BAB I
PENDAHULUAN

I.     1.       LATAR BELAKANG
Bakteri, dari kata  bacterium (jamak, bacteria), adalah kelompok raksasa dari organisme  hidup. Mereka sangatlah kecil (mikroskopik) dan kebanyakan uniseluler (bersel tunggal), dengan struktur sel yang relatif sederhana tanpa nukleus/inti sel, cytoskeleton, dan organel lain seperti mitokondria dan kloroplas. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri merupakan suatu penyakit yang paling banyak diderita oleh masyarakat dunia.
Penyebab infeksi ini bisa bermacam-macam dan salah satunya adalah bakteri. Ada berbagai macam bakteri yang bisa menyebabkan infeksi pada mata dan kulit, diantaranya Chlamydia trachomatis, Propionibacterium acnes, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Streptococcus pyogenes.

I.     2.      RUMUSAN MASALAH
·        Jenis bakteri apa saja yang dapat menimbulkan patogen pada mata dan kulit.
·        Morfologi dan fisiologi bakteri yang menimbulkan patogen pada mata dan kulit.
·        Cara pencegahan dan pengobatan penyakit yang disebabkan bakteri patogen pada mata dan kulit.

I.    3.     TUJUAN PENULISAN
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi ilmiah kepada sesama mahasiswa farmasi khususnya dan masyarakat secara umum tentang jenis-jenis bakteri penyebab infeksi pada mata kulit. Selain itu juga diharapkan adanya pengembangan untuk pengobatan penyakit berdasarkan informasi yang terdapat dalam makalah.

I.    4.     METODE PENULISAN
Metode penulisan yang digunakan dalam menyusun makalah ini adalah metode pustaka dan studi literatur. Dengan metode ini, penulis mencari dan mengumpulkan informasi penting yang sesuai dengan topik penulisan dari berbagai sumber seperti beberapa buku, artikel dan website atau situs-situs internet yang terkait.
I.    5.     SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari tiga bab, yaitu Bab I: Pendahuluan, terdiri atas Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan.  Bab II: Pembahasan, serta Bab III: Penutup, yang terdiri atas Kesimpulan dan Saran.








BAB II
PEMBAHASAN

II. 1. Chlamydia trachomatis
C. trachomatis inclusion bodies (brown) in a McCoy cell culture.
A.   Gambaran Umum
Chlamydia trachomatis adalah salah satu dari tiga spesies bakteri dalam genus Chlamydia, famili Chlamydiaceae, kelas Chlamydiae, filum Chlamydiae, domain Bacteria. C. trachomatis adalah agen chlamydial pertama yang ditemukan dalam tubuh manusia. Bakteri ini pertama kali diidentifikasi tahun 1907. Infeksi Chlamydia trachomatis sering tidak menimbulkan gejala dan sangat beresiko bila terjadi pada ibu-ibu karena dapat menyebabkan kehamilan ekyopik, intertelitas dan abortus. WHO memperkirakan 4 juta kasus baru pada ibu-ibu terinfeksi oleh Chlamydia trachomatis dan 50.000 diantaranya mengalami intertilitas,kehamilan ektopik dan abortus. Mekanisme terjadinya infeksi C.trachomatis telah dipelajari banyak peneliti, dimana MOMP (Major Outr Membrane Protein) merupakan suatu target penting untuk mencegah respons imun dari host, seperti neuralizing factor dan sel T.

B.  Klasifikasi Ilmiah
Kingdom   : Bacteria
Filum         : Chlamydiae
Ordo          : Chlamydiales
Famili        : Chlamydiaceae
Genus        : Chlamydia
Spesies      : Chlamydia trachomati

C.  Struktur
cellwall picture

a.   Dasar badan (EB)
EBS adalah bentuk menular dengan ukuran kecil (0,3-0,4 μm) dari klamidia tersebut. Mereka memiliki membran luar kaku yang luas yang tertutup oleh ikatan disulfida. Karena membran luar mereka kaku, mereka tahan terhadap kondisi lingkungan yang dihadapi ketika klamidia berada di luar sel host eukariotik mereka. Mereka mengikat tubuh dasar sebagai reseptor pada sel inang dan memulai infeksi. Kebanyakan klamidia menginfeksi sel epitel kolumnar, tapi beberapa juga dapat menginfeksi makrofag.
 b.   Retikular tubuh (RB)
RBS adalah bentuk intraselular non-infeksius dari dari klamidia tersebut. RB adalah bentuk replikasi metabolik aktif klamidia tersebut. RB memiliki membran yang rapuh yang tidak memiliki ikatan disulfida yang luas seperti yang dimiliki EBS.

D.   Siklus hidup
Lifecycle picture

http://microbewiki.kenyon.edu/images/4/47/TrachomaCycle.jpg

Siklus hidup C. trachomatis terdiri dari dua tahap, tubuh dasar dan retikular tubuh. Tubuh dasar adalah bentuk penyebaran dan analog dengan spora sebuah. Hal ini sekitar 0,3 mm dalam diameter dan menginduksi endositosis sendiri atas paparan target sel. Ini adalah bentuk yang mencegah fusi phagolysosomal sehingga memungkinkan untuk bertahan hidup intraseluler. Setelah di dalam endosome, glikogen dihasilkan menyebabkan tubuh dasar untuk "tumbuh" ke bentuk vegetatif, yang retikular tubuh. Formulir ini membelah melalui fisi biner di sekitar 2-3 jam per generasi. Ini memiliki masa inkubasi 7-21 hari di host. Tidak berisi dinding sel dan (ketika diwarnai dengan yodium) terdeteksi sebagai inklusi di dalam sel. Setelah divisi, yang retikular mengubah tubuh kembali ke bentuk dasar dan dilepaskan oleh sel oleh eksositosis. Satu phagolysosome biasanya menghasilkan 100-1000 tubuh dasar.
EBS mengikat pada reseptor pada sel yang rentan dan diinternalisasikan oleh endositosis dan / atau oleh fagositosis. Dalam sel inang endosome yang EBS mereorganisasi dan menjadi RBS. Klamidia menghambat fusi dari endosome dengan lisosom dan dengan demikian tidak membunuh intraseluler. Seluruh siklus hidup intraseluler dari klamidia terjadi dalam endosome. RBS mereplikasi oleh fisi biner dan mereorganisasi ke EBS. Pemasukan yang dihasilkan mungkin berisi 100-500 progeni Akhirnya sel-sel dan melisiskan inklusi (C. psittaci) atau inklusi dicetak oleh endositosis terbalik (C. trachomatis dan C. pneumoniae)

E.  Epidemiologi
a.   Infeksi Okular
C. trachomatis (biovar: trachoma) ditemukan di seluruh dunia terutama di daerah yang rentan dengan kemiskinan dan kepadatan penduduk. Diperkirakan 500 juta orang terinfeksi di seluruh dunia dan 7 - 9 juta orang buta . C. trachomatis (biovar: trachoma) adalah endemik di Afrika, Timur Tengah, India dan Asia Tenggara. Di Amerika Serikat, penduduk asli Amerika yang paling sering terinfeksi. Infeksi terjadi paling sering pada anak-anak. Organisme ini dapat ditularkan melalui tetesan, tangan, pakaian terkontaminasi, lalat, dan oleh bagian melalui jalan lahir terinfeksi.
b.   Infeksi Saluran Genital
·        Trachomatis (biovar: trachoma) adalah yang paling umum yang menularkan penyakit menular seksual bakteri di Amerika Serikat (4 juta kasus baru setiap tahun) dan 50 juta kasus baru terjadi di seluruh dunia setiap tahunnya. Tingkat infeksi tertinggi terjadi di Afrika dan Amerika Asli dengan kejadian puncak pada akhir umur belasan atau awal dua puluhan tahun.
·        C. trachomatis (biovar: LGV) adalah penyakit menular seksual yang terjadi secara sporadis di Amerika Serikat tetapi lebih lazim di Afrika, Asia dan Amerika Selatan. Manusia adalah hospes yang umum. Perkiraan jumlah kasus adalah 300-500 kasus per tahun di Amerika Serikat dengan homoseksual laki-laki menjadi reservoir utama dari penyakit ini.

F.   Patologi
C. trachomatis nonsilia menginfeksi sel epitel kolumnar. Merangsang organisme menginfiltrasi sel polymorphonuclear dan limfosit yang menyebabkan pembentukan folikel limfoid dan perubahan fibrosis. Manifestasi klinis akibat dari kerusakan sel dan respon peradangan host. Infeksi tidak merangsang kekebalan jangka panjang dan hasil reinfeksi dalam respon inflamasi dan kerusakan jaringan berikutnya.
C.trachomatis adalah agen penyebab trachoma, penyakit oculogential, radang paru-paru bayi dan venereum lymphogranuloma (LGV).
 a.  Biovars - C. trachomatis memiliki kisaran inang yang terbatas dan hanya menginfeksi sel epitel manusia (satu strain dapat menginfeksi tikus). Spesies ini dibagi menjadi tiga biovars (varian biologi): trachoma, LGV dan pneumonitis mouse.
b.  Serovars - Biovars manusia telah lebih lanjut dibagi ke beberapa serovars (varian serologi; setara dengan serotipe) yang berbeda dalam protein utama mereka membran luar dan yang berhubungan dengan penyakit yang berbeda.







Tabel 1
Serovar
Penyakit
Distribusi
A B Ba C 
Trachoma
Asia and Afrika
D - K
Penyakit mata dan kelamin
Konjungtivitis
Uretritis
Cervicitis
Sistem Respirtaory:
Bayi pneumonia
Seluruh dunia
LGV1 LGV2 LGV3
Lymphogranuloma venerium (LGV)
Seluruh dunia

G.  Gejala Klinis
a. Trakhoma
Infeksi kronis atau reinfeksi berulang dengan C. trachomatis (biovar: trachoma) menyebabkan inflamasi dan pembentukan folikel yang melibatkan seluruh konjungtiva. Parut pada konjungtiva penyebab balik dalam dari kelopak mata dan bekas luka akhirnya, pembentukan ulkus dan pembuluh darah di kornea, menyebabkan kebutaan. The trachoma, nama berasal dari 'trakhus' berarti kasar yang menjadi ciri penampilan konjungtiva. Pembengkakan pada jaringan juga mengganggu aliran air mata yang merupakan mekanisme pertahanan yang penting antibakteri. Jadi, infeksi bakteri sekunder terjadi.
b. Inklusi Konjungtivitis
Inklusi konjungtivitis disebabkan oleh C. trachomatis (biovar: trachoma) yang berhubungan dengan infeksi kelamin (serovars D - K). Infeksi ini ditandai dengan debit mukopurulen, infiltrat kornea dan vaskularisasi kornea sesekali. Dalam kasus-kasus kronis jaringan parut kornea dapat terjadi. Pada neonatus hasil infeksi dari bagian melalui saluran lahir yang terinfeksi dan menjadi jelas setelah 5 - 12 hari. Telinga infeksi dan rhinitis dapat menyertai penyakit mata.
c. Pneumonia Bayi
Bayi yang terinfeksi dengan C. trachomatis (biovar: trachoma; serovars: D - K) pada saat lahir bisa mengembangkan pneumonia. Anak-anak mengembangkan gejala mengi dan batuk tapi tidak demam. Penyakit ini sering didahului oleh konjungtivitis neonatorum.
d.Okular Lymphogranuloma Venereum
Infeksi dengan serovars LGV dari C. trachomatis (biovar: LGV) dapat menyebabkan konjungtivitis oculoglandular. Selain konjungtivitis, pasien juga memiliki limfadenopati terkait.
e. Infeksi Urogenital
Pada wanita, infeksi biasanya (80%) tanpa gejala, tetapi gejala dapat mencakup servisitis, uretritis, dan salpingitis. Demam postpartum pada ibu yang terinfeksi adalah umum. Prematur pengiriman dan tingkat peningkatan kehamilan ektopik karena salpingitis dapat terjadi. Di Amerika Serikat, kehamilan tuba merupakan penyebab utama trimester pertama kematian terkait kehamilan. Pada pria, infeksi biasanya (75%) tanpa gejala.
f. Sindrom Reiter
Sindrom Reiter merupakan triad gejala yang mencakup konjungtivitis, polyarthritis dan peradangan alat kelamin. Penyakit ini berhubungan dengan HLA-B27. Sekitar 50-65% pasien memiliki infeksi C. trachomatis akut pada awal artritis dan lebih besar dari 80% memiliki bukti serologis untuk infeksi C. trachomatis. Lain infeksi (Shigellosis atau Enterocolitica Yersinia) juga telah dikaitkan dengan sindrom Reiter.
g. Venereum Lymphogranuloma (C. trachomatis biovar: LGV)
Lesi primer LGV adalah lesi vesikular kecil tanpa rasa sakit dan tidak mencolok yang muncul di situs infeksi, sering penis atau vagina. Pasien juga mungkin mengalami demam, sakit kepala dan nyeri.

H.   Diagnosis
1.   Sitologi - Pemeriksaan sel diwarnai untuk mengorek keberadaan badan inklusi (Angka 2 dan 3) telah digunakan untuk diagnosis namun metode ini tidak sensitif seperti metode lain.
2.   Kultur - Kultur adalah metode yang paling spesifik untuk diagnosis infeksi C. trachomatis. Spesimen ditambahkan ke kultur sel rentan dan sel yang terinfeksi diperiksa untuk adanya inklusi-pewarnaan yodium pada tubuh. Noda yodium menginklusi glikogen dalam tubuh. Kehadiran inklusi pewarnaan yodium-tubuh yang spesifik untuk C. trachomatis sejak masuknya tubuh spesies lain dari klamidia tidak mengandung glikogen dan noda dengan yodium.
3.   Deteksi Antigen - immunofluorescence langsung dan kit LPS ELISA yang mendeteksi kelompok tertentu atau strain-spesifik protein membran luar yang tersedia untuk diagnosis. Tidak sama baiknya dengan kultur, terutama dengan sampel yang mengandung beberapa organisme (misalnya pasien asimtomatik).
4.   Serologi - Serologis tes untuk diagnosis adalah nilai terbatas pada orang dewasa, sejak uji tidak membedakan antara infeksi sekarang dan masa lalu. Deteksi antibodi IgM titer tinggi adalah indikasi infeksi baru. Deteksi antibodi IgM pada infeksi neonatal berguna.
5.   Probe Asam Nukleat - Tiga tes baru berdasarkan probe asam nukleat yang tersedia. Tes ini sensitif dan spesifik dan dapat menggantikan kultur sebagai metode pilihan.
6.   Tes Non Kultur
·        Fluorescent Uji Antibodi Monoklonal: mendeteksi baik protein membran utama luar atau LPS
·        Enzim Immunoassay: mendeteksi produk yang berwarna dikonversi oleh enzim terkait dengan  antibodi
·        DNA Probe: menggunakan DNA komplementer urutan spesifik RNA ribosom
·        Chlamydia Rapid Test: menggunakan antibodi terhadap LPS
·        Tes Esterase Leukosit: mendeteksi enzim yang dihasilkan oleh leukosit yang mengandung bakteri dalam urin

I.  Pengobatan dan Pencegahan
a. Doxycycline adalah antibiotik pilihan karena digunakan untuk pengobatan dalam jangka waktu yang panjang, dapat diminum dengan makanan dan harganya relatif murah. Namun, tetrasiklin, kloramfenikol, rifampisin, dan fluroquinones juga dapat digunakan. Wanita hamil disarankan untuk mengambil eritromisin untuk infeksi. Baru-baru ini, azitromisin telah terbukti sebagai terapi dosis tunggal yang efektif. Oleh karena itu, ini akan meningkatkan kepatuhan pasien, tetapi lebih mahal dibandingkan dengan antibiotik lainnya.
b. Penting untuk dicatat bahwa pasangan seks harus terlibat dalam rezim perawatan juga.


II. 2. Propionibacterium acnes
http://aa.wrs.yahoo.com/_ylt=A0S0zu9qx7lLbHwArnrWQwx./SIG=132s3ji41/EXP=1270552810/**http%3a/pathmicro.med.sc.edu/Infectious%2520Disease/Propionibacterium%25201.jpg
A.  Gambaran Umum
Propionibacterium acnes adalah Gram-positif yang paling umum, non-spora, batang anaerobik dijumpai dalam spesimen klinis. P.acnes biasanya tumbuh sebagai anaerob obligat. Memiliki kemampuan untuk memproduksi asam propionat dan katalase bersama dengan indol, nitrat, atau keduanya indol dan nitrat.

B.  Klasifikasi Ilmiah
Kingdom   : Bakteri
Filum         : Actinobacteria
Ordo          : Actinomycetales
Famili        : Propionibacteriaceae
Genus        : Propionibacterium
Spesies      : Propionibacterium acnes

C.  Struktur
Sel
Lingkungan
Suhu
Gram
Bentuk
Koloni
Endospora
Gerak
Salinitas
Oxygen Req.
Habitat
Suhu Opt.
Range
+
Batang
Tunggal
Tidak
Tidak
Non-halofilik
Anaerobik
Host-associated
370C
Mesofilik
  Patogen di: Manusia  
Penyakit: Jerawat

D.  Siklus hidup
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/5/5a/Phage2.JPG/300px-Phage2.JPG
Siklus litik adalah siklus enam tahap. Pada tahap pertama, yang disebut "penetrasi", menyuntikkan virus sendiri asam nukleat ke dalam sel inang. Lalu virus asam membentuk lingkaran di tengah sel. Sel kemudian keliru salinan asam virus bukan asam nukleat sendiri. Kemudian DNA virus mengatur diri mereka sendiri sebagai virus di dalam sel. Ketika jumlah virus di dalam menjadi terlalu banyak, membran sel menjadi lisis dan virus keluar untuk menginfeksi sel lain.

E.  Epidemiologi
Propionibacterium acnes biasanya berkoloni dalam kulit, di mana ketersediaan oksigen berkurang. Hal yang sama berlaku untuk selaput lendir daerah oroanal. Mereka mungkin dipindahkan ke tempat lain secara kebetulan.

F.   Patologi
a.       Scars: muncul sesuatu yang menonjol keluar lubang dengan ukuran berbeda dan mungkin memiliki beberapa bukaan.
b.      Eksaserbasi jerawat vulgaris dapat diatasi dengan  banyak jenis obat, seperti iodida, bromida, glukokortikoid, dan lithium, serta aplikasi dari minyak yang mengandung senyawa.
c.       Infeksi lain
Dalam kasus yang jarang terjadi, Propionibacterium telah terlibat sebagai penyebab abses otak, 2 empiema subdural, gigi infeksi, endokarditis (terutama dalam kaitannya dengan perangkat jantung implan), peritoneal dialysis berkelanjutan dapat berjalan (CAPD), konjungtivitis berkaitan dengan lensa kontak, peritonitis , dan infeksi payudara-implan.
P.acnes sering terlibat dalam arthritis anaerobik dalam asosiasi dengan sendi palsu. Dalam kasus yang jarang terjadi, juga telah ditemukan osteomyelitis dan prostetik infeksi graft pembuluh darah. P.acnes menginfeksi perangkat yang berhubungan dengan kardiovaskular biasanya memiliki presentasi halus: demam rendah, penurunan berat badan, malaise, dan mialgia.
P.acnes telah diisolasi dari sendi yang terlibat dalam kasus langka dan arthritis rheumatoid arthritis kronis remaja, mungkin sebagai akibat inokulasi bakteri, biasanya selama infiltrasi (injeksi).
Demam dan gejala meningeal mungkin hadir atau mungkin tidak hadir. Karena P.acnes adalah virulensi organisme rendah, gejala klinis mungkin nonspesifik.
P.acnes telah dilaporkan sebagai penyebab infeksi keratitis visi-mengancam ketika kornea dikompromikan. P.acnes juga telah terlibat dalam endophthalmitis pseudophakic terkait kronis setelah operasi katarak dan penempatan lensa intraokular buatan. Presentasi ini ditandai oleh peradangan intraokuler ringan, mungkin kronis, dan mungkin salah didiagnosis sebagai iritis noninfeksius.

G.  Gejala Klinis
Lesi dapat digambarkan dalam beberapa kategori, sebagai berikut:
a.    Peradangan: komedo, baik terbuka (blackheads) atau tertutup (whiteheads). Komedo terbuka muncul sebagai sebuah flat atau sedikit mengangkat lesi dengan impaksi folikular pusat berwarna gelap keratin dan lemak. Komedo tertutup berwarna pucat, papul kecil tanpa lubang terlihat dan merupakan prekursor potensial untuk lesi inflamasi lebih besar.
b.    Inflamasi: inflamasi lesi bervariasi dari papula kecil dengan areola inflamasi untuk jerawat (papulopustular) untuk besar, tender, berfluktuasi nodul (nodular).

H.   Diagnosis
a.       Studi Laboratorium
·        Studi androgen mungkin cocok untuk kasus tertentu.
·        Teknik anaerobik yang ketat harus diikuti untuk memastikan isolasi dalam kasus dugaan infeksi Propionibacterium.
·        SSP infeksi shunt memerlukan evaluasi cerebrospinal fluid (CSF) dan kultur darah, khususnya dalam kasus dugaan infeksi shunt ventriculoatrial.
·        Dalam kasus P.acnes keratitis menular, kultur yang positif untuk P.acnes menggunakan kaldu thioglycolate. Tidak ada menjadi positif sebelum 7 hari pertumbuhan, dan rekomendasi ini adalah untuk memantau kultur selama minimal 10 hari untuk memastikan isolasi ini organism.10
·        Teliti dalam endophthalmitis pseudophakic terkait kronis, kultur sampel biopsi mungkin vitreous positif bagi P.acnes. Jika lensa buatan dihapus, Gram noda dan mikroskop elektron kapsul dapat menunjukkan batang gram positif.
·        Dalam transfusi-transmisi infeksi, darah harus dikumpulkan dari lengan yang berlawanan; selain dari tes hematologi yang tepat, darah ini harus dikirim untuk kultur. Setelah pelaporan, kantong darah-produk harus dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk pewarnaan Gram dan kultur.
b.  Studi Images
·        Pada infeksi perangkat terkait kardiovaskular, P.acnes akan sulit untuk dilihat dalam kultur spesimen klinis kecuali kultur anaerobik diperoleh dan dimiliki untuk waktu yang lama. CT scan, ultrasonografi, dan MRI berguna dalam menunjukkan pengumpulan cairan di sekitar perangkat, yang dapat menunjukkan infeksi. Aspirasi percutaneous cairan dengan bimbingan USG atau CT dapat mengkonfirmasi infeksi perangkat. Transesophageal ekokardiografi diperlukan untuk memvisualisasikan sebuah vegetasi di katup prostetik endocarditis.
·        Pada infeksi shunt SSP, studi neuroimaging dapat digunakan untuk mencari bukti ventriculitis atau obstruksi CSF. CT scan atau ultrasonografi mungkin membantu dalam mengevaluasi lokulasi pada ujung distal shunt ventriculoperitoneal.

I.  Pengobatan dan Pencegahan
Hampir semua antibiotik umum, termasuk penisilin, eritromisin, dan tetrasiklin, dapat digunakan untuk mengobati infeksi P.acnes.
Beberapa bentuk terapi lainnya termasuk bahan kimia yang meningkatkan pemindahan kulit yaitu (benzoil peroksida) atau memperlambat produksi sebum (Retin A dan Accutane). P.acnes adalah sangat rentan terhadap berbagai agen antimikroba beta-laktam seperti piperasilin dan ampisilin-sulbactain. Bakteri ini juga sangat sensitif terhadap penisilin G.

II. 3. Pseudomonas aeruginosa
A.  Gambaran Umum
P. aeruginosa adalah bakteri batang Gram-negatif termasuk dalam famili Pseudomonadaceae. Merupakan patogen oportunistik pada manusia. Patogen oportunistik maksudnya bakteri ini memanfaatkan kerusakan pada mekanisme pertahanan inang untuk memulai suatu infeksi. Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih, infeksi saluran pernapasan, dermatitis, infeksi jaringan lunak, bakteremia, infeksi tulang dan sendi, infeksi saluran pencernaan dan bermacam-macam infeksi sistemik, terutama pada penderita luka bakar berat, kanker, dan penderita AIDS yang mengalami penurunan sistem imun. Infeksi P. aeruginosa menjadi problema serius pada pasien rumah sakit yang menderita kanker, fibrosis kistik, dan luka bakar. Angka fatalitas kasus (case fatality rate) pasien-pasien tersebut adalah 50%. Bakteri ini merupakan penyebab sepsis yang umum dijumpai pada pasien di unit perawatan intensif.

B.  Klasifikasi Ilmiah
Kingdom  : Bacteria
F
illum       : Proteobacteria
Kelas        : Gamma Proteobacteria
Ordo        : Pseudomonadales
Famili       : Pseudomonadaceae
Genus       : Pseudomonas
Spesies     : Pseudomonas aeruginosa
C.  Struktur
P. aeruginosa adalah bakteri gram negatif yang berbentuk batang halus atau lengkung, berukuran sekitar 0,6 x 2 mm. Alginat dan lipopolisakarida melindungi organisme ini dari pertahanan tubuh inang. Bakteri ini dapat ditemukan satu–satu, berpasangan, dan kadang–kadang membentuk rantai pendek, tidak mempunyai spora, tidak mempunyai selubung, serta mempunyai flagela monotrika (flagel tunggal pada kutub) sehingga selalu bergerak.
Pseudomonas aeruginosa adalah aerob obligat yang tumbuh dengan mudah pada banyak jenis media pembiakan, karena memiliki kebutuhan nutrisi yang sederhana. Medium paling sederhana untuk pertumbuhannya terdiri dari asetat (untuk karbon) dan amonium sulfat (untuk nitrogen). Metabolisme bersifat respiratorik tetapi dapat tumbuh tanpa O2 bila tersedia NO3 sebagai akseptor elektron kadang-kadang berbau manis seperti anggur yang dihasilkan aminoasetofenon. Beberapa strain menghemolisis darah.
Pseudomonas aeruginosa tumbuh dengan baik pada suhu 37-42ºC. Pertumbuhannya pada suhu 42ºC membantu membedakannya dari spesies pseudomonas lain dalam kelompok fluoresen. Bakteri ini oksidase positif, nonfermenter tetapi banyak strain, mengoksidasi glukosa.
P. aeruginosa menghasilkan satu atau lebih pigmen, yang dihasilkan dari asam amino aromatik seperti tirosin dan felilalanin. Beberapa pigmen tersebut antara lain:
·      Piosianin, pigmen berwarana biru dihasilkan strain piosianogenik
·      Pioverdin, pigmen berwarna kuning
·      Piorubin, pigmen berwarna merah
·      Piolanin, pigmen berwarna coklat
Pigmen-pigmen tersebut tidak berfluoresensi serta larut dalam air. Kebanyakan strain membentuk koloni halus dengan berwarna fluoresensi kehijauan, yang merupakan kombinasi pioverdin dan piosianin.
P. aeruginosa dalam biakan dapat menghasilkan berbagai jenis koloni sehingga memberi kesan biakan dari campuran berbagai spesies bakteri. Tiap jenis koloni dapat mempunyai aktivitas biokimia dan enzimatik berbeda serta pola kepekaan antimikroba yang berbeda pula. Isolat dari tanah atau air mempunyai ciri koloni yang kecil dan tidak rata. Pembiakan dari spesimen biasanya menghasilkan satu atau dua tipe koloni yang halus.
·      Koloni besar dan halus dengan permukaan merata dan meninggi.
·      Koloni halus dan mukoid sebagai hasil produksi berlebihan dari alginat. Tipe ini sering didapat dari sekresesi saluran pernafasan dan saluran kemih.
Alginat adalah suatu eksopolosakarida yang merupakan polimer dari glucuronic acid dan mannuronic acid, berbentuk gel kental di sekeliling bakteri. Alginat memungkinkan bakteri-bakteri untuk membentuk biofilm, yaitu kumpulan koloni sel-sel mikoba yang menempel pada suatu permukaaan misalnya kateter intravena, atau jaringan paru. Alginat dapat melindungi bakteri dari pertahanan tubuh inang, seperti limfosit, fagosit, silia di saluran pernapasan, antibodi, dan komplemen P. aeruginosa membentuk biofilm untuk membantu kelangsungan hidupnya saat membentuk koloni pada paru-paru manusia.
Terkadang menghasilkan bau yang manis dan menyerupai anggur. Koloni yang dibentuk halus bulat dengan warna fluoresensi yang kehijau-hijauan. Bakteri ini menghasilkan pigmen yang tak berfluoresensi kehijauan (plosianin). Strain P. aerugonisa menghasilkan pigmen yang berfluoresensi antara lain : piooverdin (warna hijau), piorubin (warna merah gelap), piomelanin (hitam). P. aerugonisa yang berasal dari koloni yang berbeda mempunyai aktivitas biokimia, enzimatik dan kepekaan antimikroba yang berbeda pula.
Pili (fimbriae) menjulur dari permukaan sel dan membantu pelekatan pada sel epitel inang. Lipopolisakarida yang terdapat  dalam banyak imunotipe merupakan salah satu faktor virulensi dan juga melindungi sel dari pertahanan tubuh inang. P. aeruginosa dapat digolongkan berdasarkan imunotipe lipopolisakarida dan kepekaannya terhadap piosin (bakteriosin). Produk ekstraseluler yang dihasilkan berupa enzim-enzim, yaitu elastase protease dan dua hemolisin, fosfolipase C yang tidak tahan panas dan rhamnolipid.
P. aeruginosa resisten terhadap konsentrasi tinggi garam dan zat pewarna, antiseptik, dan banyak antibodi yang sering digunakan. Suatu studi intensif menyatakan bakteri ini mempunyai gen untuk resistensi terhadap merkuri, disebut gen mer yang berada dalam plasmid.
Kemampuan P. aeruginosa menyerang jaringan bergantung pada reproduksi enzim-enzim dan toksin-toksin, yang merusak barier tubuh dan sel-sel inang. P. aeruginosa seperti yang dihasilkan bakteri Gram-negatif lain, misalnya endotoksin menyebabkan gejala sepsis dan syok septik, eksotoksin A menyebabkan nekrosis jaringan, enzim-enzim ekstra seluler bersifat histotoksik dan mempermudah infasi kedalam pembuluh darah.

D.     Siklus Hidup
03p123a.gif

Adanya rangsangan dari lingkungan (luar tubuh) akan memicu pengaturan yang memberikan sinyal kepada system penginderaan berupa sinyal mikroba. Kemudian bakteri ini akan membenrtuk sel planktonik yang kemudian membuat formasi biofilm. Pembentukan biofilm dimulai dengan terangkatnya mikroorganisme bebas-mengambang ke permukaan. Koloni pertama menuju ke permukaan secara perlahan ( gaya van der Waals yang reversible). Jika koloni tidak segera dipisahkan dari permukaan, mereka dapat membuat diri mereka  lebih permanen dengan menggunakan struktur sel adhesi seperti pili. Koloni pertama memfasilitasi kedatangan sel lain dengan menyediakan situs adhesi lebih beragam dan mulai membangun matriks yang memegang biofilm bersama-sama. Tahap akhir pembentukan biofilm dikenal sebagai pembangunan, dan tahap di mana biofilm didirikan dan hanya dapat berubah dalam bentuk dan ukuran.  Perkembangan biofilm memungkinkan untuk koloni sel agregat (ies) menjadi semakin resisten antibiotik.  Formasi biofilm ini akan mengirimkan sinyal ke sel inang. Setelah proses pembentukkan biofilm, sel inang  mengirimkan sinyal sitokinesis kepada bakteri ini yang kemudian menghasilkan sinyal adanya molekul metabolit sekunder.
Pseudomonas aeruginosa akan keluar dari sumbernya, mengalami penyebaran dan mempunyai gerbang masuk bagi inang yang rentan. Pseudomonas aeruginosa akan keluar dari saluran yang telah diinfeksinya. Apabila menginfeksi pada saluran pernapasan maka akan meninggalkan saluran tersebut dan berpindah pada inang rentan yang lain. Mengingat Pseudomonas aeruginosa merupakan patogen nosokomial, cara pemindahsebarannya dapat melalui penanganan dan penggunaan alat yang tidak steril. Kemudian akan menginfeksi inang lain yang rentan pada bagian tertentu misalnya saluran kencing. Inang rentan ini biasanya pasien bedah, pasien yang terluka atau luka bakar, pasien yang menjalani pengobatan radiasi, juga pasien dengan peralatan yang menembus tubuh.

E.   Epidemiologi
P. aerugonisa terdapat di tanah dan air, dan pada ±10% orang merupakan flora normal di kolon (usus besar). Dapat dijumpai pada daerah lembab di kulit dan dapat membentuk koloni pada saluran pernapasan  bagian atas pasien-pasien rumah sakit.
P. aerugonisa dapat dijumpai  di banyak tempat di rumah sakit , disinfektan, alat bantu pernapasan, makanan, saluran pembuangan air, dan kain pel merupakan beberapa contoh resevoir. Selain itu, dapat juga lewat hewan (lalat, nyamuk, dsb) yang telah tercemar. Pseudomonas aeruginosa menyebabkan kontaminasi pada perlengkapan anestesi dan terapi pernafasan, cairan intravena, bahkan air hasil proses penyulingan. Suatu penelitian di unit perawatan intensif neonatus menyatakan bahwa P. aerugonisa  paling sering membentuk koloni di saluran pernapasan dan saluran cerna. Hal ini terutama dijumpai pada bayi prematur oleh karena pH lambung sering tinggi sehingga mendukung pertumbuhan bakteri. Penyebaran terjadi dari pasien ke pasien lewat tangan karyawan rumah sakit, melalui kontak langsung dengan reservoir, atau lewat pencernaan makanan dan minuman yang terkontaminasi.
P. aerugonisa  menyebabkan kontaminasi pada perlengkapan anestesi dan terapi pernapasan , cairan intravena, bahkan air hasil proses penyulingan. Endoskopi, termasuk bronkoskopi adalah alat-alat medik yang paling sering dihubungkan dengan berjangkitnya infeksi nosokomial. Suatu penelitian di AS membuktikan bawa dari 414 pasien yang menjalani prosedur bronkoskopi didapati 9,4% infeksi saluran napas atas dan bawah serta infeksi lewat aliran darah, dan pada 66,7% dari infeksi tersebut didapati P. aerugonisa sesudah dilakukan kultur.
Karena merupakan patogen nosokomial maka metode untuk mengendalikan infeksi ini mirip dengan metode untuk patogen nosokomial lainnya. Kemampuannya untuk tumbuh subur dalam lingkungan yang basah menuntut perhatian khusus pada bak cuci, bak air, pancuran, bak air panas, dan daerah basah yang lain. Untuk mencegah terkontaminasinya kolam renang umum, dilakukan klorinasi terhadap air kolam renang, menghindari lantai kolam renang yang kasar untuk mengurangi gesekan pada kulit, dan membersihkan lantai kolam renang beserta saluran air menggunakan senyawa ammonium quaternium diikuti penggunaan ozone untuk memecah biofilm.
Untuk tujuan epidemiologi, strain dapat ditentukan tipenya berdasarkan kepekaan terhadap piosin dan imunotipe lipopolisakaridanya. Vaksin dari jenis yang tepat yang diberikan pada penderita dengan risiko tinggi akan memberikan perlindungan sebagian terhadap spesies Pseudomonas. Terapi semacam itu telah digunakan secara ekperimental pada penderita leukimia, luka bakar, fibrosis kistik, dan imunosupresi.

F.   Patologi
Faktor sifat yang memungkinkan organisme mengatasi pertahanan tubuh normal dan menimbulkan penyakit ialah : pili, yang melekat dan merusak membran basalis sel; polisakarida simpai, yang meningkatkan perlekatan pada jaringan tetapi tidak menekan fagositosis; suatu hemolisin yang memiliki aktivitas fosfolipasa; kolagenasa dan elastasa dan flagel untuk membantu pergerakan.
Sedangkan faktor yang menentukan daya patogen adalah LPS mirip dengan yang ada pada Enterobacteriaceae; eksotoksin A, suatu transferasa ADP-ribosa mirip dengan toksin difteri yang menghentikan sintesis protein dan menyebabkan nekrosis di dalam hati; eksotoksin S yang juga merupakan transferasa ADP-ribosa yang mampu menghambat sintesis protein eukariota.
Produksi enzim-enzim dan toksin-toksin yang merusak barrier tubuh dan sel-sel inang menentukan kemampuan Pseudomonas aeruginosa menyerang jaringan. Endotoksin P. aeruginosa seperti yang dihasilkan bakteri Gram-negatif lain menyebabkan gejala sepsis dan syok  septik. Eksotoksin A menghambat sintesis protein eukariotik dengan cara kerja yang sama dengan cara kerja toksin difteria (walaupun struktur kedua toksin ini tidak sama) yaitu katalisis pemindahan sebagian ADP-ribosil dari NAD kepada EF-2. Hasil dari kompleks ADP-ribosil-EF-2 adalah inaktivasi sintesis protein sehingga mengacaukan fungsi fisiologik sel normal. Enzim-enzim ekstraseluler, seperti elastase dan protease mempunyai efek hidrotoksik dan mempermudah invasi organisme ini ke dalam pembuluh darah.
Antitoksin terhadap eksotoksin A ditemukan dalam beberapa serum manusia, termasuk serum penderita yang telah sembuh dari infeksi yang berat. Psiosianin merusak silia dan sel mukosa pada saluran pernafasan. Lipopolisakarida mempunyai peranan penting sebagai penyebab timbulnya demam, syok, oliguria, leukositosis, dan leukopenia, koagulasi intravaskular diseminata, dan sindroma gagal pernafasan pada orang dewasa. Strain Pseudomonas aeruginosa yang punya sistem sekresi tipe III, secara signifikan lebih virulen dibandingkan dengan yang tidak punya sistem sekresi tersebut. Sistem sekresi tipe III adalah sistem yang dijumpai pada bakteri gram negatif, terdiri dari sekitar 30 protein yang terbentang dari bagian dalam hingga luar membran sel bakteri, berfungsi seperti jarum suntik yang menginjeksi toksin-toksin secara langsung ke dalam sel inang sehingga memungkinkan toksin mencegah netralisasi antibodi.
Pseudomonas aeruginosa menimbulkan berbagai penyakit diantaranya yaitu :
·        Infeksi pada luka dan luka bakar menimbulkan nanah hijau kebiruan
·        Infeksi saluran kemih.
·        Infeksi pada saluran napas mengakibatkan pneumonia yang disertai nekrosis.
·        Otitis eksterna ringan pada perenang.
·        Infeksi mata.

G.  Gejala Klinis
Gejalanya tergantung bagian tubuh yang terkena, tetapi infeksi ini cenderung berat:
a.       Infeksi pada luka atau luka bakar, ditandai dengan nanah biru-hijau dan bau manis seperti anggur. Infeksi ini sering menyebabkan daerah ruam berwarna hitam keunguan dengan diameter sekitar 1 cm, dengan koreng di tengahnya yang dikelilingi daerah kemerahan dan pembengkakan. Ruam ini sering timbul di ketiak dan lipat paha. Hal ini dapat juga dialami oleh penderita kanker.
b.      Infeksi saluran kemih, biasanya kronis dan terjadi pada orang yang sudah tua.
c.       Pneumonia, pada fibrosis kistik mungkin terjadi kolonisasi kuman strain yang berlendir pada paru-paru. Infeksi paru-paru pada penderita bila menghirup Pseudomonas aeruginosa dalam jumlah besar pada alat bantu pernafasan yang tercemar. Sering menyebabkan gangguan mental, renjatan septik gram negatif dan sianosis yang semakin berat.
d.      Otitis eksterna maligna, suatu infeksi telinga, bisa menyebabkan nyeri telinga hebat dan kerusakan saraf dan sering terjadi pada penderita kencing manis.
e.       Infeksi mata, Pseudomonas aeruginosa bisa menyebabkan koreng pada mata, mencemari lensa mata dan cairan lensa.

H.   Diagnosis
Biakan merupakan tes spesifik untuk diagnosis infeksi Pseudomonas aeruginosa. Bakteri batang gram negatif nonfermenter mudah tumbuh pada media isolasi primer rutin dan mudah diisolasidari spesimen klinik atau lingkungan rumah sakit. Biasanya diisolasi pada media agar pepton dengan atau tanpa penambahan 5% darah domba atau kelinci, meskipun media yang diperkaya darah tidak menjadi dasar untuk isolasi bakteri ini. Selain agar darah, untuk isolasi primer digunakan salah satu media diferensial, misalnya agar MacConkey atau eosinmetlrylene blue. Pada media diferensial tersebut Pseudomonas aeruginosa tumbuh sebagai koloni yang tidak memfermentasi laktosa (tidak berwarna). Media isolasi primer biasanya diinkubasi pada 35° C atau 37°C. Media mengandung cetrimide, irgasan, C-390, sodium lauroyl sarcosine, atau senyawa yang sama, digunakan untuk isolasi selektif.
Prosedur skrining untuk membedakan Pseudomonas aeruginosa dari genus yang sama dan spesies nonfermenter lainnya adalah bau, pigmentasi, morfologi koloni, reaksi pada pewarnaan Gram,morfologi fagel, bentuk penggunaan glukosa, produksihidrogen sulfida, arginin dihidrolase clan indofenol oksidase, pertumbuhan pada 42°C, clan proses oksidasi glukosa, xylosa, laktosa, dan maltosa pada media basal oxidative fermentative (OF). 
Lebih kurang 15% dari seluruh gram negatif yang diisolasi dari spesimen klinik adalah nonfermenter, dan lebih kurang 70% dari isolat tersebut adalah Pseudomonas aeruginosa piosianogenik. Untuk membedakan dari isolat lainnya, diperlukan metode identifikasi tambahan. Uji serologik, bactertophage, pola bakteriosin, profil plasmid, dan profil enzim telah digunakan sebagai penanda epidemiologik atau sarana penelitisn untuk identifikasi Pseudomonas aeruginosa. Antibodi monoklonaldan hibridisasi DNA juga telah digunakan untuk identifikasi.

I.    Pengobatan dan Pencegahan
Pseudomonas aeruginosa meningkat secara klinik karena resisten terhadap berbagai antimikroba dan memiliki kemampuan untuk mengembangkan tingkat Multi Drug Resistance (MDR) yang tinggi. Definisi dari MDR-PA (Multi Drug Resistance- Pseudomonas aeruginosa) adalah resisten paling tidak terhadap 3-antimikroba yaitu kelas β-laktam, carbapenem, aminoglikosida, dan fluoroquinon. Pseudomonas aeruginosa tidak boleh diobati dengan terapi obat tunggal karena tingkat keberhasilan rendah dan bakteri dengan cepat jadi resisten. Pola kepekaan bakteri ini bervariasi secara geografik. Maka, diperlukan tes kepekaan sebagai pedoman untuk pemilihan terapi antimikroba. Penisillin bekerja aktif terhadap Pseudomonas aeruginosa antara lain: tikarsilin, mezlosilin, dan pipeasilin digunakan dengan dikombinasikan bersama aminoglikosida biasanya gentamisin, tobramisin/ amikasin. Obat lain yang aktif terhadap Pseudomonas aeruginosa antara lain aztreonam; imipinem; kuinolon baru, termasuk siprofloksasin.
Sefalosporin generasi baru, seftazidim dan sefoperakson aktif melawan Pseudomonas aeruginosa. Seftazidim digunakan secara primer pada terapi infeksi Pseudomonas aeruginosa.
Pseudomonas aeruginosa sering kali merupakan flora normal yang melekat pada tubuh kita dan tidak akan menimbulkan penyakit selama pertahanan tubuh normal. Karena itu, upaya pencegahan yang paling baik adalah dengan menjaga daya tahan tubuh agar tetap tinggi. Upaya pencegahan penularan penyakit pada pasien yang dirawat di rumah sakit dilakukan dengan cara kerja steril atau aseptis yang dilakukan oleh setiap personil rumah sakit (medis dan paramedis) dengan penuh rasa tanggung jawab.




II. 4. Staphylococcus aureus
streptococcus-aureus
A.  Gambaran Umum
Staphylococcus aureus merupakan bakteri berbentuk bulat (coccus), yang bila diamati di bawah mikroskop tampak berpasangan, membentuk rantai pendek, atau membentuk kelompok yang tampak seperti tandan buah anggur. Organisme ini Gram-positif. Beberapa strain dapat menghasilkan racun protein yang sangat tahan panas, yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia.

B.  Klasifikasi Ilmiah
 Kingdom   : Monera
 Divisio       : Firmicutes
 Class          : Bacilli
 Order         : Bacillales
 Family       : Staphylococcaceae
 Genus        : Staphylococcus
 Species      : Staphylococcus aureus

C.  Struktur
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram-positif, tidak bergerak, tidak berspora dan mampu membentuk kapsul, berbentuk kokus dan tersusun seperti buah anggur. Ukuran Staphylococcus berbeda-beda tergantung pada media pertumbuhannya. Apabila ditumbuhkan pada media agar, Staphylococcus memiliki diameter 0,5-1,0 mm dengan koloni berwarna kuning. S. aureus mempunyai dinding sel yang terdiri dari peptidoglikan, asam teikoik, fibronectin binding protein, clumping factors dan collagen binding protein.
Komponen utama dinding sel adalah peptidoglikan yang menyusun hampir 50% dari berat dinding sel. Peptidoglikan tersusun dari polimer polisakarida (asam N-asetilglukosamin dan asam N-asetilmuramik), polipeptida (L-Ala, D-Glu, L-Lys, D-Ala, D-ala) dan sebuah jembatan pentaglisin. Melalui katalisis transpeptidase oleh Penicillin-Binding Protein (PBP), setiap peptidoglikan akan saling berikatan dengan peptidoglikan lainnya dengan cara merubah rantai alanin agar berikatan dengan jembatan pentaglisin dari peptidoglikan lainnya. Proses menghasilkan suatu struktur dinding sel yang padat. Beberapa enzim juga dihasilkan oleh S.aureus, diantaranya koagulase, clumping factor, hialuronidase dan b-laktamase.
Dinding sel S. Aureus juga mengandung asam teikoat, yaitu sekitar 40% dari berat kering dinding selnya. Asam teikoat adalah beberapa kelompok antigen dari Staphylococcus. Asam teikoat mengandung aglutinogen dan N-asetilglukosamin.
Staphylococcus aureus adalah bakteri aerob dan anaerob fakultatif yang mampu menfermentasikan manitol dan menghasilkan enzim koagulase, hyalurodinase, fosfatase, protease dan lipase. Staphylococcus aureus mengandung lysostaphin yang dapat menyebabkan lisisnya sel darah merah. Toksin yang dibentuk oleh Staphylococcus aureus adalah haemolysin alfa, beta, gamma, delta dan epsilon. Toksin lain ialah leukosidin, enterotoksin dan eksfoliatin. Enterotosin dan eksoenzim dapat menyebabkan keracunan makanan terutama yang mempengaruhi saluran pencernaan. Leukosidin menyerang leukosit sehingga daya tahan tubuh akan menurun. Eksofoliatin merupakan toksin yang menyerang kulit dengan tanda-tanda kulit terkena luka bakar.
Suhu optimum untuk pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 35o – 37o C dengan suhu minimum 6,7o C dan suhu maksimum 45,4o C. Bakteri ini dapat tumbuh pada pH 4,0 – 9,8 dengan pH optimum 7,0 – 7,5. Pertumbuhan pada pH mendekati 9,8 hanya mungkin bila substratnya mempunyai komposisi yang baik untuk pertumbuhannya. Bakteri ini membutuhkan asam nikotinat untuk tumbuh dan akan distimulir pertumbuhannya dengan adanya thiamin. Pada keadaan anaerobik, bakteri ini juga membutuhkan urasil. Untuk pertumbuhan optimum diperlukan sebelas asam amino, yaitu valin, leusin, threonin, phenilalanin, tirosin, sistein, metionin, lisin, prolin, histidin dan arginin. Bakteri ini tidak dapat tumbuh pada media sintetik yang tidak mengandung asam amino atau protein.
Selain memproduksi koagulase, S. aureus juga dapat memproduksi berbagai toksin, diantaranya :
·        Eksotoksin-a yang sangat beracun.
·        Eksotoksin-b yang terdiri dari hemosilin, yaitu suatu komponen yang dapat menyebabkan lisis pada sel darah merah.
·        Toksin F dan S, yang merupakan protein eksoseluler dan bersifat leukistik.
·        Hialuronidase, yaitu suatu enzim yang dapat memecah asam hyaluronat di dalam tenunan sehingga mempermudah penyebaran bakteri ke seluruh tubuh.
·        Grup enterotoksin yang terdiri dari protein sederhana.
Staphylococcus aureus hidup sebagai saprofit di dalam saluran-saluran pengeluaran lendir dari tubuh manusia dan hewan-hewan seperti hidung, mulut dan tenggorokan dan dapat dikeluarkan pada waktu batuk atau bersin. Bakteri ini juga sering terdapat pada pori-pori dan permukaan kulit, kelenjar keringat dan saluran usus. Selain dapat menyebabkan intoksikasi, S. aureus juga dapat menyebabkan bermacam-macam infeksi seperti jerawat, bisul, meningitis, osteomielitis, pneumonia dan mastitis pada manusia dan hewan.
Foto dari elektron mikroskop (Scanning electron microscope) dari Staphylococcus aureus.
Foto dari mikroskop elektron (Scanning electron microscope) dari Staphylococcus aureus.
S.aureus sudah dikenal sebagai penyebab infeksi sejak tahun 1882 oleh Ogston. Mikroorganisme ini merupakan flora yang juga ditemukan pada area perianal, inguinal, aksila dan hidung (nares anterior). Sekitar 11-32% individu sehat mempunyai mikroorganisme ini dan 25% ditemukan pada tenaga kesehatan rumah sakit. Persentase tersebut lebih tinggi lagi pada pengguna obat suntik, pasien dengan masalah kulit dan pengguna infus. Individu-individu karier yang terpapar ini mempunyai makna klinis karena berresiko lebih tinggi terjadi infeksi dibandingkan bukan karier.

D. Daur Hidup
3700501f2.jpg

ket :     MRSA : Methicillin-resistant Staphylococcus aureus

            PVL     : Panton-Valentine Leukocidin
            PMN    : Polymorphonuclear leukocytes, or granulocyte; Polymorphonuclear neutrophil
MRSA terdiri dari 2 bagian, yaitu lukS-PV dan lukF-PV yang keduanya mengandung PVL. PVL dimediasi oleh nekrosis sel epitel.
Pada sel bakteri terdapat lapisan yang mengandung PMN. Kemudian PVL menempel pada lapisan terluar bakteri yang bisa mengakibatkan 2 kejadian, yaitu : jika kandungan PVL kecil, sel tersebut akan mengalami apositosis ; sedangkan bila kandungan PVL besar, sel akan mengalami sitolisis. Jika mengalami sitolisis, mediator inflamasi atau ROS dirilis untuk membuat  PVL menjadi lisis yang mengarah ke jaringan nekrosis

E.   Epidemiologi
Staphylococcus aureus dapat menyebabkan penyakit dengan produksi toksin preformed maupun oleh menginfeksi baik jaringan lokal dan sirkulasi sistemik. Penularan penyakit dapat terjadi pada bagian-bagian di bawah ini.
·        Gastrointestinal: Staphylococcus aureus dapat menyebabkan infeksi akut keracunan makanan melalui preformed enterotoxins. Bahan makanan mungkin terinfeksi oleh bakteri Staphylococcus aureus yang terdapat pada produk daging, unggas, produk telur, salad seperti telur, tuna, ayam, kentang, dan makaroni, krim pengisi roti, kue pai, kue sus coklat, dan produk susu.
·        Infeksi kulit dan rambut: Staphylococcus aureus umumnya hidup berkoloni pada permukaan kulit nasofaring, dan perineum. Infeksi di permukaan ini dapat terjadi terutama bila penghalang kulit mengalami gangguan fungsi atau kerusakan.
·        Infeksi sistemik: Staphylococcus aureus pada umumnya menyebabkan infeksi endokarditis pada penderita osteomyelitis, penderita infeksi sinus, dan penderita epiglotitis (biasanya anak-anak).
·        Infeksi nosokomial: resisten methicillin Staphylococcus staphylococcal (MRSA) adalah strain bakteri yang umumnya terlibat dalam infeksi nosokomial . Faktor risiko untuk kolonisasi MRSA atau infeksi yang terjadi di rumah sakit antara lain sebelum paparan antibiotik, saat masuk ke unit perawatan intensif, insisi bedah, maupun paparan pasien yang terinfeksi.

F.   Patologi
Stafilokokus, khususnya S. epidermidis adalah anggota flora normal pada kulit manusia, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan. 40-50% manusia merupakan pembawa S. aureus  dalam hidungnya. Stafilokokus juga biasa ditemukan di pakaian, kasur, dan benda lainnya yang biasa dipakai manusia. Kemampuan patogenik strain S. aureus tertentu merupakan gabungan faktor-faktor  ekstraseluler, toksin-toksin, serta sifat-sifat invasif strain itu. Pada satu akhir spektrum penyakit adalah keracunan makanan oleh stafilokokus, akibat termakannya enterotoksin yang sudah terbentuk, sedangkan benuk akhir lainnya adalah bakteremia stafilokokus dan abses yang tersebar di seluruh organ. Peran serta potensial berbagai zat ekstraseluler pada patogenesis ternyata dari sifat kerja masing-masing faktor.
Staphylococcus aureus yang patogen dan invasif cenderung menghasilkan koagulase dan pigmen kuning, dan bersifat hemolitik. Stafilokokus yang non patogen dan tidak invasif seperti Staphylococcus epidermidis, cenderung bersifat koagulase negatif dan tidak hemolitik. Organisme ini jarang menyebabkan pus tetapi dapat menginfeksi prostesis ortopedik atau kardiovaskuler.
Prototipe lesi stafilokokus adalah furunkel atau abses setempat lainnya. Kelompok S. aureus  yang tinggal dalam folikel rambut menimbulkan nekrosis jaringan (faktor demonekrotik). Koagulase dihasilkan dan mengkoagulase fibrin di sekitar lesi dan di dalam pembuluh limfe, mengakibatkan pembentukan dinding yang membatasi proses dan diperkuat oleh penumpukan sel radang dan kemudian jaringan fibrosis. Di tengah-tengah lesi, terjadi pencairan jaringan nekrotik (dibantu oleh hipersensitivitas tipe lambat) dan abses “mengarah” pada daerah yang daya tahannya paling kecil. Setelah cairan di tengah jaringan nekrotik mengalir keluar, rongga secara pelan-pelan diisi dengan jaringan granulasi dan akhirnya sembuh.
Penanahan foka (abses) adalah sifat khas infeksi stafilokokus. Dari setiap fokus, organisme menyebar melalui saluran limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya. Penanahan dalam vena, yang disertai trombosis, sering terjadi pada penyebaran tersebut. Pada osteomyelitis, fokus primer pertumbuhan S. aureus  secara khas terjadi di pembuluh-pembuluh darah terminal pada metafisis tulang panjang, mengakibatkan nekrosis tulang dan pernanahan menahun. S. aureus dapat menyebabkan pneumonia, meningitis, empiema, endokarditis atau sepsis dengan pernanahan pada bagian tubuh mana saja. Stafilokokus yang daya invasinya rendah berperan pada banyak infeksi kulit (misalnya acne, epiderma, atau impitigo). Kokus anaerob (peptostreptococcus) berperan dalam infeksi anaerobik campuran.  Stafilokokusjuga menyebabkan penyakit melalui kerja toksin, tanpa memperlihatkan infeksi invasif. Bula eksoliatif-sindroma lepuh kulit-disebabkan oleh pembentukan toksin eksoliatif. Sindroma syok toksin berhubungan dengan toksin sindroma syok toksik-I (TSST-I).

G.   Gejala Klinis
Staphylococcus aureus terutama CA-MRSA (Community associated-Methicillin-resistant Staphylococcus aureus) biasanya menyebabkan infeksi kulit dan jaringan lunak (jerawat, bisul, dan bengkak). Gejalanya tampak sebagai kemerahan, panas, bengkak, nyeri bila ditekan, dan bernanah. Kadang-kadang cukup serius dengan timbulnya luka infeksi yang bernanah, radang paru yang memerlukan perawatan di rumah sakit dengan terapi antibiotik khusus.

H.   Diagnosis
a.    Bahan pemeriksaan
Bahan untuk pemeriksaan dapat diperoleh dengan cara swabbing, atau langsung dari darah, pus sputum, atau liquor serebrospinalis.
b.    Pemeriksaan Langsung
Biasanya kuman dapat terlihat jelas, terutama jika bahan pemeriksaan berasal dari pus sputum. Dari sediaan langsung kita tidak dapat membedakan apakah yang kita lihat tersebut Staphylococcus aureus atau Staphylococcus epidermidis. Pada sediaan langsung dari nanah, kuman terlihat tersusun tersendiri, berpasangan, bergerombol dan bahkan dapat tersusun seperti rantai pendek.
c.    Perbenihan
Bahan yang ditanam pada lempeng agar darah akan menghasilkan koloni yang khas setelah pengeraman selama 18 jam pada suhu 37°C, tetapi hemolisis dan pembentukan pigmen baru terlihat setelah beberapa hari dibiarkan pada suhu kamar. Jika bahan pemeriksaan mengandung bermacam-macam kuman, dapat dipakai suatu perbenihan yang mengandung NaCl 10%. Pada umumnya Stafilokokus yang berasal dari manusia idak patogen terhadap hewan. Pada suatu perbenihan yang mengandung telurit, Stafilokokus koagulasi positif membentuk koloni yang berwarna hitam karena dapat mereduksi telurit.
·        Tes Koagulasi :
Ada 2 cara tes koagulasi yaitu cara slide test dan cara tube test. Pada slide test yang dicari ialah bound coagulase atau clumping factor. Cara ini tidak dianjurkan untuk pemeriksaan rutin, karena banyak faktor yang dapat mempengaruhinya, antara lain diperlukan plasma manusia yang masih segar. Pemakaiannya terutama untuk pemeriksaan Stafilokokus dalam jumlah yang besar, misalnya untuk screening test. Pada tube test yang dicari ialah adanya koagulasi bebas dan cukup dipergunakan plasma kelinci. Hasilnya positif kuat jika tabung tes dibalik, gumpalan plasma tidak terlepas dan tetap melekat pada dinding tabung.
·        Penentuan Tipe Bakteriofaga (lisotopi) :
Cara ini penting untuk menentukan tipe Stafilokokus yang diasingkan dari lingkungan rumah sakit. Perlu diketahui bahwa 70-80% flora Stafilokokus di rumah sakit tahan terhadap penisilin. Selain itu, dengan lisotopi dapat pula ditentukan apakah suatu jenis berasal dari hewan atau dari manusia (Arif et al, 2000).
·        Tes Kepekaan :
Tes pengenceran mikro kaldu atau tes kepekaan lempeng difusi sebaliknya dilakukam secara rutin pada isolat stafilokokus dari infeksi yang berwakna secara klinik. Resistensi terhadap penisilin G dapat diperkirakan melalui tes positif untuk b-laktamase; kurang lebih 90% S. aureus menghasilkan b-laktamase. Resistensi terhadap nafsilin (dan oksasilin san metisilin) terjadi pada 10-20% S. aureus dan kurang lebih 75% isolat S. epidermidis. Resistensi nafsilin berkorelasi dengan adanya mecA, suatu gen yang menyandi protein terikat penisilin yang tidak dipengaruhi obat ini. Gen dapat dideteksi dengan menggunakan reaksi rantai polimerase, tetapi hal ini tidak berguna karena stafilokokus yang tumbuh pada agar Mueller-Hinton mengandung 4% NaCl dan 6mg/mL oksasilin yang secara khas merupakan mecA positif dan resisten oksasilin.

I.    Pengobatan dan Pencegahan
Sebagian besar orang memiliki stafilokokus pada kulit dan hidung atau tenggorokan. Biarpun kulit dapat dibersihkan dari stafilokokus (misalnya pada eksema), dengan cepat akan terjadi reinfeksi melalui droplet. Organisme patogen sering menyebar dari satu lesi (seperti furunkel) dan menyebar ke daerah kulit lainnya melalui jari dan pakaian. Oleh karena itu, antisepsis lokal yang cermat sangat penting untuk mengendalikan furunkulosis yang berulang.
Infeksi ganda yang berat pada kulit (jerawat, furunkulosis) paling sering terjadi pada para remaja. Infeksi kulit yang serupa terjadi pada penderita yang memperoleh kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama, menunjukkan peranan hormon dalam patogenesis infeksi kulit oleh stafilokokus. Pada jerawat, enzim lipase dari stafilokokus dan korinobakteria melepaskan asam-asam lemak dan menyebabkan iritasi jaringan. Tetrasiklin dipergunakan untuk pengobatan jangka panjang.
Abses dan lesi bernanah diobati dengan drainase, yaitu tindakan yang sangat penting, dan antimikroba. Banyak obat antimikroba memiliki efek terhadap stafilokokus in vitro. Namun, sangat sukar membasmi stafilokokus patogen pada orang- orang yang terinfeksi bakteri ini, karena organisme ini cepat menjadi resisten terhadap kebanyakan obat antimikroba, dan obat-obat itu tidak dapat bekerja pada bagian sentral lesi nekrotik yang bernanah.
Baktertemia, endokarditis, pneumonia, dan infeksi hebat lain yang disebabkan oleh S. aureus memerlukan terapi intravena yang lama dengan penisilin yang resisten terhadap b-laktamase. Vankosimin sering dicadangkan untuk stafilokokus yang resisten terhadap nafsilin. Jika infeksi disebabkan oleh S. aureus yang tidak menghasilkan b-laktamase, penisilin G merupakan obat pilihan, tetapi hanya sedikit S. aureus  yang peka terhadap penisilin G.
Pada infeksi klinis, strain S. aureus  yang resisten terhadap penisilin G selalu menghasilkan penisilinase. Sekarang bakteri ini merupakan 70-90% isolat S. aureus dalam masyarakat USA. Bakteri ini biasanya peka terhadap penisilin yang resisten terhadap b-laktamase, sefalosporoin, atau vankomisin. Resistensi terhadap nafsilin tidak bergantung pada pembentukan b-laktamase, dan isidensi klinisnya sangat bervariasi di berbagai negara dan pada waktu yang berbeda. Pengaruh seleksi obat antimikroba yang resisten terhadap b-laktamase mungkin bukan merupakan satu-satunya faktor yang menentukan timbulnya resistensi terhadap obat ini.
Karena sering timbul strain yang resisten terhadap obat, isolat stafilokokus yang penting sebaiknya diperiksa kepekaannya terhadap obat antimikroba untuk membantu pemilihan obat sistemik. Resistensi terhadap obat golongan eritromisin cenderung timbul demikian cepat sehingga obat ini sebaiknya tidak digunakan sebagai obat tunggal dalam infeksi menahun. Resistensi obat (terhadap penisilin, tetrasiklin, aminoglikosida, eritromisin, dan sebagainya) yang ditentukan oleh plasmid, dapat dipindah-pindahkan di antara Staphylococcus sp. dengan transduksi atau mungkin dengan konjugasi.
Di antara kokus gram positif, enterokokus yang terendah sensitifitasnya. Hampir semua infeksi oleh Staphylococcus sp. disebabkan oleh kuman penghasil penisilinase dan karena itu harus diobati dengan penisilin yang tahan penisilinase. Staphylococcus yang resisten terhadap metisilin (methicilin-resistant S. aureus = MRSA) harus diobati dengan vankomisin atau siprofloksasin. Gonokokus yang dahulu sensitif terhadap penisilin G, juga sudah banyak yang resisten , obat terpilih sekarang adalah seftriakson. Meningokokus cukup sensitif terhadap penisilin G.
Hal-hal yang dapat kita lakukan agar tidak terinfeksi bakteri ini antara lain.
  1. Memelihara kesehatan diri dengan baik dan benar
  2. Mencuci tangan dengan benar menggunakan sabun cair dan air atau membalur tangan dengan alkohol.
  3. Memakai sarung tangan setiap memegang barang yang sangat kotor, misalnya ludah, nanah alat rumah tangga yag kotor, kotoran binatang kesayangan, dan selanjutnya mencuci tangan dengan benar/bersih. Ini sangat penting bagi orang yang sistem imunitasnya menurun.
  4. Hindari pemakaian bersama barang pribadi seperti handuk, pakaian/pakaian seragam yang belum dicuci, pisau cukur.
  5. Hindari sentuhan langsung sentuhan dengan luka atau segala barang yang kotor oleh rembesan luka
  6. Segera bersihkan kulit yang luka/lecet, luka irirsan dan kemudian menutup dengan perban lekat yang tahan air. Cucilah tangan sebelum dan sesudah menyentuh luka tersebut. Bila gejala infeksi timbul, segera minta nasehat pada dokter.
  7. Bila kita mempunyai luka terbuka, hindari olahraga dengan kontak langsung, dan hindari mandi di tempat umum.
  8. Jagalah kebersihan lingkungan dan selalu mensterilkan perlengkapan yang telah dipakai di tempat umum seperti pusat olah raga dan kamar mandi umum.
  9. Jangan sembarangan memakai antibiotik. Pemakaian antibiotik harus sesuai dengan anjuran dan petunjuk dokter yang harus ditaati sesuai dengan dosis yang ditentukan secara teratur.
  10. Perhatikan kebersihan tangan dan gunakan masker (bagi yang memiliki gangguan pernapasan) jika menggunakan antibiotik.

II. 5. Staphylococcus epidermidis
A.    Gambaran Umum
Staphylococcus epidermidis adalah salah satu dari tiga puluh tiga spesies yang dikenal termasuk genus Staphylococcus . S. epidermidis ini adalah bagian dari flora kulit, dan akibatnya bagian dari flora manusia. Ini juga dapat ditemukan pada selaput lendir dan pada hewan. Karena terkontaminasi, ini mungkin adalah spesies yang paling umum ditemukan di tes laboratorium.
Meskipun S. epidermidis biasanya non-patogenik, pasien dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang baik, sering beresiko terkena infeksi. Infeksi ini dapat bersifat nosokomial, tetapi kuman ini lebih berbahaya bagi pasien di rumah sakit. Hal ini terkait dengan rumah sakit yang tercatat lebih virulen strain organisme, karena digunakan terus menerus antibiotik dan desinfektan. S. epidermidis juga menjadi perhatian utama bagi orang-orang dengan kateter atau implan bedah lainnya karena diketahui menyebabkan biofilm yang tumbuh pada perangkat tersebut.

B.  Klasifikasi Ilmiah
Kingdom   : Bacteria
Phylum      : Firmicutes
Class          : Cocci
Order         : Bacillales
Family       : Staphylococcaceae
Genus        : Staphylococcus
Species      : Staphylococcus epidermidis

C.  Struktur
Kuman ini juga disebut sebagai Staphylococcus albus. Koloninya berwarna putih atau kuning dan bersifat anaerob fakultatif. Kuman ini tidak memiliki protein A pada dinding selnya. Bersifat koagulasi negatif, dalam keadaan anaerob tidak meragi manitol. Atas dasar kemampuannya yang variabel dalam pembentukan asam pada peragian karbohidrat dalam suasana tertentu, kuman ini dapat dibagi dalam 4 biotip. Misalnya, S. epidermidis biotip 1 dapat menyebabkan infeksi kulit yang kronis pada manusia. Biotip 2 patogen terhadap babi dan dapat menimbulkan impetigo kontagiosa pada babi.

D.  Epidemiologi
Sebuah studi yang signifikan dari infeksi neonatal dilakukan di Naples antara Januari 1996 dan Desember 1998. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa dari total infeksi 184, 56 langsung dihubungkan dengan S. epidermidis (30.4%). S. epidermidis adalah patogen penyebab utama menyebabkan infeksi aliran darah (39,8%), infeksi permukaan (29,8%), dan meningitis (58,3%). Persentase yang diberikan menunjukkan jumlah infeksi yang disebabkan oleh S. epidermidis dari total infeksi jenis itu.

E.  Patologi
Kuman ini merupakan penyebab infeksi kulit yang ringan yang disertai pembentukan abses. Infeksi kuman ini berhubungan dengan perangkat intravaskuler (katup jantung buatan, shunts, dll), tetapi juga umumnya terjadi pada sendi buatan, kateter, dan luka yang besar. Kateter infeksi bersama dengan kateter-diinduksi ISK menyebabkan peradangan serius dan sekresi nanah. Dalam hal ini, buang air kecil sangat menyakitkan. Septikemia dan juga penyakit endokarditis terkait dengan S. epidermidis . Gejalanya mulai dari demam, sakit kepala, dan kelelahan untuk anoreksia dan dyspnea. Septikemia terutama lazim akibat infeksi neonatal, terutama dalam berat badan saat lahir sangat rendah. Endokarditis adalah infeksi katup jantung dan bagian dalam lapisan otot jantung. S. epidermidis sangat mungkin mencemari peralatan perawatan pasien dan permukaan lingkungan, mungkin menjelaskan tingginya insiden S. epidermidis dalam lingkungan rumah sakit.
Organisme ini memproduksi lapisan lendir, yang membentuk biofilm hidrofobik. Film ini adalah perekat untuk biopolimer hidrofobik prosthetics, menciptakan penyakit seperti endokarditis. Gen icaADBC telah ditemukan kode untuk kedua kapsul polisakarida dan polisakarida intraseluler adhesin digunakan dalam pembentukan biofilm. Biofilm dari S. epidermidis terdiri dari kelompok sel yang tertanam dalam substansi lendir ekstraselular yang tebalnya sampai 160 mikrometer, lebih dari 50 sel. Biofilm bertindak sebagai penghalang difusi terhadap antibiotik dan pertahanan kuman.  Faktor lain kedahsyatan potensi yang saat ini sedang diteliti adalah pengikatan fibrinogen S. epidermidis. Gen lengkap, disebut fbe, ditemukan terdiri dari sebuah kerangka baca terbuka 3.276 nukleotida encoding protein, disebut Fbe, dengan massa molekul disimpulkan dari ~ 119 kDa. Biomaterial implan akan segera tertutup oleh beredar komponen plasma, seperti Fibrinogen, mempromosikan adhesi sel inang. Salah satu komplikasi yang mungkin timbul adalah ketika bakteri mencemari mematuhi komponen yang sama pada permukaan biomaterial, menyebabkan infeksi.

F.  Gejala Klinis
  • Infeksi aliran darah, biasanya sebagai hasil dari kateter di pembuluh darah, pada orang dengan sehat sistem kekebalan .
  • Infeksi dalam aliran darah orang dengan sistem kekebalan yang lemah (walaupun hasil infeksi tersebut tidak mungkin serius ).
  • Cairan cerebrospinal (CSF) shunt infection.
  • Kateter dialisis peritoneal infeksi.
  • Infeksi dari cangkokan vaskular (tabung dimasukkan ke dalam pembuluh darah untuk memotong bidang penyumbatan atau kerusakan).
  • Infeksi pada anak-anak yang baru lahir.
  • Mata infeksi, terutama setelah operasi mata.
  • Infeksi implan payudara.

G.  Diagnosis
Praktik normal mendeteksi S. epidermidis is by using the Baird-Parker Agar with egg yolk supplement.epidermidis adalah dengan menggunakan Baird-Parker Agar dengan kuning telur suplemen. Colonies appear small and black. Koloni tampak kecil dan hitam. They can be confirmed using the coagulase test. Mereka dapat dikonfirmasikan dengan tes koagulase. Increasingly, techniques such as real-time PCR and quantitative PCR are being employed for the rapid detection and identification of Staphylococcus strains. [ 9 ] [ 10 ] Normally sensitivity to desferrioxamine can also be used to distinguish it from most other staphylococci, except in the case of Staphylococcus hominis , which is also sensitive. Semakin, teknik seperti real-time PCR dan PCR kuantitatif sedang digunakan untuk deteksi cepat dan identifikasi strain Staphylococcus. Biasanya kepekaan terhadap desferrioxamine juga dapat digunakan untuk membedakannya dari staphylococci lainnya, kecuali dalam kasus Staphylococcus hominis, yang juga sensitif. In this case the production of acid from trehalose , by Staphylococcus hominis , can be used to tell the two species apart.

H. Pengobatan dan Pencegahan
S. epidermidis merupakan bagian dari flora normal manusia. Kuman ini telah mengembangkan resistensi terhadap antibiotik yang umum banyak seperti methicillin, novobiocin, klindamisin, dan penisilin benzil. Kebanyakan infeksi memerlukan pengobatan dengan antibiotik yang efektif, seperti vankomisin , rifampisin , dan kuinolon baru seperti gatifloksasin dan moxifloxacin . Selain itu, pengobatan yang efektif biasanya membutuhkan penghapusan perangkat medis implan yang terinfeksi dengan S. epidermidis, seperti berdiamnya kateter vena, katup jantung, dan sendi palsu. Kasus S. epidermidis tahan terhadap vankomisin sekarang muncul dan antibiotik lain seperti linezolid, quinupristin, dan dalfopristin yang mungkin perlu digunakan.
Untuk mencegah infeksi biomaterial terkait, profilaksis antibiotik direkomendasikan untuk berbagai kondisi medis implan membutuhkan biomaterial, tetapi menjadi perhatian utama adalah pengembangan resistansi. Oleh karena itu, strategi baru untuk profilaksis atau pengobatan infeksi biomaterial-asosiasi diperlukan. Kelas menjanjikan adalah agen antimikroba peptida antimikroba kationik (AMPS). Molekul-molekul ini merupakan baris pertama penting dari pertahanan terhadap mikroorganisme dan telah diidentifikasi dalam semua organisme hidup dipelajari, termasuk tumbuhan, serangga, manusia, dan mamalia lainnya. Karakteristik umum AMPS adalah struktur amphipathic dengan baik hidrofobik dan kationik domain). Kebanyakan AMPS diyakini target langsung membran sel bermuatan negatif mikroba dan memediasi membunuh oleh gangguan membran atau pembentukan pori, meskipun untuk beberapa AMPS target intraselular telah diusulkan.






II. 6. Streptococcus pyogenes
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/6/61/Streptococcus_pyogenes_01.jpg/240px-Streptococcus_pyogenes_01.jpg

A. Gambaran Umum
Streptococcus pyogenes merupakan bakteri gram positif berbentuk bola yang tumbuh dalam rantai panjang dan merupakan penyebab infeksi Streptococcus Grup A. S. pyogenes memiliki antigen streptokokus grup A di dinding selnya. Streptococcus pyogenes memiliki ciri khas,yaitu memproduksi zona besar beta-hemolisis (gangguan eritrosit sempurna dan pelepasan hemoglobin) saat dikultur di plat agar darah dan karenanya juga disebut Grup A (beta-hemolitik) Streptococcus (disingkat GAS).
Streptococcus adalah katalase-negatif. Dalam kondisi ideal, Streptococcus pyogenes memiliki masa inkubasi sekitar 10 hari. Ini adalah bagian yang jarang terjadi tetapi biasanya patogen dari flora kulit.

B. Klasifikasi Ilmiah
Kingdom    : Eubacteria
Filum          : Firmicutes
Kelas          : Bacilli
Ordo           : Lactobacilles
Famili         : Streptococcaceae
Genus         : Streptococcus
Spesies        : Streptococcus pyogenes



C. Struktur
http://www.bio.davidson.edu/people/sosarafova/Assets/Bio307/beenglish/Assets/Todar%20figure.jpg
Salah satu hal yang unik Streptococcus pyogenes adalah bahwa ia memiliki protein yang disebut F protein, yang merupakan fibronektin protein pengikat yang memungkinkan untuk mengikuti sel epitel pernapasan. Protein ini merupakan faktor virulensi penting karena dengan mengikat sel epitel, organisme dapat menempel pada sel inang erat, dan tidak pergi. Karakteristik lain Streptococcus pyogenes adalah protein M, yang memungkinkan untuk melawan fagositosis. Protein M memiliki desain melingkar-coil dengan urat saraf, yang "menawarkan beberapa organisme keuntungan yang berbeda, mulai dari variasi antigenik ke beberapa domain fungsional "
Selain itu, Streptococcus pyogenes dilindungi dengan kapsul yang di bagian luarnya mengandung asam hialuronat. Kapsul ini diperlukan agar organisme tahan terhadap fagositosis ,yang sangat penting agar ia bertahan hidup di host-nya. Dalam studi lain, peraturan anion seperti Pi (fosfat anorganik) telah diteliti di berbagai mikroorganisme. Temuan ini sangat menarik karena mekanisme peraturan di Streptococcus pyogenes sebenarnya adalah berlawanan banyak bakteri lain. Penelitian ini melaporkan dua metode utama pengaturan, yaitu substrat deplesi dan ATP seluler. Penelitian ini penting karena fosfat sangat penting dalam mengatur kontrol enzim metabolik. Sebagai contoh, sistem phosphotransferase menggunakan fosfat untuk mentransfer glukosa ke dalam bakteri dengan mengubahnya menjadi glukosa-6-fosfat.


D. Siklus Hidup
Streptococcus pyogenes dapat mengkolonisasi dan menginfeksi host melalui dua cara utama, yaitu adhesi ke sel inang dan fenomena baru-baru ini ditemukan invasi jenis tertentu dari sel inang. Tiga jenis utama dari molekul yang digunakan untuk proses adhesi adalah asam lipoteichoic (LTA), M protein, dan protein fibronektin-mengikat. LTA menyediakan adhesi lemah untuk sel epitel (biasanya dalam membran mukosa) dan protein M, dan protein fibronektin mengikat memberikan koneksi yang lebih aman. Streptokokus dapat mengekspresikan protein fibronektin beberapa mengikat, seperti Protein F dan SFB, protein yang mengikat fibronektin pertama kali ditemukan pada streptokokus. GAS juga memiliki kemampuan untuk menghancurkan jaringan ikat dengan mengeluarkan hialuronidase dan streptokinases, membunuh sel-sel di sekitarnya. Pada tahun 1994, LaPenta et al. menunjukkan bahwa S. pyogenes memiliki kemampuan untuk menyerang sel-sel epitel manusia berkultur. Bakteri ditemukan terinternalisasi dalam vakuola pada sel epitel. Para penulis juga menunjukkan bahwa invasi melindungi bakteri dari perawatan dengan penisilin dan gentamisin. Meskipun mereka tidak mengusulkan mekanisme untuk invasi, para penulis memang menunjukkan bahwa invasi itu terkait dengan jenis protein M yang berbeda dinyatakan oleh berbagai jenis Streptococcus pyogenes. Baru-baru ini, diketahui streptokokus juga dapat menyerang dan tetap hidup dalam sel fagositosis, seperti neutrofil dan makrofag, in vivo. Diketahui bahwa invasi ini melindungi bakteri dari eksposur terhadap antibiotik, menunjukkan tekanan evolusi di belakang adaptasi. Meskipun mekanisme di balik invasi masih tidak diketahui, beberapa protein lebih telah diidentifikasi sebagai diperlukan untuk invasi, termasuk streptolysin O, faktor virulensi yang dikeluarkan, dan SpeB, sebuah protease yang tampaknya untuk membelah baik manusia dan bakteri protein

E. Epidemiologi
Dua dasawarsa terakhir telah membawa mengkhawatirkan kenaikan Streptococcus pyogenes parah penyakit global. Untuk meneliti dan membandingkan pola epidemiologi penyakit ini di Eropa, data yang dikumpulkan melalui program Uni Eropa FP-5-didanai (Strep-EURO). Surveilans berbasis populasi infeksi S. pyogenes parah didiagnosis selama tahun 2003 dan 2004 dilakukan di 11 negara di Eropa (Siprus, Republik Ceko, Denmark, Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, Italia, Rumania, Swedia, dan Britania Raya) menggunakan definisi kasus standar. Sebanyak 5.522 kasus telah diidentifikasi di 11 negara selama periode ini. Harga infeksi melaporkan bervariasi, menjangkau 3 / 100, 000 penduduk di negara-negara Eropa bagian utara. Pola musiman infeksi menunjukkan keselarasan antara negara yang luar biasa. Resiko infeksi tertinggi di antara orang tua, dan tingkat lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan di banyak negara. Lesi atau luka pada kulit merupakan faktor predisposisi yang paling umum, dilaporkan pada 25% kasus; 21% tidak memiliki faktor predisposisi dilaporkan. Kulit dan jaringan lunak adalah fokus infeksi paling umum, dengan 32% dari pasien mengalami selulitis dan 8% necrotizing fasciitis. Temuan dari Strep-EURO mengkonfirmasi insiden tinggi penyakit S. pyogenes parah di Eropa. Selanjutnya, hasil ini telah mengidentifikasi target intervensi kesehatan masyarakat, serta meningkatkan kesadaran terhadap S. pyogenes yang telah menyebabkan penyakit yang cukup parah di seluruh Eropa.
Sebagai bagian dari inisiatif Eropa-lebar untuk mengeksplorasi pola epidemiologi saat ini penyakit parah yang disebabkan oleh Streptococcus pyogenes, Britania Raya melakukan peningkatan surveilans berbasis populasi selama 2003-2004. Sebanyak 3.775 dikonfirmasi kasus infeksi S. pyogenes parah diidentifikasi selama 2 tahun, 3.33/100, 000 penduduk, jauh lebih banyak daripada yang sebelumnya diperkirakan. Kulit atau infeksi jaringan lunak adalah manifestasi yang paling umum (42%), diikuti oleh infeksi saluran pernafasan (17%). Penggunaan narkoba suntikan diidentifikasi sebagai faktor resiko sebesar 20% dari kasus-pasien. Satu dari 5 pasien yang terinfeksi kasus-meninggal dalam waktu 7 hari diagnosis; tingkat kematian tertinggi untuk kasus necrotizing fasciitis (34%). Obat nonsteroid antiinflamasi, alkoholisme, usia muda, dan infeksi dengan emm/M3 jenis secara independen terkait dengan peningkatan risiko sindrom syok toksik streptococcus. Memahami pola penyakit dan prediktor dari hasil pasien miskin akan membantu dengan identifikasi dan penilaian terhadap dampak potensial dari intervensi yang ditargetkan.

F.
  Patologi
Streptococcus pyogenes adalah penyebab banyak penyakit penting pada manusia berkisar dari infeksi kulit permukaan untuk penyakit sistemik yang mengancam hidup. Infeksi khasnya bermula di tenggorokan atau kulit. Contoh infeksi ringan Streptococcus pyogenes termasuk faringitis (radang kerongkongan) dan infeksi kulit setempat (impetigo). Erisipelas dan selulitis dicirikan oleh perkalian dan penyebaran samping Streptococcus pyogenes di lapisan dalam kulit. Streptococcus pyogenes invasi dan multiplikasi dalam fasia dapat menimbulkan necrotizing fasciitis, kondisi berpotensi mengancam jiwa yang memerlukan perawatan bedah.

G. Gejala Klinis
Infeksi akibat strain tertentu Streptococcus pyogenes bisa dikaitkan dengan pelepasan toksin bakteri. Infeksi tenggorokan yang terkait dengan pelepasan toksin tertentu bisa menimbulkan demam scarlet. Lain toksigen infeksi S. pyogenes bisa menimbulkan sindrom syok toksik streptococcus, yang dapat mengancam hidup.
Streptococcus pyogenes juga bisa menyebabkan penyakit dalam bentuk pasca-menular "non-piogenik" (tidak berhubungan dengan multiplikasi bakteri lokal dan pembentukan nanah) sindrom. Komplikasi autoimun-dimediasi mengikuti persentase kecil dari infeksi dan termasuk demam rematik dan glomerulonefritis akut pasca. Kedua keadaan itu muncul beberapa minggu setelah infeksi streptokokus awal. Penyakit rematik dicirikan dengan peradangan sendi dan atau jantung menyusul sejumlah faringitis streptococcus. Glomerulonefritis akut, peradangan glomerulus ginjal, bisa mengikuti faringitis streptococcus atau infeksi kulit.

H. Diagnosis
Biasanya, usap tenggorokan dibawa ke laboratorium untuk pengujian. Sebuah noda Gram dilakukan untuk menunjukkan Gram-positif, kokus di rantai. Kemudian, kultur organisme pada agar darah dengan bacitracin ditambahkan disk untuk menunjukkan koloni antibiotik beta-hemolitik dan sensitivitas (zona inhibisi sekitar disk) untuk antibiotik. Kultur non-darah yang mengandung agar kemudian, melakukan tes katalase, yang harus menunjukkan reaksi negatif untuk semua Streptococcus. Streptococcus pyogenes adalah CAMP (tidak menjadi bingung dengan cAMP) dan tes hippurate negatif. Serologis identifikasi organisme melibatkan pengujian atas kehadiran kelompok A polisakarida spesifik dalam dinding sel bakteri dengan menggunakan tes Phadebact.

I.  Pengobatan dan Pencegahan
1.      Penisilin dan durasi pengobatan minimal 10 hari. Tidak ada laporan contoh penisilin resistensi dilaporkan sampai saat ini, walaupun sejak tahun 1985 telah banyak laporan-toleransi penisilin.
2.      Makrolid, kloramfenikol, dan tetrasiklin dapat digunakan jika strain terisolasi telah terbukti sensitif, tetapi perlawanan jauh lebih umum. Juga semua bentuk ini dapat diobati dengan antibiotik diberikan melalui infus.
3.      Pencegahan
Tidak tersedia saat ini vaksin yang melindungi terhadap infeksi S. pyogenes, tetapi antibodi protektif tertentu telah terbukti dapat bertahan selama 45 tahun setelah infeksi awal.





BAB III
PENUTUP
III. 1. Kesimpulan
Chlamydia trachomatis, Propionibacterium acnes, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Streptococcus pyogenes merupakan jenis bakteri yang patogen pada mata dan kulit. Dengan adanya makalah ini, penyusun mengharapkan agar pembaca dapat memahami tentang bakteri yang menjadi patogen pada mata dan kulit serta dapat juga mengetahui cara pencegahan dan mengobatan jika terjadi infeksi.

III. 2. Saran

           


















DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2005, Menekan Pertumbuhan P. aeruginosa pada Penderita Fibrosis Kistik , http://kalbe.co.id
Boel, Trelia. 2004. Psedomonas aeruginosa. http :// library.usu.ac.id
Jawetz. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. EGC: Jakarta.
Mayasari, Evita. 2006. Pseudomonas aeruginosa; Karakteristik, Infeksi, dan Penanganan, http:// library.usu.ac.id
Pelczar, M. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI Press: Jakarta.
Staf pengajar FK UI. 1994. Mikrobiologi Kedokteran ed. revisi. Penerbit Binarupa Aksara: Jakarta.
ebi.ac.uk/2can/genomes/bacteria/Propionibacterium_acnes.html
http://emedicine.medscape.com/article/226337-overview
Anonim, Pseudomonas, http://en.wikipedia.org/wiki
www.mikrobewiki.com
http://www.utdol.com/patients/content/topic.do?topicKey=~0110Ko72I5hUd1






0 komentar " ", Baca atau Masukkan Komentar

Post a Comment

Bantu dengan klik

Please Click Here!!