BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber hayati
yang melimpah. Salah satu sumber daya hayati di Indonesia adalah terdapat
banyaknya gunung, sehingga lahan yang
berlereng di Indonesia banyak pula dimana lahan tersebut memiliki
potensi erosi dan longsor. Curah hujan dengan durasi yang lama
dan disertai dengan intensitas yang tinggi merupakan salah satu faktor penyebab
terjadinya bencana lonsor. Salah satu cara yang tepat untuk mengantisipasi
terjadinya longsor adalah dengan cara penanaman yang tepat. Biasanya daerah
pegunungan memiliki potensi daya tanam yang cukup besar karena memiliki tanah
yang subur. Tetapi karena adanya peningkatan penduduk yang tinggi menyebabkan
kebutuhan akan produksi pangan sangat besar, hal ini menyebabkan menurunya
hasil hutan yang ada, sehingga hutan banyak dialih fungsikan oleh masyarakat
sebagai area pertanian. Tidak semua jenis tanaman yang dapat ditanam diwilayah
berlereng seperti pegunungan, karena akan dapat berdampak buruk bagi petani
yang bisa menyebabkan kerugian ekonomi
bahkan korban jiwa. Hal ini mengilustrasikan bahwa betapa besarnya upaya
yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi bencana longsor pada lereng yang
kritis, dimana pada wilayah ini air memberikan kontribusi terhadap terjadinya
longsor.
Biologi
merupakan salah satu ilmu yang mempelajari tentang tumbuh dan ekologi, apabila
kita mempelajari lebih lanjut ilmu biologi terutama ekologinya maka kita akan
mendapatkan salah satu solusi untuk mencegah terjadinya erosi tanah dan
longsor, salah satu solusinya adalah dengan cara penggunaan sistem agroforestri.
Agroforestri adalah usaha penggunaan lahan dimana pohon ditumbuhkan yang dapat
berasosiasi dengan tanaman pertanian, makan ternak atau padang pengembalaan. Agroforestri
banyak memiliki fungsi utama yaitu sebagai produksi dan konservasi. Fungsi
produktif meliputi makanan, pakan ternak, bahan bakar dan lain sebagainya,
sedangkan fungsi konservasi adalah dapat memperbaiki tanah, dari erosi dan
pencegah terjadinya longsor.
Makalah
ini disusun dengan tujuan agar kita dapat mengetahui lebih banyak lagi tentang agroforestri,
sehingga kita dapat memperbaiki struktur tanah agar tidak mudah terkena erosi
yang dapat menyebabkan terjadinya longsor terutama didaerah berlereng (pegunungan)
di Indonesia.
1.2 Identifikasi Masalah
1. Apakah
yang dimaksud agroforestri
2. Bagaimana
cara penggunaan sistem agroforestri sehingga dapat mengurangi terjadinya erosi
tanah dan longsor
1.3
Maksud dan Tujuan
Pembuatan makalah bermaksud agar
masyarakat dapat mengetahui penggunaan sistem agroforestri untuk pencegahan
terjadinya erosi dan longsor diarea pegunungan. Tujuan dari makalah ini adalah
mengetahui apa itu agroforestri dan keuntunganya apabila digunakan dilahan
pegunungan.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Lahan Pertanian Indonesia
Pengalihan fungsi hutan menjadi
lahan pertanian disadari dapat menimbulkan banyak masalah seperti penurunan
kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora, fauna, banjir, kekeringan bahkan perubahan
lingkungan secara global. Masalah ini bertambah berat dari waktu kewaktu
seiring dengan semakin meningkatnya luas area hutan yang dialihkan fungsinya
menjadi lahan usaha lain. Perubahan tatanan hutan tersebut dapat merubah proses
keseimbangan alam yang ada, sehingga menyebabkan hilangnya beberapa jenis
keanekaragaman hayati yang terdapat di daerah tersebut (Nugroho,2000).
Sistem pertanian monokultur
diharapkan dapat meningkatkan produktivitas lahan sehingga bisa memberikan
hasil yang cukup baik bagi petani. Tetapi walaupun terjadi peningkatan
produktivitas tetap saja tidak dapat mencukupi kebutuhan petani berlahan
sempit. Sistem pertanian monokultur ternyata dapat mempercepat proses degradasi
lahan. Sempitnya lahan pertanian yang dimiliki petani menyebabkan mereka
memaksakan lahanya untuk berproduksi semaksimal mungkin tanpa melakukan upaya
untuk menjaga kelestarian daya dukung sumber daya lahanya (Utomo,2013).
Sebenarnya di Indonesia pernah
terdapat sistem penggunaan lahan yang menjamin kesinambungan daya dukung sumber
daya lahan. Sistem penggunaan lahan ini terdapat berbagai macam tanaman
(termasuk ternak, dan ikan) pada satu bidang lahan pertanian. Campuran
penanaman pohon dalam sistem ini, baik jenis pohon, jarak tanam maupun
penyebarannya sangat tidak beraturan, hal ini dikenal dengan sistem agroforestri.
Sejarah ini lah yang telah membuktikan bahwa sistem agroforestri merupakan
suatu sistem penggunaan lahan yang telah teruji tidak menyebabkan degredasi lahan
dan menjaga kesinambungan daya dukung sumber daya lahan (De Frotesta et all,
2000).
2.2
Agroforestri
Agroforestri
merupakan gabungan ilmu kehutanan dengan agronomi, yang memadukan usaha
kehutanan dengan pembangunan pedesaan untuk menciptakan keselarasan antara
intensifikasi pertanian dan pelestarian hutan. Agroforestri diharapkan
bermanfaat selain untuk mencegah perluasan tanah terdegradasi, melestarikan
sumberdaya hutan, meningkatkan mutu pertanian serta menyempurnakan
intensifikasi dan diversifikasi silvikultur.
(Young,1989).
Konsep dari agroforestri dirintis
oleh sebuah tim dari Canadian International Development Centre, yang betugas
untuk mengidentifikasi prioritas – prioritas pembangunan dibidang kehutanan dan
pertanian. Menurut International Council For Research In Agroforetry,
mendefinisikan agroforestri adalah suatu sistem pengelolaan lahan dengan
berasaskan kelestarian yang dapat meningkatkan hasil lahan secara keseluruhan,
mengkombinasikan tanaman (termasuk tanaman pohon – pohonan) dan tanaman hutan
dan hewan secara bersamaan atau berurutan pada unit lahan yang sama, dan
menerapkan cara – cara pengelolaan yang sesuai dengan kebudayaan penduduk
setempat. Berdasarkan definisi tersebut mencakup banyak variasi yang dapat
dklasifikasikan sebagai berikut :
v Dasar structural :
menyangkut komponen, seperti :
sistem silvikultur adalah campuran tanaman dan pohon dimana penggunaan
lahan digunakan untuk memproduksi hasil – hasil pertanian dan kehutan.
silvopastur adalah sistem padang
rumput atau makan ternak dan pohon serta pengelolaan lahan hutan untuk
memproduksi hasil kayu sekaligus untuk memelihara ternak
agrisilvopastur adalah sistem dimana tanaman, padang rumput atau makanan
ternak dan pohon, pengelolaan lahan hutan untuk memproduksi hasil pertanian dan
kehutanan secara bersamaan dan sekaligus memelihara hewan ternak.
v Dasar fungsional :
menyangkut fungsi utama atau peranan dari sistem, terutama komponen kayu –
kayuan
v Dasar sosial ekonomi :
menyangkut tingkat masukan dalam pengelolaan ( masukan rendah, tinggi) atau
intensitas dan skala pengelolaan, atau tujuan – tujuan usaha
(subsistem,komersial,intermedier)
v Dasar ekologi :
menyangkut kondisi lingkungan dan kecocokan ekologi dan sistem (De
Foresta,1997).
Sistem agroforestri ini sudah banyak dimanfaatkan
para petani diberbagai tempat di Indonesia misalnya, di Pulau Jawa dijumpai
mosaik – mosaik padat dari hamparan persawahan dan tegalah produktif yang
diselang – selingi oleh pohon. Sebagian dari pohon tersebut mempunyai struktur
yang mendekati hutan alam dengan berbagai spesies tanaman. Berdasarkan motivasi
yang dimiliki petani, terdapat dua sistem tebentuknya agroforestri dilapangan,
yaitu sistem bercocok tanam tradisional dan sistem modern. Sistem tradisional
adalah sistem yang dikembangkan dan di uji sendiri oleh petani sesuai dengan
keadaan alam dan kebutuhan atau permintaan pasar, serta sejalan dengan
perkembangan pengalamanya selama bertahun – tahun dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Dalam sistem tradisional, pemgembangan bercocok tanam
biasanya hanya didasarkan pada usaha coba – coba tanpa penelitian formal maupun
bimbingan dari penyuluh/petugas lapangan. Dalam sistem modern pengembangan
bercocok tanam berasal dari gagasan dan teknologi yang didapatkan dari hasil
penelitian (Isra, 2011)
Sistem
agroforestri pada umumnya dapat mempertahankan sifat-sifat fisik lapisan tanah
atas sebagaimana pada sistem hutan. Sistem agrofoestri mampu mempertahanan
sifat-sifat fisik tanah melalui:
v Menghasilkan
seresah sehingga bisa menambahkan bahan organic tanah
v Meningkatkan
kegiatan biologi tanah dan perakaran
v Mempertahankan
dan meningkatkan ketersedian air dalam lapisan perakaran (Anggi,2012)
2.3 Ciri - Ciri Agroforestri
Beberapa ciri –ciri dari agroforestri adalah sebagai
berikut :
1.
Agroforestri biasanya tersusun dari dua jenis tanaman atau lebih (tanaman
dan hewan), minimal ada satu tumbuhan berkayu
2.
Siklus sistem agroforestri selalu lebih dari satu tahun
3.
Ada interaksi (ekonomi dan ekologi) antara tanaman berkayu dengan tanaman
tidak berkayu
4.
Selalu memiliki dua macam produk atau lebih
5.
Minimal mempunyai satu fungsi pelayanan jasa, misalnya penaung, pelindung
dari angin, penyubur tanah atau peneduh.
6.
Sistem agroforestri yang paling sederhana secara biologis (struktur dan
fungsi) maupun ekonomis dan jauh lebih kompleks dibandingkan sistem budaya
monokultur (Hodges, 2000)
2.4 Jenis – Jenis Sistem Agroforestri
Menurut (De Foresta ett all, 1997), agroforestri
dapat dikelompok menjadi sua sistem, yaitu sistem agroforestri sederhana dan sistem
agroforestri kompleks.
2.4.1 Sistem Agroforestri Sederhana
Agroforestri sederhana adalah suatu sistem pertanian
dimana pepohonan ditanam secara bersama – sama satu tanaman dengan tanaman
semusim. Pepohonan bisa ditanam sebagai pagar yang mengelilingi petak laham
tanaman pangan, secara acak dalam petak lahan, atau dengan pola lain, misalnya
berbaris sehingga nantinya akan membentuk struktur seperti lorong atau pagar.
Jenis pohon yang ditanam pun sangat beragam, dan yang biasanya digunakan adalah
jenis pohon yang bernilai ekonomis tinggi, misalnya kelapa, karet, cengkeh,
kopo, kakao (coklat), dan lain sebagainya.
Dalam perkembanganya, agroforestri sederhana ini
juga merupakan campuran dari beberapa jenis pepohonan tanpa adanya tanaman
semusim. Sebagai contoh, kebun kopi biasanya disisipi dengan tanaman dadap (Erythrina) sebagai tanaman pendukung
dan penyubur tanah.
Gambar 1. Sistem agroforestri
sederhana, kopi dan pisang ditanam oleh petani diantara pohon pinus ( gamabr kiri). Glinicidia dan pisang ditanam sabagai pendukung pohon kopi (gambar
kanan)
Bentuk agroforestri
sederhana ini juga bisa dijumpai pada sistem pertanian tradisional. Biasanya
pada daerah yang kurang padat penduduknya, sistem ini merupakan salah satu
upaya petani dalam mengintensifikasikan penggunaan lahan karena adanya kendala
alam, misanya tanah rawa.
2.4.2 Sistem Agroforestri Kompleks : Hutan dan
Kebun
Sistem agroforestri
kompleks adalah suatu sistem pertanian menetap yang melibatkan banyak jenis
tanaman pohon yang nantinya akan menyerupai bentuk hutan. Selain terdapat
banyak pohon didalam sistem ini juga banyak ditanami tanaman perdu, tanaman
merambat (liliana), tanaman musiman
dan rerumputan dalam jumlah banyak. Pencirian utama dari sistem agroforestri
kompleks ini adalah penampakan fisik dan
dinamika yang mirip dengan ekosistem hutan alam baik hutan primer maupun hutan
sekunder, oleh karena itu sistem ini dapat pula disebut sebagai agroforest (Hairiah,
2000).
Berdasarkan jaraknya
terhadap tempat tinggal, sistem agroforestri komplek ini dibedakan menjadi dua,
yaitu kebun atau pekarangan berbasis pohon (home garden) yang letaknya
disekitar tempat tinggal penduduk dan agroforest yang biasanya disebut hutan
yang letaknya jauh dari tempat tinggal penduduk. Contohnya hutan dammar di
daerah Krui, Lampung Barat atau hutan karet di Jambi.
Gambar
2. Contoh penggunaan sistem agroforestri kompleks
2.5 Peranan Agroforestri Untuk
Pencegahan Degradasi Tanah
Lapisan
tanah atas adalah bagian yang paling cepat dan mudah terpengaruh oleh berbagai
perubahan dan perlakuan. Kegiatan selama berlangsungnya proses alih – guna
lahan dapat segera mempengaruhi kondisi permukaan tanah. Penebangan hutan atau
pepeohonan mengakibatkan permukaan tanah menjadi terbuka, sehingga terkena
sinar matahari dan pukulan air hujan secara langsung. Berbagai macam gangguan
langsung juga menimpa permukaan tanah, seperti menahan beban akibat menjadi
tumpuan lalu lintas kendaraan, hewan dan manusia dalam berbagai kegiatan
misalnya menebang, mengangkut pohonm mengolah tanah, menanam dan seterusnya
(Alrasjid et all,1997).
Dampak
langsung dari kegiatan tersebut adalah menurunya porositas tanah yang ditandai
oleh peningkatan nilai berat isi. Tanah (umumnya lapisan atas) menjadi
tersumbat karena ruangan pori berkurang (terutama ruang pori yang berukuran
besar). Berkurangnya ruang pori mengakibatkan penurunan kapasitas menahan air
dan kemampuan tanah untuk melewatkan air (daya hantar air) (Alqomari, 2011)
Bentuk degradasi tanah terpenting di
kawasan asia adalah erosi tanah, degradasi sifat kimia berupa penurunan kadar
bahan organik tanah dan pencucian unsur hara. Perubahan penggunaan lahan dan
pola pengelolaan tanah menyebabkan perubahan kandungan bahan organik tanah.
Makin intensif penggunaan suatu lahan, makin rendah kandungan bahan organik
tanah. Oleh karena itu tanah yang terdegradasi perlu dilakukan upaya
rehabilitasi yaitu memperbaiki (memulihkan), meningkatkan dan mempertahankan
kondisi tanah yang rusak agar berfungsi secara optimal baik sebagai unsur
produksi, media pengatur tata air maupun sebagai unsur perlindungan lingkungan
( Firmansyah, 2003).
Sistem
agroforestri pada umumya dapat mempertahankan sifat – sifat fisik lapisan tanah
atas sebagaimana pada sistem hutan. Sifat fisik tanah (lapisan atas) yang
paling penting dan dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan berbagai jenis
tanaman dan pepohonan adalah struktur tanah, porositas tanah, kemampuan menahan
air dan laju infiltrasi. Lapisan tanah bagian atas merupakan tempat untuk
menunjang berbagai proses dan kegiatan kimia, fisik dan biologi yakni organism
makro dan mikro termasuk perakaran tanaman dan pepohonan. Untuk menunjang itu
semua diperlukan air dan udara yang tersedia pada saat yang tepat dan jumlah
yang memadai. Oleh karena itu tanah harus memiliki sifat fisik yang bisa
mendukung terjadinya sirkulasi udara dan air yang baik. Menurut (Hady,2011) Sistem
agroforestri dapat mempertahankan sifat – sifat fisik lapisan tanah atas
melalui :
v Adanya
tajuk tanaman dan pepohonan yang relatif rapat sepanjang tahun menyebabkan
sebagian besar air hujan yang jatuh tidak langsung kepermukaan tanah, sehingga
tanah terlindung dari tetesan air hujan yang dapat menghancurkan struktur tanah
menjadi partikel – partikel yang mudah hanyut terbawa air.
v Mempertahankan
kandungan bahan organik tanah dilapisan atas melalui pelapukan sersah yang
jatuh ke permukaan tanah. Hal ini dapat memperbaiki struktur dan porositas
tanah serta meningkatkan laju infiltrasi dan kapasitas menahan air.
v Sistem
ini pada umumnya memiliki kanopi yang menutupi sebagian atau seluruh permukaan
tanah dan sebagian akan melapuk secara bertahap. Adanya kanopi ini menyebabkan
kondisi tanah lembab temperature dan intensitas cahaya rendah. Kondisi seperti
ini dapat meningkatkan kegiatan mikroorganisme karena tersedianya bahan organik
sebagai sumber energy. Kegiatan organisme makro dan mikro berpengaruh terhadap
beberapa sifat fisik tanah seperti terbentuknya pori makro (biopres) dan pemantapan struktur
penyusun tanah. Peningkatan jumlah pori makro dan kemantapan bahan penyusun
struktur tanah pada akhirnya akan berdampak peningkatan kapasitas infiltrasi
dan sifat aerasi tanah.
Oleh karena itu sistem agroforestri
ini sangat bermanfaat untuk pengelolaan tanah agar mengurangi pendegredasian
tanah sehingga dapat mengurangi erosi dan bencana longsor yang sering terjadi
dikawasan berlereng atau berbukit.
2.6
Penggunaan Vetiver Untuk Pencegahan
Degredasi Tanah Dalam Sistem Agroforestri
Penerapan
agroforestri pada bidang pertanian misalnya pada lahan kebun kentang. Penanaman
kentang yang tidak sesuai akan menyebabkan degradasi tanah sehingga dapat
menyebabkan longsor. Solusi yang dapat dilakukan dalam menangani hal tersebut
yaitu dengan menanam vetiver atau akar wangi. Vetiver yang
dikenal di Indonesia adalah sebagai akar
wangi (Vetiveria zizanioides) atau
usar (vetiver nigritana), merupakan
sejenis tanaman rumput- rumputan berukuran besar yang memiliki banyak keistimewaan. Rumput ini
banyak dimanfaatkan untuk penghasil minyak atsiri melalui ekstraksi akar wangi,
tetapi selain itu fungsi lain dari vetiver dapat dimanfaatkan sebagai keperluan
ekologis dan fitoremediasi (memperbaiku lingkungan dengan menggunakan tanaman)
lahan dan air, misalnya perbaiki lahan bekas pertambangan, pencegahan erosi
lereng, penahan aberasi pantai, stabilisasi tebing (Kusumaningrum, 2011).
Ciri morfologi dari vetiver adalah
memiliki sistem perakaran yang dalam bisa masuk kedalam tanah 2 – 3 meter pada
tahun pertama, dan perakaran vetiver ini lebat dan ekstensif, mengikat tanah,
sehingga sulit untuk dicabut serta tanaman ini tahan terhadap kekeringan.
Batangnya kaku dan keras, serta tahan terhadapp aliran air. Jika ditanam
berdekatan maka akan membentuk baris atau pagar yang rapat dan dapat mengurangi
kecepatan aliran air serta mengalihkan aliran air dan menjadi filter yang
sangat efektif (Kusumaningrum,
2011).
Vetiver berinteraksi dengan tanah setelah
tumbuh, membentuk bahan komposit yang terdiri dari akar dengan daya kuat tarik
yang tinggi dan melekat pada tanah yang daya kuat tariknya lebih kecil. Akar
vetiver memperkuat tanah dengan menyalurkan kuat geser (shear stress). Pada saat jaringan akar yang kuat dan padat
terbentuk utuh, akan bekerja sebagai paku tanah (soil nails). Akar vetiver bekerja analogis sebagai paku tanah yang
hidup (living soil nails) (Kusumaningrum, 2011).
Gambar 3. Cara Kerja Rumput Vetifer
Vetiver menahan laju air kebawah dan material
erosi yang terbawa dengan tubuhnya. Daun dan batang vetiver memperlambat aliran
endapan yang terbawa terbawa di titik a sehingga tertumpuk di titik b. air
terus mengalir menuruni lereng c yang lebih rendah. akar tanaman (d) mengikat
tanah di bawah tanaman hingga kedalaman 3 meter. dengan membentuk “tiang” yang
rapat dan dalam di dalam tanah, akar-akar ini mencegah terjadinya erosi dan
longsor. vetiver akan efektif jika ditanam dalam barisan membentuk pagar
(Kusumaningrum, 2011).
BAB
III
PEMBAHASAN
Sumber daya alam merupakan unsur - unsur yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sumber daya alam ini mempunyai
daya regenerasi dan daya asimilasi yang terbatas. Ketika permintaan dan
ekploitasi akan sumber daya tersebut masih dibawah daya regenerasi dan daya
asimilasi maka sumber daya alam tersebut masih bisa diperbaharui. Tapi yang
terjadi sekarang justru kebalikanya yaitu permintaan dan eksploitasi sumber
daya alam berada diatas daya regenerasi dan daya asimilasi sumber daya alam
tersebut, sehingga terjadi penurunan kuantitas dan kualitas dari sumber daya
alam tersebut bahkan ada beberapa sumber daya yang awalnya masih bisa
diperbaharui menjadi sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui.
Suatu lahan merupakan salah satu sumber daya
yang dibutuhkan oleh manusia dalam melangsungkan hidupnya. Lahan tersebut
digunakan dalam memenuhi segala aktivitas manusia meliputi kebutuhan pribadi,
ekonomi, sosial dan lain sebagainya. Kebutuhan pribadi meliputi tempat tinggal
dan kebutuhan ekonomi meliputi pekerjaan seperti lahan pertanian. Oleh karena
itu, kesuburan dan prodtiktivitas lahan
perlu diketahui agar menjamin kelestarian
daya dukung sumber daya lahan
sehingga kebutuhan manusia akan lahan tetap terpenuhi. Pengolahan lahan harus
diperhatikan, karena ketika lahan tidak terolah dengan baik maka produktiitas
lahan tersebut akan menurun sehingga unsur hara yang terkandung dalam lahan
tersebut juga berkurang yang akan mempengaruhi keberadaan organisme sekitarnya.
Erosi adalah proses dimana terjadinya
pengikisan permukaan lapisan tanah yang disebabkan oleh beberapa hal seperti
angin, air, dan gravitasi. Terjadinya erosi biasanya diakibatkan oleh
pengelolaan lahan yang kurang tepat, adanya alih guna lahan dari hutan menjadi
lahan pertanian yang menyebabkan banyaknya lahan terbuka. Sehingga, jika air
hujan turun akan langsung jatuh ke tanah, sehingga menyebabkan agregat tanah
menjadi partikel-partikel tanah yang mudah hanyut terbawa arus air. Semakin banyak
air hujan yang jatuh maka semakin besar pula aliran permukaan yang membawa
partikel-partikel tanah, akibatnya permukaan tanah akan banyak terkikis dan
meyebabkan terjadinya degradasi tanah serta erosi.
Dalam
system pertanian sekarang masih banyak petani yang kurang memperhatikan
kelestarian alam dan memperhitungkan kondisi kesuburan tanah. Para petani hanya
memasakan lahan mereka untuk memproduksi hasil yang banyak tanpa memikirkan apa
yang terjadi pada tanah ketika mereka memasakan lahan mereka untuk memproduksi
hasil yang sebanyak – banyaknya. Hal ini lah yang menyebabkan terjadinya erosi
tanah yang dapat menyebabkan longsor terutama pada lahan berlereng. Oleh karena itu, diperlukan suatu
solusi yang tepat dalam memilih sistem untuk pertanian, salah satu solusinya
adalah dengan system agroforestri.
Agroforestri merupakan sistem penanaman
campur antara tanaman yang dipadu dengan pohon-pohon atau penanaman pohon
disekitar lahan pertanian. Dengan kata lain agroforestri yaitu suatu system penggunaan
lahan yang bertujuan untuk mempertahankan atau meningkatkan hasil total secara
lestari, dengan cara mengkombinasikan tanaman pangan atau pakan ternak dengan tanaman pohon
pada sebidang lahan yang sama, baik secara bersamaan atau secara bergantian,
dengan menggunakan praktek-praktek pengolahan yang sesuai dengan kondisi
ekologi, ekonomi, sosial dan budaya setempat.
Sistem agroforestri ini dapat diterapkan
dengan berbagai bentuk. Contoh penggunaan dari sistem agroforestri ini antara
lain strip rumput, penanaman lorong, pagar hidup dan sistem multistrata. Tanaman
yang biasa digunakan dalam sistem agroforestry biasanya memiliki tipe perakaran
serabut yang sangat panjang. Hal ini berguna untuk pengikat antara lapisan
tanah dan lapisan kedap air. Vetiver (akar mangi) biasanya sering digunakan
dalam agroforestry karena memiliki tipe perakaran yang panjang. Vetiver yang
ditanam tidak diperbolehkan untuk dipanen akarnya karena justru akan
menimbulkan terjadinya kerusakan tanah. Rumput vetier merupakan salah satu tanaman konservasi tanah dan air yang
bernilai ganda. Selain dapat berfungsi sebagai tanaman konservasi karena sistem
perakaranya yang cukup dalam, mampu menahan tanah dengan baik sehingga mampu
menguatkan permukaan tanah yang ditempatinya serta bagian tajuk dari rumput
vetiver ini juga cukup rimbun sehingga mampu menahan aliran permukaan saat
terjadi hujan dan mengurangi pengikisan lapisan tanah. Sehingga, rumput vetiver
ini dapat mengurangi dampak erosi. Fungsi lain dari rumput vetifer ini yaitu
sebagai penghasil minyak atsiri dari bagian akarnya dan daun dari rumput vetier
ini dapat dijadikan sebagai makan ternak.
Selain
itu system agroforestry ini juga memiliki fungsi ekonomis bagi para petani yaitu memperoleh hasil panen yang berlangsung secara
bergantian sepanjang tahun dan ini dapat menghindari musim paceklik. Sedangkan untuk fungsi ekologi meliputi
penyedia bahan oraganik dan unsur hara terutama unsure nitrogen. Selain itu,
agroforest juga akan mengurangi penyerangan haman. Fungsi ekologi yang sangat
penting yaitu dapat mengurangi keceptan angin dan aliran erosi.
BAB
IV
KESIMPULAN
Berdasarkan dari masalah yang telah
dibahas dalam pembuatan makalah ini, maka didapatkan kesimpulan, yaitu :
1.
Agroforestri
merupakan gabungan ilmu kehutanan dengan agronomi, yang memadukan usaha
kehutanan dengan pembangunan pedesaan untuk menciptakan keselarasan antara
intensifikasi pertanian dan pelestarian hutan
2.
Penggunaan
system agroforestri pada bidang pertanian untuk pencegahan terjadinya erosi dan
longsor adalah dengan cara penanam tumpang sari dimana pada suatu lahan
ditanami juga tanaman pohon yang nantinya dapat menyerap air dan tajuk dari
pohon itu dapat mengurangi tetesan air hujan jatuh langsung kepermukaan tanah,
sehingga dapat mengurangi pengikisan lapisan permukaan tanah yang nantinya
dapat mengurangi terjadinya erosi.
DAFTAR
PUSTAKA
Alrasjid. A.
dan T. Samingan. 1979. Pendekatan
Pencegahan Masalah Kerusakan Sumber Daya Tanah dan Daerah Sungai Dipandang dari
Segi Ekologi. Laporan Noror 300 Lembaga Penelitian Hutan, Bogor.
De Foresta, H. and G.
Michon. 1997. The agroforest alternative
to Imperata grasslands: when smallholder agriculture and forestry reach
sustainability. Agroforestry Systems 36:105-120.
De Foresta, H., A.
Kusworo, G. Michon dan W.A. Djatmiko. 2000. Ketika
Kebun Berupa Hutan – Agroforest Khas Indonesia – Sebuah Sumbangan Masyarakat.
ICRAF, Bogor 249 pp.
Firmansyah,
M. A. 2003. Resiliensi tanah terdegradasi.
Makalah pengantar falsapah sain. IPB.
Hadi Rizky.2011. Agroforestry. Dalam http:// www.
slideshare.net /rizky hadirah mannia /agroforestri. diakses
pada 8 maret 2013.
Hairiah, K.., et al. 2000. Agroforestry Pada Tanah Masam di Daerah Tropika Basah. Bogor : ICRAF.
Hodges, S.S., 2000. Agroforestri: An
Integrated of Land Use Practices. University of Missouri Center for
Agroforestry.
Isra.2011.Pola Agroforestry. Dalam http://duniaforester.blogspot.com/2012/11/pola-agroforestry.html. Diakses
tanggal 08 Maret 2013.
Kusumaningrum,
N. 2011.
Vetiver Sistem - Bio Engineering
Technology untuk Pengendalian Erosi dan Longsoran Dangkal Lerengtebing Jalan.
Dalam http://www.btllj
pusjatan.com/index.php?option=com_easyblog&view=entry&id=11&Itemid=100. Diakses tanggal 8 Maret 2013.
Nugroho, S P. Jurnal Teknologi Lingkungan. Minimalisasi Lahan
Kritis Melalui Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Konservasi Tanah dan Air secara
Terpadu. Vol.1, No. 1, Januari 2000 : 73-82
Utomo, W. H.
2013. Jurnal Pembangunan Berkelanjutan. Agroforestri : Hidup Layak
Berkesinambungan pada Lahan Sempit. Yogyakarta.
Young, A. 1989. Agroforesty
for Soth Conservation. CAB International. Wallingford, UK.
0 komentar " lahan tersebut memiliki potensi erosi dan longsor.", Baca atau Masukkan Komentar
Post a Comment