APLIKASI BAKTERI PENGHASIL FITASE PADA PAKAN CAMPURAN WHEAT POLLARD TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER

Sajidan(1, Adi Magna Patriadi Nuhriawangsa(2 dan Adi Ratriyanto(2

Intisari

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh bakteria penghasil fitase dan aplikasinya sebagai probiotik pada pakan ayam broiler strain New Lohmann dengan campuran wheat pollard.
Screening bakteria penghasil fitase dilakukan dengan menggunakan medium padat  dan medium cair dan karakterisasi bakteria penghasil fitase mengacu kepada Bergey’s manual of determinative bacteriology. Karakterisasi molekuler dari bakteria penghasil fitase dengan metode PCR dari 16SrDNA. Penelitian menggunakan 180 ekor ayam broiler jantan strain New Lohmann dengan 4 perlakuan level wheat pollard (0, 10, 20 dan 30%) sebagai pengganti bekatul padi dan 3 level probiotik (0, 102,5 dan 105 koloni/kg pakan) dengan 3 ulangan, masing-masing  ulangan menggunakan 5 ekor ayam. Pemberian probiotik menggunakan kombinasi E. coli dan K. pneumoniae yang dicampurkan ke dalam pakan. Perlakuan dilaksanakan pada umur ayam broiler 8 sampai 42 minggu. Analisis statistik yang digunakan (Completely Randomized Design) CRD Pola Faktorial 4x3, dan diteruskan uji Duncan, perhitungan menggunakan program MINITAB.
Hasil penelitian menunjukkan bakteri pengahasil fitase homolog dengan karakter makroskopis, mikroskopis, uji biokimia dan 16SrDNA dari  E. coli dan K. pneumoniae. pH optimum fitase pada  E. coli adalah 4,0 dan fitase K. pneumoniae sangat aktif pada pH 5. Optimasi temperatur fitase E. coli pada suhu 50-55 °C dan fitase K. pneumoniae  pada suhu 45-50°C. Level probiotik tidak berpengaruh terhadap performan (pertambahan berat badan, konsumsi pakan dan konversi pakan), namun demikian  terdapat kecenderungan perbaikkan tingkat konversi pakan yang berimplikasi pada efisiensi pakan. Level wheat pollard berpengaruh terhadap pertambahan berat badan dan konsumsi pakan, tetapi tidak pada konversi pakan. Level white pollard 30% menghasilkan performan yang terbaik. Kombinasi probiotik sampai 105 koloni/kg pakan dan 30% wheat pollard dapat diaplikasikan untuk memperbaiki performan ayam broiler.

Kata kunci: Bakteri fitase, level probiotik, level wheat pollard, performan, broiler

(1Program Pasca Sarjana Ilmu Lingkungan, UNS, Surakarta
(2Jurusan/Program Studi Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, UNS, Surakarta.




















THE APPLICATION OF PHYTASE BACTERIA ON THE WHEAT POLLARD MIXED DIET ON BROILER PERFORMAN

Sajidan, Adi Magna Patriadi Nuhriawangsa, and Adi Ratriyanto


Abstract

                The purpose of this research was investigate the influence of phytase bacteria and the aplication for probiotic on the mixed wheat pollard diet on New Lohmann strain broiler.
                Bacteria phytat screening was used with solid and liquid medium. Characteristic phytase bacteria used with Bergey’s manual of determine bacteriology. The moleculler characterisation phytase bacteria by PCR method on 16SrDNA. This research used 180 male New Lohmann strain, treatment with 4 wheat pollard levels (0, 10, 20, and 30%) and 3 probiotic levels (0, 102,5, and 105 colony/feed kg). The wheat pollard for substitution wheat rice. The levels treatment used 3 replication, and the replication with 5 broiler chicks. The probiotic used combination E. coli and K. pneumoniae, mixed on feed. The treatment was aplicated on broiler with 8 to 42 days old. The statistical  analyzed by Completely Randomized Design of Factorial 4x3 and followed by Duncan test. The analysis used MINITAB computer program.
                The results was idicated that phytase bacteri was homolog with character macroscopis and microscopis, biochemist test and 16SrDNA from E coli and K. pneumoniae. The phytase E. Coli optimum on pH 4,0 and K. pneumoniae on pH 5. The phytase E. coli optimum on temperature 50-55oC and  K. pneumoniae on temperature 45-50oC. The performance (average daily gain/ADG, feed concumption/FC, and feed convertion ratio/FCR) were not signicicant on probiotic levels, but the tendency of FCR showed decrease. Its was implication on feed efficiency. The ADG and FC were significant on wheat pollard levels, but the FCR non significant. The 30% of wheat pollard level was higgest performance. The combination until 105 colony/feed kg of probiotic level and 30% of wheat pollard level could be to applicated for improve the  performance of broiler chickhen.

Key words: Phytase bacteria, probiotic levels, wheat pollard levels, performance, broiler



PENDAHULUAN
                Bekatul padi mempunyai keterbatasan untuk pemakaian dalam pakan ternak non ruminansia, yaitu tingginya kandungan serat kasar dan lemak, sehingga daya cernanya rendah dan mudah ransid dan ketersediaan bekatul padi bersifat musiman sesuai dengan karakteristik produk pertanian. Wheat pollard merupakan by-product dari gandum yang telah dipergunakan oleh produsen pakan ternak dalam formulasi ransum.
Wheat pollard sebagai bahan pakan asal tanaman memiliki kandungan fosfor (P) yang tinggi dalam bentuk fitat (myo-inositol hexaphosphates). Fitat merupakan senyawa fosfat komplek yang hingga 80 % oleh tanaman disimpan dalam biji-bijian (Reddy et al., 1989). Senyawa ini mampu mengikat logam-logam seperti: Mg++, Fe++, Zn++, Mn++, Ca++ (Pallauf et al., 1998; Rimbach dan Pallauf, 1999) dan protein enzim yang  sangat berguna  bagi pertumbuhan hewan (Inagawa et al., 1987). Ketiadaan enzim fitase pada saluran pencernaan non ruminansia menyebabkan kandungan senyawa fitat dalam biji tidak bisa dicerna karena kuatnya sifat chelating (Shin et al., 2001).
Sampai saat ini beberapa fitase dari strain bakteria berhasil diisolasi, dikloning, di-sequensing dan diekspresikan, misalnya Escherichia coli (Greiner et al., 1993 dan Rodriguez et al., 1999), Bacillus sp. (Kim et al., 1998; Idriss et al., 2002); Selenomonas ruminantium (Yanke et al., 1999) dan Klebsiella pneumoniae (Sajidan, 2002).
Beberapa studi melaporkan bahwa enzim phytase dari mikrobia dapat memperbaiki nutrisi dan menguntungkan secara ekologi (Pallauf und Rimbach, 1977).  Studi tentang pemberian mikrobial fitase pada pakan ternak dapat meningkatkan pertumbuhan hewan non ruminansia seperti ayam broiler (Biehl dan Baker, 1997). Pemanfaatan fitase pada pakan ternak dapat mengoptimalkan pemanfaatan unsur P pada hewan monogastrik, serta dapat mereduksi polusi P di lingkungan, sehingga eutrofikasi dipermukaan perairan (waduk dan sungai) dapat dicegah (Shin et al., 2001).
Berdasar beberapa pertimbangan di atas, maka perlu dilakukan upaya peningkatan kualitas pakan ayam broiler dengan probiotik dari mikrobia yang berupa bakteri penghasil fitase, sehingga dapat mengurangi penggunaan fosfor anorganik yang harganya mahal dan dapat mengurangi biaya pembuatan pakan, juga dapat meningkatkan performan ayam broiler.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh bakteria penghasil fitase dan aplikasinya sebagai probiotik pada pakan ayam broiler strain New Lohmann dengan campuran wheat pollard.

METODE PENELITIAN
Screening dan Karakterisasi terhadap Bakteri Penghasil Fitase
Screening bakteria penghasil fitase dengan menggunakan medium agar (Bae et al.,1999 & Sajidan, 2002) dan medium cair (Kerovuo et al.,1999 & Sajidan, 2002).  Karakterisasi bakteri penghasil fitase dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis, sedangkan uji biokimia terhadap karakteristik bakteria dengan mengacu kepada Bergey’s manual of determinative bacteriology (Holt et al., 1994). Amplifikasi (PCR) gen penyandi 16SrRNA dari bakteria menggunakan metode dari Damiani et al. (1996) dan Goto et al. (2000).
Aplikasi Probiotik
Penelitian menggunakan 180 ekor ayam broiler jantan strain New Lohman dengan 4 perlakuan level wheat pollard (0, 10, 20 dan 30%) sebagai pengganti bekatul dan 3 level probiotik (0, 102,5 dan 105 koloni/kg pakan) dengan 3 ulangan, masing-masing  ulangan menggunakan 5 ekor ayam.Ayam broiler dipelihara pada lantai litter.
Strain bakteri yang digunakan adalah kombinasi Eschericia coli (E) dan Klebsiella pneumoniae (K). Probiotik  dalam bentuk cair dicampurkan dalam ransum. Kandungan nutrien ransum disajikan pada Tabel 1 dan 2. Pemberian pakan berdasarkan kebutuhan diberikan dua kali sehari pada pagi dan sore dan pemberian air minum secara ad libitum. Perlakuan penelitian dilaksanakan setelah satu minggu masa pemeliharaan sampai ayam broiler berumur 42 hari.
Tabel 1. Kandungan nutrien pakan fase starter
Nutrien
Level Wheat Pollard (%)
0
10
20
30
CP (%)
20,94
21,22
21,50
21,78
ME (kkal/kg)
3.094
3.076
3.058
3.040
Ca (%)
0,98
0,99
1,00
1,00
P (%)
0,49
0,50
0,51
0,52

Tabel 2. Kandungan nutrien pakan fase finisher
Nutrien
Level Wheat Pollard (%)
0
10
20
30
CP (%)
19,83
20,11
20,39
20,67
ME (kkal/kg)
3.107
3.088
3.070
3.052
Ca (%)
1,01
1,02
1,02
1,03
P (%)
0,45
0,46
0,47
0,48

Rancangan dan analisis statistik percobaan menggunakan CRD Pola Faktorial 4x3 (Astuti, 1980), perhitungan statistik menggunakan program MINITAB. Data yang diamati adalah berat badan, konsumsi pakan dan konversi pakan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
                Hasil dari screening dan karakterisasi bakteri penghasil fitase ditampilkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Screening dan karakterisasi terhadap bakteri penghasil fitase
No.
Strain
Lokasi fitase
Karakter Bakteria
Hasil analisis
16S rDNA homolog dengan:
1.
AS1
Intraseluler
Gram negatif, bentuk basil, tidak bergerak, Indoltest negatif, Voges-Proskauer negatif, Methylrot negatif, Simmon Citrat positif, ga-laktosidase positif dan resisten terhadap ampicillin 

K. pneumoniae

2.
AS2
Intraseluler (periplasma)
Gram negatif, bentuk basil, tidak bergerak, Indoltest negatif, Voges-Proskauer negatif, Methylrot negatif, Simmon Citrat positif, ga-laktosidase negatif dan tidak resisten terhadap ampicillin 

E. coli


Karakterisasi Enzim Fitase dari Bakteri
Hasil karakterisasi enzim fitase dari bakteri yang digunakan dalam penelitian ini ditampilkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil karakterisasi bakteri penghasil fitase

Bakteri

pH optimum
Enzim
Temperatur optimum enzim
Escherichia coli
Klebsiella pneumoniae
4
5
50-55 °C
45-50 °C

Greiner (1993) menyatakan bahwa E. coli mempunyai pH optimum 4,5 dan temperatur optimum 55oC. Sajidan (2002) menyatakan bahwa K. pneumoniae mempunyai pH optimum 5 dan temperatur optimum 50oC. Enzim fitase mikrobia aktif pada suhu 35 sampai 63oC (Wodzinski and Ullah, 1996).

 Aplikasi Probiotik Penghasil Fitase pada Pakan Ayam Broiler
Hasil penelitian aplikasi level jumlah bakteri penghasil fitase dengan ransum substitusi level wheat pollard dengan bekatul ditampilkan pada Tabel 5.
Pertambahan berat badan
Hasil analisis statistik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) pada perlakuan level probiotik terhadap pertambahan berat badan. Hal ini sesuai dengan pendapat Mohanna and Nys (1999) menyatakan bahwa pakan dengan fitase tidak mempengaruhi pertambahan berat hidup.
Tabel 5. Pertambahan berat badan /ADG (g/ekor/hari), konsumsi pakan/FC (g/ekor/hari)
                dan konversi pakan /FCR
Level Probiotik
Level wheat pollard (%)

Rata-ratans

0
10
20
30
ADG





0
78,29
88,36
86,45
100,58
29,47
10 2,5
68,17
80,69
93,86
95,64
27,95
10 5
78,74
82,59
93,47
93,64
29,04
Rata-rata**
25,02a
27,96
30,09
32,21b







FC





0
68,52
70,41
73,38
76,76
72,27
10 2,5
55,63
65,17
74,19
75,73
67,68
10 5
64,38
66,37
80,16
74,54
71,36
Rata-rata**
62,85a
67,32
75,92b
75,68b,c







FCR





0
2,66
2,41
2,58
2,29
2,49
10 2,5
2,58
2,47
2,48
2,37
2,48
10 5
2,45
2,43
2,59
2,38
2,47
Rata-ratans
2,56
2,44
2,55
2,35

ns: non significant (P<0,05)
**: P<0,01
a,b,cRerata  pada  lajur  yang  sama  dengan superskrip berbeda menunjukkan  perbedaan yang nyata (P<0,05)

Hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,01), pada level wheat pollard terhadap pertambahan berat badan. Bertambahnya level wheat pollard menunjukkan kenaikkan nilai pertambahan berat badan dan pertambahan berat badan tampak nyata pada penggunaan level subtitusi bekatul padi dengan white pollard 30% dengan nilai tertinggi. Wheat pollard mempunyai kandungan protein kasar, Ca dan P yang lebih tinggi dibanding bekatul padi (NRC, 1994). Nutrien tersebut turut berperan untuk pertumbuhan, sehingga akan meningkatkan pertambahan berat badan. Pertumbuhan dan perkembangan ternak dapat dilihat dengan melihat komposisi bagian-bagian tubuh ternak yang mengikuti kurva pertumbuhan normal (Swatland, 1989). Komposisi bagian-bagian tubuh ternak tersebut dapat diukur  dengan melihat berat tubuh ternak. 
Pertambahan berat badan pada level jumlah bakteri tidak berbeda nyata menunjukkan bahwa antar level perlakuan tersebut mempunyai kesamaan sampai level 105 koloni/kg pakan. Level white pollard menunjukkan perbedaan yang nyata dengan pertumbuhan berat badan semakin meningkat sampai level 30%.  Pemakaian level jumlah probiotik sampai 105 koloni/kg pakan dan level substitusi wheat pollard sampai 30 %  dapat digunakan untuk memperbaiki pertumbuhan ternak.
Konsumsi pakan
Hasil menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05) pada level probiotik terhadap konsumsi pakan, tetapi terdapat kecenderungan penurunan dibanding kontrol. Probiotik dapat meningkatkan daya cerna dan daya serap nutrien pakan dalam pencernaan ternak (Ramia, 2000). Penambahan mikrobia penghasil fitase dapat meningkatkan kecernaan protein (Yi et al., 1996). Peningkatan kecernaan bahan pakan mengakibatkan perbaikan nutrisi pada pakan, sehingga kebutuhan nutrisi pada ternak dapat tercukupi. Hal tersebut mempengaruhi pola makan pada ternak, sehingga dapat menyebabkan penurunan pada konsumsi pakan.
Hasil menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,01) pemakaian level wheat pollard terhadap konsumsi pakan. Kenaikan konsumsi pakan tampak nyata sampai level 20%. Konsumsi pakan dipengaruhi oleh kandungan serat kasar di dalam pakan. Pakan dengan kandungan wheat pollard meningkat yang diikuti oleh penurunan bekatul padi mengandung serat kasar yang lebih rendah. Semakin tinggi serat kasar akan mengakibatkan penurunan konsumsi ransum, hal ini disebabkan serat kasar mengakibatkan ternak lebih cepat kenyang dengan sifat bulky-nya. Bo Gohl  (1981) menyatakan jumlah konsumsi pakan dipengaruhi oleh sifat bulky dari pakan.
Konversi pakan
Hasil penelitian tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada level probiotik terhadap konversi pakan (P>0,05), tetapi terdapat kecenderungan penurunan konversi pakan dengan bertambahnya kandungan jumlah level probiotik. Probiotik dapat meningkatkan nilai nutrisi pakan ternak (Wenk et al., 1993). Jumlah bakteri penghasil pitase semakin meningkat akan mengakibatkan penambahan enzim fitase, sehingga ikatan pitat dapat didegradasi. Hal ini menyebabkan terlepasnya mineral dan protein yang terikat oleh pitat, sehingga dapat dimanfaatkan oleh unggas secara optimal untuk tumbuh. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sudiastra (2001) bahwa probiotik dapat meningkatkan retensi protein dan mineral dan Sterling et al. (1988) bahwa probiotik dapat meningkatkan pertumbuhan ayam.
Hasil penelitian tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05) level wheat pollard terhadap konversi pakan, tetapi menunjukkan kecenderungan penurunan dengan meningkatnya level wheat pollard. Kecenderungan penurunan tersebut disebabkan dengan efisiennya penggunaan pakan untuk pertumbuhan. Hal ini dapat dilihat pada konsumsi pakan yang meningkat disertai pula dengan peningkatan pertambahan berat badan dengan adanya pertambahan level wheat pollard. Semakin tinggi level wheat pollard sebagai substitusi bekatul padi menunjukkan kecenderungan perbaikkan pada konversi pakan. Bekatul padi mengandung serat yang lebih tinggi dibanding wheat polard dan protein kasar dan mineral (Ca dan P) lebih rendah (NRC, 1994). Kualitas nutrien bahan pakan dari wheat pollard lebih baik dibanding bekatul padi, sehingga pemanfaatan untuk mengubah pakan menjadi daging akan lebih baik pada ransum dengan wheat pollard. Nesheim et al. (1979) menyatakan bahwa kebutuhan untuk produksi ditentukan oleh komposisi dan kandungan nutrisi pada pakan.
Secara kualitatif dapat dilaporkan bahwa dimungkinkan ada efisiensi penggunaan pakan dengan melihat perbaikkan konversi pakan sebesar 0,02 untuk pemakaian jumlah bakteri 105 koloni/kg pakan dan 0,21 untuk substitusi level wheat pollard 30%. Hal ini bila diaplikasikan dalam skala industri peternakan, dimungkinkan terjadi penurunan jumlah kebutuhan pakan tiap ekor, sehingga dapat menghemat biaya pakan.  
KESIMPULAN
                Level probiotik tidak mempengaruhi performan ayam broiler, tetapi terdapat kecenderungan perbaikkan performan dengan kenaikkan level probiotik.
Level wheat pollard mempengaruhi performan ayam broiler (pertambahan berat badan dan konsumsi ransum), dan mempunyai kecenderungan perbaikkan konversi pakan dengan bertambahnya level wheat pollard.
Level probiotik 105 koloni/kg pakan dan level wheat pollard 30% dapat diaplikasikan untuk meningkatkan performan ayam broiler.

UCAPAN TERIMAKASIH
                Terima kasih kepada P.T. IndoFood Sukses Makmur  Tbk. yang telah memberikan dana penelitian Bogasari Nugraha VI/2004 sampai penelitian ini selsesai.

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, M.,  1980. Rancangan Percobaan dan Analisa Statistik. Bagian ke-1. Bagian Pemuliaan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada.

Bae, H. D., Yanke, L. J., Cheng, K. J. and Selinger, L. B. (1999). A novel staining method for detecting phytase activity. J.  Microbio. Methods.  39: 17-22

Biehl , R.R and D.H. Baker. 1997. Microbioal phytase improve amino acid in young chicks feed diets based on soya bean meal but not diets based on peanut meal. Poultry Sci. 76: 355-360.

Bo Gohl, 1981. Tropical Feeds, Feeds Information Summaries and Nutritive Value. FAO of The United Nations, Roma.

Damiani G, Amedeo, P., Bandi, C., Fani, R.,  Bellizii, D. and Sgaramella V.(1996). In: Adolph, K.W: Microbial Genome methods. CRC pp 167-178

Goto, K., Omura, T., Hara, Y. And Spadaie, Y. (2000).  Application of the partial 16SrDNA sequence as an index for rapid identification of species in the genus Bacillus.  J. Gen. Appl. Microbiol. 46: 1-8

Greiner, R., 1993. Reinigung.Characterisierung und Uberexpression einer Phytase aus Escherichia coli ATCC 33965. Dissertation. Institut fur Biochemie der Universitat Stuttgart.

Greiner, R., E. Haller, U. Konietzny, and K.D. Jany. 1993. Purification and characterization of two phytases from Escherichia coli. Arch. Biochem. Biophys. 303: 107-113.

Holt, J. G., N. R. Krieg, P. H. A. Sneath, J. C., Stacey and S. T. Williams, 1994. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. 9 th ed. Williams & Wilkins, Baltimore, Maryland. Page: 178-211.

Idriss, E.E., O. Makarewicz, A. Farouk, R. Greiner, K. Rosner, H. Bochow, T. Richter, and R. Borris. 2002. Extracellular phytase activity of Bacillus amyloliquefaciens FZB45 contributes to its plant-growth-promoting effect. Microbiology. 148:1-13.

Inagawa, J., I. Kiyosawa, and T. Nagasawa. 1987. Effect of phytic acid on the hydrolysis of lactose with beta-galactosidase. Agric. Biol. Chem. 51:3027-3032.

Kerovuo, J., M.Lauraeus, P. Nurminen, N. Kalkinen, and J. Apajalahti. 1998. Isolation, characterization, moleculare gene cloning, and sequencing of a novel phytase from Bacillus subtilis. Appl. Environ. Microbio. 64:2079-2086.

Kim, Y.O., J.K. Lee, H.K. Kim, J.H. Yu, and T.K. Oh. 1998. Cloning of the thermostable phytase gene (phy) from Bacillus sp. DS11 and its overexpression in Escherichia coli. FEMS Microbiol. Lett. 162:185-191.

Mohanna, C. and Y. Nys, 1999. Changes in zinc and manganese avaibility in broiler chick induced by vegetal and microbial phytases. Anim. Feed. Sci. and Tech. 77:241-253.

National Research Council. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. National Academic Press. Washington DC.

Nesheim, M. C., R. E. Austic and L. E. Card, 1979. Poultry Production. 11th   ed. Lea and Febiger, Philadelphia. 
Pallauf, J. and Rimbach, G. (1997). Nutrional significance of phytic acid and phytase, Arch. Anim. Nutr. 50: 301-319

Pallauf, J., M. Pietsch, and G. Rimbach. 1998. Dietary phytase reduces magnesium bioavailability in  growing rats. Nutr. Res. 18 : 1029-1037.

Ramia, I. K., 2000. Suplementasi Probiotik dalam Ransum Berprotein Rendah terhadap Penampilan Itik Bali. Majalah Ilmiah Peternakan. Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar. 3(3): 45-54.

Reddy, N.R., M.D. Pierson, S.K. Sathe, and D.K. Salunkhe. 1989. Phytases in cereals and legumes. CRC Press. Inc. Boca Raton. Fla.

Rimbach, G and G. Pallauf. 1999. Effect of dietary phytate on  magnesium bioavailability and liver oxidant status in growing rats. Food Chem. Toxicol. 37: 37-45.

Rodriguez, E., Y. Han, and X.G. Lei. 1999. Cloning, sequencing, and expression of an Escherichia coli acid phosphaase/phytasegene (appA2) isolated from pig colon. Biochem. And Biophys. Res. Comm. 257: 117-123.

Sajidan. 2002. Molekulare Characterisierung einer Phytase (Myo-inositol Hexakiphosphate Hydrolase) und von Phosphatasen aus Bakterieisolaten Indoneschicher Reisfelder (Klebsiella pneumoniae). Dissertation. Institut fuer Biologie. Humboldt Universitat zu Berlin. Deutschland (Germany).

Shin, S., N.C. Ha, B.C. Oh, T.K. Oh, and B.H. Oh. 2001. Enzyme mechanism and catalytic property of b propeller phytase. Structure.  9:851-858.

Sudiastra, I. W., 2001. Pengaruh Penambahan EM-4 dalam Ransum Berprotein Rendah terhadap Komposisi Fisik Karkas Ayam Jantan Tipe Petelur. Majalah Ilmiah Peternakan. Fakultas Peternakan Udayana, Denpasar. 4(3): 84-89.

Sterling, K. G., J. M. Harter-Dennis, M. J. Estienne and K. V. McElwain, 1998. Effect of enzyme addition in pelleted vs. mash barley based diets for broilers. American Sosiety of Animal Science Northeast Section. (Abstract).

Swatland, H. G., 1989. Structure and Development of Meat Animals. Prentice-Hall Inc., Englewood Cliffs, New Jersey.

Yanke, L.J., H.D Bae, L.B. Selinger, and K.J. Cheng. 1998. Phytase activity of anaerobic ruminal bacteria. Microbiology. 144: 1565-1573.

Yi, Z., E. T. Kornegan and D. M. Denbow, 1996. Effect of microbial phytase on nitrogen and amino acid digestibility and nitrogen retention of turkey poults fed corn-soybean meal diets. Poult. Sci. 75:979-990.

Wenk, C. R., Koelliker, and R. Messikommer, 1993. Whole Maize Plants in Diets for Growing Pig: Effect of Three Different Enzymez on The Feed Utilization. In: Proceeding of The First Symposium of Enzymes in Animal Nutrition. Kartause Ittingen, Switzerland.

Wodzinski, R. J., and A. H. J. Ullah, 1996. Phytase. Adv. App. Microbiol. 42:263-302.

0 komentar " ", Baca atau Masukkan Komentar

Post a Comment

Bantu dengan klik

Please Click Here!!