menurutmu, apakah tak mungkin pembunuh itu sama warasnya dengan kita ini?"
"Bukan pembunuh seperti itu. Menurutku, pembunuh yang ini pasti gila. Dan patut kauketahui, aku langsung menuding Ellsworthy. Di antara semua orang di sini, dialah satu-satunya yang betul-betul aneh. Dia benar-benar aneh, itu tak dapat disangkal!"
Luke berkata dengan ragu-ragu,
"Banyak orang yang seperti dia, orang-orang yang punya kegemaran yang aneh-aneh, yang kelakuannya aneh tapi mereka tidak berbahaya."
"Ya. Tapi dia lebih daripada itu. Tangannya itu aneh dan jelek sekali."
"Kau melihatnya juga? Aneh, aku juga!"
"Tangannya bukan sekadar pucat tapi hijau."
"Tangan itu memberikan kesan seperti yang kukatakan tadi. Namun bagaimanapun juga, kita tak bisa menuding seseorang sebagai pembunuh, hanya karena warna daging tangannya."
"Memang benar. Yang kita perlukan adalah bukti."
"Bukti!" geram Luke. "Itulah satu-satunya yang tak ada pada kita. Orang itu berhati-hati sekali. Seorang pembunuh yang waspada! Seorang gila yang sangat hati-hati"
"Aku sudah mencoba membantu," kata Bridget.
"Maksudmu dengan Ellsworthy?" "Ya. Kupikir aku akan bisa menangani dia lebih baik daripada kau. Aku sudah mulai."
152
"Coba ceritakan."
"Yah, agaknya dia punya suatu kelompok sekumpulan kawan-kawan yang tak beres. Pada waktu-waktu tertentu mereka berkumpul dan datang ke sini merayakan sesuatu."
"Maksudmu kelompok gila-gilaan tak bernama?"
"Aku tak tahu apakah ada namanya atau tidak, tapi jelas gila-gilaan. Sebenarnya kedengarannya bodoh dan kekanak-kanakan."
"Kurasa mereka menyembah setan dan melakukan tari-tarian cabul."
"Semacam itulah. Agaknya mereka amat menyukainya."
"Aku bisa menambahkan sesuatu," kata Luke. "Tommy Pierce mengambil bagian dalam salah satu upacara mereka. Dia menjadi putra altar. Dia bahkan punya jubah merah."
"Jadi dia tahu tentang upacara itu?"
"Ya. Dan itu mungkin bisa menjelaskan kematiannya."
"Maksudmu karena dia telah berbicara tentang itu?"
"Ya atau mungkin juga diam-diam dia telah mencoba melakukan semacam pemerasan." Sambil merenung Bridget berkata, "Aku tahu bahwa semuanya ini seperti suatu khayalan saja tapi bila diterapkan pada Ellsworthy, kelihatannya jadi yah... masuk akal juga."
153
"Memang, aku setuju hal itu bahkan jadi amat masuk akal dan tidak lagi kelihatan menggelikan."
"Kita sudah mendapatkan sesuatu yang ada hubungannya dengan dua korban," kata Bridget. "Tommy Pierce dan Amy Gibbs."
"Bagaimana dengan pemilik rumah minum dan Humbleby?"
"Pada saat ini belum ada bayangan bagaimana hubungan mereka."
"Pemilik rumah minum itu memang tidak. Tapi aku bisa membayangkan motif penyingkiran atas diri Humbleby. Dia seorang dokter, dan mungkin secara kebetulan dia menemukan keadaan Ellsworthy yang tak waras."
"Ya, itu mungkin."
Lalu Bridget tertawa.
"Aku telah menjalankan peranku dengan baik sekali tadi pagi. Agaknya kemungkinan-kemungkinan kejiwaanku menguntungkan, dan waktu kuceritakan bahwa salah seorang nenek moyangku hampir saja mati terbakar gara-gara ilmu sihir, nilai diriku jadi meningkat tinggi. Aku rasanya yakin bahwa aku akan diundang untuk menghadiri pesta itu pada pertemuan yang akan datang, yakni Pesta Para Setan."
Kata Luke,
"Bridget, demi Tuhan, berhati-hatilah." Bridget memandangnya dengan heran. Luke bangkit.
"Tadi aku bertemu dengan anak perempuan Humbleby. Kami bercakap-cakap tentang Miss
154
Pinkerton. Dan putri Humbleby itu berkata bahwa Miss Pinkerton merasa kuatir atas keselamatanmu."
Bridget, yang sedang bersiap-siap akan berdiri, terhenti seolah-olah membeku, tak bisa bergerak.
"Apa artinya itu? Miss Pinkerton—kuatir atas keselamatanya ?"
"Begitulah kata Rose Humbleby." "Rose Humbleby berkata begitu?" "Ya."
"Apa lagi katanya?" "Ya, hanya itu." "Yakinkah kau?" "Yakin sekali."
Keduanya diam, lalu Bridget berkata, "Aku mengerti."
"Miss Pinkerton menguatirkan keselamatan Humbleby dan dokter itu meninggal. Sekarang kudengar wanita itu kuatir atas keselamatanya"
Bridget tertawa. Dia bangkit, lalu menggelengkan kepalanya hingga rambutnya yang hitam dan panjang beterbangan di sekeliling kepalanya.
"Jangan kuatir," katanya. "Setan melindungi sesamanya."
155
BAB SEBELAS
KEHIDUPAN RUMAH TANGGA MAYOR HORTON
Luke bersandar di kursinya di seberang meja manajer bank.
"Yah, agaknya sudah memuaskan," katanya. "Saya rasa saya telah menyita waktu Anda terlalu banyak."
Pak Jones menggoyang-goyangkan tangannya sebagai bantahan. Wajahnya yang kecil montok dan beralis hitam membayangkan rasa senang.
"Sama sekali tidak, Tuan Fitzwilliam. Tempat ini sepi. Kami selalu gembira bila ada orang asing."
"Tempat ini merupakan bagian dunia yang mempesona," kata Luke. "Penuh dengan takhyul."
Pak Jones mendesah dan berkata bahwa orang memerlukan banyak waktu untuk memberikan pendidikan guna menghapuskan takhyul itu. Luke menyatakan bahwa dalam zaman ini pendidikan dinilai terlalu tinggi, dan Pak Jones tampak agak terkejut oleh pernyataan itu.
"Lord Whitfield," katanya, "adalah seorang penderma yang baik sekali bagi daerah ini. Dia
156
menyadari kekurangan-kekurangan daerah ini, karena dia sendiri sebagai anak harus menelaff kekurangan itu, dan dia lalu bertekad agar remaja masa kini bisa dipersiapkan dengan lebih baik."
"Kekurangan-kekurangan masa mudanya tidak menjadi penghalang baginya untuk memperkaya diri," kata Luke.
"Tidak, dia pasti memiliki kemampuan kemampuan yang besar."
"Atau nasib baik," kata Luke.
Pak Jones kelihatan agak terkejut.
"Nasib baik itu besar sekali artinya," kata Luke. "Seorang pembunuh, umpamanya. Mengapa seorang pembunuh yang berhasil, bisa lolos? Apakah itu suatu kemampuan? Atau semata-mata nasib baik?"
Pak Jones mengakui bahwa itu mungkin nasib baik.
Luke berkata lagi,
"Kita lihat saja Carter, pemilik salah satu rumah minum di sini. Laki-laki itu mungkin mabuk enam kali dalam seminggu namun, pada suatu malam dia ke luar, tergelincir dari titian lalu tercebur ke sungai. Lagi-lagi nasib."
"Itu merupakan nasib baik bagi beberapa orang," kata manajer bank itu.
"Maksud Anda?"
"Bagi istri dan putrinya."
"Oh, ya, tentu,"
Seorang karyawan mengetuk pintu lalu masuk sambil membawa surat-surat. Luke memberikan
157
dua buah contoh tanda tangan, kemudian dia diberi sebuah buku cek. Dia bangkit.
"Nah, saya senang urusan kita sudah beres. Apakah Anda beruntung memenangkan taruhan pacuan kuda Derby tahun ini?"
Sambil tersenyum Pak Jones berkata bahwa dia tak pernah ikut taruhan. Ditambahkannya bahwa Bu Jones punya pandangan keras terhadap pacuan kuda.
"Jadi saya rasa Anda tak pernah pergi ke Derby?" "Tidak."
"Adakah orang sini yang sering pergi ke Derby?"
"Mayor Horton pergi. Dia suka sekali nonton pacuan kuda. Dan Pak Abbot biasa menutup kantornya. Tapi dia tak ikut taruhan siapa pemenangnya."
"Saya rasa tak banyak orang yang ikut," kata Luke. Dan setelah saling mengucapkan selamat berpisah, Luke pergi.
Sampai di luar ia menyalakan rokok. Terpisah dari teori mengenai orang-orang yang dicurigai. Manajer bank itu tidak memperlihatkan reaksi menarik terhadap pertanyaan-pertanyaan Luke yang merupakan jebakan. Rasanya tak mungkin membayangkan dia sebagai pembunuh. Apalagi, dia tetap berada di tempat pada Hari Pacuan Kuda di Derby. Tanpa sengaja, kunjungan Luke tadi itu tak percuma. Dia telah mendapat dua informasi kecil. Baik Mayor Horton maupun Pak Abbot,
158
pengacara itu, tidak berada di Wychwood pada Hari Pacuan Kuda Derby itu. Oleh karenanya, salah seorang di antaranya, mungkin berada di London waktu Miss Pinkerton ditabrak mobil.
Meskipun kini Luke tidak mencurigai Dr. Thomas, dia akan merasa lebih puas bila dia mendapatkan informasi bahwa dokter itu berada di Wychwood, sibuk menjalankan tugasnya pada hari itu. Dicatatnya dalam ingatannya akan mencari kebenaran tentang hal itu.
Kemudian ada pula Ellsworthy. Apakah Ellsworthy berada di Wychwood pada Hari Pacuan Kuda Derby itu? Bila ada, maka akibatnya, dugaan bahwa dia adalah pembunuhnya, akan melemah. Meskipun, pikir Luke, mungkin saja kematian Miss Pinkerton itu tak lain hanyalah suatu kecelakaan biasa, sebagaimana anggapan umum.
Tapi dia menolak teori itu. Kematian wanita itu terlalu kebetulan.
Luke masuk ke mobilnya, yang diparkir di tepi jalan, lalu pergi ke Bengkel Pipwell, di ujung High Street.
Ada beberapa soal kecil mengenai mobil itu yang ingin dibicarakannya. Seorang montir muda yang tampan dan wajahnya berbintik-bintik hitam, mendengarkan dengan penuh perhatian. Kedua pria itu membuka tutup mesin mobil, lalu asyik membahas soal-soal teknis.
Lalu terdengar suara memanggil,
"Jim, coba kemari sebentar."
159
Montir yang wajahnya berbintik-bintik hitam itu mematuhi panggilan itu.
Jim Harvey. Ya, benar. Jim Harvey, pacar Amy Gibbs. Sebentar kemudian anak muda itu kembali. Dan setelah minta maaf, percakapan teknis tadi mereka lanjutkan. Luke setuju mobilnya ditinggalkan di situ.
Pada saat dia akan pergi, dia bertanya sambil lalu,
"Bernasib baik pada taruhan Derby tahun ini?" "Tidak, Tuan. Saya menjagoi Clarigold." "Mungkin tak banyak yang menjagoi Jujube II, ya?"
"Memang tidak, Tuan. Saya rasa, tak ada satu pun surat kabar yang mengisyaratkan kuda itu sebagai calon juara."
Luke menggeleng.
"Pacuan kuda memang sesuatu yang tak pasti. Pernah nonton pacuan kuda di Derby?"
"Belum pernah, Tuan. Ingin sekali, sih. Saya minta izin sehari pada hari pacuan tahun ini. Ada penjualan tiket murah pulang-balik ke Epsom, tapi bos tak mengizinkan. Soalnya, kami kekurangan tenaga, dan hari itu banyak sekali pekerjaan."
Luke mengangguk, lalu pamit.
Maka tercoretlah Jim Harvey dari daftarnya. Anak muda yang berwajah menyenangkan itu, tak mungkin seorang pembunuh gelap, dan bukan pula dia yang menabrak Lavinia Pinkerton.
Dia pulang dengan berjalan santai sepanjang tepi sungai. Dan sebagaimana pengalamannya terdahu-
160
lu, di situ dia bertemu lagi dengan Mayor Horton dan anjing-anjingnya. Mayor itu masih seperti waktu itu, berteriak-teriak seperti orang kemasukan. "Augustus Nelly NELLY, kataku! Nero—Nero NERO!"
Sekali lagi matanya yang tersembul ke luar itu memelototi Luke. Tetapi kali ini disusul oleh sesuatu yang lain. Mayor Horton berkata,
"Maaf, Anda Tuan Fitzwilliam, bukan?"
"Benar."
"Saya Horton—Mayor Horton. Saya rasa, saya akan bertemu dengan Anda besok di Manor. Akan diadakan pertandingan tenis persahabatan. Nona Conway telah berbaik hati mengundang saya. Dia saudara sepupu Anda, bukan?"
"Ya"
"Sudah saya duga. Di tempat seperti ini, wajah baru cepat kelihatan."
Pada saat itu terjadi suatu peristiwa. Ketiga ekor bulldog itu mengejar seekor anjing kecil yang tak berarti.
"Augustus Nero. Mari sini kembali kataku."
Setelah Augustus dan Nero akhirnya dengan enggan mematuhi perintah itu, Mayor Horton melanjutkan percakapannya. Luke menepuk-nepuk Nelly, yang menengadah memandanginya dengan sayu.
"Bagus anjing itu, ya?" kata Mayor. "Saya suka bulldog. Saya selalu memelihara jenis itu. Saya lebih suka bulldog daripada jenis-jenis yang lain.
161
Rumah saya tak jauh dari sini, mari mampir dan minum-minum."
Luke menerima undangan itu dan kedua pria itu pun berjalan bersama, sementara Mayor Horton terus saja membicarakan soal anjing dan kekurangan-kekurangan semua jenis yang lain dibanding dengan jenis yang paling disukainya itu.
Luke mendengar tentang hadiah-hadiah yang telah dimenangkan Nelly, mengenai perilaku yang tak terpuji dari salah seorang juri karena hanya menghadiahkan predikat Sangat Terpuji pada Augustus, juga mengenai kemenangan-kemenangan Nero di arena pertunjukan.
Mereka pun membelok memasuki pintu pagar rumah Mayor. Dibukanya pintu depan yang tak terkunci, dan kedua pria itu pun masuk. Mayor Horton mendahului Luke masuk ke sebuah kamar kecil yang agak berbau anjing. Dinding kamar itu dipenuhi rak-rak buku. Mayor Horton sibuk menyiapkan minuman, sedang Luke melihat-lihat ke sekelilingnya. Ada foto-foto anjing, beberapa nomor majalah Field and Country Life, dan beberapa buah kursi yang sudah tua. Pada rak-rak buku tersusun piala-piala perak. Pada dinding di atas perapian, tergantung sebuah lukisan cat minyak.
"Itu istri saya," kata Mayor, yang kebetulan mendongak dari meja minuman dan melihat arah pandangan Luke. "Dia wanita yang hebat. Wajahnya membayangkan pribadi yang kuat, bukan?"
162
"Ya, benar," kata Luke, sambil memandangi almarhumah Bu Horton.
Wanita dalam lukisan itu mengenakan baju satin berwarna merah muda dan memegang seikat bunga lili. Rambutnya yang berwarna coklat dibelah di tengah dan bibirnya terkatup rapat. Matanya yang berwarna abu-abu bersinar dingin, dan memandangi orang yang melihatnya dengan gusar.
"Seorang wanita yang hebat," kata Mayor, sambil memberikan segelas minuman kepada Luke. "Dia meninggal lebih setahun yang lalu. Dan sejak itu saya pun berubah."
"Berubah?" kata Luke, agak kebingungan karena tak tahu apa yang harus dikatakannya.
"Silakan duduk," kata Mayor, sambil menunjuk ke sebuah kursi dari kulit.
Dia sendiri duduk di kursi yang sebuah lagi, dan sambil menghirup wiski dan soda, dia melanjutkan,
"Memang, sejak itu saya berubah."
"Pasti Anda merasa sangat kehilangan dia," kata Luke serba salah.
Mayor Horton menggeleng sedih.
"Laki-laki membutuhkan seorang istri untuk bisa bertahan," katanya. "Kalau tidak, dia jadi lamban ya, lamban. Dia jadi lemah."
"Tapi bukankah"
"Anak muda, saya tahu betul apa yang saya katakan. Ingat, saya tidak mengatakan bahwa pada tahap pertama perkawinan itu tidak berat. Sungguh berat. Setiap laki-laki akan berkata pada
163
dirinya sendiri, sialan, aku tak punya kebebasan lagi! Tapi dia akan terbiasa. Itu akan merupakan disiplin."
Luke menduga bahwa kehidupan perkawinan Mayor Horton tentu lebih mirip suatu latihan militer daripada suatu kehidupan rumah tangga yang romantis.
"Kaum wanita," kata Mayor seolah-olah pada dirinya sendiri, "semua aneh. Kadang-kadang seolah-olah tak ada satu pun yang bisa menyenangkan hatinya. Tapi bagaimanapun juga, mereka itu membuat laki-laki bisa bertahan."
Luke merasa lebih baik berdiam diri.
"Anda sudah menikah?" tanya Mayor.
"Belum."
"Oh, ya, Anda akan mengalaminya. Dan ingatlah, Anda muda, perkawinan itu luar biasa."
"Sungguh membesarkan hati," kata Luke, "bila mendengar orang berbicara yang baik-baik tentang perkawinan. Terutama di zaman sekarang, di mana perceraian begitu mudah terjadi."
"Bah!" kata Mayor. "Anak-anak muda membuatku muak. Mereka tak punya ketabahan tak punya daya tahan. Mereka tak bisa tahan apa-apa. Tak punya daya juang
Ingin benar Luke bertanya mengapa daya juang itu begitu penting, namun dia menahan diri.
"Ingat," kata Mayor, "Lydia itu wanita satu dalam seribu! Semua orang di sini menghormatinya dan menghargainya."
"Begitukah?"
164
"Dia tak mau menerima omong kosong begitu saja. Dia cukup menatap seseorang lekat-lekat, dan orang itu pun menjadi lemah benar-benar menjadi lemah. Beberapa gadis setengah matang yang menyebut dirinya pembantu rumah tangga zaman sekarang itu—mereka menyangka kita mau saja memaafkan kelancangan mereka. Lydia langsung menunjukkan kesalahan mereka! Tahukah Anda, dalam setahun kami ganti-ganti lima belas juru masak dan pembantu rumah tangga. Lima belas
Luke menganggap bahwa hal itu tidaklah merupakan suatu pujian atas kepemimpinan Bu Horton dalam urusan rumah tangga. Tetapi karena bagi tuan rumah, rupanya kesannya lain, dia hanya menggumamkan sesuatu secara tak jelas.
"Mereka langsung dipecat begitu saja oleh istri saya, bila tak cocok."
"Apakah selalu begitu keadaannya?" tanya Luke.
"Yah, tentu banyak juga di antaranya yang lari dari kami. Itu bahkan lebih baik begitu kata Lydia!"
"Suatu semangat yang baik," kata Luke, "tapi tidakkah keadaan kadang-kadang menjadi sulit?"
"Ah! Saya tak pernah enggan memberikan jasa dan mengulurkan tangan saya untuk membantu," kata Horton. "Saya cukup pandai memasak dan saya pandai menyalakan api. Saya tak suka mencuci piring, tapi, yah, itu harus dikerjakan
165
juga kita tak bisa mengelak dari pekerjaan semacam itu."
Luke membenarkan bahwa itu memang tak bisa. Ditanyakannya apakah Bu Horton pandai dalam pekerjaan rumah tangga.
"Saya bukan laki-laki yang suka menyuruh istri melayaninya," kata Mayor Horton. "Lagi pula, Lydia terlalu halus untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga."
"Oh, jadi beliau kurang sehat kalau begitu?"
Mayor Horton menggeleng.
"Dia punya semangat yang hebat. Dia tak mau menyerah. Tapi dia harus menderita! Dia tidak mendapat simpati dari para dokter. Dokter-dokter adalah orang-orang yang jahat dan kejam. Mereka hanya memahami penyakit fisik semata-mata. Segala sesuatu yang lain dari biasa, tak terjangkau oleh otak mereka. Humbleby itu contohnya. Semua orang menganggap dia dokter yang hebat."
"Anda tak sependapat, rupanya."
"Orang itu tak tahu apa-apa sama sekali. Dia tak tahu apa-apa mengenai penemuan-penemuan modern. Saya ragu apakah dia pernah mendengar tentang penyakit gangguan saraf! Saya rasa dia memang mengerti tentang penyakit-penyakit campak, gondok, dan tulang-tulang patah—tapi tak lebih dari itu. Akhirnya saya harus bertengkar dengan dia. Dia sama sekali tak mengerti penyakit Lydia. Saya katakan hal itu terus-terang padanya, dan dia tak senang. Dia merasa dihina dan langsung marah-marah. Disuruhnya saya mencari dokter
166
lain yang lebih saya sukai. Setelah itu kami memakai Thomas."
"Apakah Anda lebih suka padanya?"
"Dia memang jauh lebih pintar. Bila ada orang yang berhasil menyembuhkan istri saya dari penyakitnya yang terakhir, Thomas lah orangnya. Sebenarnya dia memang sudah mulai membaik, tapi tiba-tiba dia kumat lagi."
"Apakah dia amat tersiksa?"
"Ya, lambungnya sakit. Serangan mendadak muntah-muntah dan sebagainya. Berat benar penderitaan istriku itu! Dia benar-benar seorang martir. Padahal ada beberapa orang juru rawat rumah sakit di rumah ini yang bukan main kalutnya! 'Pasien begini.' dan 'Pasien begitu.' " Mayor itu menggeleng lalu menghabiskan minumannya. "Saya tak suka pada juru rawat rumah sakit! Mereka merasa diri mereka paling pintar. Lydia berkeras mengatakan bahwa mereka telah mera-cuninya. Itu tentu tak benar—yah, khayalan orang sakit banyak orang yang menderita jadi begitu, kata Thomas tapi di balik semuanya itu ada juga benarnya juru rawat itu tak suka padanya. Itulah keburukan kaum wanita yang paling besar— mereka selalu membenci kaumnya sendiri."
"Saya rasa," kata Luke. Dia merasa bahwa apa yang akan dikatakannya itu keliru tapi dia tak tahu apa yang lebih baik yang bisa dikatakan, karenanya dia melanjutkan, "Bu Horton pasti punya banvak sahabat yang menyayanginya di Wychwood ini?"
167
"Orang-orang memang baik," kata Mayor dengan agak jengkel. "Whitfield mengirimkan buah anggur dan pir dari kebunnya. Dan perawan-perawan tua yang ceriwis itu biasa juga datang dan menungguinya. Maksud saya, Honoria Waynflete dan Lavinia Pinkerton."
"Miss Pinkerton sering datang?"
Ya—tapi perawan tua itu orangnya baik! Dia sangat kuatir memikirkan keadaan Lydia. Dia menanyakan tentang pantangan-pantangan dan obat-obatnya. Semuanya dengan maksud baik, tapi menurut saya terlalu banyak cingcong"
Luke mengangguk dengan penuh pengertian.
"Saya tak tahan ribut-ribut," kata Mayor. "Terlalu banyak wanita di tempat ini, hingga sulit untuk main golf dengan baik."
"Bagaimana dengan orang muda pemilik toko antik itu?" tanya Luke.
Mayor mendengus.
"Dia tak pandai main golf. Dia banci."
"Sudah lamakah dia di sini?"
"Kira-kira dua tahun. Dia orang yang tak beres. Saya benci pada laki-laki berambut panjang yang merasa puas diri itu. Lucunya, Lydia suka padanya. Kita tak bisa mempercayai penilaian wanita tentang pria. Mereka bisa bersahabat dengan laki-laki yang bukan main jahatnya. Istri saya bahkan bersikeras untuk meminum obat dari laki-laki itu, padahal jelas-jelas merupakan obat dukun. Obat itu ditempatkan di dalam sebuah botol kaca berwarna ungu,  yang seluruhnya
168
dipenuhi dengan tanda-tanda rasi bintang! Kata nya itu merupakan ramuan tumbuh-tumbuhan tertentu yang dipetik pada saat bulan purnama. Gila! Tapi kaum wanita mau saja menelan yang begituan dia benar-benar menelannya ha, ha!"
Luke merasa bahwa dia harus cepat-cepat mengubah bahan pembicaraan dengan bijak, jangan sampai Mayor Horton merasakannya.
Katanya,
"Laki-laki bagaimanakah Pak Abbot, pengacara di tempat ini? Apakah dia benar-benar menegakkan hukum? Soalnya, saya harus mendapat suatu nasihat hukum mengenai suatu persoalan dan saya pikir saya harus mendatanginya."
"Kata orang dia berotak tajam," sahut Mayor Horton. "Saya tak tahu. Terus terang, saya pernah bertengkar dengan dia. Saya tak pernah bertemu lagi dengan dia, sejak dia datang kemari untuk membuatkan surat wasiat untuk Lvdia, tak lama sebelum dia meninggal. Menurut saya, laki-laki itu jahat sekali. Tapi tentulah," tambahnya, "hal itu tidak mempengaruhi kemampuannya sebagai seorang pengacara."
"Tentu tidak," kata Luke. "Tapi saya dengar dia orang yang suka bertengkar. Saya dengar dia tidak berbaikan dengan banyak orang."
"Kekurangannya adalah, dia mudah sekali marah," kata Mayor Horton. "Agaknya dia merasa dirinya sebagai Tuhan Yang Mahakuasa, dan bahwa siapa saja yang tak sependapat dengan dia, telah melakukan dosa besar. Adakah Anda
169
mendengar tentang pertengkarannya dengan Humbleby?"
"Mereka bertengkar juga rupanya?"
"Pertengkaran yang hebat sekali. Tapi itu tidak mengherankan saya. Soalnya Humbleby orangnya kepala batu! Jadi begitulah kesudahannya."
"Kematiannya menyedihkan sekali."
"Kematian Humbleby? Ya, saya rasa begitu. Kurang perawatan. Keracunan darah adalah sesuatu yang sangat berbahaya. Kita harus selalu membubuhkan yodium pada luka saya selalu melakukannya! Itu pencegahan yang sederhana. Humbleby tidak melakukannya, padahal dia dokter. Nah, begitulah akibatnya."
Luke tak begitu yakin akibat apa itu, tapi hal itu didiamkannya sajax Sambil melihat ke arlojinya dia bangkit.
Mayor Horton berkata,
"Sudah hampir waktunya untuk makan siang. Memang sudah. Saya senang sempat mengobrol dengan Anda. Saya puas bertemu dengan seseorang yang sudah pernah melihat bagian lain dari dunia. Kita harus ngobrol-ngobrol lagi lain kali. Di mana tempat Anda bertugas? Selat Mayang? Saya belum pernah ke sana. Saya dengar Anda menulis buku, ya? Tentang takhyul dan sejenisnya."
"Ya saya"
Tetapi Mayor Horton bicara terus.
"Saya bisa menceritakan beberapa hal yang sangat menarik. Waktu saya berada di India, anak laki-laki saya"
170
Luke berhasil meloloskan dirinya kira-kira sepuluh menit kemudian, setelah harus mendengarkan kisah biasa tentang kaum kafir dan sebagainya, sulap dengan tali dan mangga, yang begitu disukai oleh orang-orang Inggris yang sudah pensiun, yang pernah bertugas di India.
Sambil melangkah ke luar, ke udara terbuka, dan mendengar suara Mayor yang meneriaki Nero di belakangnya, dia merasa heran akan keajaiban hidup perkawinan. Agaknya Mayor Horton dengan tulus menyesali kematian istrinya, yang menurut cerita banyak orang, begitu pula ceritanya sendiri, bisa disamakan dengan harimau pemakan manusia.
Atau apakah itu tanya Luke tiba-tiba pada dirinya sendiri apakah itu sekadar tipuan yang amat licik?
171
BAB DUA BELAS PERTENGKARAN
Untunglah cuaca bagus pada petang hari pertandingan persahabatan tenis itu. Lord Whitfield bersikap ramah-tamah, dan bertindak sebagai tuan rumah yang baik, para tamu juga merasa senang. Berulang kali dia menceritakan asal-usulnya yang sangat sederhana. Ada delapan orang pemain. Lord Whitfield, Bridget, Luke, Rose Humbleby, Pak Abbot, Dr. Thomas, Mayor Horton, dan Hetty Jones, seorang gadis, putri manajer bank. Gadis itu suka tertawa cekikikan.
Pada set kedua petang itu, Luke berpasangan dengan Bridget, melawan Lord Whitfield dan Rose Humbleby. Rose seorang pemain yang baik dengan forehand yang kuat. Dia biasa main dalam pertandingan-pertandingan daerah. Dia mengimbangi kelemahan-kelemahan Lord Whitfield, dan Bridget serta Luke yang sama-sama tidak merupakan pemain yang kuat, merupakan lawan main yang seimbang. Ada tiga game semuanya, dan kemudian Luke tiba-tiba bermain bagus sekali, hingga dia dan Bridget melaju mencapai angka lima lawan tiga.
172
Pada saat itulah dia melihat Lord Whitfield mulai merasa tak senang. Dia protes tentang bola yang jatuh di garis, menyatakan bahwa serve lawan salah, meskipun Rose menyatakan tidak dan dia jadi seperti kanak-kanak yang sedang uring-uringan. Waktu itu sudah set point, tetapi bola Bridget nyangkut di net, dan segera setelah itu dia harus serve. Dia membuat dua kali kesalahan. Kedudukan menjadi sama kuat. Berikutnya bola dikembalikan ke garis tengah, dan waktu Lord Whitfield akan menyambutnya, dia bertabrakan dengan patnernya. Lalu Bridget serve lagi, tapi salah lagi, dan berakhirlah permainan itu dengan kekalahan pasangan Bridget Luke.
Bridget minta maaf. "Sorry, aku salah terus."
Hal itu memang benar. Pukulan-pukulan Bridget memang selalu salah, dan kelihatannya dia tak bisa main dengan benar. Permainan itu berakhir dengan kemenangan Lord Whitfield dan patnernya, dengan perbandingan angka, delapan— enam.
Mereka kemudian membicarakan susunan permainan berikutnya. Akhirnya diputuskan Rose main lagi dengan Pak Abbot sebagai patner, melawan Dr. Thomas dan Nona Jones.
Lord Whitfield duduk sambil menyeka dahinya dan tersenyum puas, rasa senangnya agaknya sudah pulih kembali. Dia mulai bercakap-cakap dengan Mayor Horton mengenai serangkaian tulisan sehubungan dengan "Kebugaran Orang
173
Inggris," yang mulai dimuat dalam salah satu surat kabarnya.
Luke berkata pada Bridget,
"Tolong antar aku ke kebun savur kalian."
"Mengapa ke kebun sayur?"
"Aku ingin kol."
"Apakah kacang polong tidak lebih baik?" "Kacang polong juga boleh."
Mereka pergi meninggalkan lapangan tenis dan tiba di kebun sayur yang berdinding tembok. Tak ada seorang tukang kebun pun di situ pada petang hari Sabtu, dan kebun itu tampak aman dan damai di bawah sinar matahari.
"Ini kacang polongmu," kata Bridget.
Luke tidak memperhatikan tempat yang mereka kunjungi itu. Dia malah berkata,
"Mengapa kau menangkan mereka dalam pertandingan tadi?"
Sesaat alis Bridget terangkat.
"Maafkan aku. Aku kacau. Permainanku memang jelek."
"Tidak seburuk itu! Kesalahan-kesalahan ganda yang kaubuat itu, tak dapat menipu anak kecil sekalipun! Lalu pukulan-pukulanmu yang semba-rangan—masing-masing sampai setengah mil keluarnya!"
Dengan tenang Bridget berkata,
"Karena aku pemain tenis yang brengsek. Bila aku sedikit lebih pandai, mungkin akan lebih baik keadaannya! Tapi nyatanya bila kucoba untuk
174
membuat bola keluar sedikit saja, jatuhnya selalu pada garis, lalu semuanya harus diperbaiki."
"Oh, jadi kau mengakuinya?"
"Karena sudah jelas, Tuan Pengamat yang baik."
"Apa alasanmu?"
"Juga sudah jelas, seharusnya kau tahu. Gordon tak suka kalah."
"Bagaimana dengan aku? Bagaimana kalau aku ingin menang?"
"Sayang, Luke yang baik, bahwa hal itu tak begitu penting."
"Bisakah kau lebih menjelaskan jawabanmu?"
"Tentu, kalau kau suka. Kita tak boleh bertengkar dengan orang yang menghidupi kita. Gordon adalah orang yang menghidupi aku. Kau tidak."
Luke menarik napas panjang. Lalu dia meledak.
"Apa sih maksudmu? Kau memang berniat kawin dengan laki-laki kecil yang menggelikan itu? Mengapa kaulakukan itu?"
"Karena sebagai sekretarisnya, aku menerima enam pound setiap minggu, dan sebagai istrinya akan disediakan untukku seratus ribu pound, sebuah kotak perhiasan yang penuh dengan mutiara dan intan berlian, uang saku yang cukup besar jumlahnya, dan beberapa penghasilan tambahan dalam kedudukan sebagai istri!"
"Tapi dengan tugas-tugas yang berbeda!"
Dengan nada dingin, Bridget berkata,
175
"Apakah kita harus bersikap begitu murung terhadap setiap kejadian dalam hidup ini? Bila kau membayangkan gambaran Gordon sebagai suami yang tergila-gila pada istrinya, sebaiknya kauhapus saja bayangan itu dengan segera! Gordon adalah anak kecil yang belum dewasa, kurasa kau pun menyadari hal itu. Yang dibutuhkannya adalah seorang ibu, bukan istri. Ibunya meninggal ketika dia berumur empat tahun. Yang diinginkannya adalah seseorang yang selalu siap sedia, kepada siapa dia bisa membual, seseorang yang bisa memberinya keyakinan bahwa dia hebat, dan seseorang yang dengan setia mendengarkan Lord Whitfield yang berkisah tentang dirinya sendiri!"
"Ceritamu pahit sekali!"
Dengan tajam Bridget membalas,
"Aku tak membayangkan diriku sebagai putri dalam dongeng, itu maksudmu barangkali! Aku seorang wanita muda yang cukup cerdas, wajahku biasa-biasa saja, dan tak punya uang. Aku berniat mencari nafkah dengan halal. Pekerjaanku sebagai istri Gordon sama sekali tidak akan bisa dibedakan dari pekerjaanku sebagai sekretaris Gordon. Setelah setahun, aku ragu apakah dia masih akan ingat untuk memberikan kecupan selamat tidur padaku. Satu-satunya perbedaannya adalah gaji itu."
Mereka berpandang-pandangan. Keduanya pucat karena marah. Dengan mengejek, Bridget berkata,
176
"Silakan. Bukankah Anda agak kolot, Tuan Fitwilliam. Silakan, ucapkan saja kata-kata klise tua itu—katakanlah bahwa aku menjual diriku demi uang—kurasa kata-kata itu masih berlaku!"
"Kau setan kecil berdarah dingin!" kata Luke.
"Itu lebih baik daripada gadis tolol yang berdarah hangat!"
"Begitu, ya?"
"Ya, aku tahu itu."
"Apa yang kau tahu?" ejek Luke.
"Aku tahu apa artinya mencintai seorang laki-laki! Kau kenal Johnnie Cornish? Tiga tahun lamanya aku bertunangan dengan dia. Dia patut dipuja—aku cinta setengah mati padanya— sedemikian besarnya cintaku padanya sampai aku merasa tersiksai Lalu, dilemparkannya aku begitu saja dan dia menikah dengan seorang janda baik-baik yang gemuk, vang bicaranya berlogat daerah Utara, berdagu tiga tingkat, tapi berpenghasilan tiga puluh ribu setahun! Pengalaman seperti itu bisa membuat seseorang jera bercinta, bukan?"
Luke berbalik mendadak sambil menggeram. Katanya, "Mungkin." "Pasti...."
Mereka diam. Suatu kesunyian yang terasa berat. Akhirnya Bridget yang memecah kesunyian itu. Dengan nada yang agak kurang pasti dia berkata,
177
"Kuharap kau sadar bahwa kau sama sekali tak punya hak untuk berbicara seperti itu padaku. Kau sekarang menginap di rumah Gordon, dan perbuatanmu itu benar-benar tidak pantas!"
Luke menemukan ketenangannya kembali.
"Apakah itu bukan klise pula?" tanyanya dengan sopan.
Wajah Bridget memerah. "Bagaimanapun juga, itu benar!"
"Itu tak benar. Aku punya hak penuh."
"Omong kosong!"
Luke menatap Bridget. Wajah Luke tampak aneh dan pucat, seperti orang yang menderita sakit. Dia berkata,
"Aku punya hak. Aku punya hak untuk mencintaimu—seperti katamu tadi—mencintaimu sedemikian, hingga aku merasa tersiksa!"
Bridget mundur selangkah. Dia hanya bisa berkata, "Kau—"
"Ya, aneh, bukan? Sesuatu yang bisa membuatmu tertawa terbahak! Aku datang kemari untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dan muncullah kau dari sudut rumah itu, dan—bagaimana aku harus mengatakannya—dan kau membuatku terpesona! Begitulah rasanya. Kau menyebut-nyebut soal dongeng tadi. Aku terperangkap dalam sebuah dongeng! Kau telah menyihirku. Rasanya, seandainya kau menudingkan jarimu padaku dan berkata, 'Berubahlah kau menjadi katak!' maka aku akan melompat-lompat dengan mata tersembul di kepalaku."
178
Luke maju selangkah mendekati Bridget.
"Aku sangat mencintaimu, Bridget Conway. Dan begitu hebatnya cintaku padamu, hingga kau tak bisa mengharapkan agar aku bersenang hati melihat kau menikah dengan bangsawan cebol-gendut yang suka berlagak dan langsung marah bila kalah main tenis."
"Lalu menurutmu, apa yang harus kulakukan?"
"Kuanjurkan supaya kau menikah denganku! Tapi usul itu akan menimbulkan gelak tawa."
"Tawanya pasti hiruk-pikuk."
"Tepat. Pokoknya, sekarang kita tahu tempat kita masing-masing. Mari kita kembali ke lapangan tenis. Mungkin kali ini kau bisa mencarikan aku patner yang bisa main untuk menang!"
"Sungguh," kata Bridget dengan manis, "kurasa kau pun tak suka kalah, seperti Gordon juga!"
Luke tiba-tiba mencengkeram pundak Bridget.
"Lidahmu tajam seperti setan, Bridget!"
"Kurasa kau tidak terlalu menyukaiku, Luke, betapapun besarnya hasratmu terhadap diriku!"
"Kurasa aku sama sekali tidak menyukaimu."
Sambil memandangi Luke, Bridget berkata,
"Kau berniat untuk hidup tenang dan menikah begitu kembali ke Inggris. Ya, kan?"
"Ya."
"Tapi tidak dengan seseorang seperti aku?"
"Aku sama sekali tak pernah membayangkan seseorang seperti kau."
"Ya—pasti tidak—aku tahu laki-laki macam kau. Aku tahu betul."
179
"Kau pintar sekali, Bridget tersayang."
"Seorang gadis yang benar-benar baik—seorang Inggris sejati—yang suka alam pedesaan dan pandai memelihara anjing.... Mungkin dalam bayanganmu gadis itu memakai rok dari bahan wol, sedang memperbaiki letak kayu api dalam perapian, dengan ujung sepatunya."
"Gambaran itu kedengarannya menarik sekali."
"Aku yakin memang begitu. Mari kita kembali ke lapangan tenis. Kau bisa main dengan Rose Humbleby. Dia pandai sekali main, kalian pasti menang."
"Karena aku memang kolot, aku harus mengikuti kehendakmu."
Mereka terdiam lagi. Kemudian perlahan-lahan Luke menarik tangannya dari pundak Bridget. Keduanya berdiri dengan bimbang, seolah-olah masih ada sesuatu yang tak diucapkan yang mengambang di antara mereka.
Dan tiba-tiba Bridget berbalik, mendahului Luke kembali ke lapangan tenis. Set berikutnya baru saja berakhir. Rose tak ingin main lagi.
"Aku sudah main dua set berturut-turut."
Namun Bridget berkeras.
"Aku letih. Aku tak mau main. Kau berpasangan dengan Tuan Fitzwilliam melawan Nona Jones dan Mayor Horton."
Tetapi Rose terus membantah dan akhirnya diaturlah permainan yang terdiri dari empat pria. Setelah itu, teh dihidangkan.
180
Lord Whitfield bercakap-cakap dengan Dr. Thomas, dilukiskannya secara panjang-lebar dengan perasaan bangga, tentang kunjungannya ke Laboratorium Riset Wellerman Kreitz baru-baru ini.
"Saya ingin memahami sendiri aliran penemuan ilmiah yang terbaru," dijelaskannya dengan bersungguh-sungguh. "Saya bertanggung jawab atas apa yang dicetak dalam surat kabar-surat kabar saya. Itu saya rasakan benar. Ini adalah abad ilmiah. Ilmu pengetahuan harus disajikan secara populer supaya mudah dicerna oleh umum."
"Ilmu pengetahuan yang tanggung-tanggung, bisa berbahaya," kata Dr. Thomas sambil mengangkat bahunya.
"Penerapan ilmu pengetahuan di rumah-rumah, itulah yang harus menjadi sasaran kita," kata Lord Whitfield. "Science minded—"
"Kesadaran sempurna, lengkap dengan gelas-gelas percobaan," kata Bridget bersungguh-sungguh.
"Saya amat terkesan," kata Lord Whitfield. "Wellerman sendiri yang membawa saya berkeliling. Saya minta agar saya diantarkan oleh bawahannya saja, tapi dia berkeras."
"Itu wajar," kata Luke.
Lord Whitfield kelihatan senang.
"Dan dia menerangkan segala sesuatu dengan jelas—tentang pembudidayaan—tentang serum— pokoknya prinsip-prinsip ilmiahnya. Dia bersedia
181
menyumbangkan tulisan sebagai bagian pertama dari serial itu."
Bu Anstruther bergumam,
"Orang biasanya menggunakan kelinci untuk percobaan, kalau tak salah. Kejam sekali— meskipun memang tidak sejahat bila menggunakan anjing atau kucing."
"Orang-orang yang menggunakan anjing untuk percobaan harus ditembak," kata Mayor Horton dengan suara serak.
"Saya yakin, Horton," kata Pak Abbot, "Anda menilai nyawa anjing lebih tinggi harganya daripada nyawa «"..inusia."
"Memang, saya akui!" kata Mayor. "Anjing tak pernah mengkhianati kita seperti yang biasa dilakukan oleh manusia. Kita tak mungkin mendengar kata-kata jahat dari mulut seekor anjing."
"Hanya satu gigitan yang dalam dan melekat di kaki kita, begitu kan, Horton?" kata Pak Abbot.
"Anjing amat pandai menilai watak manusia," kata Mayor Horton.
"Salah satu dari binatang-binatang setan milik Anda itu hampir menggigit kakiku minggu lalu. Bagaimana itu, Horton?"
"Sama seperti yang kukatakan tadi!"
Bridget menyela dengan bijak,
"Mari kita main lagi."
Mereka main beberapa set lagi. Kemudian, waktu Rose Humbleby minta diri, Luke menje-jerinya.
182
"Akan saya antar Anda pulang," katanya. "Mari saya bawakan raket tenis Anda. Anda tak bawa mobil, bukan?"
"Tidak, tapi rumah saya dekat sekali."
"Saya ingin jalan-jalan."
Luke tidak berkata apa-apa lagi, dia hanya mengambil raket dan sepatu gadis itu. Mereka berjalan tanpa bercakap-cakap. Kemudian Rose membicarakan hal yang tak berarti. Luke menyahut dengan singkat, tetapi gadis itu agaknya tidak memperhatikan hal itu.
Waktu mereka membelok ke pintu pagar rumah Rose, wajah Luke berubah menjadi cerah.
"Sekarang saya merasa lebih enak," katanya
"Apakah tadi Anda merasa kurang sehat5"
"Anda baik untuk berpura-pura tidak melihatnya. Tapi Anda telah berhasil melenyapkan kejengkelan saya. Aneh, saya merasa seolah-olah baru saja keluar dari balik awan yang gelap ke tempat yang diterangi sinar matahari."
"Begitu rupanya. Memang, tadi matahari sedang tertutup awan waktu kita meninggalkan Manor, dan sekarang awan itu sudah pergi."
"Jadi rupanya memang sungguh-sungguh terjadi—secara harfiah maupun secara kiasan. Ya, ya—bagaimanapun juga, dunia ini tempat yang baik."
"Tentu."
"Nona Humbleby, bolehkah saya berbuat lancang?"
"Saya yakin Anda tak bisa berbuat demikian."
183
"Ah, jangan terlalu yakin. Saya ingin mengatakan bahwa Dokter Thomas adalah orang yang sangat beruntung."
Wajah Rose memerah, lalu dia tersenyum.
"Rupanya Anda sudah mendengar?" katanya.
"Apakah seharusnya itu merupakan rahasia? Maaf sekali."
"Ah! Tak ada satu pun yang bisa merupakan rahasia di tempat ini," kata Rose murung.
"Jadi benar—Anda dan dia bertunangan?"
Rose mengangguk.
"Hanya—untuk sementara ini—kami belum mengumumkannya secara resmi. Soalnya, Ayah menentangnya, jadi rasanya—yah—tak baiklah untuk—untuk menyebarluaskannya, padahal Ayah belum lama meninggal."
"Ayah Anda tidak merestui?"
"Yah, tidak berarti sama sekali tidak merestui. Ah, tapi saya rasa mengarah ke situ juga."
Dengan halus Luke berkata,
"Apakah beliau menganggap Anda masih terlalu muda?"
"Begitulah katanya."
Luke langsung menyambung, "Tapi menurut Anda ada sesuatu yang lain kecuali itu?"
Rose mengangguk perlahan-lahan dan dengan enggan.
"Yah—saya rasa yang menjadi penyebab sebenarnya adalah bahwa Ayah tidak—yah, tidak menyukai Geoffrey."
"Apakah mereka saling bertentangan?"
184
"Kadang-kadang begitulah kelihatannya.... Memang, Ayah adalah orang tua yang suka berprasangka."
"Dan saya rasa beliau begitu sayang pada Anda hingga tak ingin kehilangan Anda."
Rose membenarkan hal itu. Masih terbayang sikapnya yang memelihara jarak.
"Atau apakah lebih daripada itu persoalannya?" tanya Luke. "Beliau sama sekali tidak menghendaki Thomas sebagai suami Anda?"
"Memang tidak. Soalnya—Ayah dan Geoffrey sangat berbeda—dan dalam beberapa hal mereka malah bertentangan. Geoffrey benar-benar sabar dan baik sekali dalam hal itu—tapi karena dia tahu bahwa Ayah tidak menyukainya, sikapnya jadi tambah berjarak dan malu, jadi Ayah makin tak bisa mengenalnya dengan lebih baik."
"Prasangka memang sangat sulit dilawan," kata Luke.
.  "Masalahnya benar-benar tak masuk akal!"
"Apakah Ayah Anda tidak mengemukakan sesuatu alasan?"
"Oh, tidak. Tak mungkin! Memang wajar, maksud saya, memang tak ada sesuatu yang buruk yang bisa dikatakannya mengenai Geoffrey, kecuali bahwa dia tidak menyukainya."
"Jadi seperti dialog dalam sebuah buku: 'Aku tak suka padamu, Dokter Fell. Apa sebabnya, tak bisa kukatakan."*
"Tepat."
185
"Tak adakah sesuatu yang nyata, yang dapat dijadikan pegangan? Maksud saya, apakah tunangan Anda, Geoffrey itu, minum-minum atau suka taruhan kuda?"
"Oh, tidak. Saya rasa, Geoffrey malah tak tahu kuda mana yang menang di Derby."
"Aneh," kata Luke. "Soalnya, saya yakin, saya telah melihat Dokter Thomas di Epsom pada Hari Pacuan Kuda Derby."
Sejenak Luke merasa takut kalau-kalau dia sudah pernah mengatakan bahwa dia baru tiba di Inggris hari itu. Namun tanpa curiga sama sekali, Rose langsung menyahut.
"Anda merasa melihat Geoffrey di Derby? Oh, tak mungkin. Jelas dia tak bisa pergi. Hampir sepanjang hari itu dia berada di desa Ashwold, menolong suatu persalinan yang sulit."
"Kuat sekali ingatan Anda."
Rose tertawa.
"Saya ingat itu, karena Geoffrey bercerita bahwa orang tua bayi itu memberikan nama panggilan Jujube pada bayi itu!"
Luke mengangguk linglung.
"Bagaimanapun juga," kata Rose, "Geoffrey tak pernah nonton pacuan kuda. Dia akan merasa bosan setengah mati."
Dengan nada yang berubah, ditambahkannya, "Mari—mampir. Saya rasa Ibu akan senang bertemu dengan Anda."
"Baiklah, jika Anda yakin."
186
Rose mendahului masuk ke sebuah kamar suram yang disinari matahari senja. Seorang wanita sedang duduk dengan sikap seperti ditopang. Aneh kelihatannya.
"Ibu, ini Tuan Fitzwilliam."
Bu Humbleby tampak terkejut, lalu bersalaman. Diam-diam Rose keluar dari kamar itu.
"Saya senang bertemu dengan Anda, Tuan Fitzwilliam. Kata Rose, beberapa di antara teman-teman Anda mengenal suami saya bertahun-tahun yang lalu."
"Benar, Bu Humbleby." Dia merasa tak senang harus mengulangi kisah bohong itu pada janda ini, tetapi tak ada jalan keluar yang lain.
Bu Humbleby berkata,
"Alangkah baiknya jika Anda bisa bertemu dengan almarhum. Dia orang yang baik dan dokter yang hebat. Dia menyembuhkan banyak orang yang telah menyerah tanpa harapan, hanya dengan keteguhan pribadinya."
Dengan halus Luke berkata,
"Sudah banyak yang saya dengar tentang beliau sejak saya di sini. Saya tahu bahwa masih banyak orang yang mengenangnya."
Luke tak dapat melihat Bu Humbleby dengan jelas. Suara wanita itu datar, tetapi hal itu bahkan menekankan kenyataan bahwa wanita itu sedang menekan perasaannya dengan sekuat tenaga.
Tanpa disangka-sangka dia berkata,
"Dunia ini tempat yang jahat, Tuan Fitzwilliam. Tahukah Anda?"
187
Luke agak terkejut.
"Ya, mungkin."
Bu Humbleby menekankan.
"Tapi apakah Anda tahu itu? Itu penting. Banyak sekali kejahatan di sekitar kita.... Kita harus siap sedia—untuk melawannya! John sudah siap. Dia tahu. Dia berada di pihak yang benar!"
Luke berkata dengan halus, "Saya yakin itu."
"Dia tahu kejahatan yang ada di tempat ini" kata Bu Humbleby. "Dia tahu—" Tiba-tiba Bu Humbleby menangis. Luke bergumam,
"Saya ikut bersedih—" lalu diam.
Wanita itu cepat menguasai dirinya kembali secepat dia kehilangan pertahanannya tadi.
"Maafkan saya," katanya. Diulurkannya tangannya dan Luke menyambutnya. "Silakan datang lagi, selagi Anda berada di sini," katanya. "Itu akan menghibur Rose. Dia suka sekali pada Anda."
"Saya suka padanya. Putri Anda adalah gadis yang manis. Sudah lama saya tak menemukan gadis semanis dia, Bu Humbleby."
"Dia sayang sekali pada saya."
"Dokter Thomas benar-benar beruntung."
"Ya." Bu Humbleby melepaskan tangannya. Suaranya kembali datar. "Saya tak tahu—ini semuanya terlalu rumit."
Luke  meninggalkan  wanita  itu  berdiri  di
188
kesuraman kamar itu, sambil mempermainkan jari-jarinya.
Dalam perjalanan pulang, pikirannya kembali ke beberapa bagian dari percakapan itu.
Pada hari Pacuan Kuda Derby itu, Dr. Thomas lama tidak berada di Wychwood. Dia pergi naik mobil. Wychwood terletak tiga puluh lima mil dari London. Katakanlah dia pergi untuk menolong suatu persalinan. Apakah ada sesuatu yang disembunyikannya? Hal itu masih bisa diberi pengertian lain. Pikirannya berlanjut ke Bu Humbleby.
Apa maksud wanita itu dengan menekankan kata-kata, "Banyak sekali kejahatan di sekitar kita...?"
Apakah dia sekadar gugup saja dan terlalu dibebani oleh shock akibat kematian suaminya? Atau adakah sesuatu yang lain?
Kalau begitu barangkali dia tahu sesuatu? Sesuatu yang diketahui oleh Dr. Humbleby sebelum dia meninggal?
"Aku harus berusaha memecahkan masalah ini," kata Luke pada dirinya sendiri. "Aku harus melanjutkannya."
Dengan tegas dia mengalihkan pikirannya dari pertengkaran yang telah terjadi antara dirinya dengan Bridget.
189
BAB TIGA BELAS
MISS WAYNFLETE BICARA
Keesokan paginya Luke mencapai suatu keputus-an. Dia merasa bahwa dia telah mendapat kemajuan atas usahanya dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara tak langsung. Tak dapat dielakkan bahwa cepat atau lambat dia akan terpaksa bekerja secara terbuka. Dia merasa bahwa sudah tiba waktunya untuk menghentikan penyamarannya sebagai pengarang, dan menyatakan bahwa dia datang di Wychwood dengan suatu tujuan khusus.
Dalam usaha melaksanakan rencananya itu, dia memutuskan untuk mengunjungi Honoria Wayn-flete. Tidak saja karena dia telah mendapat kesan baik tentang sikap hati-hati perawan tua itu serta ketajaman pandangannya—tapi Luke juga merasa bahwa wanita itu mungkin punya informasi yang bisa membantunya. Luke merasa bahwa wanita itu telah menceritakan apa yang diketahuinya. Dia ingin memancing wanita itu agar mau menceritakan apa yang mungkin diduganya. Dia punya firasat bahwa dugaan-dugaan Miss Waynflete mungkin akan sangat mendekati kebenaran.
190
Segera setelah selesai misa, dia mengunjungi Miss Waynflete.
Miss Wavnflete menyambutnya dengan sikap biasa-biasa saja, sama sekali tidak heran mendapat kunjungan itu. Wanita itu duduk di dekatnya, tangannya terlipat rapi. Matanya cerdas—mirip sekali dengan mata kambing yang cerdik. Menatap wajah itu, Luke merasa tidak terlalu sulit untuk menyampaikan maksud kunjungannya.
Katanya, "Saya yakin Anda sudah menduga, Miss Waynflete, bahwa kedatangan saya kemari ini tidaklah semata-mata untuk menulis buku mengenai kebiasaan-kebiasaan setempat."
Miss Waynflete mengangguk sambil tetap mendengarkan.
Agaknya Luke bisa bebas menceritakan seluruh kisahnya. Miss Waynflete memang bersikap hati-hati—begitulah kesan yang ditampilkannya— tapi karena dia adalah seorang perawan tua yang sudah berumur, Luke merasa bahwa dia tak percaya wanita itu akan tahan melawan hasratnya untuk menceritakan kisah yang begitu menegangkan, pada beberapa orang teman dekat yang bisa dipercaya. Oleh karenanya dia lalu mengambil jalan tengah.
"Saya datang kemari untuk menanyakan persoalan-persoalan sehubungan dengan kematian Amy Gibbs, gadis yang malang itu." Miss Waynflete berkata, "Maksud Anda, Anda dikirim kemari oleh polisi?"
191
"Oh, tidak—saya bukan detektif yang berpakaian preman." Dengan nada agak lucu ditambahkannya. "Saya rasa, saya bolehlah disebut sebagai— apa yang dalam cerita fiksi merupakan tokoh terkenal—detektif swasta."
"Oh, begitu. Kalau begitu Bridget Conway-kah yang mengajak Anda kemari?"
Luke bimbang sejenak. Kemudian diputuskannya untuk membenarkan hal itu. Akan sulit baginya untuk menjelaskan kehadirannya di tempat itu, tanpa mengisahkan seluruh pengalamannya dengan Miss Pinkerton. Miss Waynflete berkata lagi dengan nada kagum dalam suaranya.
"Bridget itu orangnya praktis—sangat efisien! Saya rasa, seandainya persoalan ini ada dalam tangan saya, saya tidak akan percaya pada penilaian saya sendiri—maksud saya, bila kita tidak benar-benar yakin akan suatu hal, akan sulitlah untuk menentukan tindakan apa yang harus kita ambil."
"Tapi Anda merasa yakin, bukan?"
Dengan bersungguh-sungguh Miss Waynflete berkata,
"Sama sekali tidak, Tuan Fitzwilliam. Ini bukan suatu hal di mana kita bisa merasa yakin! Maksud saya, mungkin saja itu hanya khayalan. Bila kita hidup seorang diri, tanpa ada orang tempat meminta pendapat atau teman bicara, dengan mudah kita akan jadi pemurung dan mengkhayalkan sesuatu yang tak ada dasarnya."
192
Luke cepat-cepat membenarkan pernyataan itu, karena dia memang mengakui kebenaran yang tak dapat dibantah itu. Tetapi ditambahkannya dengan halus,
"Tapi dalam pikiran Anda, apakah Anda yakin?"
Miss Waynflete masih tetap tampak agak enggan.
"Mudah-mudahan saja tak ada salah paham dalam percakapan kita ini," katanya dengan bersungguh-sungguh.
Luke tersenyum.
"Apakah Anda menginginkan saya mengatakannya dengan jelas? Baiklah. Anda juga berpendapat bahwa Amy Gibbs itu dibunuh, bukan?"
Honoria Waynflete agak tergagap mendengar keterusterangan kata-kata Luke itu. Katanya,
"Saya sama sekali tak senang memikirkan kematiannya. Sama sekali tidak. Saya rasa itu sama sekali tidak menyenangkan."
Dengan sabar Luke berkata,
"Tapi Anda tidak beranggapan bahwa kematiannya itu wajar, bukan?"
"Tidak."
"Anda tak percaya bahwa itu suatu kecelakaan?"
"Menurut saya itu sama sekali tak mungkin.
Begitu banyak—"
Luke memotong bicaranya dengan tegas, "Apakah Anda punya dugaan bahwa dia bunuh
diri?"
193
"Sama sekali tidak."
"Kalau begitu," kata Luke dengan halus, "Anda benar-benar menganggap kejadian itu suatu pembunuhan?"
Miss Waynflete bimbang, dia menelan ludahnya, lalu dengan berani mengambil langkah nekat.
"Ya," katanya.
"Bagus. Sekarang kita bisa meneruskan langkah kita."
"Tapi saya sama sekali tak punya bukti untuk mendasari anggapan saya itu," Miss Waynflete menjelaskan dengan kuatir. "Itu semata-mata hanya suatu gagasanl"
"Memang benar. Ini hanya suatu percakapan pribadi. Kita hanya bicara tentang apa yang kita pikir dan kita duga. Kita menduga bahwa Amy Gibbs dibunuh. Nah menurut pikiran kita, siapa yang membunuhnya?"
Miss Waynflete menggeleng. Kelihatannya dia bingung.
Sambil menatapnya, Luke berkata, "Siapa  yang  punya  motif  untuk  membunuhnya?"
Lambat-lambat Miss Waynflete berkata, "Saya dengar dia bertengkar dengan pacarnya, Jim Harvey, yang bekerja di bengkel itu. Tapi dia seorang pemuda yang kelakuannya sangat baik dan sopan. Saya akui kita memang sering membaca, dalam surat kabar-surat kabar, tentang pemuda-pemuda yang menyiksa kekasihnya atau tentang hal-hal yang mengerikan seperti itu, tapi saya
194
benar-benar tak bisa percaya bahwa Jim akan sampai hati melakukan hal semacam itu."
Luke mengangguk.
Miss Waynflete melanjutkan.
"Kecuali itu saya juga tak percaya dia akan melakukannya dengan cara itu. Memanjat jendela lalu menukar botol obat batuknya dengan botol racun. Maksud saya, kelihatannya tidak—"
Melihat keraguan Miss Waynflete, Luke membantu.
"Itu bukan cara kerja seorang kekasih yang marah. Saya sependapat. Menurut pendapat saya, Jim Harvey bisa langsung kita singkirkan dari daftar orang yang kita curigai. Amy dibunuh (kita sudah sepakat bahwa dia memang dibunuh) oleh seseorang yang ingin menyingkirkannya dan yang merencanakan kejatahan itu dengan cermat— sedemikian—sehingga kelihatannya seperti suatu kecelakaan. Nah, apakah Anda punya suatu gagasan—suatu prasangka—kita katakanlah begitu, ya? Siapa orang itu?"
Miss Waynflete berkata,
"Tidak—sungguh—tak ada, saya sama sekali tak punya prasangka!" "Sungguh?" "Sungguh—tak ada."
Luke memandanginya sambil merenung. Dia merasa bahwa bantahan itu kedengarannya tak tulus. Dia berkata lagi,
"Apakah Anda tahu adanya motif?"
"Saya tak tahu motif tertentu."
195
Pernyataan itu lebih meyakinkan.
"Apakah gadis itu pernah bekerja di banyak tempat di Wychwood ini?"
"Dia pernah bekerja pada keluarga Horton selama setahun, sebelum bekerja di rumah Lord Whitfield."
Luke mengambil kesimpulan dengan cepat.
"Jadi begini keadaannya. Seseorang menginginkan gadis itu meninggal. Dari kenyataan-kenyataan yang ada, kita menyimpulkan bahwa-r-pertama-tama—dia adalah seorang laki-laki, seorang laki-laki yang berpandangan cukup kolot (terbukti dari penggunaan cat topi itu), dan kedua, laki-laki itu tentu bertubuh atletis, karena jelas dia telah berhasil memanjat melalui gudang di luar rumah ke jendela kamar gadis itu. Apakah Anda sependapat dengan pokok-pokok itu?"
"Setuju sekali," kata Miss Waynflete.
"Bolehkah saya pergi mencobanya sendiri?"
"Tentu boleh. Saya rasa itu suatu gagasan yang sangat baik."
Diantarkannya Luke ke luar melalui pintu samping, lalu memutar ke halaman belakang. Luke berhasil mencapai atap gudang di luar rumah itu tanpa banyak kesulitan. Dari situ dengan mudah dia dapat mengangkat jendela kamar itu, lalu dengan mengeluarkan tenaga sedikit, berhasil naik dan masuk ke dalam kamar itu.
Beberapa menit kemudian dia menggabungkan diri lagi dengan Miss Waynflete di lorong bawah, sambil menyeka tangannya dengan sapu tangan.
196
"Sebenarnya lebih mudah daripada kelihatannya," katanya. "Kita hanya membutuhkan sedikit otot saja. Tak adakah bekas-bekas pada bingkai jendela atau di luarnya?"
Miss Waynflete menggeleng.
"Saya rasa tak ada. Tapi polisi telah memanjat lewat situ juga."
"Sehingga kalaupun ada bekas-bekas, maka bekas-bekas itu tentu terhapus oleh bekas-bekas polisi itu. Begitulah, tanpa sadar, polisi telah membantu penjahat! Yah, beginilah jadinya!"
Miss Waynflete berjalan mendahuluinya kembali ke rumah.
"Apakah Amy Gibbs nyenyak sekali kalau tidur?" tanya Luke.
Miss Waynflete menyahut dengan masam,
"Bukan main sulitnya membangunkan dia setiap pagi. Kadang-kadang saya harus berulang kali mengetuk pintunya, dan berteriak memanggilnya, baru dia bangun. Tapi Anda pasti tahu, Tuan Fitzwilliam, tak ada orang yang begitu tuli, bila dia mau mendengar."
"Benar," Luke mengakui. "Nah, sekarang, Miss Waynflete, kita tiba pada persoalan motif. Kita mulai dari yang paling jelas saja. Menurut Anda, adakah sesuatu antara Ellsworthy dengan gadis itu?" Lalu ditambahkannya cepat-cepat, "Ini hanya pendapat Anda saja yang saya tanyakan. Tak lebih dari itu."
"Bila hanya pendapat saya, saya akan berkata, •ya.' »
197
Luke mengangguk.
"Menurut Anda, mungkinkah gadis itu telah melakukan pemerasan?"
"Lagi-lagi kalau sekadar pendapat, saya harus berkata bahwa itu mungkin."
"Anda mungkin tahu, apakah dia memiliki banyak uang waktu dia meninggal?"
Miss Waynflete mengingat-ingat.
"Saya rasa tidak. Kalau dia memiliki jumlah lebih daripada biasa, saya rasa saya tentu tahu."
"Apakah dia tidak kelihatan menghambur-hamburkan uang sebelum dia meninggal?"
"Saya rasa tidak."
"Hal itu bertentangan dengan teori pemerasan. Si korban biasanya mau membayar satu kali sebelum diputuskannya untuk mengambil langkah yang lebih jauh. Ada lagi teori lain. Gadis itu mungkin telah mencium sesuatu."
"Sesuatu apa?"
"Mungkin dia mengetahui sesuatu yang berbahaya bagi seseorang di Wychwood ini. Kita hanya membicarakan sesuatu yang baru merupakan dugaan. Dia pernah bekerja di banyak rumah di sini. Mungkin dia tahu sesuatu yang mungkin akan menghancurkan, katakanlah umpamanya, Pak Abbot dari jabatannya."
"Pak Abbot?"
Cepat-cepat Luke berkata lagi,
"Atau mungkin suatu kelalaian atau perbuatan yang tak ada hubungannya dengan profesinya, yang dilakukan oleh Dokter Thomas."
198
Miss Waynflete mulai berkata, "Tapi mana mungkin—" Lalu dia berhenti. Luke berkata lagi,
"Kata Anda, Amy Gibbs menjadi pembantu rumah tangga keluarga Horton, pada waktu Bu Horton meninggal."
Keadaan sepi sebentar, kemudian Miss Wajn flete berkata,
"Tolong katakan, Tuan Fitzwilliam, mengapa Anda membawa-bawa keluarga Horton dalam hal' ini? Bu Horton meninggal lebih dari satu tahun yang lalu."
"Benar, dan si Amy ada di sana pada waktu itu."
"Saya mengerti. Apa hubungan keluarga Horton dalam hal ini?"
"Entahlah. Saya—hanya ingin tahu. Bu Horton meninggal karena serangan sakit lambung yang mendadak, bukan?"
"Ya."
"Apakah kematiannya benar-benar tak terduga?"
Lambat-lambat Miss Waynflete berkata,
"Menurut saya begitulah. Soalnya, dia sudah mulai sembuh—kelihatannya dia sudah akan pulih—kemudian mendadak penyakitnya kumat dan dia meninggal."
"Apakah Dokter Thomas terkejut?"
"Saya tak tahu. Saya rasa, ya."
"Dan para juru rawat, apa kata mereka?"
"Menurut pengalaman saya," kata Miss Waynflete, "juru rawat rumah sakit tak pernah merasa
199
heran bila penyakit seorang pasien tiba-tiba menjadi parah. Kesembuhanlah yang biasanya membuat mereka heran."
"Tapi kematian Bu Horton membuat Anda heran?" Luke menekan terus.
"Ya. Hanya sehari sebelumnya, saya mengunjunginya, dan dia kelihatan jauh lebih baik, dia bercakap-cakap dan kelihatan cukup gembira."
. "Bagaimana pendapat dia sendiri mengenai penyakitnya?"
"'Dia mengeluh bahwa para juru rawat itu meracuninya. Sudah ada seorang juru rawat yang diusirnya, tapi katanya penggantinya yang dua orang itu pun sama jahatnya!"
"Saya rasa Anda tidak terlalu memperhatikan keluhannya itu, ya?"
"Tidak, saya pikir itu semua adalah bagian dari penyakitnya. Lagi pula, dia adalah wanita yang sangat besar rasa curiganya, dan—mungkin kurang baik kalau saya mengatakannya—dia suka merasa dirinya penting. Menurut dia, tak ada dokter yang mengerti penyakitnya—dan penyakitnya bukanlah penyakit yang sederhana. Menurut dia, kalau penyakitnya bukan penyakit yang sangat aneh, maka tentu ada seseorang yang mencoba menyingkirkannya."
Luke berusaha untuk menahan agar suaranya terdengar biasa.
"Apakah dia tidak curiga bahwa mungkin suaminya yang mencoba menyingkirkannya?"
200
"Oh. tidakt gagasan itu tak pernah terpikir olehnya!"
Miss Waynflete diam sebentar, lalu bertanya perlahan-lahan,
"Apakah Anda pikir kemungkinan itu ada?"
Lambat-lambat Luke berkata,
"Ada suami-suami yang berbuat begitu dan berhasil lolos. Menurut cerita, Bu Horton adalah wanita yang setiap laki-laki ingin menyingkirkannya! Dan saya dengar juga, bahwa Mayor Horton mendapat warisan uang yang banyak karena kematian istrinya."
"Ya, benar."
"Bagaimana pendapat Anda, Miss Waynflete?" "Anda menginginkan pendapat saya?" "Ya, hanya pendapat Anda."
Dengan tenang tetapi nekat, Miss Waynflete berkata,
"Menurut saya, Mayor Horton sayang sekali pada istrinya dan tak pernah mimpi akan berbuat begitu."
Luke memandanginya dan dibalas dengan pandangan lembut. Pandangan mata itu tak bergeming.
"Yah," kata Luke, "saya rasa Anda benar. Mungkin Anda akan tahu bila sebaliknya yang terjadi."
Miss Waynflete tersenyum. "Anda menganggap bahwa kami kaum wanita ini adalah pengamat-pen^amat vang baik?"
DILARANG MENGKOMERSILKAN!!!        201 =kiageng80=
"Pengamat-pengamat yang benar-benar hebat. Apakah menurut Anda, Miss Pinkerton pun akan sependapat dengan Anda?"
"Saya rasa saya belum pernah mendengar Lavinia menyatakan pendapatnya."
"Bagaimana pendapatnya mengenai Amy Gibbs?"
Miss Waynflete agak mengerutkan alisnya, seolah-olah sedang berpikir.
"Sulit dikatakan. Lavinia punya gagasan yang aneh sekali."
"Gagasan apa?"
"Pikirnya ada sesuatu yang aneh yang sedang terjadi di Wychwood ini."
"Apakah dia menduga umpamanya, bahwa Tommy Pierce didorong orang hingga jatuh dari jendela itu?"
Miss Waynflete terbelalak memandanginya karena terkejut.
"Bagaimana Anda sampai tahu itu. Tuan Fitzwilliam?"
"Dia yang mengatakannya pada saya. Tidak seperti yang saya ucapkan tadi, tapi dia memberikan kesan umum begitu."
Miss Waynflete membungkukkan tubuhnya dengan wajah merah karena tegang.
"Kapan itu, Tuan Fitzwilliam?"
Dengan tenang Luke berkata, "Pada hari dia terbunuh. Kami seperjalanan ke London."
"Apa tepatnya yang dikatakannya pada Anda?"
202
"Dikatakannya bahwa di Wychwood telah terjadi terlalu banyak kematian. Dia menyebutkan Amy Gibbs, dan Tommy Pierce, dan laki-laki yang bernama Carter itu. Dia juga berkata bahwa Dokter Humbleby akan merupakan korban yang berikutnya."
Miss Waynflete mengangguk lambat-lambat.
"Adakah dikatakannya siapa yang bertanggung jawab?"
"Seorang laki-laki dengan sorot mata tertentu," kata Luke dengan geram. "Suatu sorot mata, yang menurut almarhumah tak mungkin bisa menyesatkan. Miss Pinkerton telah melihat sorot mata laki-laki itu, ketika dia sedang berbicara dengan Dokter Humbleby. Sebab itu Miss Pinkerton berkata bahwa Humbleby-lah yang akan merupakan korban berikutnya."
' "Dan itu memang terjadi," bisik Miss Waynflete. "Aduh. Aduh."
Wanita itu bersandar. Matanya memandang dengan pandangan ngeri.
"Siapa laki-laki itu?" tanya Luke. "Ayolah, Miss Waynflete, Anda tahu, Anda pasti tahu!"
"Saya tak tahu. Lavinia tidak menceritakannya pada saya."
"Tapi Anda bisa menduga," kata Luke dengan penuh keinginan. "Anda punya pandangan yang tajam, siapa yang ada dalam pikiran Miss Pinkerton itu."
Miss Waynflete mengangguk dengan enggan.
"Kalau begitu katakanlah pada saya."
203
Tapi Miss Waynflete menggeleng kuat-kuat.
"Tidak. Anda menyuruh saya melakukan sesuatu yang sama sekali tak pantas! Anda menyuruh saya menduga apa yang mungkin— ingat, hanya mungkin—ada dalam pikiran seorang sahabat yang sekarang sudah meninggal. Saya tak mau membuat tuduhan semacam itu!"
"Itu tidak akan merupakan tuduhan—hanya suatu dugaan."
Tetapi tanpa diduga, Miss Waynflete tetap teguh.
"Tak ada dasar bagi saya untuk mengatakan sesuatu—sama sekali tak ada," katanya. "Lavinia benar-benar tak pernah mengatakan apa-apa pada saya. Bisa saja saya berpikir bahwa dia punya gagasan tertentu—tapi saya mungkin keliru. Lalu saya berikan Anda jalan yang salah dan mungkin kemudian terjadi akibat-akibat yang berat. Adalah jahat sekali dan tak adil untuk menyebut sebuah nama. Dan saya mungkin benar-benar keliru! Sebenarnya, sekarang pun mungkin saya sudah keliruV'
Miss Waynflete mengatupkan bibirnya rapat-rapat, dan membelalaki Luke dengan penuh ketetapan hati.
Luke pandai menerima kekalahan bila dia mengalaminya.
• Dia menyadari bahwa, baik rasa kejujuran Miss Waynflete, maupun sesuatu yang lain yang lebih kabur yang tak dapat dirabanya, tak dapat dilawannya.
204
Dia menerima kekalahan dengan dada lapang, lalu bangkit untuk minta diri. Dia masih punya keinginan besar untuk kembali dan membicarakan soal itu lagi kemudian hari, tapi dia tak mau membayangkan hal itu pada sikapnya.
"Anda tentu harus berbuat yang menurut Anda adalah benar," katanya. "Terima kasih atas bantuan yang telah Anda berikan."
Miss Waynflete kelihatan agak berkurang keyakinan dirinya, waktu dia menyertai Luke ke pintu.
"Saya harap Anda tidak berpikir—" katanya mula-mula, tapi kemudian mengubah bentuk kalimatnya. "Bila ada sesuatu lagi yang bisa saya bantu, harap beri tahu saya."
"Baiklah, Anda tidak akan menceritakan percakapan kita tadi pada siapa-siapa, bukan?"
"Tentu tidak. Saya tidak akan mengatakan sepatah kata pun pada siapa pun juga."
Luke berharap ucapan itu benar.
"Tolong sampaikan salam manis saya pada Bridget," kata Miss Waynflete. "Gadis itu manis sekali, ya? Dan pintar lagi. Sa—saya harap dia akan bahagia."
Dan waktu Luke melihat padanya dengan pandangan bertanya, ditambahkannya,
"Maksud saya, dalam perkawinannya dengan Lord Whitfield kelak. Soalnya begitu besar perbedaan umur mereka."
"Ya. Memang."
Miss Waynflete mendesah.
205
"Tahukah Anda bahwa saya pernah bertunangan dengan dia?" katanya tiba-tiba.
Luke terbelalak keheranan. Wanita itu mengangguk dan tersenyum agak sedih.
"Sudah lama sekali. Waktu itu dia seorang pemuda yang punya masa depan. Sayalah yang membantunya mendidik dirinya sendiri. Dan saya bangga sekali akan—semangatnya serta ketetapan hatinya untuk berhasil."
Dia mendesah lagi.
"Orang tua saya merasa direndahkan. Perbedaan kedudukan pada masa itu sangat berarti." Setelah berhenti beberapa menit ditambahkannya, "Saya selalu mengikuti perkembangannya dengan penuh perhatian. Saya rasa, orang tua saya salah."
Kemudian, sambil tersenyum, dia mengangguk tanda berpisah, lalu masuk kembali ke dalam rumah.
Luke mencoba mengumpulkan ingatannya. Selama ini dia menilai Miss Waynflete sebagai perawan yang benar-benar "tua"! Kini disadarinya bahwa wanita itu belum berumur enam puluh. Sedang Lord Whitfield tentu sudah lebih dari lima puluh umurnya. Mungkin wanita itu hanya setahun dua tahun saja lebih tua dari Lord Whitfield, tak lebih.
Dan kini laki-laki itu akan mengawini Bridget. Bridget yang baru berumur dua puluh delapan. Bridget yang masih muda dan begitu bersemangat....
206
"Ah, sialan," kata Luke. "Aku tak mau terus-menerus memikirkan hal itu. Aku harus melanjutkan pekerjaanku."
207
BAB EMPAT BELAS RENUNGAN LUKE
Bu Church, bibi Amy Gibbs, adalah wanita yang sama sekali tak menyenangkan. Hidungnya mancung sekali, matanya membayangkan kelicikan, dan lidahnya terlalu tajam. Semuanya membuat Luke merasa muak.
Dia lalu bersikap tegas, dan tanpa disangkanya hal itu ternyata berhasil.
"Yang harus Anda lakukan," katanya pada wanita itu, "adalah menjawab pertanyaan-pertanyaan saya saja, sebatas kemampuan Anda. Bila Anda menyembunyikan sesuatu atau mengubah kebenaran, akibatnya akan sangat tak baik bagi Anda."
"Ya, saya mengerti. Saya memang ingin sekali menceritakan pada Anda, sedapat saya. Saya belum pernah terlibat dengan polisi—"
"Dan Anda tak ingin terlibat," sambung Luke. "Nah, bila Anda lakukan sebagaimana yang saya katakan, hal itu tidak akan terjadi. Saya ingin tahu semuanya tentang keponakan Anda—siapa teman-temannya—berapa banyak uangnya—sesuatu yang diucapkannya, yang mungkin tak biasa. Kita
208
akan mulai dengan teman-temannya. Siapa mereka?"
Bu Church mengerling padanya dengan licik, dengan sudut matanya yang tak menyenangkan.
"Maksud Anda, yang pria?"
"Apakah dia punya teman-teman wanita?"
"Yah, boleh dikatakan tak ada—tak ada yang pantas disebut. Tentu ada teman-temannya sepekerjaan—tapi Amy tak banyak bergaul dengan mereka. Soalnya—"
"Dia lebih suka dengan laki-laki. Teruskan. Ceritakan tentang itu."
"Dia sebenarnya pacaran dengan Jim Harvey, yang bekerja di bengkel. Anak muda itu selalu berkelakuan baik. 'Kau tak bisa mendapatkan yang lebih baik,' kata saya padanya berulang kali—"
Luke memotong,
"Adakah yang lain-lain?"
Lagi-lagi dia mendapat pandangan yang licik.
"Saya rasa Anda berpikir tentang pria yang memiliki toko antik itu? Saya sendiri pun tak suka, terus terang saja! Saya selalu berpandangan terhormat, dan saya tak setuju dia main cinta dengan banyak orang! Tapi gadis-gadis zaman sekarang, tak ada gunanya menasihati mereka. Mereka menempuh jalannya sendiri'. Dan sering kali mereka akhirnya menyesal."
"Apakah Amy menyesal?" tanya Luke terang-terangan.
"Tidak—saya rasa tidak."
209
"Pada hari kematiannya itu, dia pergi berobat pada Dokter Thomas. Apakah bukan itu sebabnya?"
"Bukan, saya bisa berkata saya yakin, bukan. Oh, saya bahkan berani bersumpah! Amy memang merasa tak sehat, dia sakit, tapi sakitnya hanya flu dan batuk keras. Bukan seperti yang Anda duga itu, saya yakin bukan."
"Saya percaya kata-kata Anda. Berapa jauh hubungan antara dia dan Ellsworthy?"
Bu Church melirik.
"Itu tak dapat saya katakan. Amy tak mau menceritakan tentang dirinya pada saya." Luke berkata singkat,
"Tapi pergaulan mereka sudah cukup jauh?"
Dengan halus Bu Church berkata,
"Pria itu sama sekali tak punya nama baik di sini. Macam-macam ulahnya. Banyak teman-temannya datang dari kota dan banyak kejadian-kejadian yang aneh sekali, di Witches' Meadow, tengah malam."
"Apakah Amy juga pergi?"
"Pernah, kalau tak salah satu kali. Sepanjang malam dia tak pulang, dan hal itu ketahuan Lord Whitfield (waktu itu dia bekerja di Manor), dan Lord Whitfield menegurnya dengan tajam, lalu anak itu melawannya. Karena itu Lord Whitfield lalu memecatnya, suatu hal yang wajar."
"Pernahkah dia bercerita pada Anda mengenai tempat-tempatnya bekerja?"
Bu Church menggeleng.
210
"Tak banyak. Dia lebih asyik dengan kesibukan-kesibukannya sendiri."
"Dia pernah bekerja beberapa lamanya pada keluarga Mayor Horton, bukan?"
"Hampir setahun."
"Mengapa dia berhenti?"
"Hanya untuk memperbaiki nasibnya. Kebetulan ada lowongan di Manor, dan gaji di sana tentu lebih tinggi."
Luke mengangguk.
"Apakah dia masih bekerja pada keluarga Horton pada saat Bu Horton meninggal?" tanya Luke.
"Ya. Dia sering mengomel waktu itu—karena ada dua orang juru rawat rumah sakit di rumah itu, maka pekerjaan jadi bertambah banyak. Antara lain karena banyaknya makanan yang harus disiapkan dan dihidangkan dengan nampan-nampan."
"Apakah dia sama sekali tak pernah bekerja pada Pak Abbot?"
"Tidak. Pembantu-pembantu Pak Abbot adalah sepasang suami-istri. Amy memang pernah pergi ke kantornya sekali, tapi saya tak tahu untuk apa."
Kenyataan kecil itu disimpan Luke dalam ingatannya, kalau-kalau kelak akan berguna. Karena Bu Church jelas tak tahu lebih banyak tentang hal itu, maka dia tak mau menanyakan soal itu lagi.
"Apakah ada pria-pria lain di kota yang menjadi temannya?"
211
"Tak ada yang pantas saya sebutkan." "Ayolah, Bu Church. Saya ingin kebenaran, ingat itu."
"Dia bukan laki-laki baik-baik, jauh daripada itu. Anak itu menjatuhkan martabatnya, begitulah saya katakan padanya."
"Tolong bicara lebih jelas, Bu Church."
"Anda pasti sudah mendengar tentang rumah minum the Seven Stars, bukan? Itu sama sekali bukan rumah minum yang baik, dan pemiliknya, Harry Carter, seorang laki-laki yang rendah budinya serta pemabuk."
"Apakah Amy temannya?"
"Kadang-kadang dia pergi berjalan-jalan dengan laki-laki itu. Saya rasa hubungannya tidak lebih jauh dan itu. Sungguh tidak."
Luke mengangguk sambil merenung, lalu mengalihkan pokok pembicaraan.
"Apakah Anda kenal seorang anak muda, Tommy Pierce?"
"Apa? Anak laki-laki Bu Pierce itu? Tentu saya kenal. Selalu ada saja kenakalannya."
"Apakah dia sering bertemu dengan Amy?"
"Oh, tidak. Amy pasti akan mengusirnya dengan tamparan, kalau anak itu mencoba mengganggunya."
"Apakah Amy senang tinggal bersama Miss Waynflete?"
"Dia memang merasa agak bosan, dan bayarannya tak tinggi. Tapi setelah dia dipecat dari Ashe Manor dengan cara begitu, tentulah tak mudah
212
baginya mendapatkan tempat kerja lain yang baik."
"Bukankah dia bisa pergi?" "Maksud Anda ke London?" "Atau ke suatu tempat lain di negeri ini." Bu Church menggeleng. Lambat-lambat dia berkata,
"Amy tak mau meninggalkan Wychwood— dalam keadaan seperti sekarang."
"Apa maksud Anda dengan, dalam keadaan seperti sekarang}"
"Yah, dengan adanya Jim dan laki-laki di toko antik itu."
Luke mengangguk sambil merenung. Bu Church berkata lagi,
"Miss Waynflete itu wanita yang baik sekali, tapi dia terlalu cerewet mengenai barang-barangnya yang dari kuningan dan perak, dan semua barangnya harus selalu bersih dari debu, sedang kasur harus dibalik. Amy sebenarnya tidak tahan dengan segala tetek-bengek itu, seandainya dia tak bisa menghibur dirinya dengan cara lain."
"Saya bisa mengerti," kata Luke datar.
Dia membolak-balik semuanya itu dalam pikirannya. Dia merasa tak ada lagi pertanyaan yang harus ditanyakannya. Dia merasa yakin bahwa dia sudah memeras semua yang diketahui oleh Bu Church. Tetapi dia memutuskan untuk memancing sesuatu sekali lagi.
"Saya yakin Anda bisa menduga mengapa semua pertanyaan itu tadi saya ajukan. Kematian Amy
213
agak misterius. Kami tidak merasa puas bahwa itu hanya suatu kecelakaan. Oleh karenanya, Anda tentu menyadari apa itu sebenarnya."
Dengan perasaan senang yang jahat, wanita itu berkata,
"Permainan kotor!"
"Benar sekali. Nah, seandainya keponakan Anda memang merupakan korban permainan kotor, menurut Anda, siapa yang mungkin bertanggung jawab atas Kematiannya?"
Bu Church menyeka tangannya dengan celemeknya.
"Apakah akan ada hadiahnya, bila polisi bisa diberi petunjuk yang benar?" tanyanya bersungguh-sungguh.
"Mungkin ada," sahut Luke.
"Sebenarnya saya tidak ingin mengatakan sesuatu dengan pasti." Bu Church menyapukan lidahnya ke bibirnya yang tipis dengan penuh nafsu. "Tapi laki-laki di toko antik itu memang aneh. Mungkin Anda ingat perkara pembunuhan oleh Castor—bagaimana orang menemukan ser-pihan-serpihan tubuh gadis malang itu di mana-mana, di bungalow tepi pantai milik Castor, dan bagaimana orang menemukan lima atau enam gadis malang lainnya yang telah diperlakukannya dengan cara yang sama. Mungkin Mr. Ellsworthy seperti itu juga."
"Itu pendapat Anda, bukan?"
"Yah, mungkin begitu, bukan?"
214
Luke mengakui bahwa itu memang mungkin. Lalu dia berkata,
"Apakah Ellsworthy tidak berada di tempat pada petang Hari Pacuan Kuda Derby? Itu suatu hal yang penting."
Bu Church membelalak.
"Hari Pacuan Kuda Derby?"
"Ya—hari Rabu dua minggu yang lalu."
Wanita itu menggeleng.
"Saya benar-benar tak bisa berkata apa-apa tentang hal itu. Dia biasanya memang pergi pada hari Rabu—dia sering pergi ke kota. Soalnya, pada hari Rabu tokonya tutup lebih awal."
"OlOkata Luke. "Tutup lebih awal."
Dia minta diri dari Bu Church, tanpa mengindahkan sindiran wanita itu bahwa waktu baginya sangat berharga, dan oleh karenanya dia berhak mendapat imbalan uang. Luke merasa makin benci pada Bu Church. Namun percakapan yang telah dilakukannya dengan wanita itu, meskipun tidak terlalu memberikan kejelasan, telah mengungkapkan beberapa pokok kecil yang berarti.
Dengan hati-hati dia membalik-balik persoalan itu dalam pikirannya.
Ya, persoalannya masih berkisar pada keempat orang itu. Thomas, Abbot, Horton, dan Ellsworthy. Sikap Miss Waynflete agaknya membenarkan hal itu.
Wanita itu tampak sedih dan enggan menyebutkan nama. Itu pasti berarti bahwa orang yang
215
bersangkutan adalah seseorang yang terkemuka di Wychwood, seseorang yang, bila namanya disebut hanya dengan sindiran saja pun, dia sudah akan sangat dirugikan. Hal itu sesuai pula dengan keputusan yang telah diambil oleh Miss Pinkerton, untuk menyampaikan rasa curiganya langsung kepada instansi tertinggi. Polisi setempat pasti akan menertawakan pengaduannya.
Hal itu bukan perkara yang berhubungan hanya dengan seorang tukang daging, atau tukang roti, atau pembuat wadah lilin saja. Bukan pula perkara yang melibatkan seorang montir bengkel. Orang yang bersangkutan pastilah seseorang, bagi siapa suatu tuduhan adalah sesuatu yang tak masuk akal, dan lebih-lebih suatu soal yang serius.
Ada empat orang calon yang mungkin terlibat. Kini terserah padanya untuk menyelidiki perkara itu dengan cermat, sekali lagi, sehubungan dengan masing-masing calon, dan kemudian mengambil keputusan.
Pertama-tama harus diselidikinya sikap enggan Miss Waynflete. Wanita itu adalah seorang yang cermat dan teliti. Dia merasa bahwa dia tahu siapa laki-laki yang dicurigai Miss Pinkerton, tetapi sebagaimana yang ditekankannya, itu hanya merupakan perkiraan saja. Mungkin saja dia keliru.
Siapakah orang yang ada dalam pikiran Miss Waynflete?
Miss Waynflete merasa takut kalau-kalau tuduhannya akan merugikan seseorang yang tak
216
bersalah. Oleh karenanya, orang yang dituduhnya itu pastilah seorang laki-laki yang berkedudukan tinggi, yang secara umum disukai dan dihormati masyarakat.
Oleh karenanya, begitu pikir Luke, hal itu dengan sendirinya membuat Ellsworthy tersisih. Orang itu boleh dikatakan orang asing di Wychwood, reputasinya jelek di tempat itu. Luke yakin bahwa, bila Ellsworthy-lah yang ada dalam pikiran Miss Waynflete, maka dia pasti tidak akan enggan menyebutkannya. Sebab itu, berdasarkan sikap Miss Waynflete pula, Luke mencoret nama Ellsworthy.
Sekarang mengenai yang lain-lain. Menurut Luke dia juga bisa menghapuskan nama Mayor Horton. Miss Waynflete telah menekankan dengan penuh keyakinan bahwa Horton tak mungkin meracuni istrinya sendiri. Bila Miss Waynflete mencurigai bahwa Mayor Horton telah melakukan kejahatan-kejahatan berikutnya, maka dia pasti tidak akan begitu yakin menyatakan bahwa Mayor Horton tak bersalah dalam kematian istrinya.
Maka kini tinggal Dr. Thomas dan Abbot. Keduanya memenuhi persyaratan-persyaratan yang diperlukan. Mereka adalah orang-orang yang kedudukan dan profesinya terhormat, dan terhadap mereka orang tak pernah mengatakan hal-hal yang memalukan. Pada umumnya, mereka berdua disukai dan dihormati, dan terkenal sebagai orang-orang yang tak bercacat serta jujur.
217
Kemudian Luke mempertimbangkan segi lain dari persoalan itu. Apakah dia sendiri bisa menghapuskan nama Ellsworthy dan Horton? Dia segera menggeleng. Tidak begitu sederhana. Miss Pinkerton tahu—betul-betul tahu—siapa laki-laki itu. Hal itu terbukti, pertama, oleh kematiannya sendiri, dan kedua oleh kematian Dr. Humbleby. Tapi Miss Pinkerton sebenarnya tak pernah menyebutkan sebuah nama pada Honoria Waynflete. Oleh karenanya, meskipun Miss Waynflete merasa bahwa dia tahu, dia bisa saja salah. Sering kali kita merasa tahu apa yang ada dalam pikiran orang—tapi kadang-kadang kita menemukan bahwa kita sama sekali tidak tahu—dan dengan demikian telah membuat kesalahan yang sangat besar!
Jadi keempat calon tadi masih tetap berlaku. Miss Pinkerton sudah meninggal dan tak dapat lagi memberikan bantuan. Tinggal terserah pada Luke untuk berbuat seperti yang telah dilakukannya pada hari dia tiba di Wychwood, yaitu mempertimbangkan buktinya dan mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinannya.
Dia mulai dengan Ellsworthy. Sepintas lalu, Ellsworthy adalah yang paling masuk akal. Dia abnormal, dan mungkin punya pribadi yang bejat. Jadi besar kemungkinan dia adalah seorang 'pembunuh karena nafsu'.
"Coba kulakukan begini," kata Luke sendiri. "Kucurigai setiap orang secara bergantian. Ellsworthy,   umpamanya.   Katakanlah   dia  pembu-
218
nuhnya! Untuk sementara, umpamakanlah dengan pasti bahwa aku tahu. Sekarang kutampilkan para korban secara berurutan. Pertama-tama Bu Horton. Sulit melihat motif apa yang ada pada Ellsworthy untuk membunuh Bu Horton. Tapi barang buktinya ada. Horton bicara tentang semacam ramuan dukun yang diperoleh istrinya dan diminumnya. Racun arsenikum bisa saja dibubuhkan dengan cara seperti itu. Pertanyaannya adalah—mengapa?
"Sekarang yang lain-lain. Amy Gibbs. Mengapa Ellsworthy membunuh Amy Gibbs? Alasan yang nyata—dia merupakan pengganggu! Mungkinkah gadis itu mengancam akan mengambil tindakan tertentu karena janji Ellsworthy padanya tak dipenuhi? Atau apakah dia membantu dalam acara pesta-pesta cabul di tengah malam? Mungkinkah dia kemudian mengancam akan membuka mulut? Lord Whitfield punya pengaruh besar di Wychwood, dan menurut Bridget, Lord Whitfield adalah orang yang bermoral tinggi. Mungkinkah dia mengambil tindakan terhadap Ellsworthy, karena dia telah melakukan suatu perbuatan cabul. Jadi—singkirkan Amy. Kurasa, bukan suatu pembunuhan sadis. Cara pembunuhan begitu tidak tergolong sadis.
"Siapa berikutnya—Carter? Dia tak mungkin tahu tentang pesta-pesta cabul tengah malam itu (atau mungkinkah Amy menceritakannya padanya?). Apakah anak perempuannya yang cantik itu terlibat dalam pertemuan-pertemuan itu? Apakah
219
Ellsworthy telah mulai main cinta dengan gadis itu? (Aku harus menemui Lucy Carter). Mungkin Carter telah memperlakukan Ellsworthy dengan buruk, dan Ellsworthy yang licik seperti kucing banci itu, membencinya. Bila dia sudah pernah melakukan satu atau dua kali pembunuhan, maka dia akan menjadi cukup kejam untuk membunuh hanya karena alasan yang sekecil-kecilnya.
"Sekarang Tommy Pierce. Mengapa Ellsworthy membunuh Tommy Pierce? Mudah saja. Tommy pernah membantu dalam suatu upacara tengah malam. Tommy mengancam akan membocorkan rahasia. Mungkin Tommy bahkan sudah menceritakannya. Jadi mulut Tommy harus dibungkam.
"Dokter Humbleby. Mengapa Ellsworthy membunuh Dokter Humbleby? Itu yang termudah di antara semuanya! Humbleby adalah seorang dokter, dan dia melihat bahwa Ellsworthy punya kelainan jiwa. Mungkin dokter itu telah bersiap-siap untuk menangani hal itu. Maka celakalah Humbleby. Cara yang ditempuhnya agak sulit. Bagaimana Ellsworthy yakin Humbleby akan terbunuh karena keracunan darah? Atau apakah Humbleby meninggal karena sesuatu yang lain? Apakah jari yang keracunan itu hanya suatu kebetulan?
"Yang terakhir, Miss Pinkerton. Toko uang tutup lebih awal pada hari Rabu. Mungkin Ellsworthy pergi ke kota pada hari itu. Aku ingin tahu apakah dia memiliki mobil. Aku memang tak pernah melihatnya mengemudikan mobil, tapi itu
220
belum merupakan bukti. Ellsworthy tahu bahwa Miss Pinkerton mencurigainya, dan dia tak mau untung-untungan. Siapa tahu Scotland Yard akan mempercayai pengaduan wanita tua itu. Jadi mungkinkah Scotland Yard sudah tahu sesuatu tentang dirinya?
"Itulah tuduhan-tuduhan yang memberatkan Ellsworthy! Lalu apakah yang meringankannya? Yang jelas, bukan dia orangnya yang menurut Miss Waynflete ada dalam pikiran Miss Pinkerton. Satu hal lagi, dia tak cocok—sama sekali tak cocok— dengan kesanku sendiri yang masih samar. Waktu Miss Pinkerton bicara, aku mendapatkan gambaran seorang laki-laki—tapi laki-laki itu bukanlah Ellsworthy. Kesan yang diberikannya padaku adalah mengenai seorang laki-laki yang benar-benar normal—artinya dari luar—seorang laki-laki yang tidak akan dicurigai oleh siapa pun juga. Sedang Ellsworthy adalah laki-laki yang bisa kita curigai. Tidak, kesan yang kudapatkan lebih mendekati laki-laki seperti—Dokter Thomas.
"Sekarang Thomas. Bagaimana dengan Thomas? Namanya kuhapus bersih dari daftar, setelah aku ngobrol dengan dia. Dia baik, meskipun tidak terlalu menyenangkan—kecuali kalau aku salah menanggapi semuanya. Dia adalah orang yang sama sekali tidak akan kita sangka sebagai seorang pembunuh! Demikianlah perasaan orang-orang tentang Thomas.
"Nah, sekarang mari kita ulangi semua kemungkinan itu sekali lagi. Mengapa Dokter
221
Thomas membunuh Amy Gibbs? Agaknya sama sekali tak mungkin kalau dia yang melakukannya! Tapi gadis itu datang padanya pada hari itu, dan dokter itu memang memberinya sebotol obat batuk. Bagaimana seandainya itu bukan batuk tetapi asam oxalid? Itu adalah cara yang sangat sederhana dan cerdik! Aku ingin tahu siapa yang dipanggil waktu didapati bahwa gadis itu keracunan—Humbleby atau Thomas? Bila Thomas, bisa saja dia datang sambil membawa sebuah botol lama berisi cat topi, dalam sakunya, meletakkan botol itu untuk dianalisa, tanpa rasa bersalah! Begitulah kira-kira. Itu bisa saja dilakukan oleh orang berdarah dingin!
"Tommy Pierce? Lagi-lagi kesulitannya dengan Dokter Thomas ini-—soal motif. Bahkan suatu motif yang gila-gilaan pun tak ada. Sama halnya dengan Carter. Mengapa Dokter Thomas ingin menyingkirkan Carter? Kita hanya bisa menyimpulkan bahwa Amy, Tommy, dan pemilik rumah minum itu, semuanya tahu sesuatu yang tak pantas diketahui. Nah, andaikan sekarang, bahwa sesuatu itu adalah kematian Bu Horton. Dokter Thomas yang mengobatinya. Dan wanita itu meninggal karena penyakitnya mendadak kambuh. Mudah saja baginya untuk melakukan hal itu. Dan ingat bahwa Amy Gibbs berada di rumah itu waktu itu. Mungkin gadis itu melihat atau mendengar sesuatu. Itulah penjelasan mengenai gadis itu. Mengenai Tommy Pierce, sudah kita ketahui dari sumber yang dapat dipercaya, dia
222
adalah anak yang bersifat melit—sangat ingin tahu. Mungkin dia berhasil mengetahui sesuatu. Carter tak bisa dilibatkan di sini. Amy Gibbs menceritakan sesuatu padanya. Dalam keadaan mabuk, mungkin laki-laki itu telah membeberkan rahasia itu, dan Thomas lalu memutuskan untuk membungkamnya pula. Semuanya ini tentulah hanya dugaan saja. Tapi, orang tak bisa berbuat lain, bukan?
"Sekarang Humbleby. Nah! Akhirnya kita menemukan suatu pembunuhan yang benar-benar beralasan. Motifnya jelas dan caranya tepat! Dokter Thomas-lah satu-satunya orang yang bisa menyebabkan patnernya keracunan darah! Setiap kali dia mengganti perbannya, dia bisa membubuhkan racun baru! Alangkah akan menyenangkan bila pembunuhan-pembunuhan yang terdahulu agak lebih mudah dicarikan alasannva.
"Miss Pinkerton? Ini agak sulit, tapi tak ada satu kenyataan yang pasti. Hampir sepanjang hari itu Dokter Thomas tidak ada di Wychwood. Alasan yang diberikannya adalah menolong suatu persalinan. Itu mungkin. Tapi kenyataannya tetap bahwa dia pergi dari Wychwood, naik mobil.
"Adakah sesuatu yang lain lagi? Ya, hanya ada satu lagi. Caranya memandangku waktu aku akan meninggalkan rumahnya, beberapa hari yang lalu. Penuh percaya diri, ramah bercampur angkuh, senyum seseorang yang merasa baru saja menuntunku ke jalan yang benar dan menyadari hal itu."
223
Luke mendesah, dia menggeleng lalu melanjutkan renungannya.
"Abbot? Dia juga orang baik-baik. Normal, cukup kaya, dihormati, orang yang tak mungkin dan sebagainya, dan seterusnya. Dia juga angkuh dan penuh percaya diri.  Pembunuh memang begitu! Sombongnya bukan main! Mereka selalu menyangka bahwa mereka bisa lolos. Amy Gibbs pernah mengunjunginya. Mengapa? Untuk apa gadis itu ingin bertemu dengan dia? Apakah untuk mendapatkan nasihat hukum? Mengapa? Atau adakah persoalan pribadi? Terbetik berita mengenai   'surat  dari  seorang  wanita',   yang  dilihat Tommy. Apakah surat itu dari Amy Gibbs? Atau apakah surat itu ditulis oleh Bu Horton—surat yang kemudian berhasil sampai ke tangan Amy Gibbs. Siapakah wanita yang mungkin menulis surat kepada Pak Abbot mengenai persoalan yang demikian pribadi sifatnya, hingga dia marah sekali waktu pesuruh kantornya melihat surat itu tanpa sengaja? Apa lagikah yang bisa dipikirkan tentang Amy  Gibbs?  Cat  topi?  Ya,   memang  khas perbuatan laki-laki yang kolot—laki-laki seperti Abbot itu biasanya memang ketinggalan zaman kalau mengenai wanita. Caranya main perempuan adalah   cara   kolot!   Tommy   Pierce?  Jelas— sehubungan dengan surat itu (surat yang merupakan pembawa sial). Yah, memang ada masalah dengan anak perempuan Carter. Abbot tak ingin mendapat malu—seseorang yang kurang waras, bajingan rendahan seperti Carter berani mengan-
224
camnya? Dia yang telah berhasil lolos setelah melakukan dua kali pembunuhan dengan cerdiknya? Singkirkan saja Carter! Malam yang gelap dan suatu dorongan yang tepat. Urusan bunuh-membunuh ini benar-benar terlalu mudah.
"Apakah aku memiliki bayangan mengenai mental Abbot? Kurasa ada. Caranya memandang memberi kesan buruk di mata seorang wanita tua. Wanita itu berpikir macam-macam tentang dia.... Kemudian pertengkaran dengan Humbleby. Pak Tua Humbleby berani melawan Abbot, pengacara dan pembunuh yang pandai. Orang tua tolol—dia tak tahu apa yang bakal terjadi atas dirinya! Dia sendiri yang akan lenyap. Berani menantangku!
"Kemudian—? Dia berbalik dan melihat sorot mata Lavinia Pinkerton. Dan matanya sendiri jadi tertunduk—membuktikan bahwa dia sadar dia telah bersalah. Dia yang telah membanggakan dirinya yang tidak akan dicurigai, ternyata telah membangkitkan kecurigaan. Miss Pinkerton tahu rahasianya.... Wanita tua itu tahu apa yang telah
dilakukannya____Ya, tapi dia tak punya bukti. Tapi
bagaimana seandainya dia pergi ke sana kemari untuk mencari bukti? Bagaimana kalau dia bicara? Bagaimana seandainya...? Abbot punya pandangan yang tajam mengenai watak seseorang. Dapat diterkanya apa yang akhirnya akan dilakukan oleh wanita itu. Bila dia pergi ke Scotland Yard membawa kisah yang merupakan dugaannya, orang-orang di sana mungkin akan percaya padanya—mereka mungkin akan mulai mengaju-
225
kan pertanyaan-pertanyaan. Harus dilakukan sesuatu sebagai langkah akhir orang yang putus asa. Apakah Abbot punya mobil, atau apakah dia menyewanya di London? Pokoknya, dia tidak berada di tempat pada Hari Pacuan Kuda Derby...."
Luke berhenti sebentar. Semangatnya begitu terlibat dalam perkara itu, hingga dia merasa sulit beralih dari satu tertuduh ke tertuduh lainnya. Dia harus menunggu beberapa menit sebelum dia bisa memaksa dirinya untuk membayangkan Mayor Horton sebagai seorang pembunuh yang berhasil.
"Horton membunuh istrinya. Coba kumulai dari situ! Dia mengalami tantangan yang cukup besar untuk itu, dan dia akan mendapatkan keuntungan yang cukup besar bila istrinya meninggal. Untuk bisa menyesatkan kedua hal itu dengan berhasil, dia harus memamerkan kecintaan yang besar. Dia harus mempertahankan hal itu. Mungkin, katakanlah, kadang-kadang dia agak berlebihan?
"Bagus sekali, satu pembunuhan telah berhasil dilaksanakan dengan baik. Siapa berikutnya? Amy Gibbs. Ya, sangat masuk akal. Amy berada di rumah itu. Mungkin dia telah melihat sesuatu— Mayor yang sedang meramu secangkir teh atau bubur halus dengan obat penenang? Mungkin beberapa waktu kemudian baru gadis itu menyadari apa yang dilihatnya. Tipuan dengan cat topi itu adalah sesuatu yang wajar dilakukan oleh
226
Mayor itu—seorang pria, lelaki tulen, yang tahu sedikit sekali tentang tetek-bengek wanita.
"Dengan begitu Amy Gibbs telah dibungkam untuk selama-lamanya.
"Carter si pemabuk? Sama persoalannya dengan sebelumnya. Amy menceritakan sesuatu padanya. Lagi-lagi suatu pembunuhan yang masuk akal.
"Sekarang Tommy Pierce. Kita harus ingat kembali pada sifatnya yang melit. Mungkin surat di kantor Pak Abbot itu adalah surat pengaduan dari Bu Horton, yang menyatakan bahwa suaminya telah mencoba meracuninya? Itu suatu pemikiran yang tak masuk akal, tapi mungkin juga. Pokoknya Mayor insyaf bahwa Tommy merupakan ancaman, jadi Tommy harus menyusul Amy dan Carter. Semuanya begitu sederhana dan masuk akal. Mudahlah membunuh itu? Ya Tuhan, jawabnya adalah, ya.
"Tapi sekarang kita tiba pada sesuatu yang agak lebih sulit. Humbleby! Motifnya? Sangat jelas. Humbleby-lah yang mula-mula mengobati Bu Horton. Apakah dia lalu merasa heran melihat penyakit itu, dan apakah Horton lalu mempengaruhi istrinya untuk beralih ke dokter yang lebih muda dan tidak gampang curiga? Tapi kalau begitu, mengapa begitu lama setelah itu baru Humbleby dianggap berbahaya} Itu sulit.... Cara kematiannya juga. Jari yang keracunan. Tak ada hubungannya dengan Pak Mayor.
"Bu Pinkerton? Itu sangat mungkin. Dia punya mobil. Aku melihatnya. Dan dia tidak berada di
227
Wychwood pada hari itu, mungkinkah pergi menonton ke Derby? Ya—mungkin. Apakah Horton seorang pembunuh berdarah dingin? Benarkah? Benarkah itu? Ingin sekali aku tahu...."
Luke menatap ke depan. Dahinya berkerut karena penuh pikiran.
"Pasti seorang di antara mereka.... Kupikir bukan Ellsworthy—tapi mungkin juga dia! Dialah yang paling jelas! Thomas sama sekali tak mungkin—bila tidak melihat cara kematian Humbleby. Peracunan darah itu pasti menuding ke arah seorang pembunuh di kalangan kedokteran! Mungkin Abbot—seperti juga terhadap yang lain, untuk dia pun tak dapat dicarikan bukti—namun bagaimanapun juga, aku bisa melihat dia dalam peran itu.... Ya—dia cocok, sedang yang lain-lain tidak. Dan bisa juga Horton! Bertahun-tahun lamanya dia diperbudak oleh istrinya, dia merasa diri tak punya arti—ya, mungkin! Tapi Miss Waynflete tidak menduga demikian, padahal wanita itu tidak bodoh—apalagi dia benar-benar mengenal desa ini dan penduduknya—
"Siapa yang dia curigai, Abbot atau Thomas? Pasti salah seorang di antara mereka.... Bila kukorek benar-benar wanita itu—'yan£ mana di antara mereka berdua?'—mungkin aku akan bisa mendapatkan jawabannya.
"Tapi dalam hal itu dia mungkin pula salah. Tak ada cara untuk membuktikan bahwa dia benar— sebagaimana halnya dengan Miss Pinkerton. Lebih banyak barang bukti—itulah yang kuperlukan.
228
Seandainya terjadi satu kali pembunuhan lagi— satu kali saja lagi—maka aku akan yakin—"
Dia berhenti berpikir dengan mendadak.
"Ya Tuhan," bisiknya. "Mengapa aku ini—aku sampai menginginkan satu kali pembunuhan lagi...r
229
BAB LIMA BELAS SEORANG SOPIR YANG KURANG AJAR
Di rumah minum Seven Stars, Luke meneguk minumannya, lalu merasa agak malu. Tatapan enam pasang mata orang-orang desa mengikuti gerak-geriknya sampai yang sekecil-kecilnya, dan waktu dia masuk tadi, percakapan jadi terhenti. Luke mengucapkan beberapa kalimat tentang hal-hal yang umum, seperti panen, keadaan cuaca, dan kupon undian sepak bola, tapi tak memperoleh tanggapan satu pun.
Dia tidak mendapat sambutan ramah. Benar dugaannya, gadis manis yang berambut hitam dan berpipi merah di belakang meja kasir itu memang Nona Lucy Carter.
Usaha pendekatannya disambut dengan sikap menyenangkan. Sebagaimana lazimnya, Nona Carter berkata dengan cekikikan, "Ayo, teruskan saja! Saya yakin Anda tidak bermaksud apa-apa! Saya bukannya tak tahu!"—dan pernyataan-pernyataan lain seperti itu. Tapi jelas bahwa sikapnya dibuat-buat.
Luke yang melihat bahwa, kalaupun dia tinggal di situ lebih lama, dia tidak akan memperoleh
230
kemajuan apa-apa, menghabiskan birnya lalu pergi. Dia berjalan di sepanjang jalan kecil di pinggir sungai, di mana ada sebuah titian. Dia berhenti memandangi titian itu. Tiba-tiba dari belakang terdengar suatu suara gemetar yang berkata,
"Di situlah, Tuan. Titian itulah yang diseberangi Harry."
Luke berbalik dan melihat salah seorang dari temannya minum tadi, salah seorang yang tadi sama sekali tidak menanggapi pembicaraannya mengenai hasil panen, cuaca, dan kupon. Jelas, kini orang itu merasa senang karena dia bisa menjadi penunjuk jalan ke tempat yang mengerikan itu.
"Dia tercebur ke dalam lumpur," kata buruh yang sudah sangat tua itu. "Langsung terbenam ke dalam lumpur dengan kepalanya ke bawah."
"Aneh mengapa dia jatuh di sini," kata Luke.
"Dia mabuk," kata orang desa yang lugu itu dengan sabar.
"Ya, tapi tentu dia sudah sering lewat sini dalam keadaan mabuk."
"Hampir setiap malam," kata lawan bicaranya. "Si Harry itu memang pemabuk berat."
"Mungkinkah seseorang mendorongnya?" kata Luke dengan seenaknya.
"Mungkin juga," Pak Tua itu membenarkan. "Tapi saya tak tahu siapa yang mau berbuat begitu," tambahnya.
231
"Mungkin dia punya beberapa musuh. Sikapnya kasar sekali kalau sedang mabuk, bukan?"
"Kata-katanya tak enak didengar! Bicaranya tanpa tedeng aling-aling, si Harry itu. Tapi tak mungkin ada seseorang yang mau mendorong orang yang sedang mabuk."
Luke tidak menanggapi pernyataan itu. Jelas bahwa memanfaatkan keadaan seseorang yang sedang mabuk dianggap suatu perbuatan yang sangat tidak terpuji. Pak Tua itu kelihatannya terkejut mendengar gagasan itu.
"Yah," kata Luke samar-samar, "memang menyedihkan."
"Sama sekali tidak menyedihkan bagi istrinya," kata orang tua itu. "Saya rasa, dia dan Lucy tidak merasa sedih atas kejadian itu."
"Mungkin ada orang-orang yang lebih senang kalau dia disingkirkan."
Laki-laki itu bersikap samar mengenai hal itu.
"Mungkin," katanya. "Tapi Harry tidak merugikan siapa-siapa."
Setelah mengakhiri percakapan tentang almarhum Carter, mereka berpisah.
Luke membelokkan langkahnya ke Wych Hall. Kegiatan perpustakaan mengambil tempat di dua ruangan depan. Luke melewati bagian itu dan terus ke belakang melalui sebuah pintu yang berpapan nama Museum. Di sana dia berjalan dari lemari ke lemari, memperhatikan barang-barang yang dipajang, yang tidak begitu menarik. Ada beberapa barang-barang keramik dan mata uang Romawi.
232
Ada beberapa barang-barang antik dari laut Selatan, dan sebuah ikat kepala dari Malaya. Beberapa dewa India "yang dihadiahkan oleh Mayor Horton", juga sebuah patung Budha yang besar dan tampak jahat, dan sebuah kotak berisi merjan Mesir yang tampak meragukan.
Luke keluar, lalu masuk ke sebuah ruang besar yang lain. Tak ada seorang pun di sana. Diam-diam dia menaiki tangga. Di sana terdapat sebuah ruangan yang berisi majalah-majalah dan surat-surat kabar, dan sebuah kamar yang berisi buku-buku ilmu pengetahuan.
Luke naik lagi ke lantai di atasnya. Di sana terdapat kamar-kamar yang menurut Luke hanya dipenuhi dengan barang-barang rongsokan. Seperti burung-burung yang sudah diawetkan, yang sudah dipindahkan dari museum karena sudah diserang rayap, tumpukan-tumpukan majalah robek, dan sebuah kamar yang rak-raknya dipenuhi buku-buku cerita kolot, juga buku-buku anak-anak.
Luke mendekati jendela. Pasti di sinilah Tommy Pierce duduk, mungkin sambil bersiul dan sekali-sekali menggosok kaca jendela dengan giat, bila didengarnya seseorang datang.
Seseorang masuk. Tommy menunjukkan kerajinannya—sambil duduk dengan separuh badannya di luar, dan menggosok dengan giat. Kemudian orang itu mendekatinya, dan sambil bercakap-cakap mendorongnya dengan keras.
233
Luke berbalik. Dia menuruni tangga dan selama beberapa menit berdiri di ruang besar. Tak seorang pun melihatnya masuk tadi. Tak seorang pun melihatnya naik ke lantai atas ini.
"Siapa pun bisa melakukannya!" kata Luke. "Itu pekerjaan yang mudah sekali."
Didengarnya langkah kaki orang yang datang dari arah perpustakaan. Karena dia tak merasa bersalah dan tidak keberatan dilihat, maka dia tetap berdiri di mana dia berada. Sekiranya dia tak ingin dilihat, betapa akan mudahnya dia menyelinap masuk ke ruang museum!
Miss Waynflete keluar dari perpustakaan, dengan mengepit setumpuk buku. Dia sedang menanggalkan sarung tangannya. Dia kelihatan senang dan sibuk. Waktu dilihatnya Luke, wajahnya berseri dan dia berseru,
"Oh, Tuan Fitzwilliam, apakah Anda sedang melihat-lihat museum? Sayang, tak banyak isinya. Lord Whitfield berkata akan memberi kita beberapa barang pajangan yang benar-benar menarik."
"Begitukah?"
"Ya, sesuatu yang modern, maksudnya yang memenuhi selera zaman, seperti yang ada di Museum Sains di London. Rencananya sebuah tiruan pesawat terbang dan sebuah lokomotif, dan juga beberapa benda kimia."
"Itu mungkin bisa mencerahkan keadaan di sini."
234
"Ya, menurut saya, sebuah museum tidak selalu harus berhubungan dengan masa lalu saja, bagaimana pendapat Anda?"
"Mungkin."
"Lalu juga beberapa contoh makanan—yang berhubungan dengan kalori, dan vitamin—dan yang semacam itu. Lord Whitfield menaruh perhatian besar pada Kampanye Kesegaran Jasmani."
"Begitu katanya pada saya beberapa malam yang lalu."
"Itu memang sedang populer sekarang, bukan? Lord Whitfield menceritakan bahwa dia baru saja mengunjungi Institut Wellerman—dan di sana dia melihat banyak sekali kuman, dan pembudidayaan genetis dan bakteri—saya jadi menggigil dibuatnya. Dia juga bercerita tentang nyamuk-nyamuk, penyakit tidur, dan sesuatu tentang cacing hati, yang rasanya terlalu sulit bagi saya."
"Bagi Lord Whitfield sendiri pun mungkin terlalu sulit," kata Luke ceria. "Saya berani bertaruh bahwa dia salah mengerti! Anda punya otak yang lebih cerdas daripada dia, Miss Waynflete."
Dengan tenang Miss Waynflete berkata,
"Anda baik sekali, Tuan Fitzwilliam, tapi saya rasa, kami kaum wanita tak pernah berpikir sedalam pria "
Luke menekan keinginannya untuk menyatakan yang sebaliknya mengenai cara berpikir Lord Whitfield. Dia hanya berkata,
235
"Saya sudah melihat-lihat museum, tapi kemudian saya naik ke lantai atas untuk melihat jendela-jendela di atas."
"Maksud Anda, di mana Tommy—" Miss Waynflete tampak bergidik. "Mengerikan sekali."
"Memang tak enak mengenangnya. Tadi satu jam lamanya saya bersama Bu Church—bibi si Amy—dia wanita yang tidak menyenangkan."
"Memang tidak."
"Saya terpaksa bersikap agak keras terhadapnya," kata Luke. "Saya rasa, dipikirnya saya ini seorang polisi super."
Dia berhenti karena dilihatnya air muka Miss Waynflete tiba-tiba berubah.
"Aduh, Tuan Fitzwilliam, apakah menurut Anda itu bijaksana?"
Luke berkata,
"Saya benar-benar tak tahu. Saya rasa hal itu tak dapat dibantah lagi. Bualan tentang penulisan sebuah buku, sudah makin tak menarik—dan dengan dalih itu saya tak akan maju-maju. Saya harus mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang langsung mengenai pokok persoalan."
Miss Waynflete menggeleng—air mukanya masih tetap susah.
"Anda harus tahu, di tempat ini—semuanya tersiar cepat sekali."
"Maksud Anda bahwa sekarang semua orang akan berkata, 'Tuh, Pak Detektif,' bila mereka melihat saya di jalan? Saya rasa sekarang sudah tak
236
ada pengaruhnya lagi. Sebenarnya saya bisa mendapatkan lebih banyak dengan cara itu."
"Bukan itu yang saya pikirkan." Miss Waynflete kedengarannya agak sesak. "Maksud saya—si pembunuh akan tahu. Dia akan menyadari bahwa Anda sedang mencari jejaknya."
Luke berkata lambat-lambat,
"Saya rasa memang begitu."
Miss Waynflete berkata lagi,
"Tapi, tidakkah Anda sadari—itu berbahaya sekali. Sangat berbahaya\"
"Maksud Anda—" Akhirnya Luke mengerti maksudnya, "maksud Anda, si pembunuh akan mencoba berbuat sesuatu atas diri saya}"
"Ya."
"Lucu," kata Luke. "Tak pernah hal itu terpikir oleh saya! Tapi saya rasa Anda benar. Yah, saya rasa itu mungkin sekali terjadi."
Dengan bersungguh-sungguh Miss Waynflete berkata,
"Saya rasa Anda tak menyadari bahwa dia—dia pasti seorang yang cerdas. Dia juga orang yang sangat berhati-hati! Dan ingat, pengalamannya banyak sekali—mungkin lebih banyak daripada yang kita sadari."
"Ya," kata Luke tercenung. "Mungkin itu benar."
Miss Waynflete berseru,
"Saya tak senang! Saya benar-benar merasa ngeril"
Dengan halus Luke berkata,
237
"Anda tak perlu kuatir. Saya akan sangat waspada, yakinlah. Soalnya saya sudah mempersempit kemungkinan-kemungkinannya dengan teliti sekali. Saya sudah mendapat gagasan kira-kira siapa pembunuh itu—"
Miss Waynflete tiba-tiba mendongak.
Luke maju selangkah. Dia merendahkan suaranya hingga berbisik,
"Miss Waynflete, bila saya tanyakan pada Anda, yang mana di antara kedua pria ini yang Anda anggap paling masuk akal—Dokter Thomas atau Pak Abbot—apa jawab Anda}"
"Oh—" kata Miss Waynflete. Tangannya cepat diangkatnya ke dadanya. Dia melangkah mundur. Matanya menatap Luke dengan pandangan yang membuat Luke bingung. Pandangan itu membayangkan rasa tak sabar dan sesuatu yang berhubungan dengan itu, yang tak dipahami Luke.
Kata Miss Waynflete,
"Saya tak bisa mengatakan apa-apa—"
Dia mendadak berbalik dengan mengeluarkan
suatu suara aneh—setengah mendesah, setengah
tersedu.
Luke menarik dirinya.
"Apakah Anda akan pulang?" tanyanya.
"Tidak, saya akan pergi mengantarkan buku-buku ini kepada Bu Humbleby. Rumahnya terletak dalam perjalanan Anda kembali ke Manor. Kita bisa berjalan bersama-sama ke sana."
"Itu akan menyenangkan sekali," kata Luke.
238
Mereka menuruni tangga, membelok ke kiri mengitari taman desa.
Luke menoleh ke belakang melihat rumah yang baru saja mereka tinggalkan. Rumah itu anggun garis-garisnya.
"Rumah itu tentu bagus sekali waktu masih menjadi milik ayah Anda," katanya.
Miss Waynflete mendesah.
"Ya, kami sekeluarga bahagia sekali dulu. Saya bersyukur sekali rumah itu tak jadi dirombak. Banyak sekali rumah-rumah tua yang dirobohkan.
"Saya dengar begitu. Menyedihkan sekali."
"Padahal rumah-rumah baru mutu bangunannya jelek sekali."
"Saya tak yakin apakah rumah-rumah baru bisa seawet rumah-rumah tua."
"Tapi," kata Miss Waynflete, "rumah-rumah baru memang lebih praktis—sangat hemat tenaga, dan tak ada lorong-lorong besar yang banyak anginnya yang harus disikat."
Luke membenarkan.
Waktu mereka tiba di pintu pagar rumah Dr. Humbleby, Miss Waynflete tampak bimbang, lalu berkata,
"Senja ini indah sekali. Bila Anda tak keberatan, saya ingin ikut berjalan sebentar lagi dengan Anda. Saya ingin menikmati udara ini."
Meskipun agak heran, Luke menyatakan kegembiraannya dengan sopan. Padahal menurut dia, senja itu tidak dapat dikatakan senja yang indah. Angin bertiup kencang, mengobrak-abrik
239
daun-daun di pohon dengan kejamnya. Setiap saat badai akan mengamuk, pikirnya.
Namun, sambil memegangi topinya kuat-kuat, Miss Waynflete yang berjalan di sisi Luke dengan sengaja memperlihatkan rasa senangnya. Dia bercakap-cakap dengan suara terengah-engah.
Jalan setapak yang mereka lalui sepi, karena jalan paling pendek dari rumah Dr. Humbleby ke Ashe Manor tidaklah lewat jalan raya, melainkan lewat jalan setapak yang menuju salah satu pintu pagar belakang Manor House. Pintu itu tidak terbuat dari besi tuang berhias, tapi ada dua buah pilar indah di kanan-kirinya dan di atas pilar itu ada dua buah nenas tiruan yang besar dan berwarna merah muda. Luke belum bisa menjawab pertanyaannya sendiri, mengapa justru nenas yang dipasang di sana! Tapi kemudian didengarnya bahwa bagi Lord Whitfield, nenas merupakan lambang kehormatan dan selera tinggi.
Waktu mereka tiba dekat pintu pagar itu, terdengar oleh mereka suara orang yang sedang marah-marah. Sesaat kemudian mereka melihat Lord Whitfield sedang berhadapan dengan seorang anak muda yang berseragam pengemudi.
"Kau kupecat," kata Lord Whitfield berteriak. "Kaudengar itu? Kau kupecat."
"Tolong maafkan saya, Lord Whitfield—sekali ini saja."
"Tidak, aku tak mau memaafkan! Kau telah membawa keluar mobilku. Mobilku—apalagi waktu itu kau minum minuman keras—ya, jangan
240
bantah! Sudah kujelaskan bahwa ada tiga hal yang tak kuizinkan dalam lingkungan tanah milikku ini—orang yang mabuk-mabukan, orang yang tak bermoral, dan yang ketiga adalah orang yang lancang."
Meskipun anak muda itu tidak terlalu mabuk, keadaannya cukuplah untuk membuatnya berani membuka mulut. Sikapnya langsung berubah.
"Kau tak mau itu, tak mau ini, ya Pak Tua sialan! Tanah milikmw ini, ya! Kausangka kami semua tak tahu, ayahmu dulu cuma pemilik toko sepatu! Kami semua tertawa geli sekali melihat kau berlagak seperti—penguasa kami! Siapa sih kamu ini? Coba jawab, aku ingin tahu! Kau tidak lebih baik daripada aku—kau sama benar dengan aku ini."
Wajah Lord Whitfield menjadi merah padam.
"Lancang benar kau bicara begitu terhadapku! Berani kau, ya?" Anak muda itu maju selangkah dengan sikap mengancam.
"Kalau saja kau tidak begitu pendek dan gendut seperti babi busuk, sudah kutinju kau—sungguh!"
Lord Whitfield cepat-cepat mundur. Kakinya tersangkut akar, lalu jatuh terduduk.
Luke maju ke tempat peristiwa itu.
"Pergi!" katanya dengan kasar pada pengemudi itu.
Pengemudi itu sadar kembali. Dia jadi ketakutan.
"Maaf, Pak. Saya tak tahu apa yang telah terjadi atas diri saya, sungguh, Pak."
241
"Kau pasti terlalu banyak minum," kata Luke.
Dia membantu Lord Whitfield bangkit.
"Ma—maafkan saya, Lord Whitfield," gagap anak muda itu.
"Kau akan menyesali perbuatanmu ini, Rivers," kata Lord Whitfield.
Suaranya gemetar karena emosinya.
Pengemudi itu bimbang sebentar, lalu pergi dengan lemah lunglai. . Lord Whitfield meledak,
"Benar-benar lancang! Terhadap diriku. Berani benar dia bicara begitu terhadap diriku. Sesuatu yang sangat serius akan terjadi atas diri laki-laki itu! Tak sopan dia—tak menyadari kedudukannya dalam hidup ini. Bila kupikir apa yang telah kulakukan demi orang-orang itu—gaji yang tinggi—diberi pensiun bila mereka berhenti. Tak tahu berterima kasih—sungguh tak tahu berterima kasih...."
Dia sampai tersedak karena ketegangannya. Lalu terpandang olehnya Miss Waynflete yang berdiri diam-diam saja sejak tadi.
"Kau rupanya, Honoria? Aku benar-benar menyesal kau harus menyaksikan pemandangan yang begitu memalukan. Bahasa yang dipakai laki-laki itu—"
"Saya rasa dia tidak menyadarinya, Lord Whitfield," kata Miss Waynflete dengan tenang.
"Dia memang mabuk!"
"Memang mabuk," kata Luke.
242
"Tahukah kalian apa yang telah dilakukannya?" Lord Whitfield melihat pada kedua orang itu bergantian. "Mobilku dibawanya keluar—mobil-kul Disangkanya aku tidak akan kembali begitu cepat. Bridget mengantarku dengan mobil kecil ke Lyne. Dan sopir itu dengan lancangnya membawa seorang gadis—kurasa Lucy Carter—pesiar dengan mobil&«!"
Dengan halus Miss Waynflete berkata,
"Benar-benar tak pantas perbuatannya."
Lord Whitfield kelihatan agak terhibur.
"Memang, ya?"
"Tapi saya yakin dia akan menyesali perbuatannya."
"Aku yang akan membuatnya menyesal!"
"Kau telah memecatnya," Miss Waynflete mengingatkannya.
Lord Whitfield menggeleng.
"Nasibnya akan buruk sekali, anak muda itu."
Dia meluruskan bahunya.
"Mari mampir, Honoria, dan minum-minum sherry.**
"Terima kasih, Lord Whitfield, tapi saya harus pergi ke rumah Bu Humbleby mengantarkan buku-buku ini. Selamat malam, Tuan Fitzwilliam. Anda tidak akan apa-apa sekarang."
Dia mengangguk pada Luke sambil tersenyum, lalu pergi dengan langkah-langkah tegap. Sikapnya adalah sikap seorang pengasuh yang telah mengantarkan anak asuhannya ke pesta. Napas Luke jadi tertahan karena tiba-tiba terlintas sebuah
243
gagasan di kepalanya. Mungkinkah Miss Waynflete menemaninya tadi itu untuk melindunginya? Gagasan itu rasanya tak masuk akal, tetapi—
Suara Lord Whitfield membuyarkan renungannya.
"Wanita yang pandai sekali, Honoria Waynflete."
"Saya pikir juga begitu."
Lalu Lord Whitfield berjalan ke arah rumah. Geraknya agak kaku dan tangannya memegang pinggulnya lalu menggosok-gosoknya.
Tiba-tiba dia tertawa kecil.
"Aku pernah bertunangan dengan Honoria— bertahun-tahun yang lalu. Waktu itu dia manis sekali—tidak begitu kerempeng seperti sekarang. Rasanya lucu mengingat hal itu sekarang. Orang tuanya, orang terkemuka di tempat ini."
"Begitukah?"
Lord Whitfield mengenang kembali, "Kolonel Waynflete berkuasa di daerah ini. Kita harus hormat sekali padanya. Dia orang yang berpikiran kolot dan angkuhnya bukan main." Dia tertawa lagi.
"Terjadi pertengkaran hebat waktu Honoria mengumumkan bahwa dia akan menikah dengan aku! Honoria menamakan tindakannya itu radikal. Dia bersungguh-sungguh. Dia ingin menghapuskan perbedaan kedudukan sosial. Dia seorang gadis yang serius."
"Jadi keluarganya membuyarkan kisah cinta Anda berdua?"
244
Lord Whitfield menggosok-gosok hidungnya.
"Yah—tidak sampai begitu. Jelasnya, kami bertengkar tentang sesuatu. Dia memelihara seekor burung yang bagus—burung kenari yang ceriwis—aku selalu membenci burung itu—pada suatu kali terjadi sesuatu yang tak beres—leher burung itu lalu dipuntir. Yah—tak ada gunanya mengenang-ngenang hal itu lagi sekarang. Lupakan sajalah."
Dia menggerakkan bahunya dalam usahanya membuang kenangan yang tak menyenangkan itu.
Kemudian dengan agak mendadak dia berkata,
"Kurasa dia tak pernah memaafkan aku. Yah, mungkin itu wajar...."
"Saya rasa dia sudah memaafkan Anda," kata Luke.
Wajah Lord Whitfield menjadi cerah.
"Begitukah menurutmu? Aku senang. Soalnya aku menghormati Honoria. Dia seorang wanita yang cerdas, dan—seorang wanita sejati! Hal itu masih tetap sampai sekarang. Dia menjalankan perpustakaan itu dengan baik sekali."
Dia mengangkat mukanya dan suaranya berubah.
"Halo," katanya. "Ini Bridget datang."
245
BAB ENAM BELAS NENAS
Luke merasa otot-ototnya menegang melihat Bridget mendekat.
Sejak pertandingan persahabatan tenis itu, dia tak pernah lagi berbicara berduaan saja dengan Bridget. Keduanya seolah-olah sepakat untuk saling menghindari. Kini Luke mencuri pandang ke arah Bridget.
Gadis itu kelihatan amat tenang, dingin dan tak acuh.
Dengan suara ringan dia berkata, "Aku   tertanya-tanya,   ke   mana  saja   kau, Gordon?"
Dengan nada menggerutu Lord Whitfield berkata,
"Aku telah melakukan sedikit pembersihan! Rivers telah lancang, dia membawa keluar Rolls-Royce-ku petang tadi."
"Menindak bawahan dengan tegas, rupanya," kata Bridget.
"Tak baik memperolok-olokkan hal itu, Bridget. Itu soal yang serius. Dia mengajak keluar seorang gadis."
246
"Tentu dia tidak akan merasa senang kalau dia harus bepergian seorang diri!"
Lord Whitfield berdiri lebih tegak.
"Aku ingin, di tanah milikku" semuanya berkelakuan patut dan bermoral."
"Sebenarnya tidaklah sampai melanggar moral, kalau membawa seorang gadis bepergian naik mobil."
"Jelas melanggar kalau itu mobil&«."
"Kalau demikian halnya, tentu lebih jahat daripada tak bermoral! Itu sudah murtad namanya. Tapi soal perbedaan kelamin tak bisa kita remehkan begitu saja, Gordon. Bulan sedang purnama, apalagi sekarang kan Midsummer Eve—malam istimewa di tengah-tengah musim panas."
"Astaga, baru kusadari hal itu!" kata Luke. Bridget melempar pandang padanya. "Agaknya itu menarik bagimu, ya?" "Memang."
Bridget berpaling lagi pada Lord Whitfield.
"Ada tiga orang aneh tiba di penginapan Bells dan Motley. Yang pertama, seorang laki-laki bercelana pendek, berkaca mata, dan memakai kemeja sutra yang indah seperti warna buah prem! Yang kedua, seorang wanita tak beralis, bergaun bagus tapi aneh, memakai merjan Mesir tiruan setengah kilo banyaknya, dan mengenakan kasut. Yang ketiga, seorang laki-laki gendut, memakai stelan berwarna lavender dan sepatu dengan warna yang senada. Aku curiga, mungkin mereka adalah
247
teman-teman Mr. Ellsworthy! Dalam kolom gunjingan tertulis: 'Ada yang membisikkan bahwa akan diadakan pesta cabul para banci di Witches' Meadow malam ini.' "
Wajah Lord Whitfield menjadi merah padam dan berkata,
"Aku tak mau itu sampai terjadi!"
"Kau tak bisa mencegahnya, Sayang. Witches' Meadow adalah milik umum."
"Aku tak mau pesta cabul yang bersifat kafir itu terjadi di sini! Hal itu akan kumuat dalam kolom Skandal." Dia diam sebentar, lalu berkata lagi, "Tolong catatkan dan ingatkan aku untuk menyuruh Siddely mengembangkannya. Besok aku harus ke kota."
"Kampanye Lord Whitfield melawan ilmu sihir," kata Bridget seenaknya. "Takhyul dari Abad Pertengahan masih hidup subur di desa yang terpencil ini."
Lord Whitfield menatapnya dengan pandangan bertanya dan dahi yang berkerut, lalu dia berbalik dan masuk ke rumah.
Luke berkata dengan nada menyenangkan,
"Seharusnya kau menjaga kata-katamu, Bridget!"
"Apa maksudmu?"
"Sayang kalau kau sampai kehilangan pekerjaanmu! Jaminan yang seratus ribu itu belum ada di tanganmu. Begitu pula intan berlian dan mutiara-mutiara itu. Kalau aku jadi kamu, aku akan menunggu sampai upacara pernikahan selesai,
248
sebelum menyalurkan bakat menyindir yang menyakitkan hati."
Bridget memandangnya dengan pandangan dingin.
"Kau begitu penuh perhatian, Luke yang baik. Baik sekali kau mau memikirkan masa depanku!"
"Kebaikan hati dan pertimbangan yang baik, memang merupakan watakku yang menonjol."
"Selama ini aku tidak melihatnya."
"Tidak? Heran."
Bridget memetik sehelai daun tumbuhan menjalar, lalu berkata, "Apa saja kerjamu hari ini?" "Biasa, main detektif." "Ada hasilnya?"
"Ya dan tidak, seperti kata para politikus. Ngomong-ngomong,   apakah  ada  alat-alat  di" rumahmu?"
"Kurasa ada. Alat-alat apa?"
"Ah, alat kecil apa saja yang praktis. Bisakah aku memilih?"
Sepuluh menit kemudian, Luke memilih di antara alat-alat yang ada dalam lemari.
"Yang sedikit ini cukuplah," katanya sambil menepuk sakunya, tempat dia memasukkan alat-alat yang sudah dipilihnya.
"Apakah kau punya rencana untuk membongkar dan masuk ke suatu tempat?"
"Mungkin."
"Kau tak bisa diajak bicara tentang hal itu "
249
"Yah, soalnya, keadaannya penuh dengan kesulitan. Kedudukanku sangat tidak menguntungkan. Setelah kita mengadakan penyelidikan pada hari Sabtu, kurasa aku sudah harus angkat kaki dari sini."
"Ya, bertindak sebagai orang yang tahu sopan santun, bagus itu."
"Tapi karena aku yakin bahwa aku sudah hampir menemukan jejak seorang pembunuh yang tak waras, maka aku kira-kira akan terpaksa tinggal-lebih lama. Bila kau bisa ikut memikirkan suatu alasan yang cukup meyakinkan supaya aku bisa meninggalkan rumah ini, dan menginap di Losmen Bells and Motley, tolong kemukakan."
Bridget menggeleng.
"Itu tak masuk akal—lebih-lebih karena kau sepupuku. Apalagi, losmen itu penuh dengan teman-teman Ellsworthy. Losmen itu hanya memiliki tiga buah kamar tamu."
"Jadi aku terpaksa tinggal di rumah ini, meskipun itu tentu tak enak bagimu."
Bridget tersenyum manis padanya.
"Sama sekali tidak. Aku masih mampu digantungi oleh beberapa orang yang menggerogoti diriku."
"Tajam sekali kata-katamu," kata Luke memuji. "Yang kukagumi dalam dirimu, Bridget, adalah bahwa kau sama sekali tidak memiliki naluri untuk berbaik hati. Yah, yah. Si perayu yang ditampik ini, sekarang harus pergi untuk berganti pakaian menjelang makan malam."
250
Malam itu berlalu tanpa kejadian penting. Lord Whitfield makin menyukai Luke, karena dia bisa berpura-pura asyik dan menaruh perhatian besar bila mendengarkan 'pidatonya' yang diucapkannya setiap malam.
Waktu mereka pindah ke ruang tamu utama setelah makan, Bridget berkata,
"Kalian berdua ini sudah lama sekali bercakap-cakap."
Luke menyahut,
"Aku sedang asyik-asyiknya mendengarkan Lord Whitfield, hingga waktu berlalu tanpa kusadari. Dia sedang menceritakan bagaimana dia mendirikan surat kabarnya yang pertama."
Bu Anstruther berkata,
"Cara penanaman baru pohon-pohon buah-buahan kecil dalam pot itu, luar biasa sekali. Sebaiknya kaucoba menanamnya di sepanjang teras, Gordon."
Kemudian percakapan beralih ke soal-soal yang biasa.
Luke masuk tidur lebih awal.
Tapi dia tak langsung tidur. Dia punya rencana-rencana lain.
Ketika jam berbunyi dua belas kali, dia menuruni tangga tanpa menimbulkan suara. Kakinya mengenakan sepatu tenis. Dia melewati ruang baca, lalu keluar lewat jendela.
Angin masih bertiup kencang, kadang-kadang mereda sedikit. Awan bergerak cepat di langit, menutupi bulan, sebentar gelap, sebentar terang.
251
Dengan mengambil jalan memutar, Luke pergi ke tempat tinggal Mr. Ellsworthy. Dia melihat kesempatan yang terbuka untuk melakukan penyelidikan. Dia yakin benar bahwa Ellsworthy dan teman-temannya pasti sedang keluar pada tanggal yang khusus ini. Midsummer Eve—malam hari, di pertengahan musim panas, pikir Luke, pasti ditandai dengan semacam upacara. Waktu upacara itu berlangsung, dia punya kesempatan yang baik untuk menggeledah rumah Ellsworthy.
Dia memanjat beberapa tembok, berputar ke bagian belakang rumah itu, mengeluarkan alat-alat yang sudah dipilihnya dari sakunya lalu memilih yang cocok. Dia menemukan sebuah jendela gudang makanan yang akan bisa memenuhi tujuannya. Beberapa menit kemudian, dia sudah berhasil menggeser selot jendela itu, mengangkat palangnya dan memanjat masuk.
Dia membawa senter dalam sakunya. Hanya kadang-kadang saja dia menggunakannya—dinyalakan sebentar, untuk menerangi supaya dia tidak menyenggol sesuatu.
Dalam waktu seperempat jam, dia sudah bisa meyakinkan dirinya bahwa rumah itu kosong. Pemiliknya sedang keluar, menjalankan urusannya.
Luke tersenyum dan mulai mengerjakan pekerjaannya.
Dia memeriksa setiap sudut dan tempat yang tersembunyi dengan cermat dan tuntas. Dalam sebuah laci yang terkunci, di bawah beberapa buah
252
lukisan sketsa cat air yang tak berarti, dia menemukan beberapa "karya seni" yang membuat alisnya terangkat dan dia bersiul kecil. Surat-surat Ellsworthy tidak menjelaskan apa-apa, tapi beberapa bukunya—yang tersembunyi di bagian belakang sebuah lemari—patut mendapat perhatian.
Kecuali itu, Luke mengumpulkan tiga informasi kecil yang membuatnya berpikir. Yang pertama merupakan tulisan kasar dengan pensil dalam sebuah buku catatan kecil. 'Selesaikan persoalan Tommy Pierce*—tanggalnya beberapa hari sebelum kematian anak itu. Yang kedua adalah sketsa dengan pensil berwarna, melukiskan Amy Gibbs yang wajahnya dicoret dengan tanda silang merah yang kasar. Yang ketiga adalah sebotol obat batuk. Tak satu pun dari barang-barang itu bisa dijadikan bahan untuk menarik kesimpulan, tapi secara keseluruhan, ketiganya bisa dianggap membesarkan semangat.
Ketika Luke sedang menyusun kembali barang-barang itu ke tempatnya semula, tiba-tiba dia terhenti dan merasa dirinya membeku, lalu cepat-cepat memadamkan senternya.
Dia mendengar orang memasukkan anak kunci ke lubangnya, di pintu samping.
Dia pergi ke pintu kamar tempatnya berada itu, dan menempelkan matanya ke suatu celah. Dia berharap, jika orang itu memang Ellsworthy, mudah-mudahan dia langsung naik ke lantai atas.
253
Pintu samping terbuka, dan Ellsworthy melangkah masuk sambil menyalakan lampu lorong rumah.
Ketika orang itu berjalan di lorong rumah, Luke melihat wajahnya dan dia menahan napas.
Wajah itu sulit dikenali kembali. Bibirnya berbusa, matanya berapi-api membayangkan kegembiraan seperti orang gila. Dia melompat-lompat di sepanjang lorong, seperti menari-nari.
Tapi yang membuat Luke menahan napas adalah, waktu terlihat olehnya tangan Ellsworthy. Di tangan itu terdapat bekas-bekas yang berwarna merah kecoklatan—warna darah yang sudah mengering....
Laki-laki itu menghilang setelah menaiki tangga. Sesaat kemudian lampu di lorong rumah dipadamkan.
Luke menunggu sebentar lagi, kemudian dengan sangat hati-hati dia mengendap-endap keluar dari lorong rumah, menuju gudang makanan dan keluar lewat jendela. Dia menengadah melihat ke rumah itu lagi, tapi rumah itu tetap gelap dan sepi.
Dia menarik napas panjang.
"Ya, Tuhan," katanya, "laki-laki itu benar-benar gila! Aku ingin tahu apa rencananya? Aku berani bersumpah, aku melihat darah di tangannya!"
Dia menempuh jalan memutar yang lebih jauh, kembali ke desa dan tiba kembali di Ashe Manor. Waktu dia membelok ke samping rumah, dia
254
berbalik dengan mendadak, karena tiba-tiba dia mendengar bunyi gemerisik daun-daun. "Siapa itu?"
Sesosok tubuh jangkung yang terbungkus dalam mantel berwarna gelap keluar dari balik pohon. Kelihatannya demikian mengerikan hingga Luke merasa seolah-olah jantungnya berhenti berdetak. Kemudian dia mengenali wajah panjang yang pucat yang dilindungi tudung kepala mantel itu.
"Bridget? Kau mengejutkan aku!"
Bridget menyahut dengan tajam,
"Dari mana kau? Aku melihat kau keluar tadi."
"Dan kau mengikuti aku?"
"Tidak. Kau telah melangkah terlalu jauh. Aku menunggu sampai kau kembali."
"Bodoh sekali kau berbuat begitu," gerutu Luke.
Dengan tak sabar, Bridget mengulangi pertanyaannya,
"Dari mana kau?"
Luke menyahut dengan ceria,
"Menggeledah Mr. Ellsworthy!"
Bridget menahan napas.
"Apakah kau menemukan sesuatu?"
'"Entahlah. Pokoknya, pengetahuanku tentang babi itu agak bertambah sedikit—seleranya yang agak porno dan sebagainya. Lalu ada pula tiga hal yang membuka mataku."
Bridget mendengarkan dengan penuh perhatian waktu Luke menceritakan kembali hasil penyelidikannya.
255
"Itu memang hanya bukti yang tak berarti," katanya mengakhiri ceritanya. "Tapi, Bridget, pada saat aku akan meninggalkan tempat itu, Ellsworthy kembali. Dan aku bisa memastikan bahwa—orang itu benar-benar gila!"
"Yakinkah kau akan pendapatmu itu?"
"Aku melihat wajahnya—rasanya—tak bisa aku mengatakannya! Hanya Tuhan yang tahu apa yang telah dilakukannya! Dia seperti kerasukan. Dan kedua belah tangannya kotor. Dan aku berani bersumpah bahwa yang mengotorinya adalah darah"
Bridget tampak bergidik.
"Mengerikan...," gumamnya.
Dengan jengkel Luke berkata,
"Sebenarnya tak baik kau keluar seorang diri, Bridget. Benar-benar gila-gilaan. Bisa-bisa kepalamu dipukul orang."
Bridget tertawa, suaranya agak gemetar.
"Sama saja halnya dengan kau, Saudaraku."
"Aku bisa menjaga diri."
"Aku pun bisa menjaga diri dengan baik. Kurasa sekarang kau akan menamakan diriku tak berperasaan."
Angin bertiup keras. Tiba-tiba Luke berkata,
"Tanggalkan tudung kepala itu."
"Mengapa?"
Dengan suatu gerakan mendadak direnggutkan-nya mantel itu lalu dilemparkannya. Angin menghembus rambut Bridget dan mengangkatnya hingga rambut itu berdiri di atas kepalanya.
256
Bridget memandangi Luke dengan terbelalak, napasnya tampak terengah. Luke berkata,
"Kau benar-benar tak lengkap tanpa gagang sapu, Bridget. Begitulah aku melihatmu pertama kali." Ditatapnya Bridget beberapa lamanya lagi dan berkata, "Kau adalah setan yang kejam."
Sambil mendesah dengan kuat dan kesal, dilemparkannya kembali mantel itu kepada Bridget.
"Nih—pakailah. Mari kita pulang."
"Tunggu...."
"Mengapa?"
Bridget mendekatinya. Dia berbicara dengan suara berbisik dan dengan napas yang agak tertahan.
"Karena ada sesuatu yang harus kukatakan padamu—itulah antara lain sebabnya aku menunggu kau di sini—di luar Manor. Aku ingin mengatakannya sekarang—sebelum kita masuk— ke rumah milik Gordon...."
"Apa itu?"
Bridget tertawa kecil, pahit. "Ah, sederhana sekali. Kau menang, Luke. Itu saja!"
Dengan tajam Luke bertanya, "Apa maksudmu?"
"Maksudku,  aku  telah memutuskan  untuk mengurungkan niatku menjadi Lady Whitfield." Luke maju selangkah. "Benarkah itu?" tanyanya.
257
"Benar, Luke."
"Maukah kau menikah denganku?" "Mau."
"Mengapa? Aku heran."
"Entahlah.   Kata-katamu   sering  kali   kasar padaku—dan, agaknva aku menyukainya—" Luke merangkulnya lalu menciumnya. Katanya, "Dunia ini memang gila!" "Apakah kau merasa bahagia, Luke?" "Tidak terlalu."
"Apakah kaupikir kau akan bisa bahagia bersamaku?"
"Entahlah. Biarlah aku mengadu untungku."
"Ya—aku pun merasa begitu...."
Luke menyelipkan lengannya ke bawah lengan Bridget.
"Mengapa kita merasa aneh mengenai ini semuanya, Sayangku? Marilah. Mungkin besok pagi kita akan lebih normal."
"Ya.... rasanya, apa-apa yang terjadi atas diri kita ini membuat kita merasa takut...." Dia menunduk, lalu tiba-tiba langkahnya terhenti. "Luke—Luke—apa itu}"
Bulan baru saja keluar dari balik awan. Luke melihat ke bawah, ke sesuatu yang teronggok di dekat kaki Bridget yang gemetar.
Sambil berseru karena terkejut, ditariknya lengannya, lalu berlutut. Dari onggokan yang tak menentu bentuknya itu dia kemudian menengadah melihat ke atas pilar pintu pagar. Nenas hiasan yang ada di sana sudah tak ada lagi.
258
Akhirnya dia bangkit.  Bridget berdiri saja sambil menutup mulutnya dengan tangannya. Luke" berkata,
"Ini Rivers—sopirmu. Dia meninggal...."
"Benda setan itu—memang sudah beberapa lama tak kokoh lagi—mungkinkah tadi ditiup angin lalu menimpanya?"
Luke menggeleng.
"Tak mungkin gara-gara angin. Oh, ya! Maksudnya memang supaya orang menyangka begitu—begitulah maksudnya—suatu kecelakaan lagi! Tapi itu hanya tipuan. Si pembunuh beraksi lagi...."
"Tidak—tidak, Luke—"
"Percayalah, pasti. Tahukah kau apa yang terasa di bagian belakang kepalanya? Butir-butir pasir— bercampur dengan sesuatu yang lengket dan membeku. Padahal tak ada pasir di sekitar sini. Dengar, Bridget, ada seseorang berdiri di sini dan menghantam kepalanya waktu dia masuk lewat pintu pagar ini, dalam perjalanannya kembali ke pondoknya. Kemudian dibaringkannya dan digulingkannya nenas hiasan itu di atas kepalanya."
Bridget berkata ragu-ragu,
"Luke—ada darah—di tanganmu...."
Luke berkata dengan tegas,
"Di tangan seseorang yang lain ada pula darah. Tahukah kau apa yang kupikir tadi petang—kalau saja ada satu kejahatan lagi, maka kita pasti akan tahu. Dan sekarang kita tahui Ellsworthy-hh orangnya! Dia keluar malam ini dan dia kembali
259
dengan tangan berlumuran darah, sambil melompat-lompat dan menari-nari seperti orang gila— jelas, air mukanya menunjukkan bahwa dia seorang pembunuh gila...."
Sambil menunduk Bridget menggigil dan berkata dengan suara halus,
"Kasihan Rivers...."
Dengan rasa iba, Luke berkata,
"Ya, kasihan anak muda ini. Buruk benar nasibnya. Tapi ini harus merupakan yang terakhir, Bridget! Sekarang kita tahu, dan kita bisa menangkapnya!"
Dilihatnya Bridget terhuyung, dan dengan dua langkah Luke mendekatinya lalu memeluknya.
Dengan suara halus seperti anak kecil, Bridget berkata,
"Luke, aku takut...."
Kata Luke, "Semuanya sudah berlalu, Sayang. Sudah berlalu." Gumam Bridget,
"Sayangilah aku—tolong. Aku sudah menderita banyak sekali." Luke berkata,
"Kita sudah saling menyakiti. Kita tidak akan berbuat begitu lagi."
260
BAB TUJUH BELAS
LORD WHITFIELD BICARA
Dari balik meja kerja di ruang periksanya, Dr. Thomas menatap Luke.
"Hebat," katanya. "Sungguh hebat! Apakah Anda bersungguh-sungguh, Tuan Fitzwilliam?"
"Memang bersungguh-sungguh. Saya yakin bahwa Ellsworthy adalah orang gila yang berbahaya."
"Saya tak pernah memberikan perhatian khusus pada orang itu. Namun demikian saya bisa berkata bahwa dia memang tak normal."
"Saya menduga lebih jauh dari itu," kata Luke dengan tegas.
"Apakah Anda benar-benar yakin bahwa laki-laki bernama Rivers itu terbunuh?"
"Ya. Adakah Anda lihat butir-butir pasir di lukanya?"
Dr. Thomas mengangguk.
"Saya memang memeriksanya setelah Anda memberitahukannya. Dan saya harus berkata bahwa Anda memang benar."
"Bukankah hal itu menjelaskan bahwa kecelakaan itu adalah tipuan belaka, dan bahwa laki-laki itu terbunuh oleh suatu pukulan dengan kantung
261
pasir—atau sekurang-kurangnya dibuat pingsan oleh kantung itu?"
"Tak perlu begitu."
"Apa maksud Anda?"
Dr. Thomas bersandar lalu mempertemukan ujung jari-jarinya.
"Mungkin saja siang harinya Rivers berbaring-baring di pondok berlantai pasir—di tempat ini ada beberapa buah. Hal itu bisa menjelaskan adanya butiran-butiran pasir di rambutnya."
"Dokter Thomas, percayalah, orang itu terbunuh!"
"Anda bisa berkata begitu, "^kata Dr. Thomas datar, "tapi buktinya tak ada."
Luke menahan rasa jengkelnya.
"Saya rasa Anda tak percaya apa yang saya ceritakan tadi."
Dr. Thomas tersenyum, senyum ramah seseorang yang merasa dirinya hebat.
"Anda harus mengakuinya sendiri, Tuan Fitzwilliam, bahwa kisah itu sama sekali tak masuk akal. Anda memberikan keyakinan bahwa Ellsworthy telah membunuh seorang gadis pembantu rumah tangga, seorang anak laki-laki kecil, seorang pemilik rumah minum, teman sejawat saya, dan akhirnya Rivers."
"Jadi Anda tak percaya?"
Dr. Thomas mengangkat bahunya.
"Saya yakin tentang penyebab kematian Humbleby. Menurut saya, Ellsworthy tak mungkin menjadi penyebab kematian itu, dan saya yakin
262
Anda sama sekali tak punya bukti bahwa dia yang melakukannya."
"Saya tak tahu bagaimana dia melakukannya," Luke mengakui, "tapi semuanya itu cocok dengan cerita Miss Pinkerton."
"Sehubungan dengan itu, Anda juga meyakinkan bahwa Ellsworthy menyusul wanita itu ke London dan menabraknya dengan mobil. Lagi-lagi Anda tak punya bavangan bukti kejadian itu! Semuanya itu—yah—cerita romantis belaka!"
Dengan tajam Luke berkata,
"Sekarang saya sudah yakin akan kedudukan saya, dan sekarang adalah urusan saya untuk mengumpulkan bukti-bukti. Besok saya akan pergi ke London, menemui seorang teman lama saya. Dua hari yang lalu saya membaca di surat kabar bahwa dia sudah diangkat menjadi asisten komisaris polisi. Dia kenal baik dengan saya dan dia akan mau mendengarkan kata-kata saya. Satu hal saya yakin, yaitu bahwa dia akan memerintahkan suatu pelacakan yang sempurna mengenai urusan ini."
Dr. Thomas mengusap-usap dagunya. "Yah—itu pasti akan memuaskan sekali. Sekiranya ternyata bahwa Anda keliru—"
Luke memotongnya,
"Anda benar-benar tak percaya sepatah kata pun tentang hal ini?"
"Tentang adanya pembunuhan besar-besaran ini?" Dr. Thomas mengangkat alisnya. "Terus
263
terang, Tuan Fitzwilliam, tidak. Soalnya terlalu bersifat khayalan."
"Bersifat khayalan, mungkin. Tapi semuanya berkaitan. Anda harus mengakui bahwa semuanya bertalian, bila Anda mengakui kebenaran cerita Miss Pinkerton."
Dr. Thomas menggeleng. Bibirnya tersenyum tipis.
"Bila Anda mengenal perawan-perawan tua itu sebaik saya," gumamnya.
Luke bangkit, sambil terus berusaha menahan rasa jengkelnya.
"Kalau begitu," katanya, "memang tepat sekali Anda diberi nama julukan yang sesuai dengan pemeo, 'Thomas yang selalu ragu!* "
Dengan senang hati Dr. Thomas menyahut,
"Beri saya beberapa bukti nyata, Sahabatku yang baik. Itu saja yang saya minta. Tidak hanya sebuah kisah panjang yang tak ada ujung-pangkalnya, yang hanya berdasarkan atas apa yang menurut bayangan wanita tua itu, telah dilihatnya."
"Apa yang menurut bayangan wanita tua itu telah dilihatnya, sering kali benar. Bibiku Mildred memang aneh sekali! Apakah Anda punya bibi, Thomas?"
"Eh—tidak."
"Rugi!" kata Luke. "Setiap orang harus punya bibi. Mereka bisa melukiskan benar-tidaknya suatu dugaan, melebihi logika. Hanya bibi-bibi tua sajalah yang tahu, bahwa Tuan A umpamanya,
264
adalah penjahat, karena dia mirip dengan tukang daging langganannya yang tak jujur. Bagi orang-orang lain mungkin cukup alasan untuk mengatakan bahwa Tuan A yang dihormati itu tak mungkin seorang penjahat. Wanita-wanita tua itu selalu benar."
Dr. Thomas tersenyum lagi dengan sikap melecehkan.
Dengan perasaan jengkel yang meluap lagi, Luke berkata,
"Tidakkah Anda menyadari bahwa saya ini seorang polisi? Saya tidak seratus persen amatir." Dr. Thomas tersenyum dan bergumam, "Itu di Selat Mayang!"
"Kejahatan tetap kejahatan, di Selat Mayang atau di mana pun juga!" "Tentu—tentu."
Luke meninggalkan kamar periksa Dr. Thomas dalam keadaan menahan marah.
Dia bertemu dengan Bridget yang bertanya, "Ada kemajuan?"
"Dia tak percaya padaku," kata Luke. "Tapi kalau dipikir, hal itu memang tidak mengherankan. Itu semua merupakan cerita tak masuk akal tanpa bukti-bukti. Dokter Thomas memang bukan orang yang mudah percaya!"
"Apakah ada orang yang akan percaya padamu?"
"Mungkin tak ada, tapi bila aku besok bertemu dengan teman lamaku, Billy Bones, roda-roda akan mulai berputar. Mereka akan menyelidiki si
265
rambut panjang, Ellsworthy itu, dan akhirnya
mereka akan tahu!"
Sambil merenung, Bridget berkata,
"Kita  sudah  banyak  bekerja  dengan  cara
terbuka, ya?"
"Harus. Kita tak bisa—benar-benar tak bisa
membiarkan  pembunuhan-pembunuhan  terjadi
Bridget bergidik.
"Demi Tuhan, Luke, berhati-hatilah."
"Aku memang berhati-hati. Jangan berjalan di dekat pintu pagar yang di atas pilarnya ada hiasan nenas, hindari hutan yang sepi di malam hari, waspadalah terhadap makanan dan minumanmu. Aku tahu semuanya itu."
"Ngeri rasanya aku mengingat bahwa kau sekarang merupakan orang yang diincar."
"Asal bukan kau saja yang merupakan wanita yang diincar, Manisku."
"Mungkin saja."
"Kurasa, tidak. Tapi aku tak mau mengambil risiko! Aku akan menjagamu seperti malaikat pelindung."
"Apakah perlu melaporkan hal itu pada polisi di sini?"
Luke menimbang-nimbang. "Tidak, kurasa tak ada gunanya—lebih baik langsung ke Scotland Yard." Bridget bergumam,
"Begitu pulalah pendapat Miss Pinkerton." "Ya, tapi aku telah siap menghadapi bahaya."
266
"Aku tahu apa yang harus kulakukan besok," kata Bridget. "Aku akan mengajak Gordon ke toko manusia setan itu dan memintanya untuk membeli sesuatu."
"Supaya dengan demikian Ellsworthy tak punya kesempatan untuk menyergapku di tangga Whitehall?"
"Begitulah maksudku."
Dengan agak malu-malu, Luke berkata, "Mengenai Whitfield—"
"Cepat Bridget menjawab,
"Biar saja sampai kau kembali dari London. Baru kita ceritakan padanya."
"Apakah menurutmu dia akan patah hati?"
"Yah—" kata Bridget mempertimbangkan pertanyaan itu. "Dia akan merasa jengkel."
"Jengkel? Ya, Tuhan! Hanya jengkel}"
"Ya. Tapi kau harus tahu bahwa Gordon tak suka merasa jengkel! Dia pasti akan kacau sekali!"
Dengan penuh kesadaran Luke berkata, "Aku jadi merasa tak enak sekali."
Perasaan tak enak itu makin bertambah ketika malam itu untuk kedua puluh kalinya dia bersedia mendengarkan kisah Lord Whitfield mengenai Lord Whitfield. Diakuinya bahwa memang perbuatannya rendah, menginap di rumah seseorang dan kemudian merampas tunangan orang itu. Namun dia tetap merasa bahwa, seorang goblok yang pendek dan gendut, yang terlalu bangga akan dirinya dan yang berjalan dengan membusungkan dadanya, seperti Lord Whitfield
267
itu, sama sekali tak pantas menawarkan dirinya pada Bridget!
Tetapi rasa kesadarannya menguasai dirinya dengan demikian hebatnya, hingga dia mendengarkan dengan penuh perhatian, terlalu berlebihan malah, dan akibatnya, dia menampilkan kesan yang menyenangkan tuan rumahnya.
Malam itu Lord Whitfield sedang senang hati. Kematian bekas sopirnya agaknya tidak membuatnya sedih, bahkan sebaliknya dia merasa senang.
"Sudah kukatakan laki-laki itu akan mengalami nasib buruk," katanya dengan gembira, sambil mengangkat gelas anggurnya ke cahaya lampu dan mengintip melalui gelas itu. "Sudah kukatakan itu padamu kemarin malam, bukan?"
"Ya, memang sudah."
"Dan kaulihat sendiri, aku benar! Sungguh mengagumkan, betapa seringnya kata-kataku benar!"
"Tentu menyenangkan sekali bagi Anda," kata Luke.
"Hidupku memang amat menyenangkan—ya, hidupku hebat! Jalan hidupku selalu mulus. Aku selalu percaya penuh pada nasib. Itulah rahasianya, Fitzwilliam, itulah rahasianya."
"Begitukah?"
"Aku orang yang saleh. Aku percaya pada kebaikan dan kejahatan dan keadilan abadi. Keadilan Tuhan pasti ada, Fitzwilliam, aku tak pernah meragukannya!"
"Saya juga percaya pada keadilan," kata Luke.
268
Sebagaimana biasanya, Lord Whitfield tidak tertarik pada kepercayaan orang lain.
"Berbuat baiklah demi Penciptamu, maka Penciptamu pun akan berbuat baik padamu! Aku selalu berbuat baik. Secara teratur aku menyumbang badan amal, dan aku mencari nafkah dengan jujur. Aku tidak berhutang budi pada siapa-siapa! Aku berdiri sendiri. Kau tentu ingat cerita dalam Injil, bagaimana kepala-kapala suku menjadi kaya-raya, hewan piaraan, dan panen mereka bertambah, dan musuh-musuh mereka tertindas!"
Luke menahan dirinya supaya tak menguap dan berkata,
"Memang—memang benar."
"Hebat sekali—sungguh hebat," kata Lord Whitfield, "setiap musuh orang baik-baik akan musnah! Lihat saja, kemarin anak muda itu memaki diriku—bahkan akan bertindak lebih jauh lagi, melawan aku. Dan apa yang terjadi? Di mana dia sekarang?"
Dia menghentikan pidatonya sebentar, lalu menjawab sendiri pertanyaannya dengan suara yang meyakinkan,
"Mati! Terkena kutukan Tuhan!"
Sambil agak melebarkan matanya, Luke berkata, "Mungkin itu hukuman yang terlalu berlebihan,
hanya karena kelancangan mulutnya gara-gara
terlalu banyak minum." Lord Whitfield menggeleng.
269
"Memang selalu begitu! Pembalasan datangnya cepat dan mengerikan. Dan pembalasan itu memang tepat. Ingat saja anak-anak yang mengolok-olok Elisha—kemudian beruang -beruang keluar, lalu melahap anak-anak itu. Begitulah kejadiannya selalu, Fitzwilliam."
"Saya pikir kejadian-kejadian itu tidak selalu bisa dianggap sebagai pembalasan."
"Tidak, tidak. Kau meninjaunya dari segi yang salah. Elisha itu laki-laki yang suci dan lapang dada. Tak seorang pun yang telah berani menghinanya akan bisa bertahan hidup! Aku mengerti itu, karena itu persis dengan diriku!"
Luke makin bingung.
Lord Whitfield merendahkan suaranya.
"Mula-mula aku sendiri pun tak percaya. Tapi kejadian itu seperti itu selalu terulangi Musuh-musuhku dan orang-orang yang menghinaku, semuanya mati secara menyedihkan."
"Mati?"
Lord Whitfield mengangguk sedikit, lalu menghirup anggurnya.
"Berulang kali. Ada satu kejadian yang sama benar dengan peristiwa Elisha itu—mengenai seorang anak laki-laki. Aku mendapatinya di kebun rumah ini—waktu itu dia bekerja di sini. Tahukah kau apa yang sedang dilakukannya? Dia sedang menirukan aku—AKU yang sedang ditirukannya! Menghina aku! Dia berjalan hilir-mudik sambil membusungkan dadanya dan beberapa orang anak menontonnya. Dia memper-
270
mainkan aku di tanah milikku sendiri! Tahukah kau apa yang terjadi atas dirinya} Tak sampai sepuluh hari kemudian dia jatuh dari jendela lantai atas dan tewas!
"Kemudian si bajingan Carter—seorang pemabuk yang bermulut kotor. Dia datang kemari dan memaki-maki aku. Apa yang terjadi atas dirinya? Seminggu kemudian dia meninggal—tenggelam dalam lumpur sungai. Lalu seorang gadis, pembantu rumah tangga. Dia berani berbicara kasar terhadapku dan mengatai-ngatai aku! Hukumannya segera tiba. Dia keliru minum obat, yang diminumnya racun! Aku bisa menceritakan banyak lagi. Humbleby berani menentangku sehubungan dengan rencana persediaan air bersih. Dia mati karena keracunan darah. Oh, sudah bertahun-tahun lamanya selalu begitu kejadiannya—Bu Horton umpamanya, bukan main kasarnya terhadapku, dan tak lama setelah itu dia meninggal."
Dia berhenti sebentar lalu membungkuk dan mengulurkan wadah anggur pada Luke.
"Ya," katanya. "Mereka semua mati. Luar biasa, bukan?"
Luke menatapnya dengan terbelalak. Suatu kecurigaan yang menghantu dan tak terduga, melanda pikirannya! Dengan pandangan baru, dia menatap laki-laki kecil yang duduk di ujung meja, yang sedang menganggukkan kepalanya dengan tenang,   dan   matanya   yang   menonjol   serta
271
berwarna pucat itu balas memandang Luke. Mulutnya tersenyum, tanpa rasa curiga.
Serangkaian kenangan yang kacau bergalau dalam otak Luke. Mayor Horton yang berkata, "Lord Whitfield waktu itu berbaik hati. Beliau mengirim anggur dan pir dari kebunnya sendiri." Lord Whitfield-lah yang dengan begitu lapang dada mengizinkan Tommy Pierce diterima bekerja untuk membersihkan jendela-jendela di perpustakaan. Lord Whitfield pula yang bercerita tentang kunjungannya ke Institut Wellerman Kreutz untuk melihat serum-serum dan pembudidayaan kuman-kuman, beberapa hari sebelum kematian Dr. Humbleby. Semuanya menuding dengan jelas ke satu arah, dan dia, betapa tololnya dia, dia sama sekali tak pernah curiga....
Lord Whitfield masih tetap tersenyum. Senyuman yang tenang dan membayangkan kebahagiaan. Dia mengangguk-angguk pada Luke.
"Mereka semua mati" kata Lord Whitfield.
272
BAB DELAPAN BELAS PERUNDINGAN DI LONDON
Sir William Ossington, yang oleh teman-teman lamanya dikenal dengan nama Billy Bones, menatap sahabatnya dengan pandangan tak percaya.
"Apakah tak cukup banyak kejahatan yang harus kautangani di Mayang dulu?" tanyanya dengan mengeluh. "Haruskah kau kembali ke tanah air dan mengerjakan pekerjaan kami di sini?"
"Kejahatan di Mayang tidak bersifat besar-besaran," kata Luke. "Apa yang sedang kuhadapi sekarang adalah seorang laki-laki yang telah melakukan pembunuhan atas sekurang-kurangnya enam orang—dan bisa lolos begitu saja tanpa dicurigai sama sekali!"
Sir William mendesah.
"Itu memang bisa terjadi. Apa keistimewaannya—membunuh istri orang?"
"Bukan, dia bukan orang seperti itu. Sekarang dia sebenarnya belum menganggap dirinya Tuhan—tapi dalam waktu singkat hal itu akan terjadi."
"Gilakah dia?"
"Oh, menurut aku, tidak diragukan lagi."
273
"Ah, tapi mungkin tidak benar-benar gila. Kau harus tahu bahwa ada perbedaannya."
"Kurasa dia tahu macam dan akibat perbuatannya," kata Luke.
"Benar," kata Billy Bones.
"Nah, tak usahlah kita mempertengkarkan tentang teknik-teknik yang sah. Kita belum mencapai tahap pengetahuan itu. Mungkin tidak akan pernah. Yang kuperlukan dari kau, Sahabatku, adalah beberapa kenyataan. Pada Hari Pacuan Kuda Derby yang lalu, telah terjadi suatu kecelakaan lalu lintas, antara jam lima dan enam petang. Seorang wanita tua ditabrak di depan Whitehall dan mobil itu langsung lari. Wanita itu bernama Lavinia Pinkerton. Aku ingin meminta pertolonganmu untuk menggali semua kenyataan mengenai kecelakaan itu."
Sir William mendesah. "Aku bisa segera mendapatkannya untukmu. Dua puluh menit sudah cukup."
Kata-katanya bisa diandalkan. Dalam waktu tak sampai dua puluh menit, Luke sudah berbicara dengan perwira polisi yang bertugas menangani peristiwa itu.
"Ya, Tuan, saya ingat kejadian itu secara terinci. Sebagian besar dari peristiwa itu saya tuliskan di situ." Dia menunjuk kertas yang sedang dipelajari Luke. "Telah diadakan pemeriksaan tentang perkara itu—petugas kematiannya adalah Mr. Satcherverell. Pengemudi mobil itu telah digugat."
"Apakah Anda berhasil menangkapnya?"
274
"Tidak, Tuan."
"Apa merek mobil itu?"
"Agaknya boleh dipastikan mobil itu sebuah Rolls Royce—mobilnya besar dan dikendarai oleh seorang supir. Semua saksi tak ragu mengenai hal itu. Kebanyakan orang bisa mengenali sebuah mobil Rolls Royce dengan melihatnya saja."
"Apakah Anda tidak mendapat nomornya?"
"Tidak, celakanya tak seorang pun ingat untuk melihat nomornya. Ada catatan bahwa nomornya adalah FZX 4498—tapi nomor itu salah. Ada seorang wanita yang sempat melihatnya, lalu menceritakannya pada seorang wanita lain yang memberikannya pada saya. Mungkin wanita yang kedua itu yang salah dengar, saya tak tahu, tapi bagaimanapun juga, itu tak benar."
"Bagaimana Anda tahu bahwa nomor itu keliru?" tanya Luke tajam.
Perwira muda itu tersenyum.
"FXZ 4498 adalah nomor mobil Lord Whitfield. Mobil itu sedang berada di depan Boomington House pada saat kecelakaan terjadi, dan pengemudinya sedang minum teh. Dia punya bukti kuat bahwa dia tak bersalah—tak mungkin dia terlibat, dan mobil itu tak pernah meninggalkan gedung itu sampai jam setengah tujuh, saat Lord keluar."
"Oh, begitu," kata Luke.
"Selalu begitulah keadaannya, Tuan," desah pria itu, "separuh dari saksi-saksi menghilang pada
275
saat seorang petugas polisi tiba di tempat kejadian untuk mencatat hal-hal yang penting."
Sir William mengangguk.
"Kami menyimpulkan bahwa nomornya mungkin tidak begitu berbeda dengan FXZ 4498 itu—mungkin nomor mobil itu juga mulai dengan dua buah angka empat. Kami berusaha keras, tapi tak bisa menemukannya. Kami selidiki beberapa mobil dengan nomor yang kira-kira sama, tapi semuanya bisa memberikan keterangan yang memuaskan tentang diri mereka."
Sir William memandang Luke dengan pandangan bertanya.
Luke menggeleng. Sir William berkata, "Terima kasih, Bonner, cukup sekian." Setelah orang itu keluar, Billy Bones melihat dengan pandangan bertanya pada Luke. "Ada apa sebenarnya, Fitz?"
Luke mendesah. "Semuanya cocok. Lavinia Pinkerton datang kemari untuk membuka rahasia—untuk menceritakan semuanya pada orang-orang pandai di Scotland Yard tentang pembunuh yang jahat itu. Aku tak tahu apakah kau sudah sempat mendengarkan ceritanya itu—mungkin belum—"
"Mungkin juga sudah," kata Sir William. "Banyak keterangan yang kami terima dengan cara itu. Hanya dari apa yang didengar saja atau gunjingan—kami tidak mengabaikan yang begituan, percayalah."
276
"Begitulah pikir pembunuh itu. Dia tak mau untung-untungan. Maka disingkirkannya Lavinia Pinkerton, dan meskipun ada seorang wanita yang cukup tajam penglihatannya dan melihat nomor mobil itu, tak seorang pun percaya padanya."
Billy Bones menegakkan duduknya dengan mendadak.
"Apakah maksudmu—"
"Itulah maksudku. Aku berani mempertaruhkan apa saja yang kausukai, bahwa Whitfield-lah yang menabrak wanita itu. Aku tak tahu bagaimana dia mengaturnya. Sopirnya sedang pergi minum teh. Kurasa diam-diam dia pergi dengan mengenakan jas dan topi pengemudi. Pokoknya, dialah yang melakukannya, Billy."
"Tak mungkin," kata Sir William lagi.
"Mungkin saja. Lord Whitfield telah membunuh—paling tidak sepanjang pengetahuanku— tujuh orang. Mungkin malah lebih."
"Tak mungkin," kata Sir William lagi.
"Sahabatku, dia telah terang-terangan menceritakan hal itu dengan menepuk dadanya, semalam!"
"Jadi dia gila?"
"Dia gila, memang, tapi dia adalah setan yang cerdik. Kau harus bertindak waspada. Jangan sampai dia tahu bahwa kita mencurigainya."
Billy Bones bergumam, "Rasanya tak masuk akal...."
"Tapi itu benar!" kata Luke.
277
Dia meletakkan tangannya di pundak sahabatnya itu.
"Dengarlah, Billy, sahabatku yang baik, kita harus segera bertindak dalam hal ini. Inilah kenyataan -kenyataannya."
Kedua pria itu berbicara lama dan bersungguh-sungguh.
Esok harinya Luke kembali ke Wychwood. Dia berangkat ke sana pagi-pagi, naik mobil. Dia sebenarnya bisa kembali malam itu juga, tapi dia merasa sangat tak enak untuk tidur di bawah atap rumah Lord Whitfield atau menerima kebaikan hatinya dalam keadaan seperti ini.
Dalam perjalanannya ke Wychwood, dia menghentikan mobilnya di rumah Miss Waynflete. Pelayan yang membukakan pintu memandangnya dengan terbelalak, tapi mengantarnya masuk ke kamar makan yang kecil, di mana Miss Waynflete sedang duduk sarapan.
Wanita itu bangkit dan menyambutnya dengan terkejut.
Luke tidak membuang-buang waktu. "Maafkan saya mengganggu Anda sepagi ini."
Dia menoleh. Pelayan telah meninggalkan kamar dan menutup pintu. "Saya ingin menanyakan sesuatu, Miss Waynflete. Ini suatu pertanyaan yang agak pribadi, tapi saya rasa Anda mau memaafkan saya."
"Tanyakan saja apa yang ingin Anda tanyakan. Saya yakin sekali bahwa alasan Anda untuk bertanya itu tentu baik."
278
"Terima kasih." Luke diam sebentar.
"Saya ingin tahu dengan pasti mengapa Anda sampai memutuskan pertunangan Anda dengan Lord Whitfield bertahun-tahun yang lalu itu."
Miss Waynflete tidak menduga pertanyaan itu. Wajahnya memerah dan dia memegang dadanya.
"Adakah dia menceritakan sesuatu pada Anda?"
Luke menyahut, "Dia menceritakan sesuatu tentang seekor burung—burung yang lehernya dipuntir...."
"Begitukah katanya?" Suaranya mengandung keheranan. "Dia mengaku rupanya? Luar biasa!"
"Tolong Anda ceritakan bagaimana sebenarnya."
"Baik, akan saya ceritakan. Tapi saya mohon supaya hal ini tidak Anda ceritakan kembali padanya—pada Gordon. Soalnya, itu semua sudah berlalu—sudah berlalu dan tak berbekas—saya tak suka hal itu diungkit-ungkit lagi."
Dia menatap Luke dengan pandangan memohon.
Luke mengangguk.
"Ini hanya untuk keperluan saya pribadi," katanya. "Saya tidak akan menceritakan lagi apa yang Anda ceritakan pada saya."
"Terima kasih." Dia sudah tenang kembali. Suaranya cukup tenang waktu dia melanjutkan. "Beginilah kejadiannya. Saya memelihara seekor burung kenari kecil—saya suka sekali pada burung itu—dan—yah,    mungkin—agak   tergila-gila—
279
maklum gadis-gadis zaman itu. Kami waktu itu agak—yah—berlebihan terhadap hewan peliharaan. Hal itu tentu menjengkelkan kaum pria—saya maklum itu."
"Ya," kata Luke waktu wanita itu berhenti berbicara.
"Gordon cemburu pada burung itu. Pada suatu hari dia berkata dengan marah. 'Kurasa kau lebih suka pada burung itu daripada aku.' Dan saya sebagai seorang gadis bodoh waktu itu, menggendong burung itu sambil tertawa dan berkata, kira-kira begini, 'Tentu aku lebih cinta padamu, Burungku sayang, daripada seorang pemuda bodoh! Tentu saja, ya!' Lalu—ah, mengerikan— Gordon merampas burung itu dari tangan saya dan memuntir lehernya. Bukan main terkejutnya saya—saya tidak akan pernah lupa itu!"
Wajah wanita itu menjadi pucat.
"Sebab itukah Anda lalu memutuskan pertunangan itu?" tanya Luke.
"Ya. Setelah kejadian itu saya tak bisa merasa seperti semula lagi. Soalnya, Tuan Fitzwilliam—" Dia ragu sebentar, "Bukan sekadar perbuatan itu saja—hal itu mungkin saja dilakukan karena rasa cemburu dan amarahnya—soalnya saya selalu diganggu oleh perasaan bahwa dia merasa senang melakukan hal itu—itulah yang membuat saya takut!"
"Jadi sudah sejak lama," gumam Luke. "Sampai sekarang ini—"
Miss Waynflete memegang lengan Luke.
280
"Tuan Fitzwilliam—"
Luke membalas pandangannya yang ketakutan dan mengandung permohonan, dengan pandangan serius dan tenang.
"Lord Whitfield yang melakukan semua pembunuhan ini!" katanya. "Sudah lama Anda tahu itu, bukan?"
Miss Waynflete menggeleng kuat-kuat.
"Saya tidak tahu! Seandainya saya tahu waktu itu—tentu saya beritahukan waktu itu—tidak, yang ada hanya rasa takut V'
"Tapi Anda tak pernah memberikan bayangan apa-apa pada saya."
Miss Waynflete mengatupkan kedua belah tangannya karena tiba-tiba merasa ngeri.
"Bagaimana mungkin? Bagaimana saya bisa? Saya pernah sangat mencintainya...."
"Ya," kata Luke. "Saya mengerti."
Wanita itu berbalik, mencari-cari dalam tasnva, lalu dengan sehelai sapu tangan kecil bertepi renda, menutup matanya sebentar. Kemudian dia berbalik lagi, dengan mata yang sudah kering, dan dengan sikap anggun yang tenang.
"Saya senang sekali Bridget sudah memutuskan pertunangannya," katanya. "Dia akan menikah dengan Anda, bukan?"
"Ya."
"Itu jauh lebih cocok," kata Miss Waynflete singkat.
Luke tersenyum kecil.
Tetapi wajah Miss Waynflete menjadi murung
281
dan mengandung rasa kuatir. Dia membungkukkan tubuhnya dan sekali lagi memegang tangan Luke,
"Tapi berhati-hatilah," katanya. "Anda berdua harus berhati-hati sekali."
"Maksud Anda—terhadap Lord Whitfield?"
"Ya. Akan lebih baik kalau tidak menceritakannya dulu padanya."
Luke mengerutkan alisnya. "Saya rasa kami berdua tak suka begitu."
"Ah! Apalah artinya suka atau tak suka. Anda agaknya tidak menyadari bahwa dia gila—betul-betul gila. Dia tidak akan mau menerima begitu saja—sama sekali tidak! Bila sampai terjadi sesuatu atas diri Bridget—"
"Tidak akan terjadi apa-apa atas dirinya!"
"Ya, saya tahu—tapi sadarlah bahwa Anda bukan tandingan laki-laki itu! Dia licik sekali! Bawalah Bridget pergi segera—itulah satu-satunya harapan. Bawa dia ke luar negeri! Sebaiknya Anda berdua pergi ke luar negeri!"
Lambat-lambat Luke berkata,
"Barangkali memang sebaiknya dia pergi. Tapi saya akan tinggal di sini."
"Saya sudah takut Anda akan berkata begitu. Tapi pokoknya bawalah Bridget pergi. Segera, ingat itu!"
Luke mengangguk perlahan-lahan.
"Saya rasa Anda benar," katanya.
"Saya yakin saya benar! Bawalah dia pergi— sebelum terlambat."
282
BAB SEMBILAN BELAS PERTUNANGAN PUTUS
Bridget mendengar mobil Luke datang. Dia keluar ke tangga untuk menyambutnya.
Tanpa pendahuluan dia berkata,
"Sudah kukatakan padanya."
"Apa?" Luke terperanjat.
Rasa takut dan putus asanya jelas terbayang, hingga tampak oleh Bridget.
"Luke—ada apa? Kau kelihatan risau."
Lambat-lambat Luke berkata,
"Bukankah sudah kita sepakati untuk menunggu sampai aku kembali dari London?"
"Aku tahu, tapi kupikir lebih baik sekarang, supaya cepat selesai. Soalnya dia sudah membuat rencana-rencana—untuk pernikahan kami—bulan madu kami—semuanya itu! Jadi aku terpaksa mengatakannya padanya!"
Ditambahkannya—dengan suara agak menyesal,
"Jadi kurasa itulah yang sepantasnya kulakukan."
Luke mengakui hal itu.
"Memang, bagimu memang begitu. Ya, aku mengerti."
283
"Kurasa, ditinjau dari segala segi, baik!"
Lambat-lambat Luke berkata,
"Kadang-kadang kita tak bisa melakukan sesuatu hanya karena sepantasnya saja!"
"Luke, apa sih maksudmu?"
Luke membuat gerakan tak sabar.
"Itu tak dapat kukatakan padamu sekarang, di sini. Bagaimana sambutan Whitfield?"
Lambat-lambat Bridget berkata,
"Baik sekali. Sungguh, baik sekali. Aku sampai merasa malu. Kurasa Luke, aku telah menganggap remeh Gordon—hanya karena dia suka menepuk dada dan kadang-kadang banyak omong kosong. Sebetulnya, kurasa dia boleh dikatakan—yah— seorang pria kecil yang besari"
Luke mengangguk.
"Ya, mungkin dia orang besar—dalam arti yang tidak kita duga. Dengar, Bridget, kau harus keluar dari rumah ini secepat mungkin."
"Tentu, aku akan membenahi barang-barangku dan berangkat hari ini. Kau bisa mengantarku ke kota. Tak bisakah kita menginap di Losmen Bells and Motley—itu kalau rombongan teman-teman Ellsworthy sudah berangkat."
Luke menggeleng.
"Tidak, sebaiknya kau kembali ke London. Nanti akan kujelaskan. Sementara itu sebaiknya aku menemui Whitfield."
"Kurasa itulah yang harus kaulakukan— semuanya ini jadi tak enak rasanya, ya? Aku merasa sebagai seorang pengeruk harta."
284
Luke tersenyum padanya.
"Hubungan kalian cukup berimbang. Kedudukanmu seimbang dengan dia. Bagaimanapun juga, tak perlu kita menyesali hal-hal yang sudah berlal u dan berakhir! Aku akan masuk dan menemui Whitfield sekarang."
Didapatinya Lord Whitfield sedang berjalan hilir-mudik di ruang tamu utama. Dari luar dia kelihatan tenang, bahkan tampak seulas senyum kecil di bibirnya. Tetapi Luke melihat urat yang berdenyut keras di pelipisnya.
Dia berbalik waktu Luke masuk. "Oh! Kau, Fitzwilliam." Luke berkata,
"Tak perlu saya menyatakan menyesal untuk apa yang telah saya lakukan—itu namanya munafik! Saya akui bahwa di mata Anda saya telah berbuat jahat, dan tak banyak yang dapat saya katakan untuk membela diri. Hal-hal seperti itu biasa terjadi."
Lord Whitfield berjalan hilir-mudik lagi. "Memang—benar!"   Dia   melambaikan   tangannya.
Luke berkata lagi.
"Saya dan Bridget telah memperlakukan Anda dengan cara yang memalukan. Tapi mau apa lagi! Kami saling mencintai—dan tak ada yang lain yang bisa kami lakukan—kecuali mengatakan keadaan yang sebenarnya kepada Anda dan kemudian pergi dari sini."
285
Lord Whitfield berhenti. Dia memandangi Luke dengan matanya yang menonjol dan pucat.
"Tidak," katanya, "Memang tak ada yang lain yang bisa kalian perbuat!"
Ada nada yang aneh sekali dalam suaranya. Dia memandangi Luke sambil menggeleng-gelengkan kepalanya perlahan-lahan, seolah-olah dia merasa kasihan.
"Apa maksud Anda?" tanya Luke dengan tajam.
"Tak ada lagi yang bisa kalian perbuat!" kata Lord Whitfield. "Sudah terlambat!"
Luke maju mendekatinya.
"Katakan apa maksud Anda."
Tanpa diduga, Lord Whitfield berkata,
"Tanyakan pada Honoria Waynflete. Dia pasti mengerti. Dia tahu apa yang akan terjadi. Dia pernah mengatakan hal itu padaku!"
"Apa yang diketahuinya?"
Lord Whitfield berkata,
"Kejahatan tidak akan dibiarkan tanpa ganjaran. Harus ada keadilan! Aku menyesal, karena aku sangat mencintai Bridget. Pokoknya aku kasihan pada kalian berdua!"
Luke berkata,
"Apakah Anda mengancam kami?"
Lord Whitfield kelihatan benar-benar terkejut.
"Tidak, tidak, Anak muda. Aku tak punya perasaan seperti itu! Waktu aku memberikan kehormatan pada Bridget dan memilihnya untuk menjadi istriku, dia mau menerima tanggung jawab tertentu. Sekarang dia menolaknya—tapi tak ada
286
yang berlaku surut dalam hidup ini. Orang yang melanggar undang-undang harus dihukum...."
Luke mengepalkan tangannya kuat-kuat. Katanya,
"Maksud Anda akan terjadi sesuatu atas diri Bridget? Sekarang dengarlah, Whitfield, tidak akan terjadi apa-apa atas diri Bridget—atau atas diri saya! Bila Anda mencoba melakukan yang semacam itu, habislah semuanya. Sebaiknya Anda berhati-hati! Saya sudah tahu banyak sekali tentang Anda!"
"Sama sekali tak ada hubungannya dengan diriku," kata Lord Whitfield. "Aku ini hanya alat dari kekuasaan yang lebih tinggi. Semua kehendak Yang Mahakuasa pasti terjadi!"
"Rupanva Anda percaya akan hal itu," kata Luke.
"Karena hal itu benar! Siapa saja yang menentang diriku, akan mendapat hukuman. Kau dan Bridget tak terkecuali."
Luke berkata,
"Anda keliru. Betapapun lamanya seseorang bernasib baik, akhirnya nasib buruk akan menimpanya juga. Nasib baik Anda pun akan berakhir."
Dengan lembut Lord Whitfield berkata, "Anak muda, kau tak tahu dengan siapa kau sedang berbicara. Tak satu pun bisa terjadi atas dirikuV
"Tak bisa? Kita lihat saja. Sebaiknya Anda berhati-hati, Whitfield."
287
Lawan bicaranya kelihatan agak gemetar. Suaranya berubah waktu dia berbicara.
"Aku sudah cukup bersabar," kata Lord Whitfield. "Jangan menguji kesabaranku terlalu jauh. Keluar dari tempat ini."
"Saya memang akan pergi," kata Luke. "Secepat mungkin. Ingat, saya telah memberikan peringatan pada Anda."
Dia berbalik dan cepat-cepat keluar dari ruangan itu. Dia berlari naik ke lantai atas. Didapatinya Bridget dalam kamarnya sendiri, mengawasi seorang pelayan yang sedang memberesi pakaiannya.
"Bisakah kau segera selesai?"
"Sepuluh menit lagi."
Mata Bridget membayangkan pertanyaan yang tak dapat ditanyakannya karena adanya pelayan itu.
Luke mengangguk singkat padanya.
Kemudian dia pergi ke kamarnya sendiri, lalu dengan tergesa-gesa memasukkan barang-barangnya ke dalam kopor.
Sepuluh menit kemudian dia kembali dan didapatinya Bridget siap untuk berangkat.
"Sudah bisa kita berangkat sekarang?"
"Aku sudah siap."
Waktu menuruni tangga, mereka berpapasan dengan pelayan yang sedang naik.
"Miss Waynflete datang mencari Anda, Nona."
"Miss Waynflete? Di mana dia?"
"Di ruang tamu utama bersama Lord."
288
Bridget langsung pergi ke ruang tamu utama, Luke, mengikutinya tak jauh di belakangnya.
Lord Whitfield sedang berdiri di dekat jendela, bercakap-cakap dengan Miss Waynflete. Pria itu memegang pisau—pisau yang panjang, runcing, dan tajam.
Dia sedang berkata, "Ini merupakan hasil karya yang sempurna. Salah seorang anak buahku membawakan ini untukku, sekembalinya dari Maroko. Di sana dia bertugas sebagai koresponden khusus. Ini buatan orang Moor, pisau Riff namanya." Dengan penuh kasih sayang dia mengusap mata pisau itu dengan jarinya. "Bukan main tajamnya!"
Dengan tajam Miss Waynflete berkata,
"Demi Tuhan, letakkan pisau itu!"
Lord tersenyum lalu meletakkannya di meja, di antara koleksi senjata-senjata yang lain.
"Aku suka memegang-megang dan merabanya," katanya dengan halus.
Miss Waynflete kehilangan keanggunannya. Wajahnya pucat dan dia gugup.
"Ah, ini Bridget," katanya.
Lord Whitfield tertawa kecil.
"Ya, itu Bridget. Puas-puaskanlah hatimu dengan dia, Honoria. Tidak akan lama lagi dia bersama kita."
Miss Waynflete berkata dengan tajam,
"Apa maksudmu?"
"Maksudku? Maksudku, dia akan pergi ke London. Benar, kan? Hanya itu maksudku."
289
Dia memandang mereka semua.
"Ada berita kecil yang akan kusampaikan padamu, Honoria," katanya. "Bridget tidak jadi menikah denganku. Dia lebih menyukai si Fitzwilliam ini. Hidup ini memang aneh. Nah, silakan bercakap-cakap, aku akan meninggalkan kalian."
Dia keluar dari ruangan itu, sambil menggeme-rincingkan uang logam di sakunya.
»Oh—" kata Miss Waynflete. "Oh—"
Kesedihan dalam suaranya demikian jelasnya terdengar, hingga Bridget kelihatan agak heran. Dengan perasaan tak enak dia berkata,
"Maafkan saya. Saya menyesal sekali."
Kata Miss Waynflete,
"Dia marah—dia marah sekali—Anak manis, ini sangat mengerikan. Apa yang harus kita lakukan?"
Bridget terbelalak.
"Lakukan? Apa maksud Anda?"
Sambil menatap mereka berdua dengan pandangan menegur, Miss Waynflete berkata,
"Sebenarnya kalian tak boleh mengatakannya padanya!"
Kata Bridget,
"Omong kosong. Apa lagi yang bisa kami lakukan?"
"Sebenarnya kalian tak boleh mengatakannya sekarang. Seharusnya kalian tunggu sampai kalian sudah pergi dari sini."
Dengan singkat Bridget berkata,
290
"Kita berbeda pendapat. Pendapat saya adalah, lebih baik kita menyelesaikan hal-hal yang tidak menyenangkan sesegera mungkin."
"Ah, Anak manis, kalau saja hanya itu persoalannya—"
Dia berhenti. Kemudian dia menoleh pada Luke dengan pandangan bertanya.
Luke menggeleng. Bibirnya hanya membentuk kata, "Belum."
Miss Waynflete menggumam, "Oh, pantas begitu."
Dengan agak jengkel Bridget berkata,
"Apakah Anda ingin bertemu saya untuk suatu keperluan khusus, Miss Waynflete?"
"Ya. Sebenarnya aku datang untuk mengusulkan supaya kau sementara tinggal di rumahku. Kupikir—eh—kau akan merasa tak enak tinggal di sini, padahal kau masih harus tinggal di desa ini beberapa hari lagi untuk—eh—mematangkan rencana-rencana kalian."
"Terima kasih, Miss Waynflete. Anda baik sekali."
"Soalnya, kau akan aman bersamaku, dan—"
Bridget menyela,
"Aman?"
Miss Waynflete yang tampak agak gugup, cepat-cepat melanjutkan,
"Nyaman—begitu maksudku—merasa nyaman bersamaku. Maksudku, tentu saja sama sekali tidak semewah di sini—tapi semuanya cukup dan pelayanku Emily pandai sekali memasak."
291
"Oh, saya yakin, pasti akan menyenangkan sekali, Miss Waynflete," kata Bridget tanpa perasaan apa-apa.
"Tapi kalau kalian akan langsung ke kota, itu tentu jauh lebih baik..."
Bridget berkata lambat-lambat,
"Memang agak susah. Hari ini bibi saya pagi-pagi benar sudah pergi ke pameran bunga. Saya belum sempat menceritakan padanya apa yang telah terjadi. Akan saya tinggalkan pesan tertulis padanya untuk memberitahukan bahwa saya sudah datang ke flat-nyz."
"Apakah kau akan pergi ke flat bibimu di London?"
"Ya. Tak ada siapa-siapa lagi di sana. Tapi saya bisa makan di luar."
"Jadi kau akan tinggal seorang diri di flat itu? Oh, Anak manis, janganlah berbuat begitu. Jangan tinggal di sana seorang diri."
"Tidak ada orang yang ingin makan saya," kata Bridget tak sabar. "Apalagi bibi saya akan datang besok."
Miss Waynflete menggeleng dengan air muka kuatir.
Luke berkata,
"Lebih baik pergi ke hotel."
Bridget berbalik menghadap Luke.
"Untuk apa? Ada apa kalian ini? Mengapa kalian memperlakukan aku seolah-olah aku ini anak tolol?"
292
"Tidak, tidak, Sayang," bantah Miss Waynflete. "Kami hanya ingin kau berhati-hati—itu saja!"
"Tapi mengapa? Mengapa? Ada apa sebenarnya ?"
"Dengar, Bridget," kata Luke. "Aku ingin bicara denganmu. Tapi aku tak bisa bicara di sini. Mari ikut aku ke mobil, dan kita akan pergi ke suatu tempat yang sepi."
Luke memandang Miss Waynflete.
"Bolehkah kami pergi ke rumah Anda satu jam lagi? Ada beberapa hal yang ingin saya katakan pada Anda."
"Silakan. Saya akan menunggu kalian di sana."
Luke meraih lengan Bridget. Dia mengangguk menyatakan terima kasihnya pada Miss Waynflete.
Katanya, "Barang-barang kita akan kita ambil nanti. Mari."
Bridget dituntunnya keluar dari kamar itu, berjalan di sepanjang lorong rumah ke pintu depan. Dibukakannya pintu mobil. Bridget masuk. Luke menghidupkan mesin mobil dan membawa mobil itu cepat-cepat ke jalan. Dia mendesah lega, setelah mereka keluar dari pintu pagar besi.
"Syukurlah aku telah berhasil membawamu keluar dari tempat itu dengan aman," katanya.
"Apakah kau sudah gila, Luke? Mengapa pakai rahasia segala, dan sampai mengatakan—'Aku tak bisa mengatakan apa maksudku sekarang.'—Apa maksudmu?"
293
Dengan tegas Luke berkata,
"Yah, kau harus tahu, memang sulit, untuk menerangkan bahwa seseorang adalah pembunuh, bila kita berada dalam rumahnya!"
294
BAB DUA PULUH
KITA SAMA-SAMA TERLIBAT
Beberapa saat lamanya Bridget duduk diam-diam di samping Luke. Kemudian dia berkata,
"Maksudmu Gordon?" Luke mengangguk.
"Gordon? Gordon—seorang pembunuh? Gordon pembunuh yang kaucari itu? Belum pernah aku mendengar sesuatu yang lebih tak masuk akal daripada itu, sepanjang hidupku!"
"Begitukah pikirmu?"
"Memang begitu. Soalnya, Gordon itu, menyakiti seekor lalat saja pun tak mau."
Luke berkata dengan tegas,
"Itu mungkin benar. Aku tak tahu. Tapi yang jelas, dia pernah membunuh seekor burung kenari, dan aku yakin, dia telah membunuh beberapa orang."
"Luke sayang, aku sama sekali tak bisa percaya!"
"Aku tahu," kata Luke. "Kedengarannya memang tak masuk akal. Yah, bahkan tak pernah terpikir olehku bahwa dia mungkin harus dicurigai—sampai dua malam yang lalu."
Bridget membantah,
295
"Tapi aku kenal betul siapa Gordon! Aku tahu bagaimana dia itu! Dia orang yang baik sekali—ya, memang besar cakap, tapi sebenarnya hatinya penuh kasih sayang."
Luke menggeleng. "Kau harus mengubah citramu mengenai dia, Bridget."
"Tak ada gunanya, Luke, aku benar-benar tak bisa percaya! Bagaimana kau sampai punya gagasan seperti itu? Dua hari yang lalu kau merasa yakin bahwa Ellsworthy-lah orangnya."
Luke merasa agak merinding.
"Aku tahu. Aku tahu. Mungkin kau akan berpikir bahwa besok aku akan mencurigai Thomas, dan lusa aku akan merasa yakin bahwa aku harus mengejar Horton! Aku tidak segampang itu berubah pendapat. Kuakui bahwa gagasan itu agak mengejutkan kalau kita pertama kali memikirkannya, tapi kalau kita tinjau lebih teliti, kita akan menyadari bahwa semuanya cocok sekali. Tak mengherankan kalau Miss Pinkerton tak berani mendatangi pejabat-pejabat setempat. Dia tahu orang-orang itu akan menertawakannya. Scotland Yard-lah satu-satunya harapannya."
"Tapi, apa motif Gordon untuk membunuh mereka itu? Itu gagasan yang tololi"
"Aku tahu. Tapi tidakkah kausadari bahwa Gordon Whitfield punya penilaian yang tinggi sekali mengenai dirinya?"
Bridget berkata, "Dia menganggap dirinya hebat sekali dan sangat penting. Tapi itu hanyalah akibat dari rasa rendah dirinya, kasihan dia!"
296
"Mungkin itulah akar dari semua kesulitan ini. Aku pun tak tahu. Tapi pikirlah, Bridget—pikirlah barang sebentar saja. Ingatlah kembali semua kata-kata yang telah kauucapkan secara berseloroh tentang dia—bahwa bila ada orang yang menentangnya, dianggapnya orang itu melawan Tuhan pula. Tidakkah kausadari bahwa rasa harga diri orang itu sudah membengkak melebihi ukuran? Apalagi bila masalahnya berhubungan dengan agama. Gadisku, orang itu betul-betul gila!"
Bridget berpikir sebentar.
Akhirnya dia berkata, "Aku masih belum bisa percaya. Bukti apa yang ada padamu?"
"Yah, ada pula kata-kata yang diucapkannya sendiri. Dia berkata padaku, dengan jelas sekali, dua malam yang lalu, bahwa siapa pun yang melawannya, akan mati, dengan cara yang mengerikan."
"Teruskan."
"Aku tak bisa menerangkan dengan jelas apa maksudku—tapi caranya mengatakan itu. Begitu tenang dan senang dan—bagaimana aku harus menyatakannya, ya? Begitu yakin akan kebenaran kata-kata itu! Dia duduk dan tersenyum sendiri.... Caranya tersenyum aneh dan agak mengerikan, Bridget!"
"Lanjutkan."
"Nah, aku lalu diberinya sebuah daftar nama orang-orang yang telah tewas karena mereka telah menimbulkan rasa tak senang pada dia yang begitu berkuasa! Dan dengar nama orang-orang yang
297
disebutkannya ini, Bridget, Bu Horton, Amy Gibbs, Tommy Pierce, Harry Carter, Humbleby, dan si sopir itu, Rivers."
Akhirnya Bridget menjadi goyah. Dia menjadi pucat.
"Dia menyebutkan nama-nama itu?" "Benar,   nama-nama   itu!   Percayakah   kau sekarang}"
"Ya, Tuhan, kurasa aku terpaksa harus.... Apa motifnya?"
"Sama sekali tak berarti—itulah yang begitu mengerikan. Bu Horton telah membentaknya, Tommy Pierce menirukannya sehingga membuat tukang-tukang kebun lainnya tertawa, Harry Carter mengata-ngatainya, Amy Gibbs kurang ajar terhadapnya, Humbleby telah berani menentangnya di depan umum, Rivers mengancamnya di depanku, dan Miss Waynflete—"
Bridget menutupi matanya dengan tangannya. "Mengerikan....   mengerikan  sekali...,"  gumamnya.
"Aku tahu. Kemudian ada lagi bukti lain dari luar. Mobil yang menabrak Miss Pinkerton! mereknya Rolls Royce, dan nomornya adalah nomor mobil Lord Whitfield."
"Itu benar-benar lebih meyakinkan lagi," kata Bridget lambat-lambat.
"Ya. Polisi menyangka bahwa wanita yang memberikan nomor itu tentu keliru. Keliru kata mereka!"
298
"Aku bisa memahami mereka," kata Bridget. "Bila mengenai seorang pria kaya dan berkuasa seperti Lord Whitfield, tentulah cerita dari dia yang dipercayai!"
"Ya. Kita harus menghargai kesulitan yang dihadapi Miss Pinkerton."
Sambil merenung, Bridget berkata,
"Satu atau dua kali wanita itu mengatakan
hal-hal yang agak aneh padaku. Seolah-olah dia
memberi peringatan padaku terhadap sesuatu....
Saat itu aku sama sekali tak mengerti. Sekarang aku
tahu!"
"Semuanya cocok," kata Luke. "Begitulah caranya selalu. Mula-mula orang berkata (seperti yang kaukatakan), 'Tak mungkin!' lalu segera setelah orang itu bisa menerima gagasannya, semuanya jadi cocok! Buah anggur yang dikirimnya pada Bu Horton—padahal wanita itu menyangka juru rawatnyalah yang meracuninya! Dan kunjungannya ke Institut Wellerman Kreutz—entah dengan cara bagaimana dia pasti telah berhasil mencuri kuman yang dibudidayakan dan menularkannya pada Humbleby."
"Aku tak bisa membayangkan bagaimana dia bisa melakukannya."
"Aku pun tidak, tapi hubungannya ada. Tak salah lagi."
"Ya... seperti kaukatakan, semuanya cocok. Dan dia tentulah bisa melakukan apa yang tak bisa dilakukan   oleh   orang   lain!   Maksudku,   dia
299
benar-benar berada di luar jangkauan kecurigaan kita!"
"Kurasa Miss Waynflete menaruh curiga. Dia menyebut-nyebut kunjungan ke institut itu. Hal itu dilibatkannya ke dalam percakapan, seolah-olah tanpa sengaja—tapi kurasa dia berharap aku memberikan reaksi terhadap pernyataannya itu."
"Jadi selama ini dia tahu?"
"Kecurigaannya besar. Kurasa, yang menjadi penghalang baginya adalah, karena dia pernah mencintai laki-laki itu."
Bridget mengangguk.
"Ya, itu menjelaskan beberapa hal. Gordon bercerita padaku bahwa mereka pernah bertunangan."
"Miss Waynflete berkeinginan untuk tidak mempercayai bahwa bekas tunangannya itulah pelakunya. Tapi makin lama dia makin yakin. Dia mencoba menyindirkan hal itu padaku, tapi dia tak sampai hati bertindak langsung terhadap laki-laki itu! Wanita memang makhluk yang aneh! Kurasa, dengan caranya sendiri, dia masih mencintainya...."
"Meski dia sudah dikhianati sekalipun?"
"Miss Waynflete-\zh yang memutuskan pertunangan mereka. Ceritanya memang tak enak. Mari kuceritakan."
Luke menceritakan kembali peristiwa kecil yang tak menyenangkan itu. Bridget memandangnya dengan terbelalak.
"Gordon melakukan hal itu?"
300
"Ya. Jadi, sejak waktu itu dia sudah tak waras." Bridget bergumam dengan bergidik, "Bertahun-tahun, selama ini.... selama ini..." Luke berkata,
"Mungkin dia telah membunuh jauh lebih banyak orang daripada yang kita ketahui! Kematian berturut-turut yang terjadi dalam waktu singkat akhir-akhir inilah yang menarik perhatian kita padanya! Dia seolah-olah telah menjadi nekat karena keberhasilannya!"
Bridget mengangguk. Beberapa saat lamanya dia diam, berpikir, kemudian tiba-tiba dia bertanya,
"Apa tepatnya yang telah dikatakan Miss Pinkerton padamu—di kereta api pada hari itu? Bagaimana dia memulai ceritanya?"
Luke membalik-balik ingatannya kembali.
"Dia mengatakan bahwa dia akan pergi ke Scotland Yard. Dikatakannya bahwa petugas polisi setempat memang orang yang baik, tapi bahwa dia belum mampu menangani suatu pembunuhan."
"Begitu awal cerita itu?"
"Ya."
"Teruskan."
"Lalu dia berkata, 'Saya lihat Anda heran. Mula-mula saya juga begitu. Saya benar-benar tak bisa percaya. Saya pikir saya hanya berkhayal.' "
"Kemudian?"
"Kutanyakan apakah dia yakin dia tidak berkhayal—maksudku, tidak mengkhayalkan hal-hal seperti itu—lalu dengan tegas dia menjawab, 'Oh, tidak! Waktu pertama kali mungkin, tapi
DILARANG MENGKOMERSILK AN!!! 301
=kiageng80=
setelah untuk kedua kali, atau ketiga kali, atau keempat kalinya, tidak lagi. Setelah kesekian kalinya, kita jadi yakin.'"
"Luar biasa," komentar Bridget. "Lanjutkan."
"Aku pun lalu menyenangkan hatinya— kukatakan bahwa aku yakin dia telah mengambil langkah yang tepat. Aku orang yang paling tak mudah percaya!"
"Aku tahu. Aku pun akan merasa demikian pula, akan bersikap manis tapi merasa lebih tahu daripada wanita tua itu! Bagaimana kelanjutan percakapan itu?"
"Coba kuingat—oh ya! Diingatkannya pula aku akan perkara Abercrombie—kau tentu tahu si peracun dari daerah Wales itu. Dikatakannya dia semula tak percaya bahwa ada semacam sorot mata—suatu sorot mata yang khas—yang ditujukan si pembunuh kepada calon korbannya. Tapi katanya dia sekarang percaya, karena dia telah melihatnya sendiri."
"Kata-kata apa tepatnya yang telah digunakannya?"
Luke berpikir, sambil mengerutkan alisnya.
"Katanya, tetap dengan suara yang sopan dan manis itu, 'Saya tentu sama sekali tak percaya waktu saya membaca tentang hal itu—tapi rupanya itu benar.' Aku bertanya, 'Apa yang benar?' Dan dia menjawab, 'Mengenai sorot mata seseorang itu.' Dan sungguh mati, Bridget, aku jadi benar-benar yakin, melihat cara dia mengatakannya! Suaranya yang tenang dan sorot matanya—
302
seperti orang yang benar-benar telah melihat sesuatu yang terlalu mengerikan untuk dibicarakan!"
"Teruskan, Luke. Ceritakan semuanya."
"Kemudian disebutkannya korban-korban satu demi satu—Amy Gibbs, Carter, Tommy Pierce, diceritakannya pula bahwa Tommy itu anak jahat dan Carter itu pemabuk. Lalu katanya, 'Tapi sekarang—baru kemarin—giliran Dokter Humbleby—padahal dia orang yang baik sekali—orang yang sangat baik.' Dikatakannya bahwa jika dia mendatangi Humbleby untuk memberitahukan hal itu, dokter itu pasti tidak akan percaya dan akan menertawakannya saja!"
Bridget menarik napas panjang.
"Aku mengerti," katanya. "Aku mengerti."
Luke memandanginya.
"Ada apa, Bridget? Apa yang kaupikirkan?"
"Sesuatu yang pernah dikatakan Bu Humbleby. Aku ingin tahu—ah, tidak, biarlah, teruskan saja. Apa lagi katanya sebelum berpisah denganmu?"
Luke mengulangi kata-kata tersebut dengan penuh kesadaran. Kata-kata itu sangat berkesan dalam dirinya dan dia tak mungkin melupakannya.
"Kukatakan bahwa tidaklah mudah untuk lolos begitu saja setelah begitu banyak membunuh, dan dia menjawab, 'Tidak, Anak muda, Anda keliru. Membunuh itu gampang—selama orang belum curiga. Dan perlu diketahui, bahwa si pelaku adalah orang yang paling tidak mungkin dicurigai...."
303
Luke diam. Bridget yang bergidik, berkata,
"Membunuh itu gampang} Gampang sekali— dan itu benari Pantas kata-kata itu melekat dalam otakmu, Luke. Dalam otakku pun akan melekat— seumur hidupku! Seseorang seperti Gordon Whitfield—oh! Baginya tentu saja mudah."
"Tidak akan mudah mengatakan hal itu padanya," kata Luke.
"Begitukah pikirmu? Aku punya gagasan yang kurasa bisa membantu."
"Bridget, aku tak akan membiarkan kau—"
"Kau tak bisa melarangku. Kita tak bisa duduk berpangku tangan dan mau amannya saja. Aku sudah terlibat, Luke. Mungkin berbahaya, memang, itu kuakui—tapi aku harus memainkan peranku."
"Bridget—"
"Aku sudah terlibat, Luke! Aku akan menerima ajakan Miss Waynflete dan tinggal di sini saja."
"Kekasihku, kumohon—"
"Ini berbahaya bagi kita berdua. Aku tahu itu. Tapi kita sudah terlibat, Luke—kita sudah—sama-sama terlibat!"
304
BAB DUA PULUH SATU . "OH, MENGAPA KAU BERJALAN-JALAN DI LADANG MEMAKAI SARUNG TANGAN?"
Ruangan di dalam rumah Miss Waynflete yang tenang dan nyaman, terasa bagaikan antiklimaks dari ketegangan mereka di mobil tadi.
Miss Waynflete menyambut kesediaan Bridget menerima ajakannya dengan agak kurang percaya. Namun kemudian dia cepat-cepat menekankan ketulusan tawarannya untuk menampung Bridget, dan menyatakan bahwa keraguannya tadi itu karena alasan lain, bukan karena tak suka menerima gadis itu.
Luke berkata,
"Saya rasa itulah yang paling tepat, karena Anda begitu baik, Miss Waynflete. Saya akan menginap di Losmen Bells and Motley. Saya lebih suka jika bisa mengawasi Bridget, daripada membiarkannya seorang diri di London. Bagaimanapun juga, kita harus ingat apa yang telah terjadi di sana."
Miss Waynflete berkata,
"Maksud Anda—atas diri Lavinia Pinkerton?"
"Ya. Anda mungkin akan mengatakan bahwa
305
orang akan aman berada di tengah-tengah kota yang ramai, bukan?"
"Maksud Anda," kata Miss Waynflete, "bahwa aman tidaknya seseorang itu tergantung pada ada tidaknya orang lain yang ingin membunuhnya?"
"Benar. Kita jadi bergantung pada apa yang disebut baik tidaknya peradaban."
Miss Waynflete mengangguk sambil merenung.
Bridget berkata,
"Sudah berapa lama Anda tahu bahwa—bahwa Gordon adalah pelaku pembunuhan-pembunuhan itu, Miss Waynflete?"
Miss Waynflete mendesah.
"Sulit menjawab pertanyaan itu, Anak manis. Kurasa, jauh di lubuk hatiku, sudah agak lama aku tahu.... Tapi aku berusaha untuk tidak membenarkan dugaan itu! Soalnya aku tak mau percaya, maka aku pura-pura beranggapan bahwa akulah yang jahat, yang tak berperikemanusiaan."
Dengan terus terang Luke bertanya,
"Apakah Anda tak pernah takut—atas keselamatan Anda sendiri?"
Miss Waynflete tampak menimbang-nimbang.
"Maksud Anda, sekiranya Gordon sampai menduga bahwa saya tahu, dia akan mencari jalan untuk menyingkirkan saya}"
"Ya."
Dengan halus Bu Waynflete berkata, "Saya tentu sudah memperhitungkan kemungkinan itu... dan saya lalu berhati-hati—menjaga keselamatan saya sendiri. Tapi saya rasa, Gordon
306
tidak punya niat untuk benar-benar berbuat jahat atas diri saya." "Mengapa tidak?"
Wajah Miss Waynflete agak memerah.
"Saya rasa Gordon tidak akan pernah menyangka, bahwa saya mau—membahayakan dirinya."
Luke langsung berkata,
"Bukankah Anda telah mencoba memberinya peringatan?"
"Benar. Artinya pernah saya sindirkan padanya bahwa aneh, setiap orang yang tidak disenanginya, sebentar kemudian tentu mengalami kecelakaan."
Bridget bertanya, "Dan apa jawabnya?"
Wajah Miss Waynflete dibayangi rasa kuatir.
"Reaksinya sama sekali tidak seperti yang kuharapkan. Dia kelihatan—ini sungguh aneh sekali! Dia kelihatan senang. Katanya, 'Jadi rupanya kau melihatnya juga?' Dia bahkan— bangga sekali, kalau kata itu bisa digunakan."
"Tentu, karena dia gila," kata Luke.
Miss Waynflete setuju sekali.
"Ya, memang, tak ada penjelasan lain. Dia tidak bisa mempertanggungjawabkan perbuatan-per-buatannya." Dia meraih lengan Luke. "Mereka tidak akan menggantung dia. bukan, Tuan Fitzwilliam?"
"Tidak, tidak. Saya rasa dia akan dimasukkan ke penjara Broadmoor."
307
Miss Waynflete mendesah lalu menyandarkan dirinya.
"Aku senang."
Matanya menatap Bridget, yang sedang mene-kuri permadani dengan alis berkerut. Luke berkata,
"Tapi kita masih jauh dari itu. Saya telah menceritakan peristiwa ini kepada yang berwajib, dan saya bisa mengatakan bahwa mereka bersedia menyelidiki perkara ini dengan serius. Tapi kita harus menyadari bahwa kita memiliki sedikit sekali barang bukti."
"Bukti itu akan kita peroleh," kata Bridget.
Miss Waynflete mengangkat mukanya dan menatap Bridget. Air mukanya membayangkan sesuatu yang mengingatkan Luke akan seseorang atau sesuatu yang belum lama ini dilihatnya. Dia mencoba memastikan ingatan itu, namun gagal.
Miss Waynflete berkata dengan ragu,
"Kau yakin sekali, Anak manis. Yah, mungkin kau benar."
Luke berkata,
"Aku akan pergi ke Manor dulu dan mengambil barang-barangmu, Bridget."
Bridget segera berkata,
"Aku ikut."
"Sebaiknya jangan."
"Ya, tapi sebaiknya aku ikut."
Dengan jengkel Luke berkata,
"Jangan bertindak sebagai ibu terhadapku, Bridget! Aku tak mau kaulindungi."
308
Miss Waynflete bergumam,
"Kurasa, Bridget, biar sajalah, dia tidak akan apa-apa—dia bermobil—lagi pula ini siang hari."
Bridget tertawa malu-malu.
"Aku jadi tolol. Urusan yang begini membuat orang jadi tegang."
Luke berkata,
"Miss Waynflete, Anda telah melindungi saya, waktu saya pulang beberapa malam yang lalu. Akuilah itu, Miss Waynflete! Benar, bukan?"
Wanita itu mengakuinya sambil tersenyum.
"Soalnya, Tuan Fitzwilliam, Anda sama sekali tak punya rasa curiga! Dan seandainya Gordon Whitfield akhirnya menyadari bahwa kedatangan Anda kemari adalah untuk melacak perkara pembunuhan itu dan bukan untuk alasan yang lain—maka keselamatan Anda akan terancam. Padahal jalan setapak itu sepi sekali—bisa saja terjadi sesuatu di situ!"
"Tapi sekarang saya menyadari benar ancaman bahaya itu," kata Luke dengan tegas. "Yakinlah bahwa saya tidak akan lengah."
Dengan rasa kuatir Miss Waynflete berkata,
"Ingat, dia licik sekali. Dan jauh lebih pintar daripada yang Anda bayangkan! Otaknya benar-benar cemerlang."
"Saya sudah Anda peringatkan."
"Laki-laki memang pemberani—semua tahu itu," kata Miss Waynflete, "tapi mereka lebih mudah ditipu daripada wanita."
"Itu benar," kata Bridget.
309
Luke berkata,
"Miss Waynflete, apakah menurut Anda saya memang terancam bahaya? Apakah menurut Anda, Lord Whitfield benar-benar bermaksud membunuh saya?"
Miss Waynflete tampak ragu.
"Saya rasa," katanya, "sebenarnya bahaya itu terutama mengintai Bridget. Pengkhianatan Bridget terhadap dirinyalah yang merupakan penghinaan besar! Saya rasa, setelah dia menghabisi Bridget, baru dia akan mengalihkan perhatiannya pada Anda. Tapi saya rasa dia akan mencoba membunuh Bridget dulu"
Luke mengerang.
"Rasanya ingin benar aku agar kau segera pergi ke luar negeri—sekarang juga, Bridget." Bibir Bridget terkatup rapat. "Aku tidak akan pergi."
Miss Waynflete mendesah.
"Kau makhluk kecil pemberani, Bridget. Aku mengagumimu."
"Anda pun pasti akan berbuat yang sama jika Anda berada di tempat saya."
"Yah, mungkin "
Dengan suara halus dan penuh, Bridget berkata, "Luke dan saya sama-sama terlibat dalam hal ini."
Dia keluar bersama Luke ke pintu. Luke berkata,
"Aku akan mengirimimu cincin dari Bells and
310
Motley, segera setelah aku selamat dari mulut harimau."
"Ya, baiklah."
"Sayangku, janganlah kita jadi tegang begini! Pembunuh yang sudah berpengalaman sekalipun masih membutuhkan waktu sedikit untuk mematangkan rencananya! Kurasa dalam satu:dua hari ini kita masih aman. Komisaris Polisi Battle akan datang dan London hari ini. Kalau dia sudah datang, Whitfield akan selalu diawasinya."
"Sebenarnya semuanya tak apa-apa, dan kita bisa menyudahi kisah sedih ini."
Dengan bersungguh-sungguh dan sambil meletakkan tangannya ke pundak Bridget, Luke berkata,
"Bridget, Manisku, aku akan sangat berterima kasih bila kau tidak melakukan sesuatu yang nekati"
"Demikian pula dengan kau, Luke, Kekasihku."
Luke meremas-remas pundak Bridget, melompat ke dalam mobilnya, lalu berangkat.
Bridget kembali ke ruang tamu. Miss Waynflete sedang menyibukkan dirinya.
"Anak manis, kamar untukmu belum siap benar. Emily sedang mengurusnya. Sebaiknya kuambilkan kau secangkir teh yang enak! Itulah yang kaubutuhkan setelah semua kejadian yang merisaukan itu."
"Anda baik sekali, Miss Waynflete, tapi saya tak ingin minum."
311
Yang diinginkan Bridget adalah cocktail yang keras, dicampur dengan gin, tapi dia tahu benar bahwa minuman macam itu tak mungkin diperolehnya. Dia benci sekali minum teh, karena sering membuat pencernaannya terganggu. Namun Miss Waynflete telah memutuskan bahwa tehlah yang dibutuhkan oleh tamunya yang muda itu. Dia keluar dari ruang itu dan lima menit kemudian kembali dengan wajah berseri-seri, membawa sebuah nampan. Di atas nampan itu terdapat dua buah cangkir bergaya Dresden, yang berisi minuman yang harum mengepul.
"Teh asli Lapsang Souchong," kata Miss Waynflete dengan bangga.
Bridget, yang lebih membenci teh Cina daripada teh India, tersenyum pahit.
Pada saat itu, Emily, yang bertubuh mungil dan kelihatan canggung serta bersuara sengau, muncul di ambang pintu dan berkata,
"Maaf, Bu—tahukah Ibu di mana sarung bantal yang berlipit-lipit?"
Miss Waynflete cepat-cepat meninggalkan ruangan itu, dan Bridget memanfaatkan kesempatan baik itu untuk menuangkan tehnya ke luar jendela. Teh itu hampir saja menyiram Wonky Pooh, yang sedang berada di bedeng bunga di bawah.
Wonky Pooh menyambut baik permintaan maaf Bridget, dia melompat naik ke bendul jendela lalu bertengger di pundak Bridget, dan mendengkur senang.
312
"Kau cakep!" kata Bridget, sambil membelai punggungnya.
Wonky Pooh mengangkat ekornya dan mendengkur lebih kuat.
"Kucing cantik," kata Bridget, sambil menggelitik telinganya.
Pada saat itu Miss Waynflete masuk.
"Waduh," serunya. "Wonky Pooh sudah suka padamu rupanya? Padahal biasanya dia selalu menjauhkan diril Awas telinganya, akhir-akhir ini bernanah, dan masih sakit sekali."
Peringatan itu terlambat datangnya. Bridget telah terlanjur menggelitik telinga yang sakit itu. Wonky Pooh menggeram lalu melompat turun dengan marah dan kesakitan.
"Aduh, dicakarnya kau?" seru Miss Waynflete.
"Tak seberapa," kata Bridget, sambil mengisap bekas cakaran yang melintang di punggung tangannya.
"Kuberi yodium, ya?"
"Ah, tak usahlah, tak apa-apa. Tak usah repot."
Miss Waynflete tampak agak kecewa. Karena merasa dia telah bersikap kurang sopan, Bridget cepat-cepat berkata,
"Berapa lama Luke pergi, ya?"
"Jangan kuatir, Sayang, aku yakin Tuan Fitzwilliam cukup mampu menjaga diri."
"Oh, Luke memang cukup kuat!"
Pada saat itu telepon berdering. Bridget bergegas mengangkatnya. Terdengar suara Luke.
313
"Halo? Kau itu, Bridget? Aku di Bells and Motley. Aku baru bisa mengantarkan barang-barangmu setelah makan siang, karena Battle sudah tiba—kau tentu tahu siapa yang kumaksud, bukan?"
"Komisaris polisi dari Scotland Yard itu?" "Benar.  Dan dia ingin langsung berbicara denganku."
"Tak apa-apa. Bawa saja barang-barangku setelah kau makan siang, dan ceritakan padaku apa katanya."
"Baik. Sampai ketemu, Sayang."
"Sampai ketemu."
Bridget meletakkan kembali gagang telepon, lalu menceritakan kembali percakapannya pada Miss Waynflete. Kemudian dia menguap. Kekacauan-kekacauan yang telah dialaminya, membuatnya letih sekali.
Miss Waynflete melihat hal itu.
"Kau letih, Anak manis! Sebaiknya kau berbaring—eh, tidak, mungkin itu tak baik sebelum makan siang. Aku akan mengantarkan pakaian bekas kepada seorang wanita yang gubuknya tidak begitu jauh dari sini—jalan-jalan sedikit melewati ladang-ladang. Mungkin kau mau ikut? Kita masih punya waktu sebelum makan siang."
Bridget tak menolak.
Mereka keluar lewat jalan belakang. Miss Waynflete mengenakan topi pandan, dan Bridget merasa geli melihat dia mengenakan sarung tangan.
314
"Seolah-olah kami ini akan pergi ke Bond Street, saja," pikirnya.
Sambil berjalan, Miss Waynflete mengobrol dengan riang mengenai soal-soal kecil di desa. Mereka sudah melewati dua ladang, lalu menyusuri jalan setapak di antara semak belukar yang rapat. Hari itu panas, dan Bridget merasa senang berjalan di bawah keteduhan pohon-pohon.
Miss Waynflete mengajaknya duduk dan beristirahat sebentar.
"Hari ini panasnya menyesakkan sekali, ya? Kurasa akan ada hujan berguntur nanti!"
Dengan agak mengantuk Bridget membenarkan. Dia merebahkan dirinya di tepi jalan—matanya setengah tertutup—dan sementara itu, beberapa baris sebuah sajak menari-nari dalam otaknya.
"Oh, mengapa kau berjalan-jalan di ladang memakai sarung tangan, oh, perempuan putih gendut yang tak dicintai siapa pun juga}"
Tapi itu tak cocok! Miss Waynflete tidak gendut. Maka diubahnya kata-kata dalam sajak itu untuk menyesuaikan dengan keadaan.
"Oh, mengapa kau berjalan-jalan di ladang memakai sarung tangan, oh, perempuan kurus beruban yang tak dicintai siapa pun juga}"
Miss Waynflete mengganggu angan-angannya. ""Kau mengantuk, ya?"
Kata-kata itu diucapkan dengan nada lembut biasa, namun ada sesuatu dalam kata-kata itu yang tiba-tiba melebarkan mata Bridget.
315
Miss Waynflete sedang membungkuk ke arah tubuh Bridget. Matanya membayangkan hasratnya yang besar, sedang lidahnya menyapu bibirnya dengan lembut. Pertanyaan diulanginya,
"Kau mengantuk sekali, ya?"
Kali ini Jelas sekali terdengar nada itu. Sesuatu terkilas di otak Bridget—suatu kilasan yang menyadarkannya, yang disusul oleh rasa kesalnya akan ketololannya sendiri!
Dia memang telah curiga—tapi kecurigaan itu begitu samar. Dia telah merencanakan untuk bekerja diam-diam atau secara rahasia untuk meyakinkan dirinya. Tetapi sesaat pun dia tidak menduga bahwa dirinya sendiri terancam bahaya. Dia merasa, dia telah memendam rasa curiganya dengan sempurna. Sama sekali dia tidak menduga bahwa ancaman itu akan dilaksanakan begitu cepat. Tolol—betul-betul tolol!
Dan tiba-tiba terpikir olehnya,
"Teh itu—pasti ada sesuatu dalam teh itu. Dia sama sekali tak tahu bahwa aku tidak meminum teh itu. Inilah kesempatanku! Aku harus berpura-pura! Ramuan apa yang telah dipakainya, ya? Racunkah? Atau hanya obat penenang? Dia berharap agar aku mengantuk—itu pasti."
Dibiarkannya kelopak matanya terkatup lagi. Dengan suara yang dibuatnya seolah-olah mengantuk, dia berkata,
"Ngantuk—sekali.....Aneh! Aku belum pernah
merasa sengantuk ini."
Miss Waynflete mengangguk perlahan-lahan.
'316
Melalui celah matanya yang hampir tertutup, Bridget mengintip wanita tua itu.
Pikirnya, "Bagaimanapun juga, aku bisa melawannya! Otot-ototku cukup kekar—dia hanya perempuan kerempeng yang lemah. Tapi aku harus membuatnya bicara—ya, itu penting—membuatnya bicara\"
Miss Waynflete tersenyum. Bukan senyum manis. Senyum itu licik dan tak manusiawi.
Bridget berpikir,
"Dia seperti seekor kambing. Ya, Tuhan! Betapa mirip dia dengan kambing! Padahal kambing selalu merupakan lambang kejahatan! Sekarang aku tahu! Aku benar—gagasanku benar, meskipun rasanya seperti khayalan saja! Tak ada kemarahan yang lebih besar daripada kemarahan seorang wanita yang telah dikhianati.... Itulah awalnya—itulah awal segalanya."
Dia bergumam, dan kali ini suaranya menunjukkan bahwa dia sudah mengerti.
"Ada apa dengan diriku....? Aku merasa aneh sekali—aneh sekali!"
Miss Waynflete dengan cepat melihat ke sekelilingnya. Tempat itu benar-benar terpencil. Terlalu jauh dari desa, hingga suatu teriakan tidak akan terdengar. Tak ada rumah atau gubuk-gubuk di dekat-dekat tempat itu. Dia mulai mencari dalam bungkusan yang dibawanya—bungkusan yang katanya berisi pakaian tua. Kelihatannya memang begitu. Kertas pembungkusnya terbuka, dan tampaklah sehelai baju dari wol yang lembut.
317
Dan tangan yang bersarung itu tetap mencari dan mencari.
"Oh, mengapa kau berjalan-jalan di ladang memakai sarung tangan}"
"Ya—mengapa? Mengapa sarung tangan?"
Tentu! Tentu! Semuanya telah direncanakan dengan baik sekali!
Pembungkus itu pun terbuka. Dengan hati-hati, Miss Waynflete mengeluarkan pisau itu. Dengan sangat hati-hati dia memegang pisau itu, supaya tidak sampai menghapus sidik jari yang sudah ada—sidik jari yang pendek gemuk, milik Lord Whitfield. Dia yang telah memegang-megang pisau itu tadi pagi di ruang tamu utama di Ashe Manor.
Pisau buatan orang Moor yang bermata tajam itu.
Bridget merasa agak mual. Dia harus mengulur waktu—ya, dia harus membuat perempuan ini bicara—perempuan kurus, beruban, yang tidak dicintai siapa pun juga.
Mestinya tidak begitu sulit—tidak terlalu. Karena perempuan itu tentu ingin bicara, ingin sekali—dan satu-satunya orang yang bisa diajaknya bicara adalah seseorang seperti Bridget—orang yang akan dibungkamnya untuk selama-lamanya.
Bridget berkata—dengan suara yang lemah dan sulit keluar,
"Apa—itu—pisau?"
Miss Waynflete tertawa.
318
Tawa itu mengerikan, halus, merdu, feminin, dan sangat tak manusiawi. Dia berkata,
"Ya, untuk kau, Bridget. Untuk kau! Aku membencimu, ketahuilah, sudah lama sekali."
Bridget berkata,
"Karena saya akan menikah dengan Gordon Whitfield?"
Miss Waynflete mengangguk.
"Kau pintar. Kau pandai sekali! Ini akan merupakan bukti utama yang memberatkannya. Kau akan ditemukan di sini, dengan leher tersembelih—dengan pisau miliknya, dan sidik jarinya di pisau itu! Dengan cerdik aku telah memintanya untuk memperlihatkan pisau itu padaku tadi pagi! Kemudian kuselundupkan ke dalam tasku setelah kubungkus dalam sapu tangan, sementara kau naik ke lantai atas. Begitu mudah! Tapi semuanya memang mudah. Rasanya tak percaya aku!"
Masih dengan suara yang sulit keluar dan tertahan seperti orang mabuk, Bridget berkata,
"Karena—Anda—secerdik—setan...."
Miss Waynflete tertawa lagi, tawa yang mengerikan tadi. Dengan kebanggaan yang membuat orang ngeri dia berkata,
"Ya, aku memang punya otak, sudah sejak kecil! Tapi tak ada seorang pun yang membiarkan berkembang.... Aku harus tinggal di rumah—tak berbuat apa-apa. Lalu Gordon datang—hanya seorang anak tukang sepatu biasa, tapi dia punya ambisi, aku tahu itu. Aku tahu bahwa dia akan
319
menjadi orang terkenal di dunia ini. Dan kemudian dia mengkhianati aku—aku yang dikhianatinya! Hanya karena persoalan sepele tentang seekor burung."
Tangannya membuat gerakan aneh, seolah-olah dia sedang memuntir sesuatu.
Bridget merasa mual lagi.
"Gordon Ragg berani mengkhianati aku—putri Kolonel Waynflete! Aku bersumpah akan membalas perbuatannya itu! Bermalam-malam aku memikirkannya.... Sementara itu kami makin lama makin bertambah miskin. Rumah kami terpaksa dijual. Dia yang membelinya! Dia datang padaku dengan sikap seorang pelindung, ditawarinya aku pekerjaan di dalam bekas rumahku sendiri. Alangkah bencinya aku padanya waktu itu! Tapi aku tak pernah memperlihatkan perasaanku. Itu diajarkan pada kami sejak kecil—suatu latihan yang sangat berguna. Itulah pentingnya pendidikan, pikirku selalu."
Dia diam sebentar. Bridget memperhatikannya, dia hampir tak berani bernapas karena takut akan menahan arus kata-kata itu.
Miss Waynflete melanjutkan dengan halus, "Aku berpikir, dan berpikir terus.... Mula-mula aku hanya berniat membunuhnya. Aku pun mulai membaca buku-buku tentang kriminologi—tentu saja secara diam-diam di perpustakaan. Dan setelah itu aku benar-benar mendapatkan manfaat dari bacaanku itu, bahkan lebih dari satu kali. Pintu kamar Amy,  umpamanya, kuputar dan luar
320
dengan pinset, setelah botol di samping tempat tidurnya kutukar. Lalu terdengar dengkurnya, huh, menjijikkan sekali!"
Dia diam lagi.
"Eh, sampai di mana aku?"
Bakat yang telah dipupuk Bridget, bakat yang telah membuat Lord Whitfield tertarik padanya, yaitu bakat sebagai pendengar yang sangat baik—dalam keadaan seperti ini sangat berguna. Honoria Waynflete mungkin saja seorang pembunuh gila, tapi dia juga lebih dari itu. Dia juga manusia yang suka bicara, bicara tentang dirinya sendiri. Dengan manusia semacam itu Bridget mudah menyesuaikan diri.
Dengan suara yang tepat untuk mengundang cerita, Bridget berkata,
"Anda mula-mula bermaksud untuk membunuh Gordon—"
"Ya, tapi aku tak puas dengan itu—terlalu biasa—harus lebih baik dari sekadar membunuh. Lalu aku mendapat gagasan. Kebetulan saja gagasan itu terlintas di benakku. Dia harus menderita karena telah melakukan banyak kejahatan, yang sebenarnya tak pernah dilakukannya. Dia harus menjadi pembunuh! Dia yang harus digantung gara-gara kejahatan-kejahatan yang telah aku lakukan. Atau mungkin juga orang akan mengatakan bahwa dia gila dan akan dikurung sepanjang hidupnya.... Itu bahkan lebih baik."
Kini dia tertawa terkekeh-kekeh. Suaranya mengerikan____ Matanya pucat dan dia menatap
321
dengan orang-orangan mata yang melebar aneh.
"Seperti telah kuceritakan, aku membaca banyak buku tentang kejahatan. Aku memilih korbanku dengan cermat—mula-mula tak boleh ada kecurigaan. Ketahuilah," suaranya makin mendalam, "aku jadi suka membunuh... Perempuan judes itu, Lydia Horton—dia bersikap sebagai majikan terhadapku—bahkan pernah dia menyebutku 'perawan tua'. Aku senang waktu Gordon bertengkar dengan dia. Sekali menembak, dua-tiga burung yang kena, pikirku! Betapa senangnya duduk di samping tempat tidurnya dan diam-diam memasukkan racun arsenikum itu ke dalam tehnya, lalu keluar dan mengatakan pada juru rawat bahwa Bu Horton mengeluh tentang buah anggur kiriman'Lord Whitfield. Katanya, pahit rasanya! Perempuan itu tak mau mengulanginya lagi, sayang sekali.
"Kemudian menyusul yang lain-lain! Segera setelah kudengar bahwa Gordon merasa tak senang terhadap seseorang, mudah sekali aku mengatur suatu kecelakaan! Dan Gordon sungguh tolol— bukan main tololnya! Aku menanamkan kepercayaan ke dalam dirinya bahwa dia memiliki sesuatu yang sangat istimewa! Bahwa setiap orang yang menentangnya tentu akan menderita. Mudah benar dia mempercayainya. Kasihan Gordon yang baik, dia mau saja percaya. Begitu mudah dibohongi!"
Bridget jadi ingat, dia sendiri pernah berkata pada Luke dengan nada mengejek,
322
"Gordon! Apa saja pun mau dia mempercayainya !"
Mudah? Bukan main mudahnya! Kasihan Gordon yang bertubuh kecil, besar cakap, tapi mudah percaya. Tapi Bridget merasa bahwa masih banyak yang harus didengarnya! Mudahkah itu? Itu juga mudah! Itu sudah biasa dilakukannya selama bertahun-tahun bekerja sebagai sekretaris. Diam-diam dia mendorong para majikannya untuk berbicara tentang diri mereka sendiri. Dan wanita yang dihadapinya ini ingin sekali bicara, untuk membanggakan kecerdikannya sendiri.
Bridget menggumam,
"Tapi bagaimana Anda bisa melakukan itu semuanya? Saya tak mengerti bagaimana Anda bisa melakukannya."
"Oh, itu gampang sekalil Hanya memerlukan suatu aturan kerja! Waktu Amy dipecat dari Manor, aku segera menerimanya bekerja. Kupikir gagasan mengenai cat topi itu cerdik sekali—dan karena pintu terkunci dari dalam, aku takkan mungkin dicurigai. Tapi tentu aku selalu selamat, karena aku tak pernah punya motif, dan tak seorang pun bisa dituduh melakukan pembunuhan bila tak punya motif. Dengan Carter mudah sekali—dia berjalan terhuyung-huyung di malam berkabut itu, dan aku mengikutinya sampai ke titian, lalu cepat-cepat mendorongnya. Soalnya aku memang kuat."
Dia diam dan suara tawanya yang mengerikan terdengar lagi.
323
"Semuanya memang menyenangkan! Aku tidak akan lupa air muka si Tommy, waktu aku mendorongnya dari bendul jendela, hari itu. Dia sama sekali tak menyangka...."
Dia membungkuk ke arah Bridget dengan sikap ramah.
"Kau tahu, mereka semua sebenarnya bodoh sekali. Aku tak pernah menyadari hal itu sebelumnya."
"Dengan Dokter Humbleby—mungkin agak
"Tapi—Anda sangat pintar."
"Ya—ya—mungkin kau benar."
Bridget berkata lagi,
"Dengan Dokter Humbleby—mungkin agak lebih sulit, ya?"
"Ya, sungguh luar biasa bagaimana aku berhasil dengan baik, sebab mungkin saja aku gagal. Tapi Gordon telah bercerita pada semua orang tentang kunjungannya ke Institut Wellerman Kreutz, dan kurasa aku bisa mengusahakan supaya orang-orang ingat akan kunjungan itu dan kemudian menarik hubungannya. Dan telinga Wonky Pooh memang benar-benar bernanah, banyak sekali kotoran yang keluar. Aku berhasil menggoreskan ujung guntingku ke tangan dokter itu, kemudian aku pura-pura menyesal dan berkeras untuk mengobatinya dan membalutnya. Dia tak tahu bahwa pembalutnya telah kutulari dengan nanah dari telinga Wonky Pooh. Yah, untung-untungan saja—mungkin aku tidak akan. berhasil. Aku
324
gembira waktu itu berhasil—terutama karena Wonky Pooh adalah kucing Lavinia Pinkerton."
Wajahnya menjadi gelap.
"Lavinia Pinkerton! Dia sudah curiga.... Dialah yang menemukan Tommy hari itu. Lalu waktu kemudian Gordon berselisih paham dengan Dokter Humbleby, dia mendapati aku sedang memandangi Humbleby. Waktu itu aku sedang kehilangan kewaspadaan. Waktu itu aku sedang bertanya-tanya, bagaimana aku akan melaksanakannya.... Dan dia rupanya tahu! Aku berbalik dan kudapati dia sedang memperhatikan aku. Kulihat bahwa dia curiga. Tapi dia tentu tak bisa membuktikan apa-apa. Aku tahu itu. Meskipun demikian, aku takut kalau-kalau ada orang yang percaya padanya. Aku merasa takut orang-orang di Scotland Yard akan percaya padanya. Aku yakin bahwa ke sanalah dia akan pergi hari itu. Aku sebenarnya berada di kereta api yang sama dan aku mengikutinya terus.
"Semuanya gampang sekali. Dia sedang menyeberang ke Whitehall. Aku berada dekat di belakangnya. Dia^tak sempat melihat aku. Sebuah mobil besar mendekat, dan aku menyikutnya sekuat tenagaku. Aku kuat sekali! Dia langsung jatuh tepat di depan mobil itu. Kukatakan pada wanita yang berada di sampingku bahwa aku sempat melihat nomor mobil itu, dan kusebutkan nomor mobil Roli Royce milik Gordon. Kuharap wanita itu akan menceritakannya pada polisi.
325
"Untungnya mobil itu tak berhenti. Kurasa dia seorang sopir yang sedang bersenang-senang membawa mobil majikannya, tanpa sepengetahuan majikannya. Ya, aku beruntung waktu itu. Aku selalu beruntung. Peristiwa beberapa hari yang lalu, mengenai Rivers, dan Luke Fitzwilliam sebagai saksi mata. Senang sekali aku berhasil mengajaknya ke situ! Anehnya, sulit sekali membuatnya mencurigai Gordon. Tapi setelah kematian Rivers, dia pasti akan curiga. Harus!
"Dan sekarang—ya, inilah yang akan mengakhiri semuanya dengan baik."
Dia bangkit lalu mendatangi Bridget. Katanya dengan lembut,
"Gordon telah mengkhianati aku! Dia akan mengawini kau. Sepanjang hidupku, aku dikecewakan. Aku tak punya apa-apa—sama sekali tak punya apa-apa...."
"Oh, perempuan kurus beruban yang tak dicintai siapa pun juga..."
Dia membungkuk di atas tubuh Bridget, tersenyum, dengan mata pucat yang gila.... Pisau itu mengkilap....
Bridget melompat dengan sekuat tenaga mudanya. Bagaikan seekor harimau dia menerjang wanita itu, dan membuat lawannya terjatuh, dan dia menangkap pergelangan tangan kanannya.
Karena serangan yang mendadak itu, Honoria Waynflete terjatuh sebelum dia menyerang. Tapi kemudian, setelah kelumpuhan sesaat itu, dia mulai melawan. Dalam kekuatan, mereka tak
326
berimbang. Bridget masih muda, dan kuat, dan otot-ototnya terlatih karena olahraga. Honoria Waynflete adalah wanita bertubuh kurus yang rapuh.
Tetapi ada satu faktor yang tidak diperhitungkan oleh Bridget. Honoria Waynflete adalah orang gila. Kekuatannya adalah kekuatan orang gila. Dia berkelahi seperti setan dan tenaganya yang tak waras lebih kuat daripada tenaga berotot yang dimiliki Bridget yang waras. Mereka terhuyung-huyung, dan Bridget tetap berusaha untuk merebut pisau itu dari lawannya, sedang Honoria Waynflete bertahan menggenggamnya.
Kemudian, sedikit demi sedikit, tenaga wanita gila itu mengalahkan korbannya. Bridget berteriak,
"Luke.... Tolong.... Tolong..."
Tetapi dia tak berharap bantuan akan tiba. Dia hanya berdua dengan Honoria Waynflete. Berdua dalam tempat sesunyi itu. Dengan tenaga luar biasa dia memuntir pergelangan tangan lawannya, dan akhirnya didengarnya pisau itu jatuh.
Sesaat kemudian, kedua belah tangan Honoria Waynflete mencengkeram lehernya dengan suatu cekikan tanpa* ampun yang memeras habis napasnya. Dia masih berusaha berteriak dengan suara tercekik untuk terakhir kalinya....
327
BAB DUA PULUH DUA
BU HUMBLEBY BERBICARA
Luke mendapat kesan yang menyenangkan dari penampilan Komisaris Polisi Battle. Dia adalah seorang pria yang bertubuh tegap dan tampak menyenangkan. Wajahnya lebar dan merah, kumisnya besar dan bagus. Pada pandangan pertama, dia tidak terlalu memberikan kesan pandai, tapi bila kita perhatikan lebih seksama, orang yang melihatnya akan tercenung, karena mata Komisaris Polisi Battle bukan main tajamnya.
Luke tidak keliru, karena dia tidak menilai rendah polisi itu. Dia sudah biasa bertemu dengan manusia-manusia sejenis Battle. Dia tahu bahwa mereka bisa dipercaya, dan bahwa mereka biasanya berhasil. Dia tak bisa mengharapkan kehadiran orang yang lebih baik, untuk ditugaskan menyelesaikan perkara itu.
Waktu mereka sedang berdua saja, Luke berkata,
"Tidakkah Anda merupakan pejabat yang terlalu tinggi untuk menyelesaikan perkara seperti ini?"
Komisaris Polisi Battle tersenyum.
328
"Perkara seperti ini bisa berubah menjadi perkara yang besar, Tuan Fitzwilliam. Bila seseorang seperti Lord Whitfield yang terlibat, maka kami tak mau membuat kekeliruan."
"Saya hargai pandangan Anda. Apakah Anda seorang diri?"
"Oh, tidak. Saya ditemani seorang detektif. Dia berada di rumah minum yang sebuah lagi, The Seven Stars, dan tugasnya adalah mengawasi Lord Whitfield."
"Oh, begitu."
Battle bertanya,
"Menurut pendapat Anda, apakah sama sekali tak ada keraguan, Tuan Fitzwilliam? Apakah Anda yakin benar bahwa dialah orangnya?"
"Berdasarkan fakta-fakta, saya tidak melihat adanya kemungkinan yang lain. Apakah Anda menginginkan fakta-fakta itu?"
"Terima kasih, saya sudah mendapatkannya dari Sir William."
"Lalu bagaimana pendapat Anda} Saya rasa, menurut Anda, sangatlah tak mungkin bahwa seorang pria yang berkedudukan seperti Lord Whitfield, adalafi seorang pembunuh gila."
"Sangat sedikit hal yang menurut saya tak mungkin," kata Komisaris Polisi Battle. "Tak ada satu pun yang tak mungkin dalam kejahatan. Itu selalu saya katakan. Bila Anda mengatakan pada saya bahwa seorang perawan tua yang baik, atau seorang uskup agung, atau seorang siswi, adalah
329
penjahat yang berbahaya, saya tidak akan membantah. Saya akan meneliti perkara itu."
"Kalau Anda memang sudah mendengar fakta-fakta yang terpenting mengenai perkara ini dari Sir William, maka sebaiknya akan saya ceritakan saja apa yang telah terjadi tadi pagi," kata Luke.
Diceritakannya dengan singkat garis-garis besar insiden dengan Lord Whitfield tadi pagi. Komisaris Polisi Battle mendengarkan dengan penuh perhatian.
Kemudian dia berkata,
"Anda katakan bahwa dia sedang mengusap-usap sebilah pisau. Apakah dia mengatakan sesuatu yang khusus mengenai pisau itu, Tuan Fitzwilliam? Apakah dia mengancam dengan pisau itu?"
"Secara terus terang, tidak. Dia memeriksa mata pisau itu dengan cara yang mengerikan—dengan rasa senang bercampur rasa kekaguman akan keindahannya. Itu yang saya tak mengerti. Saya rasa Miss Waynflete merasa begitu pula."
"Diakah wanita yang sudah Anda sebutkan— yang telah mengenal Lord Whitfield sepanjang hidupnya, dan yang bahkan pernah bertunangan dengan pria itu?"
"Benar,"
Komisaris Polisi Battle berkata,
"Saya rasa Anda tak perlu menguatirkan gadis itu, Tuan Fitzwilliam. Akan saya tempatkan seseorang untuk mengawasinya dengan ketat. Dengan  pengawasan  itu,   dan Jackson  yang
330
membuntuti Lord Whitfield terus, rasanya tidak akan ada bahaya."
"Anda membuat saya merasa lega sekali," kata Luke.
Komisaris Polisi Battle mengangguk dengan penuh pengertian.
"Anda berada dalam kedudukan yang sulit, Tuan Fitzwilliam. Anda tentu menguatirkan keselamatan Nona Conway. Ingat, saya sama sekali tidak menganggap perkara ini mudah. Lord Whitfield tentulah orang yang berotak tajam. Mungkin dia akan menghentikan kegiatannya dulu untuk beberapa waktu. Artinya, bila dia tidak berada di puncak."
"Apa maksud Anda dengan puncak?"
"Semacam rasa percaya diri yang berlebihan dalam diri seorang penjahat, yang membuatnya berpikir bahwa dia sama sekali tidak akan ketahuan! Pikirnya, dia pandai sekali, dan semua orang terlalu bodoh! Bila dia dalam keadaan yang demikian, maka kita akan bisa menangkapnya!"
Luke mengangguk. Dia bangkit.
"Nah," katanya, "semoga Anda berhasil. Izinkan saya membantu dalam hal apa pun."
"Tentu."
"Apakah tak ada yang Anda usulkan sekarang?"
Battle mempertimbangkan pertanyaan itu.
"Saya rasa tak ada. Untuk sementara belum. Saya hanya ingin menempatkan persoalan-persoalan pada tempatnya. Bisakah saya berbicara lagi dengan Anda nanti malam?"
331
"Tentu."
"Nanti saya sudah akan tahu lebih banyak."
Luke merasa agak terhibur. Banyak orang yang mendapat perasaan seperti itu setelah berbincang-bincang dengan Komisaris Polisi Battle.
Dia melihat ke arlojinya. Tidakkah sebaiknya dia pergi menemui Bridget sebelum makan siang saja?
Sebaiknya tidak, pikirnya. Miss Waynflete akan merasa bahwa dia terpaksa harus menawarinya makan, dan itu akan mengganggu kelancaran rumah tangganya. Dari pengalamannya dengan bibi-bibinya, Luke tahu bahwa wanita-wanita setengah baya seperti dia, mudah sekali menjadi kacau mengenai masalah-masalah kecil seperti itu. Dia ingin tahu apakah Miss Waynflete juga seorang bibi? Mungkin.
Dia sudah keluar dari pintu penginapan. Suatu sosok berpakaian hitam yang sedang berjalan bergegas di jalan, tiba-tiba berhenti waktu melihatnya.
"Tuan Fitzwilliam."
"Bu Humbleby."
Luke mendekatinya lalu berjabatan tangan. Wanita itu berkata,
"Saya sangka Anda sudah berangkat?"
"Belum—saya hanya pindah tempat menginap. Saya sekarang menginap di sini."
"Dan Bridget? Saya dengar dia sudah meninggalkan Ashe Manor?"
"Ya, sudah." 1
332
Bu Humbleby mendesah.
"Saya senang sekali—senang sekali dia langsung meninggalkan Wychwood."
"Dia masih di sini. Dia menginap di rumah Miss Waynflete."
Bu Humbleby mundur selangkah. Luke heran melihat wajah wanita itu kelihatan ketakutan.
"Menginap di rumah Honoria Waynflete? Mengapa}"
"Miss Waynflete berbaik hati dan mengajaknya menginap di sana untuk beberapa hari."
Bu Humbleby tampak agak menggigil. Dia mendekati Luke, lalu meraih lengan Luke.
"Tuan Fitzwilliam, saya tahu bahwa saya tak punya hak untuk mengatakan apa-apa. Akhir-akhir ini saya sudah mengalami kesedihan yang amat sangat, dan—mungkin—saya jadi banyak mengkhayal! Perasaan saya ini mungkin hanya khayalan belaka."
Dengan halus Luke berkata,
"Perasaan apa?"
"Keyakinan akan adanya—kejahatanl"
Dengan agak ragu-ragu dia memandang Luke. Waktu dilihatnya Luke hanya menundukkan kepala dengan sikap serius, dan tidak menanyakan maksud pernyataannya itu, dia melanjutkan,
"Banyak sekali kejahatan—itulah pikiran yang selalu mengganggu saya—kejahatan di Wychwood ini. Dan perempuan itulah pokok pangkal semuanya. Saya yakin akan hal itu!"
Luke merasa bingung.
333
"Perempuan mana?" Bu Humbleby berkata,
"Saya yakin, Honoria Waynflete adalah perempuan yang jahat! Oh, saya lihat Anda tak percaya! Tak seorang pun mau percaya pada Lavinia Pinkerton. Tapi kami berdua merasakannya. Almarhumah tahu lebih banyak daripada saya.... Ingat, Tuan Fitzwilliam, bila seorang wanita tak bahagia, dia bisa melakukan hal-hal yang mengerikan."
Dengan halus Luke berkata,
"Ya—itu mungkin."
Bu Humbleby berkata cepat-cepat, "Anda tak percaya? Yah, mengapa Anda harus percaya? Tapi saya tak bisa lupa waktu John pulang dari rumah perempuan itu dengan tangan terbalut, meskipun dia meremehkannya dan mengatakan bahwa itu hanya suatu goresan kecil." Wanita itu berbalik.
"Selamat siang. Lupakan saja apa yang telah saya katakan. Sa—saya merasa agak kurang sehat akhir-akhir ini."
Luke memperhatikan wanita itu menjauh. Dia tertanya-tanya mengapa Bu Humbleby mengatakan Honoria Waynflete adalah perempuan jahat. Apakah Dr. Humbleby dan Honoria Waynflete pernah berteman, dan apakah istri dokter itu lalu merasa cemburu?
Apa katanya tadi? "Tak seorang pun mau percaya pada Lavinia Pinkerton." Kalau begitu
334
tentu Lavinia Pinkerton telah menceritakan kecurigaannya pada Bu Humbleby.
Luke lalu teringat peristiwa dalam gerbong kereta api itu, dan wajah wanita tua yang baik, yang penuh rasa kuatir itu. Rasanya terdengar lagi olehnya, suara itu berkata dengan bersungguh-sungguh. "Sorot mata di wajah seseorang." Dan bagaimana wajahnya lalu berubah seolah-olah dia melihat sesuatu dengan jelas dalam pikirannya. Sesaat, pikirnya, wajah wanita itu lain daripada yang lain, mulutnya agak terbuka, secara aneh, dan matanya membayangkan rasa puas diri.
Tiba-tiba Luke teringat: Aku melihat seseorang dengan pandangan begitu—air muka seperti itu.... Baru-baru ini saja—kapan, ya? Pagi ini! Ya, pagi ini! Miss Waynflete, waktu dia memandangi Bridget di ruang tamu utama di Manor.
Dan tiba-tiba suatu ingatan lain menyerangnya. Suatu kenangan mengenai kejadian bertahun-tahun yang lalu. Bibi Mildred yang berkata, "Tahukah kau, Sayang, dia memandang dengan sorot mata orang gilai" dan untuk sesaat wajah Bibi Mildred yang biasanya menyenangkan, berubah menjadi seperti ekspresi wajah seorang idiot yang kurang waras....
Lavinia Pinkerton berbicara tentang sorot mata yang dilihatnya di wajah seorang laki-laki—oh, tidak, wajah seseorang. Mungkinkah bahwa, untuk sesaat, karena begitu jelasnya bayangannya, dia lalu menampilkan kembali ekspresi yang
335
pernah dilihatnya itu—sorot mata seorang pembunuh yang ditujukan pada calon korbannya....
Dengan hanya setengah menyadari apa yang sedang dilakukannya, Luke mempercepat langkahnya ke arah rumah Miss Waynflete.
Dalam otaknya sebuah suara bergema berulangkah,
"Bukan seorang laki-laki—dia tak pernah menyebutkan laki-laki—kau sendiri yang menyimpulkan bahwa itu adalah seorang laki-laki karena kau menduga pembunuhnya seorang laki-laki—tapi wanita itu tak pernah mengatakannya—Ya, Tuhan, sudah gilakah aku? Apa yang sedang kupikirkan ini rasanya tak masuk akal....
pasti tak mungkin.... tak masuk akal.....Tapi aku
harus menemukan Bridget. Aku harus yakin bahwa dia tak apa-apa.... Mata itu—mata berwarna pucat yang aneh itu. Oh, aku gila! Whitfield-lah penjahatnya! Pasti dia. Dia sendiri yang berkata begitu!"
Namun bagaikan dalam mimpi buruk, terbayang lagi wajah Miss Pinkerton yang mengekspresikan sesuatu yang mengerikan dan tak waras.
Pelayan mungil itu membukakan pintu. Dia agak terkejut melihat Luke yang terengah-engah. Dia berkata,
"Kata Bu Waynflete, wanita muda itu sudah pergi. Akan saya lihat apakah Bu Waynflete ada."
Luke mendorongnya ke samping, lalu masuk ke
336
ruang tamu utama. Emily berlari ke lantai atas. Dengan terengah dia turun.
"Ibu juga keluar."
Luke mencengkeram pundaknya.
"Ke arah mana? Ke mana mereka?"
Pelayan itu memandangnya dengan ternganga.
"Mereka pasti keluar lewat pintu belakang. Saya pasti melihat, kalau mereka keluar lewat pintu depan, karena dapur menghadap ke depan."
Pelayan itu mengikuti Luke waktu dia berlari melalui pintu belakang, masuk ke kebun kecil dan terus ke luar. Ada seseorang yang sedang memangkas pagar hidup. Luke mendatanginya dan bertanya, sambil berusaha keras untuk menahan agar suaranya terdengar normal.
Lambat-lambat orang itu berkata,
"Dua orang wanita? Ada. Sudah agak lama. Saya sedang makan di bawah rumpun pagar. Saya rasa mereka tidak melihat saya."
"Ke arah mana mereka pergi}"
Luke telah berusaha dengan sekuat tenaga supaya suaranya tetap normal. Namun mata lawan bicaranya terbuka lebih lebar waktu dia menyahut lambat-lambat,
"Melalui ladang-ladang itu.... Ke sana. Setelah itu saya tak tahu lagi."
Luke mengucapkan terima kasih padanya, lalu berlari. Perasaannya mengatakan bahwa keadaan sudah sangat mendesak. Dia harus menyusul mereka—harusl Mungkin dia gila. Mungkin saja mereka hanya berjalan-jalan seenaknya. Tetapi ada
337
sesuatu dalam dirinya yang mendorongnya untuk bergegas. Lebih bergegas lagi!
Dia menyeberangi kedua ladang itu, lalu berdiri dengan bimbang di jalan setapak. Ke arah mana sekarang?
Lalu didengarnya teriakan itu—samar-samar, dari jauh, namun tak diragukan lagi....
"Luke. TolongV Kemudian sekali lagi, "Luke...."
Tanpa ragu dia masuk ke hutan dan berlari ke arah datangnya teriakan itu. Kini terdengar lebih banyak lagi bunyi—bunyi pergulatan—napas yang terengah—dan suara teriakan yang tercekik.
Dia menerobos pepohonan dan masih sempat dengan sekuat tenaga menarik tangan perempuan gila itu, dari cekikannya di leher korbannya. Dicengkeramnya perempuan yang meronta-ronta dengan mulut yang berbusa-busa dan menyumpah-nyumpah itu, hingga akhirnya dia mengejang dan menjadi kaku dalam cengkeraman Luke.
338
i
BAB DUA PULUH TIGA KEHIDUPAN BARU
"Tapi saya tak mengerti," kata Lord Whitfield. "Saya tak mengerti."
Dia berusaha keras untuk mempertahankan sikap anggunnya, namun di balik sikapnya yang angkuh itu, tersembunyi kebingungan yang luar biasa. Dia hampir-hampir tak bisa menangkap hal-hal yang luar biasa yang sedang diceritakan orang padanya."
"Beginilah duduk perkaranya, Lord Whitfield," kata Battle dengan sabar. "Pertama-tama, dalam keluarga itu memang ada keturunan tak waras. Sekarang kami tahu. Keluarga-keluarga zaman dulu memang begitu. Saya rasa dia mewarisi unsur itu. Dia juga seorang wanita yang ambisius—dan dia merasa dikecewakan. Mula-mula dalam kariernya, kemudian dalam percintaannya." Dia mendehem. "Saya dengar Andalah yang mengkhianati dia?"
Lord Whitfield berkata dengan kaku,
"Saya tak suka istilah mengkhianati itu."
Komisaris Polisi Battle memperbaiki istilah itu.
"Anda yang memutuskan pertunangan itu?"
"Ya, begitulah."
339
"Tolong ceritakan sebabnya, Gordon," kata Bridget.
Wajah Lord Whitfield menjadi merah. Katanya,
"Yah, kalau memang terpaksa. Honoria memiliki seekor burung kenari. Dia suka sekali pada burung itu. Burung itu biasa mematuk gula dari bibir Honoria. Pada suatu hari dia mematuk terlalu kuat. Honoria marah, diambilnya burung itu— lalu—dipuntirnya lehernya! Saya—sejak itu perasaan saya berubah. Saya katakan padanya bahwa kami telah membuat kekeliruan dengan pertunangan itu."
Battle mengangguk. Katanya,
"Itulah awal dari semuanya! Sebagaimana yang diceritakannya pada Nona Conway, dia lalu memutar otaknya dan menunjukkan kemampuannya yang memang besar, hanya ke satu tujuan dan sasaran."
Dengan rasa tak percaya Lord Whitfield berkata,
"Untuk membuat saya didakwa sebagai pembunuh? Rasanya saya tak bisa percaya."
Bridget berkata, "Itu benar, Gordon. Ingatlah, kau sendiri heran, mengapa setiap orang yang telah membuatmu jengkel, langsung celaka."
"Itu ada alasannya."
"Honoria Waynflete-lah alasannya," kata Bridget. "Percayalah, Gordon. Bukan nasib yang mendorong Tommy Pierce sampai jatuh dari jendela. Demikian pula semua yang lain. Honoria-lah yang melakukannya."
340
Lord Whitfield menggeleng. "Rasanya, semua ini tak dapat dipercaya!" katanya. Kata Battle,
"Anda katakan, Anda menerima pesan telepon tadi pagi?"
"Ya—siang, kira-kira jam dua belas. Saya diminta datang ke Shaw Wood segera, karena kau, Bridget, katanya akan mengatakan sesuatu padaku. Saya tak boleh datang dengan mobil, harus berjalan kaki."
Battle mengangguk.
"Tepat. Itulah yang akan merupakan akhir segalanya. Nona Conway akan ditemukan di sana dengan leher tersembelih, dan di sampingnya terdapat pisau Anda, dengan sidik jari Andal Apalagi, Anda sendiri akan terlihat di sekitar tempat itu pada saat itu! Anda tidak akan bisa membela diri. Juri yang mana pun di dunia ini, akan menyatakan Anda bersalah."
"Saya?" kata Lord Whitfield, terperanjat dan bingung. "Adakah orang yang akan mempercayai hal seperti itu tentang saya?"
Dengan lembut Bridget berkata,
"Aku tidak, Gordon. Aku tak pernah percaya."
Lord Whitfield menoleh padanya dengan pandangan dingin, dan berkata dengan kaku,
"Mengingat watak dan kedudukanku dalam masyarakat, kurasa tak seorang pun akan percaya pada tuduhan yang mengerikan itu!"
Dia keluar lalu menutup pintu.
341
Luke berkata,
"Dia tak pernah menyadari bahwa dia benar-benar dalam bahaya!"
Lalu dia berkata lagi,
"Coba ceritakan, Bridget, bagaimana kau sampai mencurigai Miss Waynflete."
Bridget bercerita,
"Kecurigaanku timbul waktu kau mengatakan bahwa Gordon-lah si pembunuh yang kaucari. Aku tak bisa mempercayainya! Soalnya aku kenal betul dia. Dua tahun lamanya aku menjadi sekretarisnya! Aku mengenalnya luar-dalam! Aku tahu bahwa dia merasa dirinya penting, dia picik, dan asyik dengan dirinya sendiri saja. Tapi aku juga tahu bahwa dia orang yang baik hati, dan hatinya bukan main lembutnya. Dia bahkan merasa sedih kalau terpaksa harus membunuh seekor labah-labah. Kisah bahwa dia yang membunuh burung kenari Miss Waynflete—itu semua bohong. Tak mungkin dia bisa melakukannya. Dia pernah bercerita padaku bahwa dialah yang memutuskan pertunangan dengan Miss Waynflete. Lalu kau tetap mengatakan bahwa yang terjadi adalah sebaliknya. Yah, mungkin juga begitu! Harga dirinya mungkin tidak akan membiarkannya untuk mengakui bahwa perempuan itu yang telah mengkhianatinya. Tapi kisah tentang kenari itu bohong! Sama sekali bukan Gordon yang melakukannya! Dia bahkan tak mau berburu, karena dia merasa mual melihat binatang dibunuh.
342
"Maka tahulah aku bahwa bagian cerita itu jelas keliru. Dan itu berarti bahwa Miss Waynflete-lah yang telah berbohong! Dan kalau dipikir-pikir, itu merupakan bohong besari Dan aku tiba-tiba ingin tahu, apakah dia tidak menceritakan lebih banyak kebohongan lain. Dia seorang wanita yang angkuh—semua orang tahu. Ditampik seorang pria pasti membuat harga dirinya sangat terluka. Mungkin itu yang membuat dia sangat marah dan sangat mendendam pada Lord Whitfield—ya itu sebabnya, terutama setelah Gordon muncul kembali sebagai orang kaya dan berhasil. Kupikir, 'Ya, mungkin dia senang membantu terlaksananya kejahatan yang bisa dituduhkan atas diri Gordon.' Kemudian otakku dilanda kebingungan, dan pikirku—seandainya semua yang dikatakannya bohong—dan tiba-tiba aku menyadari betapa mudahnya seorang wanita seperti dia mempermainkan laki-laki! Dan pikirku lagi. 'Memang luar biasa, tapi bisa saja dialah yang telah membunuh orang-orang itu serta menanamkan keyakinan dalam diri Gordon bahwa kematian orang-orang itu adalah semacam hukuman Tuhan!' Mudah sekali membuat Gordon percaya akan hal semacam itu. Seperti pernah kuceritakan padamu, Gordon bisa mempercayai apa saja! Pikirku, 'Apakah dia bisa melakukan semua pembunuhan itu?' Dan aku menyadari bahwa dia bisa! Dia bisa mendorong seorang laki-laki yang sedang mabuk—dan mendorong seorang anak laki-laki dari jendela, dan Amy Gibbs meninggal di rumahnya. Bu Horton
343
juga sama saja—Honoria Waynflete mengunjunginya dan menjaganya waktu dia sakit. Dengan Dokter Humbleby lebih sulit. Waktu itu aku tak tahu bahwa telinga Wonky Pooh bernanah dan bahwa dia telah mengoleskan nanah itu ke pembalut yang dipakainya untuk membalut tangan Dokter Humbleby. Kematian Miss Pinkerton lebih sulit lagi, karena aku tak bisa membayangkan Miss Waynflete menyamar sebagai seorang sopir dan mengemudikan mobil Rolls Royce.
"Kemudian tiba-tiba aku sadar, bahwa itulah bagian yang termudah! Cuma menyikut dari belakang—suatu hal yang mudah dilakukan di antara orang banyak. Mobil itu tak berhenti, dan dia melihat suatu kesempatan baru. Dia mengatakan pada seorang wanita di situ bahwa dia melihat nomor mobil penabrak, dan diberikannyalah nomor mobil Rolls Royce milik Lord Whitfield.
"Semuanya campur-aduk dalam kepalaku. Tapi bila sudah pasti Gordon tidak melakukan pembunuhan-pembunuhan itu—dan aku tahu— ya, aku yakin bahwa dia bukan pelakunya—lalu siapa} Dan jawabnya jadi jelas. 'Tentu seseorang yang membenci GordonV Siapa yang membenci Gordon? Honoria Waynflete tentu!
"Tapi kemudian aku ingat bahwa Miss Pinkerton telah berbicara tentang seorang laki-laki sebagai pembunuhnya. Hal itu membuyarkan teoriku yang cemerlang itu, karena bila Miss Pinkerton keliru, dia tentu tidak akan dibunuh .... Maka kuminta kau mengulangi kata-kata Miss
344
Pinkerton dengan tepat. Dan aku segera menyimpulkan bahwa dia tidak dengan pasti menyebutkan 'laki-laki'. Akhirnya aku yakin bahwa aku berada di jalur yang benar! Kuputuskan untuk menerima undangan Miss Waynflete dan menginap di rumahnya sambil mencoba mengorek kenyataan yang sebenarnya."
"Tanpa mengatakan apa-apa padaku, ya?" kata Luke marah.
"Soalnya, Sayang, kau begitu yakin—sedang aku sama sekali tak yakin! Semuanya samar dan meragukan. Aku tak pernah menduga bahwa aku terancam bahaya. Kupikir aku punya banyak waktu...."
Dia bergidik.
"Aduh, Luke, mengerikan sekali.... Matanya... Dan tawanya yang sopan tapi tak manusiawi dan mengerikan itu."
Dengan agak bergidik juga Luke berkata, "Aku tidak akan lupa betapa tepat pada waktunya aku tiba di sana."
Dia menoleh pada Battle. "Bagaimana dia sekarang?"
"Kacau sekali," kata Battle. "Itu biasa. Orang-orang begitu tak mau menerima kenyataan bahwa mereka tidaklah sepintar yang mereka sangka."
Luke berkata dengan perasaan menyesal, "Yah, saya bukan polisi yang baik rupanya! Sedikit  pun  saya  tidak  mencurigai  Honoria
345
Waynflete. Anda akan bisa melakukannya dengan lebih baik, Battle."
"Mungkin, Tuan, mungkin juga tidak. Anda pasti ingat, saya pernah berkata bahwa tak ada yang tak mungkin dalam kejahatan. Kalau tak salah saya menyebut-nyebut seorang perawan tua."
"Anda juga menyebut seorang uskup agung dan seorang siswi! Apakah saya harus mengambil kesimpulan bahwa setiap orang punya kemungkinan untuk menjadi penjahat?"
Senyum Battle melebar menjadi tawa kecil.
"Setiap orang bisa menjadi penjahat, Tuan, itulah maksud saya."
"Kecuali Gordon," kata Bridget. "Luke, mari kita menemuinya."
Mereka menemukan Gordon di ruang kerjanya sedang sibuk membuat catatan-catatan.
"Gordon," kata Bridget dengan suara yang halus dan lembut, "Setelah kau mengetahui semuanya maukah kau memaafkan kami?"
Lord Whitfield memandang Bridget dengan sikap anggun.
"Tentu, Sayang, tentu. Aku menyadari kenyataan. Aku orang sibuk. Aku mengabaikan kau. Memang tepat apa yang ditulis Kipling dalam salah sebuah bukunya, 'Yang berjalan paling cepat, adalah yang berjalan sendirian.' Jalan hidupku memang harus kutempuh seorang diri." Dia membusungkan dadanya. "Aku memikul tanggung jawab yang berat. Aku harus memikulnya sendiri. Bagiku tidak akan adu pendamping, tidak
346
akan ada yang ikut meringankan beban—aku harus hidup seorang diri—sampai aku mati sendiri di pinggir jalan." Bridget berkata,
"Gordon tersayang! Kau baik sekali!" Lord Whitfield mengerutkan alisnya. "Ini bukan soal baik. Kita lupakan saja semua omong kosong ini. Aku orang yang sibuk." "Aku tahu."
"Aku sedang menyiapkan suatu serial tulisan yang akan segera kumulai. Judulnya, 'Kejahatan yang Dilakukan oleh Wanita, Sepanjang Masa.' "
Bridget memandangnya dengan kagum.
"Gordon, kurasa itu suatu gagasan yang hebat."
Lord Whitfield makin membusungkan dadanya.
"Maka tinggalkanlah aku sekarang. Aku tak bisa diganggu. Banyak pekerjaan yang harus kusele-saikan."
Luke dan Bridget keluar dari kamar itu.
"Dia benar-benar baik!" kata Bridget.
"Bridget, kurasa kau sebenarnya suka pada laki-laki itu!"
"Tahukah kau, Luke, kurasa memang begitu."
Luke memandang ke luar jendela.
"Aku akan senang kalau aku sudah meninggalkan Wychwood. Aku tak suka tempat ini. Di sini banyak kejahatan, seperti kata Bu Humbleby. Aku tak suka melihat Bukit Ashe Ridge yang seolah-olah merenungi desa ini dengan sedih."
"Bicara tentang Ashe Ridge, bagaimana dengan Ellsworthy?"
347
Luke tertawa, agak malu.
"Darah yang ada di tangannya itu?"
"Ya."
"Agaknya waktu itu mereka mengurbankan seekor ayam jantan putih!" "Hiih, menjijikkan!"
"Kurasa akan terjadi sesuatu yang tak menyenangkan atas diri Ellsworthy. Battle sedang merencanakan suatu kejutan."
Kata Bridget,
"Dan Mayor Horton yang malang sebenarnya tak pernah mencoba membunuh istrinya, dan kurasa Pak Abbot hanya menerima sepucuk surat perjanjian biasa dari seorang wanita, sedang Dokter Thomas hanya seorang dokter muda yang sederhana."
"Dia sama bodohnya dengan keledai!"
"Kau berkata begitu karena kau iri dia akan menikah dengan Rose Humbleby."
"Gadis itu terlalu baik untuk dia."
"Aku sering merasa bahwa kau lebih suka dia daripada aku!"
"Sayangku, jangan bicara yang bukan-bukan begitu."
"Tidak."
Mereka diam, lalu Bridget berkata,
"Luke, apakah kau suka padaku sekarang?"
Luke bergerak akan mendekatinya, tapi Bridget mencegahnya
"Aku berkata apakah kau suka, Luke—bukan cintai"
348
"Oh! Aku mengerti.... Ya, Sayang.... Aku menyukaimu, Bridget, sebagaimana aku juga mencintaimu."
Bridget berkata, "Aku suka padamu, Luke...."
Mereka saling tersenyum—agak kemalu-malu-an—seperti anak-anak yang baru saja berkenalan dalam sebuah pesta.
Bridget berkata,
"Suka lebih penting daripada cinta. Rasa suka lebih abadi. Aku ingin hubungan kita abadi, Luke. Aku tak mau kita hanya saling mencintai, lalu menikah, kemudian saling merasa bosan, dan akhirnya ingin kawin lagi dengan orang lain."
"Oh! Kekasihku, aku tahu. Kau ingin kenyataan. Aku pun begitu. Hubungan kita akan abadi karena didasarkan atas kenyataan."
"Benarkah itu, Luke?"
"Benar, Manisku. Sebab itu, kurasa, aku takut mencintaimu."
"Aku pun takut mencintaimu." "Masihkah kau takut sekarang?" "Tidak." Luke berkata,
"Lama benar kita terancam Kematian. Sekarang—semuanya sudah berlalu! Sekarang—kita akan mulai Hidup...."
349

0 komentar " ", Baca atau Masukkan Komentar

Post a Comment

Bantu dengan klik

Please Click Here!!