APLIKASI BAKTERI PENGHASIL FITASE
PADA PAKAN CAMPURAN WHEAT POLLARD TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER
Sajidan(1, Adi Magna
Patriadi Nuhriawangsa(2 dan Adi Ratriyanto(2
Intisari
Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh bakteria penghasil fitase dan aplikasinya sebagai
probiotik pada pakan ayam broiler strain New Lohmann dengan campuran wheat
pollard.
Screening bakteria penghasil
fitase dilakukan dengan menggunakan medium padat dan medium cair dan karakterisasi bakteria
penghasil fitase mengacu
kepada Bergey’s manual of determinative bacteriology. Karakterisasi
molekuler dari bakteria penghasil fitase dengan metode PCR dari 16SrDNA. Penelitian menggunakan 180 ekor ayam broiler jantan
strain New Lohmann dengan 4 perlakuan level wheat pollard (0, 10, 20 dan
30%) sebagai pengganti bekatul padi dan 3 level probiotik (0, 102,5 dan
105 koloni/kg pakan) dengan 3 ulangan, masing-masing ulangan menggunakan 5 ekor ayam. Pemberian
probiotik menggunakan kombinasi E. coli dan K. pneumoniae yang
dicampurkan ke dalam pakan. Perlakuan dilaksanakan pada umur ayam broiler 8
sampai 42 minggu. Analisis statistik yang digunakan (Completely Randomized
Design) CRD Pola Faktorial 4x3, dan diteruskan uji Duncan, perhitungan
menggunakan program MINITAB.
Hasil penelitian menunjukkan
bakteri pengahasil fitase homolog dengan karakter makroskopis, mikroskopis, uji
biokimia dan 16SrDNA dari E. coli dan
K. pneumoniae. pH optimum fitase pada
E. coli adalah 4,0 dan fitase K. pneumoniae sangat aktif
pada pH 5. Optimasi temperatur fitase E. coli pada suhu 50-55 °C dan
fitase K. pneumoniae pada suhu
45-50°C. Level probiotik tidak berpengaruh terhadap performan (pertambahan berat
badan, konsumsi pakan dan konversi pakan), namun demikian terdapat kecenderungan perbaikkan tingkat
konversi pakan yang berimplikasi pada efisiensi pakan. Level wheat pollard
berpengaruh terhadap pertambahan berat badan dan konsumsi pakan, tetapi tidak
pada konversi pakan. Level white pollard 30% menghasilkan performan yang
terbaik. Kombinasi probiotik sampai 105 koloni/kg pakan dan 30% wheat
pollard dapat diaplikasikan untuk memperbaiki performan ayam broiler.
Kata
kunci: Bakteri fitase, level probiotik, level wheat pollard, performan,
broiler
(1Program
Pasca Sarjana Ilmu Lingkungan, UNS, Surakarta
(2Jurusan/Program
Studi Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, UNS, Surakarta.
|
THE APPLICATION OF PHYTASE BACTERIA ON THE WHEAT
POLLARD MIXED DIET ON BROILER PERFORMAN
Sajidan, Adi Magna Patriadi
Nuhriawangsa, and Adi Ratriyanto
Abstract
The purpose of this research was
investigate the influence of phytase bacteria and the aplication for probiotic
on the mixed wheat pollard diet on New Lohmann strain broiler.
Bacteria phytat screening was
used with solid and liquid medium. Characteristic phytase bacteria used with
Bergey’s manual of determine bacteriology. The moleculler characterisation phytase
bacteria by PCR method on 16SrDNA. This research used 180 male New Lohmann
strain, treatment with 4 wheat pollard levels (0, 10, 20, and 30%) and 3
probiotic levels (0, 102,5, and 105 colony/feed kg). The
wheat pollard for substitution wheat rice. The levels treatment used 3
replication, and the replication with 5 broiler chicks. The probiotic used
combination E. coli and K. pneumoniae, mixed on feed. The
treatment was aplicated on broiler with 8 to 42 days old. The statistical analyzed by Completely Randomized Design of
Factorial 4x3 and followed by Duncan test. The analysis used MINITAB computer
program.
The results was idicated that
phytase bacteri was homolog with character macroscopis and microscopis,
biochemist test and 16SrDNA from E coli and K. pneumoniae. The
phytase E. Coli optimum on pH 4,0 and K. pneumoniae on pH 5. The
phytase E. coli optimum on temperature 50-55oC and K. pneumoniae on temperature 45-50oC.
The performance (average daily gain/ADG, feed concumption/FC, and feed
convertion ratio/FCR) were not signicicant on probiotic levels, but the
tendency of FCR showed decrease. Its was implication on feed efficiency. The ADG
and FC were significant on wheat pollard levels, but the FCR non significant.
The 30% of wheat pollard level was higgest performance. The combination until 105
colony/feed kg of probiotic level and 30% of wheat pollard level could be to
applicated for improve the performance of
broiler chickhen.
Key
words: Phytase bacteria, probiotic levels, wheat pollard levels, performance,
broiler
PENDAHULUAN
Bekatul
padi mempunyai keterbatasan untuk pemakaian dalam pakan ternak non ruminansia,
yaitu tingginya kandungan serat kasar dan lemak, sehingga daya cernanya rendah
dan mudah ransid dan ketersediaan bekatul padi bersifat musiman sesuai dengan
karakteristik produk pertanian. Wheat pollard merupakan by-product
dari gandum yang telah dipergunakan oleh produsen pakan ternak dalam formulasi
ransum.
Wheat pollard sebagai bahan pakan asal tanaman memiliki kandungan fosfor (P) yang
tinggi dalam bentuk fitat (myo-inositol hexaphosphates). Fitat merupakan senyawa fosfat komplek yang hingga 80
% oleh tanaman disimpan dalam biji-bijian (Reddy et al., 1989). Senyawa
ini mampu mengikat logam-logam seperti: Mg++, Fe++, Zn++,
Mn++, Ca++ (Pallauf et al., 1998; Rimbach dan
Pallauf, 1999) dan protein enzim yang
sangat berguna bagi pertumbuhan
hewan (Inagawa et al., 1987). Ketiadaan enzim fitase pada saluran
pencernaan non ruminansia menyebabkan kandungan senyawa fitat dalam biji tidak
bisa dicerna karena kuatnya sifat chelating (Shin et al., 2001).
Sampai saat ini beberapa fitase dari strain bakteria
berhasil diisolasi, dikloning, di-sequensing dan diekspresikan, misalnya
Escherichia coli (Greiner et al., 1993 dan Rodriguez et al.,
1999), Bacillus sp. (Kim et al., 1998; Idriss et al.,
2002); Selenomonas ruminantium (Yanke et al., 1999) dan Klebsiella
pneumoniae (Sajidan, 2002).
Beberapa studi melaporkan bahwa enzim phytase
dari mikrobia dapat memperbaiki nutrisi dan menguntungkan secara ekologi
(Pallauf und Rimbach, 1977). Studi
tentang pemberian mikrobial fitase pada pakan ternak dapat meningkatkan
pertumbuhan hewan non ruminansia seperti ayam broiler (Biehl dan Baker, 1997).
Pemanfaatan fitase pada pakan ternak dapat mengoptimalkan pemanfaatan unsur P
pada hewan monogastrik, serta dapat mereduksi polusi P di lingkungan, sehingga
eutrofikasi dipermukaan perairan (waduk dan sungai) dapat dicegah (Shin et
al., 2001).
Berdasar beberapa pertimbangan di atas, maka perlu
dilakukan upaya peningkatan kualitas pakan ayam broiler dengan probiotik dari
mikrobia yang berupa bakteri penghasil fitase, sehingga dapat mengurangi
penggunaan fosfor anorganik yang harganya mahal dan dapat mengurangi biaya
pembuatan pakan, juga dapat meningkatkan performan ayam broiler.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh bakteria penghasil fitase dan aplikasinya sebagai probiotik pada pakan
ayam broiler strain New Lohmann dengan campuran wheat pollard.
METODE PENELITIAN
Screening
dan Karakterisasi terhadap Bakteri Penghasil Fitase
Screening
bakteria penghasil fitase dengan menggunakan medium agar (Bae et al.,1999
& Sajidan, 2002) dan medium cair (Kerovuo et al.,1999 & Sajidan,
2002). Karakterisasi bakteri penghasil
fitase dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis, sedangkan uji
biokimia terhadap karakteristik bakteria dengan mengacu kepada Bergey’s
manual of determinative bacteriology (Holt et al., 1994). Amplifikasi (PCR) gen penyandi 16SrRNA
dari bakteria menggunakan metode dari Damiani et al. (1996) dan Goto et
al. (2000).
Aplikasi Probiotik
Penelitian
menggunakan 180 ekor ayam broiler jantan strain New Lohman dengan 4 perlakuan level
wheat pollard (0, 10, 20 dan 30%) sebagai pengganti bekatul dan 3 level
probiotik (0, 102,5 dan 105 koloni/kg pakan) dengan 3
ulangan, masing-masing ulangan
menggunakan 5 ekor ayam.Ayam broiler dipelihara pada lantai litter.
Strain bakteri yang
digunakan adalah kombinasi Eschericia coli (E) dan Klebsiella
pneumoniae (K). Probiotik dalam
bentuk cair dicampurkan dalam ransum. Kandungan nutrien ransum disajikan pada Tabel
1 dan 2. Pemberian pakan berdasarkan kebutuhan diberikan dua kali sehari pada
pagi dan sore dan pemberian air minum secara ad libitum. Perlakuan penelitian
dilaksanakan setelah satu minggu masa pemeliharaan sampai ayam broiler berumur
42 hari.
Tabel 1. Kandungan nutrien pakan
fase starter
Nutrien
|
Level Wheat Pollard (%)
|
|||
0
|
10
|
20
|
30
|
|
CP (%)
|
20,94
|
21,22
|
21,50
|
21,78
|
ME (kkal/kg)
|
3.094
|
3.076
|
3.058
|
3.040
|
Ca (%)
|
0,98
|
0,99
|
1,00
|
1,00
|
P (%)
|
0,49
|
0,50
|
0,51
|
0,52
|
Tabel 2. Kandungan nutrien pakan
fase finisher
Nutrien
|
Level Wheat Pollard (%)
|
|||
0
|
10
|
20
|
30
|
|
CP (%)
|
19,83
|
20,11
|
20,39
|
20,67
|
ME (kkal/kg)
|
3.107
|
3.088
|
3.070
|
3.052
|
Ca (%)
|
1,01
|
1,02
|
1,02
|
1,03
|
P (%)
|
0,45
|
0,46
|
0,47
|
0,48
|
Rancangan dan analisis
statistik percobaan menggunakan CRD Pola Faktorial 4x3 (Astuti, 1980),
perhitungan statistik menggunakan program MINITAB. Data yang diamati adalah berat
badan, konsumsi pakan dan konversi pakan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
dari screening dan karakterisasi bakteri penghasil fitase ditampilkan
pada Tabel 3.
Tabel 3. Screening dan karakterisasi
terhadap bakteri penghasil fitase
No.
|
Strain
|
Lokasi
fitase
|
Karakter Bakteria
|
Hasil
analisis
16S rDNA homolog dengan:
|
1.
|
AS1
|
Intraseluler
|
Gram negatif, bentuk basil, tidak bergerak, Indoltest negatif, Voges-Proskauer
negatif, Methylrot negatif, Simmon Citrat positif, ga-laktosidase
positif dan resisten terhadap ampicillin
|
K. pneumoniae
|
2.
|
AS2
|
Intraseluler (periplasma)
|
Gram negatif, bentuk basil, tidak bergerak, Indoltest
negatif, Voges-Proskauer negatif, Methylrot negatif, Simmon
Citrat positif, ga-laktosidase negatif dan tidak resisten terhadap ampicillin
|
E. coli
|
Karakterisasi Enzim
Fitase dari Bakteri
Hasil karakterisasi enzim
fitase dari bakteri yang digunakan dalam penelitian ini ditampilkan pada Tabel
4.
Tabel 4. Hasil karakterisasi bakteri penghasil fitase
Bakteri
|
pH optimum
Enzim
|
Temperatur optimum enzim
|
Escherichia coli
Klebsiella pneumoniae
|
4
5
|
50-55 °C
45-50 °C
|
Greiner (1993) menyatakan bahwa E. coli mempunyai pH optimum 4,5
dan temperatur optimum 55oC. Sajidan (2002) menyatakan bahwa K.
pneumoniae mempunyai pH optimum 5 dan temperatur optimum 50oC.
Enzim fitase mikrobia aktif pada suhu 35 sampai 63oC (Wodzinski and
Ullah, 1996).
Aplikasi Probiotik
Penghasil Fitase pada Pakan Ayam Broiler
Hasil penelitian aplikasi level jumlah bakteri penghasil fitase dengan
ransum substitusi level wheat pollard dengan bekatul ditampilkan pada Tabel
5.
Pertambahan berat badan
Hasil analisis statistik
menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) pada perlakuan level
probiotik terhadap pertambahan berat badan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Mohanna and Nys (1999) menyatakan bahwa pakan dengan fitase tidak mempengaruhi
pertambahan berat hidup.
Tabel 5.
Pertambahan berat badan /ADG (g/ekor/hari), konsumsi pakan/FC (g/ekor/hari)
dan konversi pakan /FCR
Level Probiotik
|
Level wheat pollard (%)
|
Rata-ratans
|
||||
0
|
10
|
20
|
30
|
|||
ADG
|
|
|
|
|
|
|
0
|
78,29
|
88,36
|
86,45
|
100,58
|
29,47
|
|
10 2,5
|
68,17
|
80,69
|
93,86
|
95,64
|
27,95
|
|
10 5
|
78,74
|
82,59
|
93,47
|
93,64
|
29,04
|
|
Rata-rata**
|
25,02a
|
27,96
|
30,09
|
32,21b
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FC
|
|
|
|
|
|
|
0
|
68,52
|
70,41
|
73,38
|
76,76
|
72,27
|
|
10 2,5
|
55,63
|
65,17
|
74,19
|
75,73
|
67,68
|
|
10 5
|
64,38
|
66,37
|
80,16
|
74,54
|
71,36
|
|
Rata-rata**
|
62,85a
|
67,32
|
75,92b
|
75,68b,c
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FCR
|
|
|
|
|
|
|
0
|
2,66
|
2,41
|
2,58
|
2,29
|
2,49
|
|
10 2,5
|
2,58
|
2,47
|
2,48
|
2,37
|
2,48
|
|
10 5
|
2,45
|
2,43
|
2,59
|
2,38
|
2,47
|
|
Rata-ratans
|
2,56
|
2,44
|
2,55
|
2,35
|
|
|
ns:
non significant (P<0,05)
**:
P<0,01
a,b,cRerata pada
lajur yang sama
dengan superskrip berbeda menunjukkan
perbedaan yang nyata (P<0,05)
Hasil penelitian
menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,01), pada level wheat pollard terhadap
pertambahan berat badan. Bertambahnya level wheat pollard menunjukkan
kenaikkan nilai pertambahan berat badan dan pertambahan berat badan tampak
nyata pada penggunaan level subtitusi bekatul padi dengan white pollard
30% dengan nilai tertinggi. Wheat pollard mempunyai kandungan protein
kasar, Ca dan P yang lebih tinggi dibanding bekatul padi (NRC, 1994). Nutrien
tersebut turut berperan untuk pertumbuhan, sehingga akan meningkatkan
pertambahan berat badan. Pertumbuhan dan perkembangan ternak dapat dilihat
dengan melihat komposisi bagian-bagian tubuh ternak yang mengikuti kurva
pertumbuhan normal (Swatland, 1989). Komposisi bagian-bagian tubuh ternak
tersebut dapat diukur dengan melihat
berat tubuh ternak.
Pertambahan berat badan
pada level jumlah bakteri tidak berbeda nyata menunjukkan bahwa antar level
perlakuan tersebut mempunyai kesamaan sampai level 105 koloni/kg
pakan. Level white pollard menunjukkan perbedaan yang nyata dengan
pertumbuhan berat badan semakin meningkat sampai level 30%. Pemakaian level jumlah probiotik sampai 105
koloni/kg pakan dan level substitusi wheat pollard sampai 30 % dapat digunakan untuk memperbaiki pertumbuhan
ternak.
Konsumsi pakan
Hasil menunjukkan tidak
terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05) pada level probiotik terhadap
konsumsi pakan, tetapi terdapat kecenderungan penurunan dibanding kontrol.
Probiotik dapat meningkatkan daya cerna dan daya serap nutrien pakan dalam
pencernaan ternak (Ramia, 2000). Penambahan mikrobia penghasil fitase dapat
meningkatkan kecernaan protein (Yi et al., 1996). Peningkatan kecernaan
bahan pakan mengakibatkan perbaikan nutrisi pada pakan, sehingga kebutuhan
nutrisi pada ternak dapat tercukupi. Hal tersebut mempengaruhi pola makan pada
ternak, sehingga dapat menyebabkan penurunan pada konsumsi pakan.
Hasil menunjukkan
perbedaan yang nyata (P<0,01) pemakaian level wheat pollard terhadap
konsumsi pakan. Kenaikan konsumsi pakan tampak nyata sampai level 20%. Konsumsi
pakan dipengaruhi oleh kandungan serat kasar di dalam pakan. Pakan dengan
kandungan wheat pollard meningkat yang diikuti oleh penurunan bekatul
padi mengandung serat kasar yang lebih rendah. Semakin tinggi serat kasar akan
mengakibatkan penurunan konsumsi ransum, hal ini disebabkan serat kasar
mengakibatkan ternak lebih cepat kenyang dengan sifat bulky-nya. Bo
Gohl (1981) menyatakan jumlah konsumsi
pakan dipengaruhi oleh sifat bulky dari pakan.
Konversi pakan
Hasil penelitian tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata pada level probiotik terhadap konversi pakan
(P>0,05), tetapi terdapat kecenderungan penurunan konversi pakan dengan
bertambahnya kandungan jumlah level probiotik. Probiotik dapat meningkatkan
nilai nutrisi pakan ternak (Wenk et al., 1993). Jumlah bakteri penghasil
pitase semakin meningkat akan mengakibatkan penambahan enzim fitase, sehingga
ikatan pitat dapat didegradasi. Hal ini menyebabkan terlepasnya mineral dan
protein yang terikat oleh pitat, sehingga dapat dimanfaatkan oleh unggas secara
optimal untuk tumbuh. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sudiastra (2001)
bahwa probiotik dapat meningkatkan retensi protein dan mineral dan Sterling et
al. (1988) bahwa probiotik dapat meningkatkan pertumbuhan ayam.
Hasil penelitian tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05) level wheat pollard
terhadap konversi pakan, tetapi menunjukkan kecenderungan penurunan dengan
meningkatnya level wheat pollard. Kecenderungan penurunan tersebut
disebabkan dengan efisiennya penggunaan pakan untuk pertumbuhan. Hal ini dapat
dilihat pada konsumsi pakan yang meningkat disertai pula dengan peningkatan
pertambahan berat badan dengan adanya pertambahan level wheat pollard. Semakin
tinggi level wheat pollard sebagai substitusi bekatul padi menunjukkan
kecenderungan perbaikkan pada konversi pakan. Bekatul padi mengandung serat
yang lebih tinggi dibanding wheat polard dan protein kasar dan mineral
(Ca dan P) lebih rendah (NRC, 1994). Kualitas nutrien bahan pakan dari wheat
pollard lebih baik dibanding bekatul padi, sehingga pemanfaatan untuk
mengubah pakan menjadi daging akan lebih baik pada ransum dengan wheat
pollard. Nesheim et al. (1979) menyatakan bahwa kebutuhan untuk
produksi ditentukan oleh komposisi dan kandungan nutrisi pada pakan.
Secara kualitatif dapat
dilaporkan bahwa dimungkinkan ada efisiensi penggunaan pakan dengan melihat
perbaikkan konversi pakan sebesar 0,02 untuk pemakaian jumlah bakteri 105
koloni/kg pakan dan 0,21 untuk substitusi level wheat pollard 30%. Hal
ini bila diaplikasikan dalam skala industri peternakan, dimungkinkan terjadi
penurunan jumlah kebutuhan pakan tiap ekor, sehingga dapat menghemat biaya
pakan.
KESIMPULAN
Level
probiotik tidak mempengaruhi performan ayam broiler, tetapi terdapat
kecenderungan perbaikkan performan dengan kenaikkan level probiotik.
Level wheat pollard mempengaruhi performan ayam
broiler (pertambahan berat badan dan konsumsi ransum), dan mempunyai
kecenderungan perbaikkan konversi pakan dengan bertambahnya level wheat
pollard.
Level probiotik 105 koloni/kg pakan
dan level wheat pollard 30% dapat diaplikasikan untuk meningkatkan
performan ayam broiler.
UCAPAN
TERIMAKASIH
Terima kasih kepada P.T.
IndoFood Sukses Makmur Tbk. yang telah
memberikan dana penelitian Bogasari Nugraha VI/2004
sampai penelitian ini selsesai.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, M., 1980. Rancangan Percobaan dan Analisa
Statistik. Bagian ke-1. Bagian Pemuliaan Ternak, Fakultas Peternakan,
Universitas Gadjah Mada.
Bae, H. D., Yanke, L. J., Cheng, K. J.
and Selinger, L. B. (1999). A novel staining method for detecting phytase
activity. J. Microbio. Methods.
39: 17-22
Biehl , R.R and D.H. Baker. 1997.
Microbioal phytase improve amino acid in young chicks feed diets based on soya
bean meal but not diets based on peanut meal. Poultry Sci. 76: 355-360.
Bo Gohl, 1981. Tropical Feeds, Feeds Information Summaries and
Nutritive Value. FAO of The United Nations, Roma.
Damiani
G, Amedeo, P., Bandi, C., Fani, R.,
Bellizii, D. and Sgaramella V.(1996). In: Adolph, K.W: Microbial
Genome methods. CRC pp 167-178
Goto, K., Omura, T., Hara, Y. And Spadaie, Y.
(2000). Application of the partial
16SrDNA sequence as an index for rapid identification of species in the genus Bacillus.
J. Gen. Appl. Microbiol. 46: 1-8
Greiner,
R., 1993. Reinigung.Characterisierung und Uberexpression einer Phytase aus Escherichia
coli ATCC 33965. Dissertation. Institut fur Biochemie der
Universitat Stuttgart.
Greiner,
R., E. Haller, U. Konietzny, and K.D. Jany. 1993. Purification and characterization of two phytases from
Escherichia coli. Arch. Biochem. Biophys. 303: 107-113.
Holt, J. G., N. R. Krieg, P. H. A.
Sneath, J. C., Stacey and S. T. Williams, 1994. Bergey’s Manual of
Determinative Bacteriology. 9 th ed. Williams & Wilkins, Baltimore,
Maryland. Page: 178-211.
Idriss, E.E., O. Makarewicz, A. Farouk,
R. Greiner, K. Rosner, H. Bochow, T. Richter, and R. Borris. 2002.
Extracellular phytase activity of Bacillus amyloliquefaciens FZB45
contributes to its plant-growth-promoting effect. Microbiology.
148:1-13.
Inagawa, J., I. Kiyosawa, and T.
Nagasawa. 1987. Effect of phytic acid on the hydrolysis of lactose with
beta-galactosidase. Agric. Biol. Chem. 51:3027-3032.
Kerovuo, J., M.Lauraeus, P. Nurminen,
N. Kalkinen, and J. Apajalahti. 1998. Isolation, characterization, moleculare
gene cloning, and sequencing of a novel phytase from Bacillus subtilis.
Appl. Environ. Microbio. 64:2079-2086.
Kim, Y.O., J.K. Lee, H.K. Kim, J.H. Yu,
and T.K. Oh. 1998. Cloning of the thermostable phytase gene (phy) from Bacillus
sp. DS11 and its overexpression in Escherichia coli. FEMS Microbiol.
Lett. 162:185-191.
Mohanna, C. and Y. Nys, 1999. Changes
in zinc and manganese avaibility in broiler chick induced by vegetal and
microbial phytases. Anim. Feed. Sci. and Tech. 77:241-253.
National Research Council. 1994. Nutrient
Requirement of Poultry. National Academic Press. Washington DC.
Nesheim, M. C., R. E. Austic and L. E. Card, 1979. Poultry
Production. 11th ed. Lea
and Febiger, Philadelphia.
Pallauf, J. and Rimbach, G.
(1997). Nutrional significance
of phytic acid and phytase, Arch. Anim. Nutr. 50: 301-319
Pallauf, J., M. Pietsch, and G.
Rimbach. 1998. Dietary phytase reduces magnesium bioavailability in growing rats. Nutr. Res. 18 :
1029-1037.
Ramia, I. K., 2000. Suplementasi
Probiotik dalam Ransum Berprotein Rendah terhadap Penampilan Itik Bali. Majalah
Ilmiah Peternakan. Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar.
3(3): 45-54.
Reddy, N.R., M.D. Pierson, S.K. Sathe,
and D.K. Salunkhe. 1989. Phytases in cereals and legumes. CRC Press.
Inc. Boca Raton. Fla.
Rimbach, G and G. Pallauf. 1999. Effect
of dietary phytate on magnesium
bioavailability and liver oxidant status in growing rats. Food Chem. Toxicol.
37: 37-45.
Rodriguez, E., Y. Han, and X.G. Lei.
1999. Cloning, sequencing, and expression of an Escherichia coli acid
phosphaase/phytasegene (appA2) isolated from pig colon. Biochem. And
Biophys. Res. Comm. 257: 117-123.
Sajidan. 2002. Molekulare
Characterisierung einer Phytase (Myo-inositol Hexakiphosphate Hydrolase) und
von Phosphatasen aus Bakterieisolaten Indoneschicher Reisfelder (Klebsiella
pneumoniae). Dissertation. Institut fuer Biologie. Humboldt Universitat zu Berlin.
Deutschland (Germany).
Shin, S., N.C. Ha, B.C. Oh, T.K. Oh,
and B.H. Oh. 2001. Enzyme mechanism and catalytic property of b propeller phytase. Structure.
9:851-858.
Sudiastra, I. W., 2001. Pengaruh Penambahan EM-4 dalam Ransum
Berprotein Rendah terhadap Komposisi Fisik Karkas Ayam Jantan Tipe Petelur. Majalah
Ilmiah Peternakan. Fakultas Peternakan Udayana, Denpasar. 4(3): 84-89.
Sterling, K. G., J. M. Harter-Dennis, M. J. Estienne and K. V.
McElwain, 1998. Effect of enzyme addition in pelleted vs. mash barley based
diets for broilers. American Sosiety of Animal Science Northeast Section.
(Abstract).
Swatland, H. G., 1989. Structure and Development of Meat Animals.
Prentice-Hall Inc., Englewood Cliffs, New Jersey.
Yanke, L.J., H.D Bae, L.B. Selinger,
and K.J. Cheng. 1998. Phytase activity of anaerobic ruminal bacteria. Microbiology.
144: 1565-1573.
Yi, Z., E. T. Kornegan and D. M.
Denbow, 1996. Effect of microbial phytase on nitrogen and amino acid
digestibility and nitrogen retention of turkey poults fed corn-soybean meal
diets. Poult. Sci. 75:979-990.
Wenk, C. R., Koelliker, and R.
Messikommer, 1993. Whole Maize Plants in Diets for Growing Pig: Effect of Three
Different Enzymez on The Feed Utilization. In: Proceeding of The First
Symposium of Enzymes in Animal Nutrition. Kartause Ittingen, Switzerland.
Wodzinski, R. J., and A.
H. J. Ullah, 1996. Phytase. Adv. App.
Microbiol. 42:263-302.
0 komentar " ", Baca atau Masukkan Komentar
Post a Comment