MAKALAH EKOFISIOLOGI TUMBUHAN PENGARUH CEKAMAN LINGKUNGAN TERHADAP PERTUKARAN GAS O2 DAN CO2

Disusun oleh :
Adhy Widya S 140410100014
Niko Junianto 140410100016
Rizka Purnamawati 140410100063
Julianty Nur C 140410100071
Saugi 140410100105


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2013
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Proses kehidupan tanaman pada dasarnya merupakan hasil interaksi antara faktor eksternal dan internal, faktor-faktor tersebut dapat dikatakan berpengaruh pada hampir seluruh tahapan proses kehidupan tanaman yang berawal dari perkecambahan, perkembangan, reproduksi sampai pada proses kematian tanaman).
Tanaman secara umum akan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada kondisi lingkungan yang menguntungkan sesuai dengan kebutuhan tanaman berdasarkan karakter sifat internal (genetik) dari tanaman tersebut sehingga dapat dikatakan bahwa keberhasilan suatu tanaman dalam melangsungkan aktifitas hidupnya sangat ditentukan oleh kelangsungan interaksi (saling mempengaruhi)  dari faktor eksternal (lingkungan) dan faktor internal (genetik). Tetapi perlu diketahui bahwa disisi lain kondisi lingkungan di berbagai permukaan bumi sangat bervariasi dan belum tentu sama antara lokasi yang satu dengan lokasi lainnya. Jangankan pada suatu lokasi berbeda terkadang pada satu lokasi yang samapun kondisi lingkungan bisa menjadi bervariasi dari waktu ke waktu, hal ini bisa saja terjadi karena adanya perubahan-perubahan secara ekologis.
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang terjadi pada semua makhluk hidup termasuk tumbuhan, dalam hal ini keduanya berperan dalam upaya mempertahankan kehidupan darii suatu individu  tumbuhan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan terdiri atas dua kator utama yaitu faktor dalam atau genetik dan faktor luar yaitu air dan unsur hara, kelembapan, temperatur, cahaya dan pemberian zat pengatur tumbuh.
Faktor luar atau faktor lingkungan memberikan dampak besar pada pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Lingkungan mencakup seluruh sumber daya alam yang berhubungan dengan suatu individu. Lingkungan sangat berpengaruh terhadap proses fisiologis tumbuhan. Proses fisiologis berkaitan erat dengan lingkungan yang menyangga sistem kehidupan dari tumbuhan. Setiap tumbuhan yang hidup di lingkungan berbeda akan memberikan respon fisiologis sesuai dengan keadaan sekitarnya.
Media tanam merupakan komponen utama ketika akan bercocok tanam. Media tanam yang akan digunakan harus disesuaikan dengan jenis tanaman yang ingin ditanam. Menentukan media tanam yang tepat dan standar untuk jenis tanaman yang berbeda habitat asalnya merupakan hal yang sulit. Hal ini dikarenakan setiap daerah memiliki kelembapan dan kecepatan angin yang berbeda. Secara umum, media tanam harus dapat menjaga kelembapan daerah sekitar akar, menyediakan cukup udara, dan dapat menahan ketersediaan unsur hara.
Cekaman (stress) merupakan faktor lingkungan biotik dan abiotik yang dapat mengurangi laju proses fisiologi. Tanaman mengimbangi efek merusak dari cekaman melalui berbagai mekanisme yang beroperasi lebih dari skala waktu yang berbeda, tergantung pada sifat dari cekaman. Jika tanaman akan mampu bertahan dalam lingkungan yang tercekam, maka tanaman tersebut memiliki tingkat resistensi terhadap cekaman. Contoh cekaman adalah kekurangan nitrogen, kelebihan logam berat, kelebihan garam dan naungan oleh tanaman lain. Kompensasi yang dilakukan tanaman untuk efek karena adanya cekaman, terjadi berbeda pada tiap tanaman untuk skala waktunya, karena mekanismenya berbeda-beda tergantung hal itu pada cekaman alami. Jika tanaman mampu menghadapi stress lingkungan pasti tanaman tersebut mempunyai ketahanan cekaman (stress resistance). Namun ketahanan terhadap cekaman sangat berbeda pada tiap-tiap spesies.

1.2 Identifikasi Masalah
Apa saja cekaman yang dapat mengganggu pertukaran gas pada tumbuhan.
Bagaimana pengaruh cekaman pada pertukaran gas tumbuhan.

1.3 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan informasi mengenai pengaruh berbagai macam cekaman terhadap pertukaran gas khususnya O2 dan CO2 pada tumbuhan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Aktivitas Pertukaran Gas O2 dan CO2
Proses respirasi diawali dengan proses pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida melalui alat pernapasan. Alat pernapasan tumbuhan letaknya tersebar. Tumbuhan dapat melakukan pertukaran gas melalui stomata, lentisel, dan rambut akar. Pada tumbuhan tertentu, pernapasan melalui alat khusus, misalnya akar napas pada tumbuhan bakau maupun beringin. Berikut ini akan dijelaskan alat-alat pernapasan tumbuhan.
Stomata
Stomata atau mulut daun terdiri atas celah atau lubang yang dikelilingi oleh dua sel penjaga dan terletak di daun. Stomata berfungsi sebagai tempat pertukaran gas pada tumbuhan, sedangkan sel penjaga berfungsi untuk mengatur, membuka dan menutupnya stomata. Stomata tumbuhan pada umumnya membuka pada saat matahari terbit dan menutup saat hari gelap. Membuka dan menutupnya stomata dipengaruhi oleh kandungan air dan ion kalium di dalam sel penjaga. Ketika sel penjaga memiliki banyak ion kalium, air dari sel tetangga akan masuk ke dalam sel penjaga secara osmosis. Akibatnya, dinding sel penjaga yang berhadapan dengan celah stomata akan tertarik ke belakang, sehingga stomata menjadi terbuka. Sebaliknya, ketika ion kalium keluar dari sel penjaga, air dari sel penjaga akan berpindah secara osmosis ke sel tetangga. Akibatnya, sel tetangga mengembang dan mendorong sel penjaga ke arah celah sehingga stomata menutup.

Gambar 1. Struktur Anatomi Daun
Lentisel
Pada tumbuhan dikotil, selain kambium intervasikuler yang membentuk xilem dan floem sekunder, ada juga kambium gabus yang menghasilkan parenkima gabus dan lapisan gabus. Lapisan gabus akan menggantikan epidermis. Lapisan gabus terdiri atas sel-sel mati dan membantu melindungi batang. Kambium gabus, parenkima gabus, dan lapisan gabus akan mengelupas dan lepas sebagai bagian kulit. Akibatnya, timbul lubang-lubang di batang yang disebut lentisel. Lentisel memungkinkan sel-sel tetap hidup di dalam batang melalui pertukaran gas dengan udara luar.

Rambut Akar
Selain untuk menghisap air dan garam-garam mineral, rambut akar berfungsi sebagai alat pernapasan. Sel-sel rambut akar akan mengambil oksigen pada pori tanah.

Alat Pernapasan Khusus
Kemampuan tumbuhan beradaptasi terhadap lingkungan menghasilkan alat pernapasan khusus. Tumbuhan bakau yang hidup di lingkungan air laut mempunyai akar yang tumbuh ke atas permukaan tanah untuk memperoleh oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida. Akar tersebut disebut akar napas. Pohon beringin dan anggrek mempunyai akar gantung untuk bernapas. Akar tersebut tumbuh dari batang dan menggantung kearah tanah. Pada saat masih menggantung, akar ini menyerap uap air dan gas dari udara. Akan tetapi setelah masuk ke tanah, akar tersebut berfungsi menyerap air dan garam mineral. Tumbuhan yang hidup di air seperti enceng gondok dan kangkung, batangnya mempunyai rongga-rongga udara yang besar berfungsi untuk menyalurkan oksigen. 
Pertukaran gas antara tumbuhan dan lingkungannya merupakan bagian yang penting dalam respirasi. Pertukaran gas secara keseluruhan berlangsung secara difusi. Difusi merupakan perpindahan zat dari larutan pekat ke larutan encer. Oksigen akan masuk ke dalam sel tumbuhan secara difusi melalui ruang antar sel, dinding sel, membran sel, dan akhirnya masuk ke dalam sel. Begitu juga dengan karbondioksida, yang akan berdifusi ke luar sel dan masuk ke ruang antar sel. Transpor oksigen dan karbon dioksida antara ruang antar sel dengan lingkungan luar juga berlangsung selama difusi (Candra, 2013).

2.2 Pengaruh Cekaman Air Terhadap Pertukaran Gas
Tanaman yang mengalami waterlogging secara langsung berpengaruh terhadap proses pertukaran gas yaitu proses respirasi yang berlangsung pada tanaman. Secara umum respirasi bertujuan untuk menghasilkan energi dalam bentuk ATP (Adenosin Triphospat). Secara normal respirasi berlangsung dalam 4 tahap, yaitu :
1.       Glikolisis yang menghasilkan 2 ATP
2.       Reaksi antar
3.       Siklus Krebs yang menghasilkan 2 ATP
4.       Transpor elektron yang menghasilkan 34 ATP
Menurut Kozlowski, genangan berpengaruh terhadap perutumbuhan vegetatif tanaman karena tanaman memerlukan adanya pertukaran gas yang cepat dengan lingkungannya dan adanya ketersediaan air yang memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan evapotranspirasi. Bila berlebih atau mengalami kekurangan menyebabkan terjadinya cekaman dan akibatnya produktivitas tanaman menurun atau bahkan terjadi kematian. Dalam keadaan tergenang, ruang pori tanah semuanya terisi oleh air sehingga pertukaran gas antar akar, tanah, dan atmosfir terhambat yang mengakibatkan tanaman mengalami cekaman. Menurut Marzolf et al (1999), genangan selama 24 jam mampu menurunkan kadar O2 sampai 80 % bahkan dapat mengakibatkan tanah anaerob, ini akan mempengaruhi langsung aktifitas fotosintesis dan respirasi tanaman.
Menurut Christiansen dan Lewis, (1982), bahwa toleransi tanaman terhadap genangan berhubungan dengan karakter morphologi, fisiologi, dan anatomi. Akar adventif terbentuk karena adanya akumulasi auksin di perakaran (Visser et al, 1999). Genangan mempengaruhi sifat fisika, kimia, dan biologi tanah. Mengakibatkan peningkatan kadar CO2 menjadi lebih dari 50 %, karena genangan memutus suplai CO2 ke tanah (Ponnamperunna, 1981). Maka akan menurunkan potensial redoks dan menghambat proses dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme aerob sehingga hanya terjadi dekomposisi anaerob (fermentasi) yang menghasilkan energi lebih rendah daripada dekomposisi aerob.
Respon fisiologis yang terjadi yaitu berlangsungnya respirasi anaerob atau biasa disebut fermentasi. Respon morphologis yang terjadi berupa terbentuknya akar adventif untuk menangkap oksigen dari udara.
Respon fisiologis bersifat reversibel atau dapat kembali seperti semula, sedangkan respon morphologis bersifat irreversibel atau tidak dapat kembali lagi (permanen). Secara normal respirasi membutuhkan oksigen, disebut dengan respirasi aerob.
Karena respirasi anaerob menghasilkan energi yang sedikit yaitu hanya 21 Kal dan 2 ATP, sehingga pada percobaan yang telah dilakukan menghasilkan pertumbuhan tanaman jagung dan kacang (C3 dan C4) terhambat, yang dapat dilihat dari kelayuan tanaman dan warna daun yang pucat dan kuning. Hal ini berbeda dengan tanaman yang tumbuh normal yang dapat melakukan resiprasi aerob yang menghasilkan 675 Kal dan 38 ATP.

2.3 Pengaruh Cekaman Salinitas Terhadap Pertukaran Gas
Salinitas adalah kadar garam terlarut dalam air. Satuan salinitas adalah per mil (‰), yaitu jumlah berat total (gr) material padat seperti NaCl yang terkandung dalam 1000 gram air laut. Suatu tanah disebut tanah alkali atau tanah salin jika kapasitas tukar kation (KTK) atau muatan negative koloid-koloidnya dijenuhi oleh > 15% Na, yang mencerminkan unsur ini merupakan komponen dominan dari garam-garam larut yang ada. Pada tanah-tanah ini,  mineral sumber utamanya adalah halit (NaCl) (Setiawan,2012).
Stres garam terjadi dengan terdapatnya salinitas atau konsentrasi garam-garam terlarut yang berlebihan dalam tanaman. Stres garam ini umumnya terjadi dalam tanaman pada tanah salin. Stres garam meningkat dengan meningkatnya konsentrasi garam hingga tingkat konsentrasi tertentu yang dapat mengakibatkan kematian tanaman. Garam-garam yang menimbulkan stres tanaman antara lain ialah NaCl, NaSO4, CaCl2, MgSO4, MgCl2 yang terlarut dalam air (Sipayung, 2006). Stres akibat kelebihan Na+ dapat mempengaruhi beberapa proses fisiologi dari mulai perkecambahan sampai pertumbuhan tanaman (Fallah, 2006).
Toleransi terhadap salinitas adalah beragam dengan spektrum yang luas diantara spesies tanaman mulai dari yang peka hingga yang cukup toleran. Dibandingkan tanaman padi, tanaman jagung dan kacang tanah ternyata lebih toleran terhadap salinitas, sedangkan kedelai sangat peka (Makarim,2006). Follet et al, (1981 dalam Sipayung, 2006) mengajukan lima tingkat pengaruh salinitas tanah terhadap tanaman, mulai dari tingkat non-salin hingga tingkat salinitas yang sangat tinggi, seperti diberikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh Tingkat Salinitas terhadap Tanaman
Tingkat SalinitasKonduktivitas (mmhos)Pengaruh Terhadap TanamanNon Salin0 – 2Dapat diabaikanRendah2 – 4Tanaman yang peka tergangguSedang4 – 8Kebanyakan tanaman tergangguTinggi8 – 16Tanaman yang toleran belum tergangguSangat Tinggi> 16Hanya beberapa jenis tanaman toleran yang dapat tumbuh
Kelebihan NaCl atau garam lain dapat mengancam tumbuhan karena:
Menurunkan Potensial Air
Pertama, dengan cara menurunkan potensial air larutan tanah, garam dapat menyebabkan kekurangan air pada tumbuhan meskipun tanah tersebut mengandung banyak sekali air. Hal ini karena potensial air lingkungan yang lebih negatif dibandingkan dengan potensial air jaringan akar, sehingga akar akan kehilangan air, bukan menyerapnya. Air dalam larutan yang berkonsentrasi garam rendah (sel akar tanaman) bergerak menuju larutan berkadar garam tinggi (tanah). Akibatnya, tanaman kehilangan air, sulit menyerap hara dan tanaman layu kekeringan meskipun tanah cukup air. Kondisi seperti ini mempersulit perkecambahan benih. Tanaman yang terpengaruh salinitas akan mengalami cekaman kekeringan, yaitu ujung daunnya mengering, pertumbuhan tanaman terhambat. Pada kondisi ini sebagian stomata daun menutup sehingga terjadi hambatan masuknya CO2 dan menurunkan aktivitas fotosintesis (Salisbury dan Ross, 1992).
Kemampuan tanaman sebagai penyerap karbondioksida akan berbeda-beda. Banyak faktor yang mempengaruhi daya serap karbondioksida. Diantaranya ditentukan oleh mutu klorofil. Pada fotosintesis, proses pengikatan CO2 memerlukan klorofi.Akibat tidak bisanya tanaman menyerap air, akan menghambat sintesis klorofil pada daun akibat laju fotosintesis yang menurun dan terjadinya peningkatan temperatur dan transpirasi yang menyebabkan disentegrasi klorofil (Hendriyani dan Setiari, 2009).
Tanaman yang layu dan daunnya kering ini akan mengakibatkan daya serap CO2 sebagai bahan baku fotosintesis berkurang sehingga proses pengeluaran O2 sebagai hasil fotosintesis berkurang juga.Selain itu,proses penyerapan O2 dan pengeluaran CO2 pada saat respirasi juga berkurang (Alamendah, 2010).

Racun Bagi Tumbuhan
Pada tanah bergaram, natrium dan ion-ion tertentu lainnya dapat menjadi racun bagi tumbuhan jika konsentrasinya relative tinggi. Membran sel akar yang selektif permeabel akan menghambat pengambilan sebagian besar ion yang berbahaya, akan tetapi hal ini akan memperburuk permasalahan pengambilan air dari tanah yang kaya akan zat terlarut (Campbell, 2003).
Garam-garam terlarut mengandung ion-ion Na, Cl, dan borat yang bersifat racun bagi tumbuhan. Ion-ion tersebut juga menyebabkan naiknya pH tanah, sehingga secara tidak langsung hara Fe, P, Zn, dan Mn menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Butiran tanah menjadi mudah terlepas akibat garam tersebut,sehingga tanah mudah tererosi (Makarim,2006).
Sering garam-garam ini dapat merusak tanaman internal,seperti daun yang telihat gosong keCOklatan.Hal ini juga mengganggu dalam aktivitas penyerapan dan pengeluaran gas O2 dan CO2  (Rogers, 2011 )
Dalam penelitian Eisa, 2012 terlihat bahwa kebanyakan stomata pada bagian adaksial dan abaksial yang diberi perlakuan NaCl tinggi menutup.Hal ini tentu mempengaruhi penyerapan dan pelepasan gas O2 dan CO2  ke udara karena melewati stomata.
Tertekannya Proses Pertumbuhan Tanaman
Salinitas menekan proses pertumbuhan tanaman dengan efek yang menghambat:
pembesaran dan pembelahan sel
produksi protein
penambahan biomassa tanaman.
Tanaman yang mengalami stres garam umumnya tidak menunjukkan respon dalam bentuk kerusakan langsung tetapi pertumbuhan yang tertekan dan perubahan secara perlahan. Gejala pertumbuhan tanaman pada tanah dengan tingkat salinitas yang cukup tinggi adalah pertumbuhan yang tidak normal seperti daun mengering di bagian ujung dan gejala khlorosis. Sifat fisik tanah juga terpengaruh antara lain bentuk struktur, daya pegang air dan permeabilitas tanah.

Efek Tekanan Osmotik
Untuk menahan kendala osmotik, tanaman harus lebih ketat menghadapi kehilangan air melalui respon sensitif penutupan stomata. Hal ini, pada gilirannya, mensyaratkan bahwa pertukaran gas tetap rendah menjadikan CO2 terbatas untuk reaksi carboxylation (pembatasan stomata) (Huchzermeyer and Koyro, 2005; Flexas et al,.2007).

Menurunnya Rasio CO2 Antara Internal Dan Eksternal Tumbuhan
Pada penelitian Eisa,2012 didapatkan bahwa salinitas jelas mengurangi rasio CO2 antara internal dan eksternal tumbuhan konsentrasi ( C i / C an ) dari 0,6 ± 0,05 pada kondisi kontrol turun menjadi 0,18 ± 0,13 pada perlakuan 500 mM NaCl.

Menurunnya Efisiensi Fotosintesis
Pada penelitian Eisa,2012 efisiensi fotosintesis terhitung ( Φ c ) turun secara tajam seiring dengan naiknya salinitas air, yang terendah (0,0233 µmol CO2 µmol-1Quantum) pada perlakuan salinitas tertinggi.
Pertumbuhan sel tanaman pada tanah salin memperlihatkan struktur yang tidak normal. Penyimpangan yang terjadi meliputi kehilangan integritas membran, kerusakan lamella, kekacauan organel sel, dan akumulasi Kalsium Oksalat dalam sitoplasma, vakuola, dinding sel dan ruang antar sel. Kerusakan struktur ini akan mengganggu transportasi air dan mineral hara dalam jaringan tanaman (Maas dan Nieman, dalam Sipayung, 2006). Banyak tumbuhan dapat berespon terhadap salinitas tanah yang memadai dengan cara menghasilkan zat terlarut kompatibel, yaitu senyawa organic yang menjaga potensial air larutan tanah, tanpa menerima garam dalam jumlah yang dapat menjadi racun. Namun demikian, sebagian besar tanaman tidak dapat bertahan hidup menghadapi cekaman garam dalam jangka waktu yang lama kecuali pada tanaman halofit, yaitu tumbuhan yang toleran terhadap garam dengan adaptasi khusus seperti kelenjar garam, yang memompa garam keluar dari tubuh melewati epidermis daun (Campbell, 2003).
Ketika terjadi cekaman lingkungan seperti kekeringan, logam berat atau salinitas, tanaman bereaksi dalam beragam cara untuk menghadapi perubahan yang berpotensi merusak. Salah satu hasil dari tekanan tersebut adalah adanya akumulasi reactive oxygen species (ROS) dalam tanaman, dimana hal tersebut dapat menghancurkan tanaman dan berakibat pada berkurangnya produktivitas tanaman. ROS berdampak pada fungsi seluler, seperti kerusakan pada asam nukleat atau oksidasi protein tanaman yang penting.

2.4 Pengaruh Cekaman Suhu Terhadap Pertukaran Gas
Peningkatan suhu akan mengakibatkan kenaikan temperatur, apabila suhu semakin panas  maka stomata pada tumbuhan C-3 tidak akan terbuka secara terus menerus.  Hal ini dilakukan untuk menghindari penguapan atau transpirasi yang berlebihan sehingga air dalam tubuh tumbuhan dapat dihemat. Penguapan yang berlebihan akan menyebabkan tumbuhan kekurangan air sehingga dapat menyebabkan tumbuhan layu atau mati kekeringan. Suhu atau temperatur juga dapat  mempengaruhi enzim untuk proses fotosintesis. Jika suhu naik 10o C, kerja enzim meningkat 2x lipat. (tapi hanya pada suhu tertentu, jika suhu terlalu tinggi, justru bisa merusak). Enzim yang mengatur proses fotosintesis pada tumbuhan bekerja optimum pada suhu 30°C. Enzim-enzim ini mengkatalis reaksi fotosintesis agar berlangsung secara efisien dan efektif. Jika tumbuhan C-3 menutup stomatanya karena temperatur sangat tinggi maka akan berakibat pada proses fotosintesis akan terhenti. Hal ini disebabkan karena pada keadaan panas yang berlebihan stomata daun justru akan menutup untuk menghindari terjadinya transpirasi yang berlebihan, sehingga CO2  tidak dapat masuk dan fotosintesis akan berhenti sama sekali karena fotosintesis membutuhkan CO2 (Anonim, 2012).
Kondisi lingkungan yang panas, kering, dan terik juga dapat menyebabkan terjadinya fotorespirasi yang menyebabkan stomata tertutup. Kondisi ini menyebabkan CO2 tidak bisa masuk dan O2 tidak bisa keluar sehingga terjadi fotorespirasi. Fotorespirasi adalah proses pembongkaran karbohidrat untuk menghasilkan energi dan hasil samping, yang terjadi pada siang hari. Jika kondisi ini tetap berlanjut maka proses fotosintesis tidak dapat berlangsung karena tempat berlangsungnya fotosintesis yaitu pada stomata, sehingga dapat menyebabkan tanaman akan mati. Cara tumbuhan C3 untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang panas, kering, dan terik salah satunya adalah permukaan daun biasanya dilapisi oleh kutikula dari lilin yang bersifat anti air untuk mencegah terjadinya penyerapan sinar matahari ataupun penguapan air yang berlebihan. Padi, gandum, dan kedelai merupakan contoh-contoh tumbuhan C3 yang penting dalam pertanian (Anonim, 2012).
Sedangkan pada Tumbuhan C4  dinamakan demikian karena tumbuhan itu mendahului siklus Calvin yang menghasilkan asam berkarbon -4 sebagai hasil pertama fiksasi CO2 dan yang memfiksasi CO2 menjadi APG di sebut spesies C3, sebagian spesies C4 adalah monokotil (tebu, jagung, dll). Reaksi dimana CO2 dikonfersi menjadi asam malat atau asam aspartat adalah melalui penggabugannya dengan fosfoeolpiruvat (PEP) untuk membentuk oksaloasetat dan Pi. Enzim PEP-karboksilase ditemukan pada setiap sel tumbuhan yang hidup dan enzim ini yang berperan dalam memacu fiksasi CO2 pada tumbuhan C4. enzim PEP-karboksilase terkandung dalam jumlah yang banyak pada daun tumbuhan C4, pada daun tumbuhan C-3 dan pada akar, buah-buah dan sel – sel tanpa klorofil lainnya ditemukan suatu isozim dari PEP-karboksilase. Reaksi untuk mengkonversi oksaloasetat menjadi malat dirangsang oleh enzim malat dehidrogenase dengan kebutuhan elektronnya disediakan oleh NHDPH. Oksaleasetat harus masuk kedalam kloroplas untuk direduksi menjadi malat. Pembentukkan aspartat dari malat terjadi didalam sitosol dan membutuhkan asam amino lain sebagai sumber gugus aminonya. Proses ini disebut transaminasi (Anonim, 2012).

2.5 Pengaruh Herbivora Terhadap Pertukaran Gas
Herbivora, hewan yang memakan tumbuhan adalah suatu cekaman yang dihadapi tumbuhan dalam setiap ekosistem. Tumbuhan menghadapi herbivora yang begitu banyak, baik dengan pertahanan fisik, seperti duri maupun pertahanan kimia seperti produksi senyawa yang tidak enak atau bersifat toksik (Campbell, 2003). Pengaruhnya terhadap pertukaran gas adalah para herbivor yang memakan daun-daun pada suatu tumbuhan sehingga jumlah daun semakin menurun dan mengganggu proses respirasi dan fotosintesis yang melibatkan pertukaran gas CO2 dan O2.

















BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Cekaman lingkungan seperti cekaman kekeringan, suhu, salinitas dan hama berpengaruh terhadap proses respirasi dan fotosintesis yang melibatkan pertukaran gas CO2 dan O2.

3.2 Saran
Penelitian mendetail mengenai pengaruh berbagai cekaman lingkungan terhadap proses pertukaran gas belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, untuk para peneliti khususnya yang bergerak di bidang fisiologi tumbuhan agar mampu melakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai pertukaran gas pada tumbuhan ini.
















DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012. Pengaruh Suhu Terhadap Fotosintesis. http://superfects. blogspot.com/2012/01/pengaruh-suhu-terhadap fotosintesis. html#sthash.F SOxVmfr.dpuf. Diakses 09 Oktober 2013.
Alamendah, 2010. Tanaman Penyerap Karbondioksida. http://alamendah. wordpress.Com/ 2010/09/01/tanaman-penyerap-karbondioksida. Diakses Rabu, 09 Oktober 2013.
Campbell, at al. 2003. Biologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Candra, A. 2013. Jaringan Epidermis Tumbuhan. http://anandacandra.blogspot. com/2013/05/vbehaviorurldefaultvmlo_16.html. Diakses 8 Oktober 2013.
Christiansen, M. N., and C. F. Lewis. 1982. Breading Plants for Less Favorable  Environment. New York: John Willey and Sons.
Dwidjoseputro, D. 1992. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Fallah, Affan Fajar. 2006. Perspektif Pertanian dalam Lingkungan yang Terkontrol.  http://io.ppi jepang.org. Rabu, 09 Oktober 2013.
Hendriyani, I. S dan N. Setiari. 2009. Kandungan Klorofil dan Pertumbuhan Kacang Panjang (Vigna sinensis) pada Tingkat Penyediaan Air yang Berbeda. J. Sains & Mat. 17(3): 145-150.
Huchzermeyer B, Koyro HW (2005) Salt And Drought Stress Effects On Photosynthesis. In: Pessarakli M (ed) Handbook of Plant And Crop Stress, 2nd edn. Marcel Dekker Inc., NewYork, USA, pp 751–778
Kozlowski, T. T. 1984. Flooding and Plant Growth. Academic Press, Inc, Orlando, FL.
Makarim, Abdul Karim. 2006. Cekaman Abiotik Utama dalam Peningkatan Produktivitas Tanaman. dalam Seminar Nasional Pemanfaatan Bioteknologi untuk Mengatasi Cekaman Abiotik pada Tanaman.Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi.
Rogers, M. 2011. Salinity and the Growth of Forage Species AG0284.  Department of Environment and Primary Industries, Victoria, Australia.
Salisbury, F.B. and C.W. Ross. 1992. Plant Physiology. 4rd Ed. Wadsworth Publishing Company. California.
Sipayung,Rosita.2006. Cekaman Garam.   http://library.usu.ac.id/download/ fp/bdp-rosita2.pdf. Diakses pada tanggal Rabu, 09 Oktober 2013.
Susilo, H. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta: Universitas Indonesia Press Salemba.
Setiawan, Agus. 2012.Dampak Cekaman Salinitas terhadap Produksi dan Produktivitas Tanaman. http://agusetia28.blogspot.COm/2012/03/ assignment-of-agroekologi-3.html diakses Rabu, 09 Oktober 2013.

0 komentar " ", Baca atau Masukkan Komentar

Post a Comment

Bantu dengan klik

Please Click Here!!