|
Spesies :
|
Excoecaria agallocha L.
|
Nama Inggris :
|
Blind-your-eyes, milky mangrove .
|
Nama Indonesia :
|
Kayu buta-buta
|
Nama Lokal :
|
kayu betah (Jawa), menengan (Madura),
menengan (Jawa), menengan (Bali).
|
Deskripsi :
|
Semak atau pohon tinggi. Daun tersusun
spiral, membundar telur atau menjorong, ujung melancip tumpul pendek.
Perbungaan uniseksual, perbungaan jantan berbulir padat, hampir menguntai
ketika muda. Buahnya kapsul, berlokus tiga, bercuping, dalam tandan pendek.
|
Distribusi/Penyebaran :
|
Sepanjang pantai India Selatan dan Sri
Lanka sampai Burma (Myanmar), Indo-Cina, Cina, Taiwan, Kepulauan Ryukyu,
Thailand, seluruh Malesia termasuk Indonesia, kemudian ke Australia Utara dan
Pasifik.
|
Habitat :
|
Umum di hutan bakau, semak pasang
surut dan rawa air tawar sampai pada ketinggian 100(-400) m.
|
Perbanyakan :
|
Perbanyakan secara alami dilakukan
melalui biji
|
|||
Manfaat tumbuhan :
|
Di Filipina, getahnya dipakai untuk
mengobati luka. Minyak ekstrak dari kayu atau getah yang didistilasi
digunakan pada penyakit-penyakit kulit. Pepagannya bila dimakan akan
menyebabkan muntah, tetapi pada umumnya dipakai sebagai obat sembelit.
Akarnya dimemarkan dengan jahe dan dipakai untuk mengurangi bengkak pada
tangan dan kaki. Di Milne Bay, Nugini, akarnya dipakai sebagai obat aborsi. Di
Central Province, jusnya bila dicampur dengan jus kelapa kemudian diminum,
dapat menyembuhkan pneumonia atau asma. Dapat pula dikonsumsi untuk membuat
muntah, sehingga merupakan anti racun. Rebusan daun digunakan untuk epilepsi
dan dipakai sebagai obat luar untuk menyembuhkan bisul. Getahnya dipakai
bersama Antiaris toxicaria Lesch. untuk membuat racun panah. Di Thailand,
getahnya dipakai sebagai anti cacingan dan mempunyai efek muntah.
|
|||
Sinonim :
|
Excoecaria camettia Willd. (1805),
Excoecaria affinis Endl. (1833), Stillingia agallocha (L.) Baillon (1858).
|
|||
Sumber Prosea :
|
12(2): Medicinal and poisonous plants
2 p.264 (author(s): van Valkenburg, J.L.C.H. and Bunyapraphatsara, N.)
|
|||
Kategori :
|
Tumbuhan pantai
|
|||
Kapo-kapo
Glochidion littorale Bl. |
||||
Nama umum
|
|
|||
Klasifikasi Kingdom: Plantae (Tumbuhan) Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas: Rosidae Ordo: Euphorbiales Famili: Euphorbiaceae Genus: Glochidion Spesies: Glochidion littorale Bl. |
||||
Ekstrak daun E. agallocha yang berkloroform
menunjukan aktivitas yang menghambat kuat terhadap
seluruh pathogen yang diuji yaitu sub Tilus bactilis, diikuti
oleh Aeromonas hydrophyla, Vibrio parahaemolyticus, V.
harveyi, dan Serratia sp., hal ini karena Ekstrak daun E.
agallocha L., mengandung senyawa yang dapat
menyebabkan iritasi pada kuli( Ravikumar, et al, 2010)
Menghadapi variasi-variasi kondisi lingkungan seperti ini, secara alami
terbentuk zonasi vegetasi mangrove; yang biasanya berlapis-lapis mulai dari
bagian terluar yang terpapar gelombang laut, hingga ke pedalaman yang relatif
kering.
Jenis-jenis bakau (Rhizophora spp.) biasanya tumbuh di bagian
terluar yang kerap digempur ombak. Bakau Rhizophora apiculata dan R.
mucronata tumbuh di atas tanah lumpur. Sedangkan bakau R.
stylosa dan perepat (Sonneratia alba) tumbuh di atas pasir
berlumpur. Pada bagian laut yang lebih tenang hidup api-api hitam (Avicennia
alba) di zona terluar atau zona pionir ini.
Di bagian lebih ke dalam, yang masih tergenang pasang tinggi, biasa ditemui
campuran bakau R. mucronata dengan jenis-jenis kendeka (Bruguiera spp.),
kaboa (Aegiceras corniculata) dan lain-lain. Sedangkan di dekat tepi
sungai, yang lebih tawar airnya, biasa ditemui nipah (Nypa fruticans),
pidada (Sonneratia caseolaris) dan bintaro (Cerbera spp.).
Pada bagian yang lebih kering di pedalaman hutan didapatkan nirih (Xylocarpus spp.),
teruntum (Lumnitzera racemosa), dungun (Heritiera littoralis) dan
kayu buta-buta (Excoecaria agallocha).
Bentuk-bentuk adaptasi
Menghadapi lingkungan yang ekstrim di hutan bakau, tetumbuhan beradaptasi
dengan berbagai cara. Secara fisik, kebanyakan vegetasi mangrove menumbuhkan
organ khas untuk bertahan hidup. Seperti aneka bentuk akar dan kelenjar garam
di daun. Namun ada pula bentuk-bentuk adaptasi fisiologis.
Tegakan api-api Avicennia di tepi laut. Perhatikan akar
napas yang muncul ke atas lumpur pantai.
Pohon-pohon bakau (Rhizophora spp.), yang biasanya tumbuh di
zona terluar, mengembangkan akar tunjang (stilt root) untuk bertahan
dari ganasnya gelombang. Jenis-jenis api-api (Avicennia spp.) dan
pidada (Sonneratia spp.) menumbuhkan akar napas (pneumatophore)
yang muncul dari pekatnya lumpur untuk mengambil oksigen dari udara. Pohon
kendeka (Bruguiera spp.) mempunyai akar lutut (knee root),
sementara pohon-pohon nirih (Xylocarpus spp.) berakar papan yang
memanjang berkelok-kelok; keduanya untuk menunjang tegaknya pohon di atas
lumpur, sambil pula mendapatkan udara bagi pernapasannya. Ditambah pula
kebanyakan jenis-jenis vegetasi mangrove memiliki lentisel, lubang
pori pada pepagan untuk bernapas.
Untuk mengatasi salinitas yang tinggi, api-api mengeluarkan kelebihan garam
melalui kelenjar di bawah daunnya. Sementara jenis yang lain, seperti Rhizophora
mangle, mengembangkan sistem perakaran yang hampir tak tertembus air garam.
Air yang terserap telah hampir-hampir tawar, sekitar 90-97% dari kandungan
garam di air laut tak mampu melewati saringan akar ini. Garam yang sempat
terkandung di tubuh tumbuhan, diakumulasikan di daun tua dan akan terbuang
bersama gugurnya daun.
Pada pihak yang lain, mengingat sukarnya memperoleh air tawar, vegetasi
mangrove harus berupaya mempertahankan kandungan air di dalam tubuhnya. Padahal
lingkungan lautan tropika yang panas mendorong tingginya penguapan. Beberapa
jenis tumbuhan hutan bakau mampu mengatur bukaan mulut daun (stomata)
dan arah hadap permukaan daun di siang hari terik, sehingga mengurangi
evaporasi dari daun.
Perkembangbiakan
Adaptasi lain yang penting diperlihatkan dalam hal perkembang biakan jenis.
Lingkungan yang keras di hutan bakau hampir tidak memungkinkan jenis
biji-bijian berkecambah dengan normal di atas lumpurnya. Selain kondisi
kimiawinya yang ekstrem, kondisi fisik berupa lumpur dan pasang-surut air laut
membuat biji sukar mempertahankan daya hidupnya.
Hampir semua jenis flora hutan bakau memiliki biji atau buah yang dapat
mengapung, sehingga dapat tersebar dengan mengikuti arus air. Selain itu,
banyak dari jenis-jenis mangrove yang bersifat vivipar: yakni biji atau benihnya
telah berkecambah sebelum buahnya gugur dari pohon.
Contoh yang paling dikenal barangkali adalah perkecambahan buah-buah bakau
(Rhizophora), tengar (Ceriops) atau kendeka (Bruguiera).
Buah pohon-pohon ini telah berkecambah dan mengeluarkan akar panjang serupa
tombak manakala masih bergantung pada tangkainya. Ketika rontok dan jatuh,
buah-buah ini dapat langsung menancap di lumpur di tempat jatuhnya, atau
terbawa air pasang, tersangkut dan tumbuh pada bagian lain dari hutan.
Kemungkinan lain, terbawa arus laut dan melancong ke tempat-tempat jauh.
Buah nipah (Nypa fruticans) telah muncul pucuknya sementara masih
melekat di tandannya. Sementara buah api-api, kaboa (Aegiceras), jeruju
(Acanthus) dan beberapa lainnya telah pula berkecambah di pohon, meski
tak nampak dari sebelah luarnya. Keistimewaan-keistimewaan ini tak pelak lagi
meningkatkan keberhasilan hidup dari anak-anak semai pohon-pohon itu. Anak
semai semacam ini disebut dengan istilahpropagul.
Propagul-propagul seperti ini dapat terbawa oleh arus dan ombak laut hingga
berkilometer-kilometer jauhnya, bahkan mungkin menyeberangi laut atau selat
bersama kumpulan sampah-sampah laut lainnya. Propagul dapat ‘tidur’ (dormant)
berhari-hari bahkan berbulan, selama perjalanan sampai tiba di lokasi yang
cocok. Jika akan tumbuh menetap, beberapa jenis propagul dapat mengubah
perbandingan bobot bagian-bagian tubuhnya, sehingga bagian akar mulai tenggelam
dan propagul mengambang vertikal di air. Ini memudahkannya untuk tersangkut dan
menancap di dasar air dangkal yang berlumpur.
Suksesi hutan bakau
Tumbuh dan berkembangnya suatu hutan dikenal dengan istilah suksesi hutan (forest
succession atau sere). Hutan bakau merupakan suatu contoh
suksesi hutan di lahan basah (disebut hydrosere). Dengan adanya
proses suksesi ini, perlu diketahui bahwa zonasi hutan bakau pada uraian di
atas tidaklah kekal, melainkan secara perlahan-lahan bergeser.
Suksesi dimulai dengan terbentuknya suatu paparan lumpur (mudflat)
yang dapat berfungsi sebagai substrat hutan bakau. Hingga pada suatu saat
substrat baru ini diinvasi oleh propagul-propagul vegetasi mangrove, dan
mulailah terbentuk vegetasi pionir hutan bakau.
Tumbuhnya hutan bakau di suatu tempat bersifat menangkap lumpur. Tanah
halus yang dihanyutkan aliran sungai, pasir yang terbawa arus laut, segala
macam sampah dan hancuran vegetasi, akan diendapkan di antara perakaran
vegetasi mangrove. Dengan demikian lumpur lambat laun akan terakumulasi semakin
banyak dan semakin cepat. Hutan bakau pun semakin meluas.
Pada saatnya bagian dalam hutan bakau akan mulai mengering dan menjadi
tidak cocok lagi bagi pertumbuhan jenis-jenis pionir seperti Avicennia
alba dan Rhizophora mucronata. Ke bagian ini masuk jenis-jenis
baru seperti Bruguiera spp. Maka terbentuklah zona yang baru
di bagian belakang.
Demikian perubahan terus terjadi, yang memakan waktu berpuluh hingga
beratus tahun. Sementara zona pionir terus maju dan meluaskan hutan bakau,
zona-zona berikutnya pun bermunculan di bagian pedalaman yang mengering.
Uraian di atas adalah penyederhanaan, dari keadaan alam yang sesungguhnya
jauh lebih rumit. Karena tidak selalu hutan bakau terus bertambah luas, bahkan
mungkin dapat habis karena faktor-faktor alam seperti abrasi. Demikian pula
munculnya zona-zona tak selalu dapat diperkirakan.
Di wilayah-wilayah yang sesuai, hutan mangrove ini dapat tumbuh meluas
mencapai ketebalan 4 km atau lebih; meskipun pada umumnya kurang dari itu.
Kekayaan flora
Beraneka jenis tumbuhan dijumpai di hutan bakau. Akan tetapi hanya sekitar
54 spesies dari 20 genera, anggota dari sekitar 16 suku, yang dianggap sebagai
jenis-jenis mangrove sejati. Yakni jenis-jenis yang ditemukan hidup terbatas di
lingkungan hutan mangrove dan jarang tumbuh di luarnya.
Dari jenis-jenis itu, sekitar 39 jenisnya ditemukan tumbuh di Indonesia;
menjadikan hutan bakau Indonesia sebagai yang paling kaya jenis di lingkungan
Samudera Hindia dan Pasifik. Total jenis keseluruhan yang telah diketahui,
termasuk jenis-jenis mangrove ikutan, adalah 202 spesies (Noor dkk, 1999).
Berikut ini adalah daftar suku dan genus mangrove sejati, beserta jumlah
jenisnya (dimodifikasi dari Tomlinson, 1986).
Penyusun utama
Suku
|
Genus, jumlah spesies
|
Acanthaceae (syn.: Avicenniaceae atau Verbenaceae)
|
Avicennia (api-api), 9
|
Combretaceae
|
Laguncularia, 11; Lumnitzera (teruntum), 2
|
Arecaceae
|
Nypa (nipah), 1
|
Rhizophoraceae
|
Bruguiera (kendeka), 6; Ceriops (tengar), 2; Kandelia(berus-berus),
1; Rhizophora (bakau), 8
|
Sonneratiaceae
|
Sonneratia (pidada), 5
|
Penyusun minor
Paku laut, Acrostichum aureum.
Suku
|
Genus, jumlah spesies
|
Acanthaceae
|
Acanthus (jeruju), 1; Bravaisia, 2
|
Bombacaceae
|
Camptostemon, 2
|
Cyperaceae
|
Fimbristylis (mendong), 1
|
Euphorbiaceae
|
Excoecaria (kayu buta-buta), 2
|
Lythraceae
|
Pemphis (cantigi laut), 1
|
Meliaceae
|
Xylocarpus (nirih), 2
|
Myrsinaceae
|
Aegiceras (kaboa), 2
|
Myrtaceae
|
Osbornia, 1
|
Pellicieraceae
|
Pelliciera, 1
|
Plumbaginaceae
|
Aegialitis, 2
|
Pteridaceae
|
Acrostichum (paku laut), 3
|
Rubiaceae
|
Scyphiphora, 1
|
Sterculiaceae
|
Heritiera (dungun)2, 3
|
Spesies :
|
Calophyllum inophyllum L.
|
Nama Inggris :
|
Alexandrian laurel, Borneo mahogany
|
Nama Indonesia :
|
Nyamplung
|
Nama Lokal :
|
njamplung (Jawa), dingkaran (Sulawesi).
|
Deskripsi :
|
Pohon medium, tinggi mencapai hingga 35 m, tanpa banir. Daun menjorong,
membundar telur, membundar telur sungsang atau lonjong, membundar sampai
membaji pada pangkal, membundar, bertakik atau agak meruncing pada ujung.
Perbungaan di ketiak, umumnya tidak bercabang tetapi kadang-kadang dengan
cabang, setiap cabang 3 bunga, perbungaan terdiri atas 5-15(-30) bunga. Buah
membulat sampai membulat telur sungsang, panjang 25-50 mm, dengan lapisan
bagian luarnya cukup tipis dan kompak, warna keabu-abuan-hijau.
|
Distribusi/Penyebaran :
|
Jenis ini tersebar luas di kawasan Indonesia dan juga daerah di kawasan
Malesia (Malaysia, Filipina, Thailand dan Niugini), seringkali ditanam juga
di daerah tersebut.
|
Habitat :
|
Nyamplung seringkali mudah dijumpai di pantai (pantai pasir), tetapi
kadang-kadang ditemukan juga di daratan pedalaman pada tanah pasir, mencapai
ketinggian 200 m.
|
Perbanyakan :
|
Perbanyakan secara alami dilakukan dengan biji
|
Manfaat tumbuhan :
|
Kayunya dipakai untuk berbagai kebutuhan seperti konstruksi, furnitur dan
pembuatan lemari, kapal, alat musik, kano dan perahu. Minyak yang berasal
dari bijinya dapat dipakai untuk penerangan, pembuatan sabun dan obat. Getah
dari kulit kayunya yang telah dipipihkan digunakan untuk obat. Pohonnya
sering ditanam sebagai pohon hias dan peneduh, dan untuk digunakan juga pada
reforestasi dan afforestasi. Buah dapat dimakan.
|
Sumber Prosea :
|
5(1): Timber trees; Major commercial timbers p.123-124 (author(s):
Soerianegara, I. and Lemmens, R.H.M.J.)
|
Kategori :
|
Tumbuhan pantai
|
Calophyllum
inophyllum
Dari Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas
Calophyllum inophyllum flower
|
||||||||||||||
|
||||||||||||||
Calophyllum inophyllum L., atau Nyamplung termasuk dalam marga Calophyllum yang mempunyai sebaran cukup luas di dunia yaitu Madagaskar,Afrika
Timur, Asia
Selatan dan Tenggara, Kepulauan
Pasifik, Hindia
Barat, dan Amerika
Selatan. Di Indonesia,
nyamplung tersebar mulai dari Sumatera
Barat, Riau, Jambi, Sumatera
Selatan, Lampung, Jawa, Kalimantan
Barat, Kalimantan
Tengah, Sulawesi, Maluku, hingga Nusa Tenggara Timur danPapua.
Kelebihan nyamplung sebagai bahan baku biofuel adalah bijinya mempunyai rendemen yang tinggi, bisa mencapai 74%,
dan dalam pemanfaatannya tidak berkompetisi dengan kepentingan pangan.
Beberapa keunggulan nyamplung ditinjau prospek pengembangan dan
pemanfaatan lain, antara lain adalah tanaman nyamplung tumbuh dan tersebar
merata secara alami di Indonesia, regenerasi mudah dan berbuah sepanjang tahun
menunjukkan daya survival yang tinggi terhadap lingkungan. Tanaman relatif mudah
dibudidayakan baik tanaman sejenis (monokultur) atau hutan campuran (mixed-forest), cocok di daerah beriklim kering,
permudaan alami banyak, dan berbuah sepanjang tahun. Hampir seluruh bagian
tanaman nyamplung dapat dimanfaatkan dan menghasilkan bermacam produk yang
memiliki nilai ekonomi. Tegakan hutan nyamplung berfungsi sebagai pemecah angin
(wind breaker) untuk tanaman pertanian dankonservasi pantai, dan
pemanfaatan biofuel nyamplung dapat menekan laju penebangan pohon hutan sebagai kayu bakar karena produktivitas biji lebih tinggi diandingkan jenis lain (jarak
pagar 5 ton/ha, kelapa
sawit 6 ton/ha,
nyamplung 20 ton/ha).
Proses pengolahan biodiesel dari nyamplung hampir sama dengan
pengolahan minyak sawit, kelapa, dan
jarak pagar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif yang tinggi, maka waktu yang dibutuhkan pada proses pengukusan
lebih lama dan proses pemisahan getah (degumming) berlangsung pada konsentrasi tinggi.
Referensi [sunting]
·
Biodiesel Nyamplung, Di antara Jenuhnya Jarak Pagar dan Tuntutan
Kebutuhan Bioenergi, Majalah Online Traksi, Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian
0 komentar "tanaman pantai trianggulasi", Baca atau Masukkan Komentar
Post a Comment