PENDAHULUAN
Satwa liar memiliki
potensi yang sangat besar untuk dimanfaatkan dalam kehidupan manusia.
Pemanfaatan satwa liar sebenarnya telah dilakukan sejak lama mengikuti sejarah
kehidupan manusia, diantaranya dagingnya digunakan untuk bahan pangan, kulit
dan rambutnya digunakan sebagai bahan pakaian, lemak untuk bahan bakar, gading
atau tanduk digunakan untuk hiasan atau gagang golok, dan lain-lain.
Sering kita dengar
istilah eksploitasi terhadap satwa liar, yang sebenarnya pengertiannya adalah
sama yakni pemanfaatan, namun istilah ini memiliki konotasi pengambilan atau
pengurasan sumberdaya alam dan kurang memperhatikan aspek kelestarian alam. Dan
istilah ini mungkin lebih cocok digunakan pada sumberdaya alam yang tak
terbarukan seperti tambang. Sedangkan untuk sumberdaya alam yang dapat
terbarukan lebih tepat digunakan istilah pemanenan, yang berarti suatu kegiatan
memanen hasil. Yang artinya hasil yang diperoleh setelah kita menanam atau
memelihara suatu sumberdaya alam dengan baik, dan ada unsur pengelolaan.
·
NILAI
EKONOMI SATWA LIAR
Baik
secara langsung maupun tak langsung, satwa liar memiliki nilai ekonomi. Dalam
pemanfaatannya kita harus memperhatikan aspek kelestarian dari satwa liar itu
sendiri agar menghindari terjadinya kepunahan. Nilai ekonomi satwaliar dapat
diperoleh dengan berbagai cara pengelolaan seperti pengembangan rekreasi dan
olah raga berburu, pengembangan atraksi satwaliar sebagai objek pemandangan
alam, game ranching, dan game farming.
Satwa liar di berbagai daerah
dijadikan sebagai bahan pangan, baik digunakan dagingnya secara langsung maupun
diolah terlebih dahulu menjadi minyak, mentega, atau diambil taring, kuliat
atau produk-produk lainnya, baik dari satwa liar yang hidup di akuatik maupun
terestrial. Seperti di Jepang, daging ikan paus digunakan untuk dimakan, dan
diolah menjadi mentega dan minyak, daging ekornya dipotong tipis dan dimakan
mentah-mentah sebagai makanan
tradisional masyarakat jepang. Di Afrika,
Eropa, dan Asia satwa liar
diburu, baik untuk diambil bagian-bagian tubuhnya maupun dijual di pasar-pasar,
kecuali mereka yang beragama hindu atau budha, yang mempunyai kepercayaan untuk
tidak memakan semua bentuk yang hidup. Namun di semua bagian dunia, pemburuan
satwa liar telah menyebabkan kepunahan beberapa spesies termasuk antelope,
singa di asia dan harimau loreng di Jawa. Akan tetapi masyarakat yang hidupnya
masih primitif, tidak menyebabkan kepunahan spesies, karena mereka melakukan
pemburuan dalam jumlah yang kecil, dan menggunakan peralatan yang sederhana.
Setelah senjata api masuk, menyebabkan banyak populasi ungulate besar menjadi
semakin sedikit.
Afrika
mengalami perkembangan pesat dalam hal pengelolaan satwa liar untuk tujuan
pemanenan dan termasuk usaha yang menguntungkan. Produk yang dihasilkan berupa
kulit dan daging. Jika dibandingkan dengan kulit, maka daging memiliki nilai
ekonomi yang relatif kecil. Hal ini terlihat pada data yang disajikan di tabel
dibawah ini.
Tabel 1.1 Ongkos dan Keuntungan
dari Berbagai Usaha Game Cropping di
Tanzania
(dalam mata uang
Tanzania) (Eltringham, 1984)
Wilayah
|
|||||
|
Loliondo
(1970)
|
Loliondo
(1971)
|
Loliondo
(1972)
|
Yaida
(1976)
|
Lake
Rukwa
(1967)
|
Ongkos
Modal
Angkkutan
Gaji
dan Upah lain-lain
Keuntungan
|
29.218
32.462
46.849
7.001
|
2.116
27.652
38.063
6.447
|
-
16.381
21.558
9.396
|
-
12.480
22.400
2.945
|
-
5.000
10.476
864
|
Jumlah
|
115.530
|
74.308
|
47.335
|
37.825
|
16.340
|
Pemasukan
penjualan daging
Penjualan
kulit zebra
Penjualan
kulit lainnya
|
15.166
344.500
-
|
6.000
110.250
9.010
|
5.120
52.500
2.250
|
15.854
44.185
-
|
6.796
30.933
-
|
Jumlah
|
359.666
|
125.260
|
59.870
|
60.039
|
37.729
|
Keuntungan
|
244.136
|
50.952
|
12.535
|
22.214
|
21.369
|
Tabel 1.2 Ongkos
dan Keuntungan dari Berbagai Usaha Game
Cropping di Kekopey and Suguroi,Kenya (`Source, Blankenship
et. al., 1990)
COSTS
|
KSh
|
|
1.
|
Staff
|
|
Management
|
27,500.00
|
|
Subordinate
|
44.096.65
|
|
Extra
Hunters
|
3,898.00
|
|
Sub total
|
75,494.65
|
|
2.
|
Transport hire
|
30,264.60
|
3.
|
Cropping
equipment and tent hire
|
10,360.00
|
4.
|
Aircraft
use
|
5,900.00
|
5.
|
Expendable
materials (salt, straw, etc.)
|
5,608.00
|
6.
|
Fuels
|
4,899.90
|
7.
|
Administration
|
3,113.40
|
8.
|
Refrigeration
hire (Kekopey operation only)
|
2,773.10
|
9.
|
Marketing
and publicity
|
2,766.65
|
10.
|
Game
Department fees
|
2,375.00
|
11.
|
Ammunition
|
1,745.00
|
TOTAL
|
145,300.35
|
|
GROSS
INCOME
|
|
|
1.
|
Carcasses
|
120,672.53
|
2.
|
Skins
|
87,165.00
|
3.
|
Horns
|
2,755.00
|
TOTAL
|
210,592.53
|
|
NET INCOME
|
65,292.18
|
Akan
tetapi, karena kegiatan berburu satwa liar di Afrika dilegalkan dan semakin intensif,
terutama pemburuan gajah untuk diambil gadingnya, maka keadaan populasi gajah
di Afrika semakin merosot.
·
PEMANENAN
Indonesia dalam hal pemanenan terutama untuk
kepentingan olahraga berburu telah berkembang sejak sebelum kemerdekaan, dan
hingga kini mulai dari uu tahun 1940, yaitu undang-undang dan Peraturan
Pemburuan Jawa dan Madura 1940 sampai
sekarang Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan Nomor: 104/Kpts-Ii/2000
Tentang Tata Cara Mengambil Tumbuhan Liar Dan Menangkap Satwa Liar,.
Sebagai upaya menjaga kelestarian populasi, maka petunjuk pemanenan satwa liar
harus pula diperhatikan, seperti Analisis populasi, peraturan berburu, tujuan
pemanenan dan prinsip pemanenan.
1. Analisis
Populasi
Kegiatan
pemanenan harus memperhatikan analisis terhadap dinamika populasi dari satwa
liar. Karena dari dinamika populasi tersebut dapat diketahui status suatu
populasi, apakah dalam kondisi berkembang, stabil atau menurun. Agar dicapai
tujuan kelestarian hasil yang maksimal, diperlukan beberapa pembahasan, seperti
(Bailey, 1984):
a. Lamanya
musim berburu
b. Waktu
dibuka dan ditutupnya musim berburu
c. Daftar
spesies yang boleh diburu dan jenis kelaminnya
d. Jumlah
satwa liar yang dipanen (diburu).
2.
Peraturan Berburu
Peraturan
berburu bervariasi menurut keadaan wilayah, spesies satwaliar, sosial ekonomi
masyarakat, dan politik pemerintah. Misalnya dalam UU dan Peraturan Pemburuan
Jawa dan Madura 1940, diatur juga mengenai jenis senjata dan alat-alat untuk
berburu, dan jumlah pemburu serta cara mendapatkan izin berburu.Dalam Kepmen Kehutanan Dan Perkebunan Nomor:
104/Kpts-Ii/2000 Tentang Tata Cara Mengambil
Tumbuhan Liar Dan Menangkap Satwa Liar diatur
tentang tata cara pengambilan penangkapan
satwa liar,penetapan kuota perdagangan.
Peraturan pemanenan diharapkan dapat mengkombinasikan
pertimbangan biologis dan sosiologis. Pertimbangan biologis meliputi
pengaturan-pengaturan:
(1)
melakukan pengendalian terhadap jumlah satwa liar, sehingga dicapai keadaan
seimbang,
(2)
mengatur perbandingan komposisi jantan dan betina yang paling optimal dalam
satu habitat, untuk mendapat tingkat reproduksi maksimum,
(3) mengurangi persaingan antara spesies,
(4)
melakukan pengendalian terhadap meledaknya penyakit, dengan mengurangi
populasi,
(5)
menghindarkan pemanenan pada keadaan yang kritis.
Pertimbangan
sosiologis meliputi pengaturan:
(1)
memaksimumkan rekreasi berburu, mengatur perburuan agar sesuai dengan peraturan
yang berlaku,
(2)
mengatur kualitas pemburu, penyebaran pemburu menurut waktu dan ruang, dan
mengurangi pemburuan berlebihan,
(3)
memperhatikan keamanan dan keselamatan masyarkat,
(4)
memelihara hubungan yang baik antara pemburu dengan pengelola/pemilik kawasan,
(5)
mengurangi satwa buru,
dan
(6) membuat peraturan-perundangan yang sesuai dengan sosial budaya masyarakat
setempat dan mudah dimengerti.
3. Tujuan
Pemanenan
Menurut tujuannya,
pemanenan satwa liar
dapat dibedakan menjadi culling
(mengurangi anggota suatu populasi yang jumlahnya berlebih) dan cropping (pemanenan satwaliar untuk
tujuan ekonomi).
4. Prinsip-prinsip
Pemanenan.
Prinsip-prinsip
pemanenan yang sama dapat diterapkan, baik untuk pemanenan komersial maupun
kegiatan rekreasi berburu, yaitu bertujuan untuk mendapatkan suatu hasil yang
lestari (SY= Sustained Yield). SY
sendiri menurut teori merupakan suatu hasil yang dapat dipanen setiap tahunnya
tanpa menyebabkan penurunan populasi.
DOMESTIKASI SATWA LIAR
Proses pemanfaatan bisa
melalui proses domestikasi.Alasan utama manusia melakukan domestikasi adalah
karena alasan ekonomi, dan Indonesia memiliki berbagai jenis satwa liar yang
mempunyai potensi untuk didomestikasikan.
·
RUANG
LINGKUP DOMESTIKASI
Ruang
lingkup domestikasi dapat dibedakan adanya tiga unsur pokok yang saling
berkaitan, yaitu objek, proses, dan sasaran. Satwa liar merupakan sumber daya alam, sebagai
objek yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai sasaran pengembangan yaitu
meningkatkan kuantitas dan kualitas komoditi domestik, sehingga perlu dilakukan
suatu proses domestikasi terhadap objek satwa liar.
Domestikasi
merupakan suatu proses untuk pembentukan jenis dalam suatu populasi/jenis yang
semakin lama semakin disesuaikan dengan keadaan tidak liar, melalui
mekanisme-mekanisme genetika populasi, untuk mendekati/mencapai tuntutan
kebutuhan manusia. Upaya domestikasi satwaliar merupakan suatu proses untuk
mengembangkan satwa liar menjadi komoditi domestik.
Game Ranching
dan Game Farming merupakan pola yang
telah berkembang dalam proses pengembangan satwa liar, yang merupakan
bentuk-bentuk kegiatan penangkaran. Bedanya terletak pada intensitas
pengelolaannya. Jika penangkaran dilakukan dengan sistem pengelolaan ekstensif
disebut game ranching, dan bila
dilakukan dengan sistem pengelolaan intensif disebut game farming. Prinsip penangkaran adalah pemeliharaan dan
perkembangbiakan sejumlah satwa liar
yang sampai pada batas-batas tertentu dapat diambil dari alam, tetapi untuk
selanjutnya pengembangannya hanya diperkenankan diambil dari
keturunan-keturunan yang berhasil dari penangkaran.
·
PENANGKARAN
UNTUK BUDIDAYA ATAU KONSERVASI
Domestikasi
sendiri merupakan sebuah proses, dimana urutan proses pembentukan jenis terjadi
secara terarah. Sedangkan untuk arah dan tujuannya biasanya ditentukan oleh
manusia. Sehingga penangkaran dapat dianggap sebagai salah satu proses menuju
domestikasi.
Ada
perbedaan prinsip antara penangkaran dalam rangka budidaya dan penangkaran
dalam rangka konservasi. Perbedaan utama pada budidaya adalah oleh manusia,
untuk manusia dan mengutamakan perubahan. Sedangkan konservasi oleh manusia,
untuk alam dengan mengutamakan kestabilan sifat (selama dalam kekuasaan
manusia). Menurut Helvoort (1986), tepatnya pertama menyangkut penilaian
sosial-etis, dan yang kedua menyangkut penilaian genetika populasi.
·
PERKEMBANGAN
DOMESTIKASI
Awal
mula domestikasi sekurang-kurangnya berlangsung sejak akhir abad es (± 12000
tahun yang lalu). Perkembangan domestikasi bertepatan saatnya dengan perubahan
kondisi ekonomi masyarakat dari kehidupan sebagai pemburu/pengumpul menjadi
cara-cara kehidupan pertanian yang lebih menetap.
Menurut
sejarahnya ada tiga daerah utama di dunia yang berkaitan dengan asal mula
domestikasi, yaitu (Clutton-Brock, 1981; Ucko dan Dimbleby, 1969):
1. Daerah
Timur Tengah: terutama lembah tigris/Eufrat di Mesopotamia. Daerah ini
merupakan asal mula dari peradaban barat dan bukanlah suatu kebetulan bahwa
domestikasi mengikuti kebudayaan.
2. Timur
jauh: berada pada pusat suatu daerah kebudayaan
3. Daerah
Amerika tengah dan selatan: pusatnya di Meksiko dan Peru, yang menjadi pusat
kebudayaan besar dunia ketiga.
Terdapat perbedaan
jenis yang didomestikasi pada ketiga daerah ini, yang mencerminkan adanya
pengaruh zoogeografis yang berlainan.
PEMANFAATAN TUMBUHAN DAN SATWA LIAR
Indonesia sebagai salah satu negara
mega-biodiversity telah memiliki komitmen untuk melestarikan pemanfaatan
tumbuhan dan satwa liar yang ada secara berkelanjutan, dengan merativikasi
Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora
(CITES) melalui Keputusan Presiden RI
Nomor 43 Tahun 1978, yang selanjutnya membawa konsekuensi perdagangan tumbuhan
dan satwa liar yang dilaksanakan pemerintah Indonesia harus mengikuti ketentuan-ketentuan
CITES.
Pengelolaan satwa liar merupakan rangkaian dari
kegiatan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya berazaskan
pelestarian kemampuan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati secara serasi dan
seimbang yang dilakukan melalui kegiatan :
1)
perlindungan sistem ekologis penting penyangga kehidupan;
2) pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya;
3) pemanfaatan
secara lestari sumber dalam alam hayati.
Pengelolaan
tumbuhan dan satwa liar sebagai suatu sumber daya alam hayati tersebut tersebar
di berbagai tipe habitat yang terdapat di dalam wilayah Indonesia, didasarkan
kepada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya, beserta peraturan pelaksanaannya, khususnya Peraturan
Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, dan
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan
Satwa Liar.
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999, jenis satwa
liar dapat dimanfaatkan untuk keperluan:
a) Pengkajian,
penelitian dan pengembangan;
b)
Penangkaran;
c) Perburuan;
d)
Perdagangan;
e) Peragaan;
f) Pertukaran;
g) Pemeliharaan
untuk kesenangan.
Sumber:Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan
Konservasi Alam
Pemanfaatan satwa liar bisa sebagai
1. Sumber protein hewani
Tak kurang dari 20 jenis satwa liar,
antara lain rusa, berhasil didomestikasi di dunia, dengan tujuan produksi
daging sebagai sumber protein. Satwa tersebut, merupakan sumber protein
alternatif terbaru yang telah mendapat tempat tersendiri di lidah konsumen
Barat, apa lagi daging rusa berserat empuk dan memiliki gizi yang baik, rendah
kalori dan rendah kolesterol. Domestikasi, merupakan proses pemeliharaan satwa
dari kehidupan liar menjadi di bawah kontrol manusia dan dikembangkan sesuai
dengan tujuan pemanfaatan manusia. Sapi, kuda, kambing dan lain-lain
didomestikasi manusia sejak ribuan tahun lalu.
Sementara hingga saat ini Indonesia
belum memberi perhatian serius terhadap rusa komersial yang mengarah pada
pemanfaatan produk secara profesional dan belum memiliki model usaha
penangkaran sistem peternakan, meskipun Indonesia memiliki tiga jenis rusa
tropis, yakni rusa Jawa, rusa Sambar, dan rusa Bawean.Satu-satunya penangkaran
rusa di Indonesia yang dikembangkan berdasarkan peternakan hanya ada di
Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur di bawah Dinas Peternakan
provinsi sejak 1998.
Potensi satwa liar saat ini,
ujarnya, cenderung dinilai rendah dengan membatasinya sebagai satwa lindungan,
untuk kepentingan estetika, atau tontonan turis dan mengabaikan potensi manfaat
satwa lebih luas. Sering terjadi polemik berkepanjangan antara penangkaran dan
pemanfaatan satwa liar, di mana CITES (Convention on International Trade in Endangered
Species) telah memperingatkan perlunya kewaspadaan adanya penyalahgunaan status
hasil penangkaran dan penangkapan dari alam. Namun UU no 18 tahun 2009 tentang
Peternakan dan Kesehatan Hewan memungkinkan suatu jenis satwa liar berubah
status menjadi hewan ternak bila secara genetik telah stabil tanpa bergantung
pada populasi di habitat alam.
2. Wisata Konservasi
Bumi Indonesia sangat kaya akan
sumber-sumber keindahan, baik itu keindahan yang diciptakan oleh manusia dalam
bentuk seni maupun keindahan yang diciptakan oleh Tuhan yang berupa keindahan
bentang alam Indonesia. Dari yang paling dekat yaitu Pulau Jawa dan Bali saja
sudah mempunyai eksotika alam yang beitu menakjubkan, apalagi seluruh wilayah
Indonesia. Bisa dikatakan kalau orang Indonesia begitu dimanja oleh kekayaan
alamnya yang berlimpah sehingga tak jarang banyak manusia-manusia Indonesia
yang terlena dengan keadaan ini. Sebagian besar sudah lupa bahwa kekayaan dan
keanekaragaman hayati adalah titipan dari Tuhan yang harus dijaga demi kelangsungan
hidup manusia di muka bumi ini. Menurut berita di media masa, keadaan yang
terjadi saat ini adalah eksploitasi demi eksploitasi terhadap keanekaragaman
hayati nusantara mewarnai Indonesia. Akibatnya banyak masalah yang muncul
belakangan ini, tidak hanya punah dan semakin langkanya keanekaragaman fauna
dan flora yang mungkin bagi sebagian besar masyarakat tidak dirasakan secara
langsung, masalah lebih besar yang muncul adalah bencana alam dan yang lebih
parah menurut ahli lingkungan adalah pemanasan global. Menghentikan kerusakan
alam di Indonesia sepertinya masih sulit untuk diwujudkan apabila kepentingan
ekonomi dan mungkin politik masih mewarnai pengelolan lingkungan hidup. Kawasan
konservasi berupa taman nasional dan cagar alam mungkin solusi untuk menurunkan
laju kerusakan lingkungan dan pencegah penurunan kualitas keanekaragaman hayati
di Indonesia.
Begitu banyak kawasan konservasi di
negri ini diharapkan mampu menjaga kelestarian keanekaragaman hayati di
dalamnya serta kehidupan sosial budaya masyarakat yang hidup di sekitarnya. Di
Pulau Jawa yang tercatat sebagai pulau terpadat di Indonesia mempunyai banyak
taman nasional dan cagar alam, namun masalahnya terletak pada luasan wilayahnya
yang menurut ahli masih dirasa kurang untuk ukuran pulau Jawa dan kawasan
tersebut masih terpecah-pecah sehingga wilayah jelajah satwa liar menjadi
terbatas, hal ini dikhawatirkan dapat menyebabkan kepunahan dari satwa
tersebut.
Dari ujung
barat sampai ujung timur pulau Jawa mempunyai banyak taman nasional dengan
beragamnya bentang alam sampai keanekaragaman hayatinya. Di bagian barat pada
umumnya mempunyai kondisi iklim yang lebih basah dan bagian timur dari pulau
Jawa mempunyai iklim yang lebih kering. Selain itu berbagai satwa endemik
ataupun satwa maskot di suatu kawasan taman nasional telah menjadikan kawasan
tersebut sangat berarti bagi tempat tinggal terakhir satwa-satwa tersebut.
Menurut UU No. 5 tahun 1990, taman nasional adalah kawasan pelesatarian alam
yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan
untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,
pariwisata, dan rekreasi. Dengan melihat definisi tersebut maka alangkah
baiknya wisata alam lebih diarahkan untuk mengunjungi kawasan taman nasional,
karena selain wisata atau rekreasi, pengetahuan akan pentingnya konservasi pun
akan tertanam dalam hati. Bagi para penikmat burung, kawasan taman nasional
juga menawarkan eksotisme burung-burung liar yang mungkin tidak dijumpai di
kawasan lain, sehingga tak jarang kawasan ini mempunyai program bird race atau
kompetisi pengamatan burung. Atau untuk penikmat tantangan alam, kawasan taman
nasional juga sangat menawarkan tantangan alam yang sangat menakjubkan.
Kunjungan ke taman nasional dapat dijadikan ajang untuk mendukung visit
indonesia year 2010 dan tentunya mendukung pelestarian alam di Indonesia.
Cahyadi.2013.http://cahyadiblogsan.blogspot.com/2012/04/manfaat-satwa-liar.html diakses Selasa, 14 Mei 2013
0 komentar "psl", Baca atau Masukkan Komentar
Post a Comment